Oleh:
Pembimbing:
SURAKARTA
2014
OSTEOMIELITIS
OSTEOMIELITIS AKUT
A. Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur di sekitarnya yang disebabkan oleh organisme piogenik
(Randall, 2011). Osteomielitis merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang
(cavitas medullaris) yang kemudian dapat menyebar sampai ke cortex dan
periosteum. Pus dan edema yang terbentuk di cavitas medullaris inilah yang
kemudian akan menekan periosteum sehingga menimbulkan obstruksi
pembuluh darah, iskemik maupun nekrosis sebagai dasar patomekanisme
osteomielitis (Baltensperger, 2009).
Osteomielitis akut dengan penyebaran hematogen lebih sering
menyerang anak-anak karena daerah metafisis (daerah pusat pertumbuhan
tulang pada anak) memiliki vaskularisasi yang banyak dan rentan terhadap
trauma. Lebih dari 50% kejadian osteomielitis pada anak terjadi pada pasien
kurang dari 5 tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala-gejala sistemik
meliputi demam, iritabilitas selama 2 minggu. Selain itu, didapatkan gejala
lokalis seperti eritem, bengkak, dan kekakuan (tenderness) pada tulang yang
mengalami infeksi. Osteomielitis kronis jarang terjadi pada anak.
B. Etiologi
Bakteri piogenik penyebab osteomielitis bergantung pada usia pasien.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling sering menjadi
penyebab osteomielitis (akut maupun kronis) dengan penyebaran hematogen
pada dewasa. Streptococcus hemolithicus grup A dan Streptococcus
pneumonia merupakan bakteri patogen tersering yang menyebabkan
osteomielitis pada anak, Streptococcus hemolithicus grup A merupakan
pakteri penyebab tersering pada bayi baru lahir. Staphylococcus epidermidis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Eschericia coli juga bisa menyebabkan
osteomielitis namun dengan angka kejadiannya jarang. Jamur dan
mikobakterium biasanya dapat menyebabkan osteomielitis pada individu
dengan defisiensi sistem imun.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen mayoritas penyebab
osteomielitis. Staphylococcus aureus dapat diinternalisasi oleh osteoblas dan
sel endotel secara in vitro dan bertahan di dalam sel tersebut dari sistem imun
tubuh maupun antibiotik. Selain itu, Staphylococcus aureus merupakan bakteri
dengan laju metabolisme yang rendah sehingga mudah resisten terhadap
antibiotik.
C. Patofisiologi
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi invasi bakteri ke cavitas
medullaris dan cortex tulang. Keempat faktor ini apabila berada dalam keadaan
equilibrium (seimbang) tidak akan menimbulkan infeksi. Namun apabila
equilibrium ini terganggu karena minimal 1 faktor, maka infeksi tulang yang
dalam dapat terjadi. Keempat faktor tersebut ialah:
a. Jumlah bakteri pathogen
Semakin banyak jumlah bakteri yang sampai ke host, semakin besar
pula kemungkinan untuk lolos dari sistem imun dan menimbukan infeksi
pada tulang.
b. Virulensi bakteri patogen
Pada osteomielitis, fokus infeksi dibatasi oleh membran piogenik
atau dinding abses yang membatasi penyebaran infeksi. Apabila agen
patogen memiliki jumlah dan virulensi yang tinggi, barier ini dapat rusak
dan menyebabkan invasi sampai ke tulang. Invasi ini kemudian
mengaktivasi respon inflamasi dan menyebabkan hiperemis, peningkatan
permeabilitas capiler, dan pengeluaran enzim proteolitik. Enzim proteolitik
ini dapat menyebabkan nekrosis jaringan tulang dan destruksi dari agen-
agen patogen sehingga membentuk pus. Destruksi tulang juga diperparah
oleh proses osteolisis yang disebabkan oleh aktivitas osteoklas akibat
stimulasi dari endotoksin bakteri, protein permukaan bakteri, dan beberapa
sitokin inflamasi (IL-1 dan TNF).
Akumulasi pus di dalam cavitas medullaris yang berisi jaringan
nekrosis, dan bakteri-bakteri mati di dalam sel darah putih menyebabkan
peningkatan tekanan intra medullaris. Keadaan ini menyebabkan kolaps
vascular, stasis vena, thrombosis, dan lokal iskemi. Pus mengalir melalui
kanalis sistem haver dan kanalis nutrisi yang kemudian terakumulasi di
ruang subperosteum dan menyebabkan elevasi periosteom, terpisah dari
cortex tulang. Elevasi ini lebih sering terjadi pada anak karena pelekatan
yang belum begitu kuat. Ketika akumulasi pus terus terjadi, dapat timbul
perforasi dan menyebabkan abses mukosa atau kutan.
D. Penegakan Diagnosis
Diagnosis osteomielitis akut dapat ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis,
didapatkan adanya riwayat trauma, riwayat luka terbuka sampai tulang, maupun
riwayat infeksi di tempat lain yang tidak spesifik, serta adanya gejala infeksi
sistemik seperti demam dan malaise maupun gejala infeksi lokal seperti
bengkak, rasa panas, kemerahan, penurunan kemampuan gerak, kekakuan
tulang, dan rasa sakit pada lokasi infeksi. Pemeriksaan fisik pun meunjukkan
hal-hal seperti yang ada dalam anamnesis yakni berupa tanda-tanda infeksi
sistemik dan infeksi lokal. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya
leukositosis, pemeriksaan kultur darah/tulang, serta pemeriksaan histopatologi
tulang yang mengalami infeksi. Pemeriksaan radiologi pada daerah yang diduga
infeksi pun dapat dilakukan. Kata akut pada ostemyelitis akut menunjukkan
bahwa tanda dan gejala yang muncul memiliki onset yang cepat, yakni kurang
dari 4 minggu.
Gambar 3. Reaksi periosteal dan osteolisis pada distal metatarsal 4 dan distal
phalanges 3 dan 4 menunjukkan adanya osteomielitis.
Gambar 4. Gambaran rontgen femur dari seorang wanita 39 tahun dengan riwayat
osteomielitis berulang selama 20 tahun. Terjadi deformitas dan sklerosis sumsum
tulang.
Gambar 5. MRI femur menunjukkan deformitas dari bagian distal os. Femur dan
gambaran inhomogenisitas tulang.
Biakan darah harus didapatkan dan akan positif dalam sekitar 50%
pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyerang paling sering.
Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan gambaran klinis
yang sama. Organisme gram negatif juga bisa bersifat etiologi, walaupun
umumnya menimbulkan perjalanan yang kurang fulminan dibandingkan yang
diuraikan. Secara khusus, osteomielitis salmonella yang melibatkan diafisis
tulang panjang, bisa merupakan komplikasi anemia sel sabit.
Osteomielitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka terkontaminasi.
Organisme manapun bisa terlibat.Biasanya infeksi terbatas pada tempat cidera
dan biasanya karena periosteum telah putus, Maka elevasi periosteum dan
perluasan infeksi tidak terlihat. Jika luka telah tertutup, maka multiplikasi
bakteri tetap bisa menyebabkan dehisasi spontan dengan drainase purulenta.
E. Penatalaksanaan
Pada kebanyakan pasien dengan osteomielitis, terapi antibiotik
menunjukkan hasil yang maksimal. Antimikroba harus diberikan minimal 4
minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang
memadai. Pada anak-anak dengan osteomielitis akut harus diberi terapi
antibiotik secara parenteral selama 2 minggu sebelum diberikan per oral.
Osteomielitis hematogen akut harus diterapi segera. Biakan darah didapatkan
dan antibiotik intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
staphylococcus merupakan organisme penyerang tersering, maka antibiotik
yang dipilih harus mempunyai spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah
kemudian negatif, maka aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada
tulang yang terlibat bisa diperlukan. Pasien diberikan istirahat baring,
keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, antipiretik diberikan untuk
demam dan ektremitas dimobilisasi dalam gips dua katup, yang memungkinkan
inspeksi harian. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah
pemberian terapi antibiotik. Jika timbul kemunduran, maka diperlukan
intervensi bedah. Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan meliputi; (a)
adanya abses; (b) rasa sakit yang hebat; (c) adanya sekuester, dan ; (d) bila
mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah
cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca bedah. Setelah kultur
dilakukan, terapi empiris parenteral antibiotik regimen nafcillin dengan
cefotaxime atau cefriaxone merupakan terapi awal klinik dari bakteri yang
dicurigai. Setelah diketahui hasil kultur regimen antibiotik disesuaikan.
Pada osteomielitis hematogen, agen penginfeksi meliputi S aureus,
organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae.
Terapi primer adalah kombinasi penicillin sintetik yang resisten terhadap
penicillinase dan generasi ke-tiga cephalosporin. Terapi alternatif yaitu
vancomycin atau clindamycin dan generasi ke-tiga cephalosporin.
Terapi bedah osteomielitis adalah insisi dan drainase. Pendekatan bedah
tergantung pada lokasi dan luas infeksi serta harus memungkinkan untuk
drainase selanjutnya bagi luka. Korteks di atas abses intramedula dilubangi serta
debris nekrotik disingkirkan dengan kuretase manual dan irigasi bilas pulsasi.
Harus hati-hati untuk menghindari lempeng fiseal berdekatan. Luka dibalut
terbuka untuk memungkinkan drainase dan ekstremitas dimobilisasi dalam
gips. Antibiotik intravena diteruskan selama minimum 2 minggu dan bisa
diperlukan selama 6 minggu, tergantung pada organisme dan kerentanannya
terhadap antibiotik.
Luka dibalut pada interval teratur dan dibiarkan sembuh dengan intensi
sekunder atau ditutup dengan cangkok sebagian ketebalan kulit, bila jaringan
granulasi adekuat telah berkembang. Bila proses akut telah dikendalikan, maka
terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Pemulaian aktivitas penuh
tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Dalam infeksi luas, kelemahan
nantinya akibat hilangnya tulang bisa menyebabkan fraktur patologi.
Pilihan terapi antibiotik pada kasus osteomielitis:
OSTEOMYELITIS KRONIK
A. Definisi
Osteomyelitis kronis mudah dikenali ketika ada pasien dengan riwayat
osteomyelitis mengalami kekambuhan disertai munculnya gejala seperti nyeri
yang memberat, eritema, dan pembengkakan dalam hubungannya dengan
adanya sinus yang keluar cairan. Hal ini ditandai dengan adanya peradangan
yang low-grade/ringan, adanya tulang yang mati ( sequestrum ), aposisi tulang
baru dan adanya fistula (Khan, 2011; Parsonnet et al, 2005). Hal ini
kemungkinan muncul dari pengobatan osteomyelitis akut yang tidak memadai,
trauma, penyebab iatrogenik seperti penggantian sendi dan fraktur dengan
fiksasi internal dan patah tulang yang berat (Zuluaga, 2006; Parsonnet, 2005;
Spiegel, 2005) . Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri kronis dan
keluarnya cairan, dan kadang-kadang juga ditemukan demam ringan, abses
lokal, infeksi jaringan lunak, atau kedua jika saluran sinus menjadi terhalang.
Penatalaksanaan yang tidak sesuai pada pada osteomyelitis baik hematogenous
maupun contiguous mengakibatkan perubahan dari osteomyelitis akut menjadi
kronik (Wu, 2007; Calhoun 2005).
Sequestrum adalah tulang yang sudah mati dan terlihat secara makroskopis.
Sequestrum didefinisikan sebagai tulang mati yang telah terpisah dari tulang
sekitarnya selama proses nekrosis. Namun, definisi radiologis sequestrum mengacu
pada gambaran kalsifikasi radioopaque yang terlihat di dalam lesi yang bersifat
radiolucent, dan sepenuhnya terpisah dari tulang sekitarnya.
Cloaca adalah suatu saluran yang dapat terlihat di sekitar sequestrum dan
involucrum yang merupakan jalan keluar pus.
(A) Tulang normal; (B) Involucrum; (C) Jaringan granulasi; (D) Kloaka; (E)
Sequestrum.
LAJU ENDAP DARAH DAN C-REACTIVE PROTEIN
Laju Endap Darah (LED) atau juga biasa disebut Erithrocyte Sedimentation
Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit, meggambarkan komposisi
plasma serta perbandingan eritrosit dan plasma. Laju Endap Darah dipengaruhi oleh
berat sel darah dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi.
Peningkatan nilai LED > 50 mm/jam, harus diinvestigasi lebih lanjut dengan
melakukan pemeriksaan terkait infeksi akut maupun kronis, yaitu : kadar protein
dalam serum atau protein immunoglobulin, Anti Nuclear Antibody (ANA) tes,
reumatoid factor. Sedangkan Peningkatan LED > 100 mm/jam selalu dihubungkan
dengan kondisi serius, misalnya infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary
macroglobulinaemia, hiperfibrinogenaemia, polymyalgia rheumatic.
C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat
dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil. Dalam keadaan
tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh
penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, konsentrasi CRP dapat meningkat
sampai 100 kali. Nilai CRP pada keadaan normal < 0,8 mg/dl dan meninggi > 1
mg/dl pada keadaan patologis.
EPIPHYSEAL GROWTH PLATE