PENDAHULUAN
1
bermotor, posisi duduk sebagian besar pekerja sangat tidak ergonomis sehingga hal-hal
tersebut memungkinkan terjadinya permasalahan-permasalahan kesehatan seperti: ISPA,
low back pain, varises, ketulian dll
Perbaikan pada keselamatan kerja akan membuat efektifitas dan efisiensi pada
para pekerja di bengkel anugrah, sehingga diharapkan kunjungan kedokteran okupasi ini
dapat memberikan edukasi bagi pemilik dan pekerja dalam menciptakan suasana kerja
yang sehat serta melakukan pendataan bagi pekerja yang sakit.
1.2. Permasalahan
Belum diketahuinya bahaya kesehatan potensial yang terdapat pada perusahaan
konveksi PT. B.
Tujuan Umum
Meningkatkannya usaha kesehatan dan keselamatan kerja di sektor industri
pabrik garmen.
Tujuan Khusus
1. Teridentifikasinya faktor-faktor resiko terhadap kesehatan dan keselamatan
pekerja pada setiap simpul alur produksi di perusahaan konveksi PT. B.
2. Teridentifikasinya gangguan kesehatan yang diakibatkan posisi bekerja duduk
dan berdiri.
3. Diketahuinya upaya perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan di
perusahaan konveksi PT. B.
4. Tersusunnya rekomendasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
untuk pengendalian faktor resiko ditempat kerja dan pencegahan penyakit akibat
kerja.
Manfaat
1.5.1. Bagi Instansi Pendidikan
Mempunyai lulusan dokter yang berkualitas dan memilki wawasan tentang materi
Kedokteran Okupasi, terutama dalam pelaksanaan Plant Survey dan penerapannya
dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
2
1.5.2. Bagi Perusahaan
1. Tercapainya derajat kesehatan bagi para pekerja yang setinggi-tingginya.
2. Memberikan sarana dalam pelayanan kesehatan dan keselamatan bagi
pekerja.
3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan kerja bagi pekerja didalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang membahayakan bagi pekerja.
4. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan para pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan atau kondisi lingkungan tempat kerja.
5. Ditingkatkannya produksi, efisiensi dan produktivitas kerja dengan terus
memacu pertumbuhan ekonomi.
6. Tersusunnya bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk perbaikan
keadaan lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kerja.
3
BAB II
HASIL PENGAMATAN
4
2.1.5. Jumlah Tenaga Kerja
PT B II, mempekerjakan pegawai sebanyak 582 orang untuk bagian
produksi, 601 orang bagian marketing dan 61 orang untuk tenaga administrasi.
5
Perusahaan menyediakan katering setiap hari untuk para pekerjanya, untuk satu
kali makan pada saat istirahat. Komposisi makanan yang diberikan berupa nasi,
sayur, lauk-pauk (telur/ ikan/ daging), buah (pisang/ jeruk/ pepaya) perporsi.
Air minum disediakan pada setiap bagian produksi.
Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perusahaan (K3)
Pada perusahaan ini sangat sedikit sekali informasi yang kami dapatkan
mengenai K3. Begitu pula data mengenai P2K3 dalam perusahaan ini tidak
kami dapatkan sehingga kami tidak dapat menjelaskan mengenai organisasi
dan departemen yang menangani keselamatan para pekerja.
Sebagai perusahaan sektor formal, program kesehatan kerja dilaksanakan
dengan melakukan dua macam pemeriksaan kesehatan, yaitu pada saat
penerimaan pekerja, dan saat pekerja sakit. Saat pekerja sakit, terlebih dahulu
ditangani oleh tenaga paramedis yang ada di perusahaan tetapi jika terdapat
masalah yang serius atau memerlukan tindakan lebih lanjut maka pekerja
tersebut akan dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang bekerja sama dengan
perusahaan. Pekerja yang sakit akan mendapatkan fasilitas penuh dalam hal
pembiayaan pengobatan karena semua pengobatan di tanggung sepenuhnya
oleh pihak perusahaan ini meliputi pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat
inap.
Pelayanan kesehatan kerja yang ada pada perusahaan ini yaitu adanya
poliklinik dengan fasilitas P3K yang di tangani oleh seorang perawat. Perawat
datang tiga kali dalam seminggu dan bekerja mulai pukul 08.00-16.00 WIB.
Perawat memberikan pertolongan pertama dan pengobatan terhadap kecelakaan
atau penyakit akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja. Apabila terdapat
pekerja yang memerlukan perawatan dan pengobatan lebih lanjut maka akan
dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang bekerja sama dengan perusahaan antara
lain RS. Persahabatan, RS. Saint Carolus, dan RS. Jayakarta. Biaya pengobatan
rawat inap maupun rawat jalan di tanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
Perusahaan ini juga mengikutsertakan pekerjanya dalam program
JAMSOSTEK. Program ini meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari
Tua dan Jaminan Kematian. Pada Jaminan Kecelakaan Kerja, pekerja
mendapatkan penggantian biaya jika mendapat kecelakaan pada saat bekerja,
6
dan besarnya iuran dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Jaminan Hari Tua
diberikan pada pekerja yang telah mencapai usia 55 tahun dan akan
mendapatkan santunan selama dia bekerja sampai usia yang telah disepakati
oleh pekerja tetapi pekerja harus mengurus sendiri ke perusahaan Jamsostek
untuk mendapatkan santunan hari tuanya, besarnya iuran dibayar bersama oleh
pihak perusahaan dan pekerja. Jaminan kematian diperuntukkan untuk keluarga
yang di tinggalkan pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja atau
penyakit yang di deritanya besarnya iuran di tanggung seluruhnya oleh
perusahaan.
Poster-poster yang menunjang atau yang berisi tentang peringatan
keselamatan kerja tidak ada. Namun ada beberapa tulisan peringatan di setiap
bagian produksi yang mengharuskan para pekerja menggunakan alat pelindung
diri, seperti diharuskannya penggunaan masker pada waktu bekerja. Pemakaian
alat-alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan penutup kepala
disediakan oleh perusahaan tetapi tidak semua pekerja memakai masker, sarung
tangan dan penutup kepala walaupun telah diberikan oleh pihak perusahaan.
Untuk pemeliharaan dan peningkatan gizi pekerja, perusahaan
menyediakan makanan yang di pesan melalui katering, dimana pekerja setiap
hari mendapat makanan berupa nasi, sayur, lauk-pauk (daging/ ikan/ telur) dan
buah-buahan (jeruk/ pisang/ pepaya). Makanan setiap hari bervariasi dalam
menunya.
7
a. Ruang produksi lantai 1 :
Gudang
Cutting (pemotongan)
Bundle (Pengikatan)
Interlining (Penempelan)
Pressing
8
b. Ruang produksi lantai 2 :
Ruang produksi lantai 1
Sewing
Finishing
Penjualan
9
Keterangan bagan:
Ruang Produksi Lantai 1
1. Bahan baku yang datang dari gudang berupa kain sesuai dengan corak dan bahan kain
yang diinginkan.
2. Bahan kain kemudian digelar dan diukur kemudian digambar sesuai dengan pola
dengan menggunakan kertas karbon hitam.
3. Kain dipotong sesuai dengan gambar pola.
4. Kain yang sudah dipotong kemudian diberi nomor sesuai dengan ukuran dan model
pakaian yang dibuat.
5. Kain yang sudah tergambar pola dikumpulkan sesuai dengan nomor ukuran pakaian.
6. Pada pembuatan kerah agar terlihat kaku, kerah dibuat berlapis dan untuk merekatkan
lapisan kerah digunakan solder dan setrika.
7. Setelah tiap lapisan kerah direkatkan dengan solder dan setrika, sebagai tahap akhir
agar kerah lebih kuat kerah dipress.
8. Masing-masing kain yang sudah berbentuk bagian-bagian pakaian, seperti kerah,
dikirim ke ruang produksi lantai 2.
10
2.3. Sanitasi Umum
Kebersihan lingkungan pabrik cukup terpelihara. Ruang produksi
dibersihkan setiap selesai jam kerja. Sampah-sampah hasil sisa produksi yang tidak
terpakai ditampung di penampungan besar kemudian dibuang ke tempat sampah
yang berada di belakang pabrik yang akan diambil setiap pagi oleh petugas
kebersihan.
Pada setiap ruang produksi terdapat sirkulasi udara. Pada lantai satu
hanya terdapat 6 buah exhaust fan, 10 buah kipas angin yang beberapa buah tidak
berfungsi, 3 buah pintu dalam keadaan terbuka dan 3 celah udara yang masing-
masing berukuran 1 X 0,5 m2. Pada lantai dua terdapat 15 buah kipas angin, 6 buah
exhaust fan, 2 buah pintu dalam keadaan terbuka dan celah udara sepanjang atap
bangunan dengan ukuran 1 X 40 m2.
Pencahayaan pada ruang produksi mengandalkan cahaya lampu neon
dengan jumlah 150 buah dengan kekuatan 40 Watt. Di lantai satu, ada beberapa
lampu yang tidak berfungsi sehingga cahaya kurang terang.
Pada masing-masing lantai terdapat dua kamar mandi. Pada setiap kamar
mandi terdapat sekat dan terdapat beberapa toilet. Sumber air berasal dari PAM.
Sumber air tidak digunakan untuk proses produksi, hanya digunakan untuk
kebutuhan kamar mandi, dapur perusahaan dan penyiraman tanaman.
Sumber air minum berasal dari air PAM yang telah disaring dan dimasak
hingga mendidih. Pada masing-masing lantai air minum yang disediakan sebanyak
650 liter setiap hari.
Untuk peningkatan dan pemeliharaan gizi pekerja, perusahaan
menyediakan makanan yang dipesan melalui katering, dimana pekerja setiap hari
mendapat makanan berupa nasi, sayur, lauk pauk (daging/ikan/telur) dan buah-
buahan (jeruk/pisang/pepaya). Makanan setiap hari bervariasi dalam menunya.
11
2.4. Identifikasi Bahaya Potensial Berdasarkan Alur Produksi
a. Gudang
1. Faktor fisik
Ruangan yang panas akibat ventilasi yang kurang, lembab dan berdebu.
2. Faktor kimia
Ditemukan uap formaldehide, dan debu kapas
3. Faktor ergonomis
Pekerja mengangkat dan mendorong gulungan kain, ada kemungkinan
tersandung, lengan terkilir, punggung sakit, dan tertimpa kain.
4. Faktor mekanik
Tumpukan gulungan kain dapat menimpa dan menjadi sandungan bagi para
pekerja
5. Faktor psikis
Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan rasa bosan dan jenuh.
2. Faktor kimia
Kertas karbon yang digunakan untuk membuat pola dapat menyebabkan
tangan menjadi kotor dan sulit dibersihkan.
Bahan baku kain serta sampah produksi berupa potongan kain
menyebabkan ruangan penuh dengan debu serat kain.
Uap formaldehide.
12
3. Faktor ergonomi
Pada saat memotong dan menggunting kain, mencetak dan menempelkan
kerah denga cara menyolder, menyeterika dan melakukan pressing, para
pekerja bekerja dengan posisi berdiri dan membungkuk selama 8 jam
kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk. Pada saat menjahit dan
numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada sandaran pada
tempat duduknya. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja.
Pada bagian numbering pekerja bekerja dalam keadaan duduk dikursi
setinggi kurang lebih 50 cm tanpa sandaran dan ketinggian meja kurang
lebih 100 cm.
4. Faktor psikis
Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan stress dan rasa bosan, begitu
pula bila salah dalam menentukan ukuran, salah memotong pola, salah
menentukan ukuran dan kode pakaian, juga bila salah mencetak kerah baju.
Pada bagian interlining, stress ditimbulkan karena adanya bahaya luka
bakar dan pekerjaan yang monoton. Ruangan kerja yang panas membuat
pekerja tidak nyaman.
5. Faktor mekanik
Pada bagian spreading digunakan paku dengan posisi terbalik untuk
menahan posisi kain. Keadaan tersebut membuat pekerja rentan tertusuk
paku.
Pada saat pemotongan kain dengan mesin potong, pekerja berisiko terluka
oleh mesin potong.
Pada saat pembuatan kerah, dangan menggunakan setrika dan solder,
pekerja rentan terluka akibat panas dari alat-alat tersebut.
13
c. Ruang produksi lantai 2
1. Faktor fisik
Ruangan yang cukup panas dan pengap karena ventilasi yang kurang,
keadaan panas ini terutama dirasakan dibagian ironing.
Suara mesin yang terus-menerus bekerja sehingga menimbulkan kebisingan
di ruangan (tidak ada data mengenai ambang batas kebisingan di pabrik)
2. Faktor kimia
Bahan baku berupa kain dengan serat-seratnya saat menjahit dan
mengobras menyebabkan ruangan menjadi penuh debu.
Penggunaan xylene atau thiner untuk menghilangkan noda pada kain, dapat
menimbulkan bau yang menyengant dan dapat mengiritasi kulit.
3. Faktor ergonomi
Pada saat menjahit dan mengobras, pekerja duduk tanpa ada sandaran dan
alas duduk pada kursinya.
Pada saat menyeterika, melipat dan mengepak pakaian yang sudah jadi,
pekerja bekerja dalam keadan berdiri dan sedikit membungkuk.
4. Faktor psikis
Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan stress dan rasa bosan.
5. Faktor mekanik
Pekerjaan menjahit yang terus-menerus selama 8 jam berisiko tertusuk
jarum.
Pada bagian ironing, pekerja berisiko terkena panas setrika.
Secara sistematis, tertera pada lampiran tabel I.
14
kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk. Pada bagian penjahitan dan
numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada sandaran pada tempat
duduknya. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja.
Sementara di lantai 2: Pada bagian penjahitan dan pengobrasan, pekerja duduk
tanpa ada sandaran dan alas duduk pada kursinya. Sedangkan pada bagian
penyeterikaan dan pengepakan pakaian yang sudah jadi, pekerja bekerja dalam
keadaan berdiri dan sedikit membungkuk. Semua sikap dan posisi kerja tersebut
dilakukan secara terus-menerus sehingga didapatkan keluhan-keluhan sakit
pinggang dan mudah lelah, yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja
perusahaan.
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kata Ergonomi berasal dari bahasa Yunani : ERGOS yang berarti bekerja dan
NOMOS yang berarti hukum alam. Secara singkat, ergonomi bermakna sebagai
ilmu yang meneliti tentang kajian antara manusia dengan lingkungan kerjanya, yaitu
sistem kerja yang meliputi keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan kerja, metode kerja, serta pengaturan kerja baik perorangan maupun
kelompok sebagai pelaksana kerja dalam mencapai kesehatan, keselamatan,
kenyamanan dan kondisi lingkungan kerja yang efisien.1,4
16
Sikap Kerja.5
17
Lingkungan kerja.
Menurut Tan Djui & Setiasi lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di
sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
(dikutip dari Ergonomi dan Produktivitas.Seminar Nasional Ergonomi oleh Beni
Lianto)
Sedangkan menurut Amrita (2000) kondisi dan lingkungan kerja adalah
semua faktor atau hal ditempat kerja yang bisa menimbulkan akibat kepada
tenaga kerja . Menurut Nitisemito (1983) faktor-faktor yang termasuk dalam
suatu lingkungan kerja antara lain: penerangan, kebisingan, pewarnaan,
kebersihan, musik dan sirkulasi udara.
18
4. Ukuran-ukuran kerja
a. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tingggi kerja sebaiknya 5-10
cm dibawah tinggi siku
b. Apabila bekerja berdiri dengan pekerjaaan diatas meja dan jika dataran
tinggi siku disebut O maka hendak nya dataran kerja :
Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0 + ( 5-10 ) cm.
Untuk pekerjaan ringan 0 ( 5-10) cm.
Untuk bekerja berat, atau perlu mengangkat barang berat, yang
memerlukan otot punggung 0 (10-20) cm
5. Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk.
Sedangkan dari sudut tulang, dinasehatkan duduk tegak yang diselingi istirahat
sedikit membungkuk.
6. Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
Tinggi dataran duduk yang dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai
dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar.
Papan tolak punggung yang tingginya dapat diatur dan menekan pada
punggung.
Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm.
7. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Jika
tidak memungkinkan kepada pekerja diberi kesempatan duduk untuk beberapa
saat.
8. Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan lengan
bawah. Pegangan-pegangan harus diletakkan didaerah tersebut, lebih-lebih bila
sikap tubuh tidak berubah.
9. Macam gerakan yang kontinu dan berirama lebih diutamakan. Gerakan keatas
harus dihindarkan berilah papan penyokong pada sikap lengan yang
melelahkan.
10. Kemampuan seorang bekerja seharinya adalah 8 sampai 10 jam, lebih dari itu
efisiensi dan kwalitas kerja sangat menurun.
11. Waktu istirahat didasarkan kepada keperluan pertimbangan ergonomi.
12. Kondisi mental psikologis dipertahankan dengan adanya premi perangsang
motivasi, iklim kerja, dll.
19
13. Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan sekecil-kecilnya.
14. Daya penglihatan dipelihara dengan penerangan yang baik.
20
Posisi duduk yang benar adalah:
Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang serta
bokong menyentuh belakang kursi.
Seluruh lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Caranya,
duduklah di ujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C.
Setelah itu, tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan
untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar
10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik.
Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan
penyangga kaki bila perlu) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling
menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung. Hindari duduk dengan
posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.
Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, jaga bahu
tetap rileks. Bila duduk dengan kursi beroda dan berputar, jangan memutarkan
pinggang selama duduk, sebaiknya putarkan seluruh tubuh. Bila berdiri dari
posisi duduk, usahakan berdiri dengan meluruskan kedua tungkai. Hindari
membungkukkan badan ke depan pinggang, segera luruskan punggung dengan
melakukan 10 kali gerakan membungkukkan badan selama berdiri.
Selain tindakan pencegahan tersebut di atas, yang terpenting adalah perlu
adanya program kegiatan olahraga senam untuk mengurangi maupun mencegah
nyeri pinggang bawah pada setiap pekerja sebelum memulai hari kerjanya. Di
samping itu, hal penting lain yang tidak boleh dilupakan adalah desain kursi yang
ergonomis.
B. Posisi berdiri
Posisi berdiri yang terus-menerus atau terlalu lama akan menyebabkan
ketegangan otot seperti halnya pada posisi duduk yang tidak tepat yang terlalu
lama. Ketegangan otot yang terjadi dapat menimbulkan keluhan-keluhan
seperti nyeri pada kaki (otot, persendian), nyeri punggung karena lama-
kelamaan dalam posisi berdiri yang lama, badan akan lebih condong kedepan
(membungkuk) yang mana hal ini membatasi masuknya oksigen dan secara
cepat meningkatkan tingkat kelelahan otot yang terjadi.
21
3.5. Perudang-undangan dalam keselamatan kerja.7
Ketentuan ketentuan pokok mengenai tenaga kerja secara tegas dijelaskan
dalam Undang-Undang No.14 tahun 1969. Beberapa pasal yang dapat menjadi
acuan pokok keselamatan kerja tersebut antara lain pasal 9 yang menyatakan
bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya.
Sedangkan dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja No.1 tahun 1970, antara
lain dikemukakan mengenai syarat-syarat keselamatan kerja (pasal 3 dan 4), yang
mencakup perihal keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerja. Sementera masih berkenaan dengan syarat keselamatan kerja juga
dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1964, antara lain
seperti pada pasal 9 yang menyatakan bahwa semua pekerja yang duduk harus
diberi tempat duduk yang memiliki penyangga punggung dan semua pekerja yang
berdiri harus diberi fasilitas tempat duduk agar mereka dapat sesekali melemaskan
otot-otot kakinya yang tegang.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Sikap kerja yang kami amati dari para pekerja di bagian proses pembuatan pola,
pengguntingan kain, pencetakan dan penyetrikaan terdiri dari :
1. Punggung (back) :
- lurus ke depan/belakang
- bungkuk ke depan/belakang
- memutar/bengkok ke samping
- bengkok dan memutar atau bengkok ke depan dan menyamping.
2. Lengan (arms): kedua lengan berada di bawah bahu
3. Kaki (legs): berdiri dengan kedua kaki
Sikap kerja yang kami amati dari para pekerja di bagian proses penjahitan, pengobrasan
dan numbering terdiri dari :
1. Punggung (back):
- lurus ke depan/belakang tanpa sandaran
- bungkuk ke depan/belakang
- memutar/bengkok ke samping
- bengkok dan memutar atau bengkok ke depan dan menyamping
- beban tubuh bertumpu pada tulang ekor tanpa bantalan
2. Lengan (arms):
- kedua lengan berada di bawah bahu
- kedua lengan berada pada pakaian yang dijahit mengikuti gerakan
mesin
- siku tidak bertumpu, tumpuan dimulai dari 2/3 lengan bawah
3. Kaki (legs):
- pekerja duduk dengan kaki kanan pada pedal penggerak mesin (Bagian
penjahitan dan pengobrasan)
23
pengguntingan kain, pencetakan, penyeterikaan dan pengepakan pakaian yang bekerja
dengan posisi berdiri dan pada bagian penjahitan, pengobrasan dan numbering dan
penjahitan yang bekerja dengan posisi duduk tanpa sandaran kursi dan alas kursi.
Para pekerja di bagian pembuatan pola dan pengguntingan kain, pencetakan
penyeterikaan dan pengepakan pakaian bekerja dengan posisi berdiri dan membungkuk
selama 8 jam (kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk), sedangkan pada bagian
penjahitan, pengobrasan dan numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada
sandaran pada tempat duduknya. Keadaan duduk dan berdiri ini untuk jangka waktu yang
sangat lama dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja sehingga menyebabkan kelelahan
yang sangat. Pada kenyataannya tubuh memerlukan waktu istirahat untuk memulihkan diri
dan menetralkan asam laktat yang terkumpul akibat kontraksi otot yang berlangsung tanpa
henti. Otot yang mendukung tulang belakang, misalnya, melakukan pekerjaan tanpa henti
dengan tidak adanya penyangga punggung dan oleh karena itu akan terasa pegal. Sebagai
tambahan, tanpa penyangga punggung tubuh cenderung untuk membongkok ke depan,
membatasi masuknya oksigen dan secara cepat meningkatkan tingkat kelelahan otot. Para
pekerja yang melakukan pekerjaan sambil berdiri mengindikasikan ketidaknyamanan dan
rasa sakit pada kakinya setiap hari. Sebagaimana pada posisi duduk, posisi berdiri
menyebabkan kelelahan yang sangat pada otot kaki dan postur. Keadaan ini kurang sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja pasal 9 No. 7 tahun 1964.
Dimensi tubuh seperti tinggi postur, panjang lengan, tangan, bahu, kaki dan bagian
tubuh lain adalah penting didalam sistem rancangan kerja. Solusi dari permasalahan ini
biasanya adalah melalui penyesuaian sistem rancangan dengan penyesuaian ukuran
dengan penggunaannya. Pergerakan atau aktivitas dari tubuh manusia adalah masalah
koordinasi dari sistem kerja. Pekerjaan yang dirancang perusahaan kurang baik sehingga
menghasilkan ketidak efektifan terhadap sistem kerja yang ada di mana permasalahan ini
banyak berhubungan dengan ketegangan-ketegangan otot ataupun yang lainnya yang
berkaitan dengan sakit pada otot, saraf, dan tulang. Maka dalam hal penyesuaian tersebut
dalam proses produksi pada perusahaan ini, didapatkan kurang sesuai dengan ketentuan
yang tersirat pada pasal 3 dan 4 UU No. 1 tahun 1970 mengenai syarat-syarat keselamatan
kerja.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Masih banyak ditemukan pada sistem kerja manual terutama pada jenis pekerjaan
pembuatan pola, pengguntingan kain, pencetakan, penjahitan, pengobrasan dan
numbering yang belum memperhatikan dan memenuhi persyaratan ergonomi kerja,
yang mana ergonomi merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan guna
menghasilkan peralatan maupun metode yang sesuai dengan tubuh manusia
sebagai pemakai.
2. Sikap kerja pada pekerja di atas yang belum memenuhi persyaratan keselamatan
dan kesehatan kerja, sebab pada sikap kerja yang diamati dapat terjadi ketegangan
otot, tulang, saraf, dan meningkatkan tingkat kelelahan kerja.
SARAN
1. Pada bagian pembuatan pola dan pencetakan pola pada kain diperlukan
penambahan alat bantu sederhana seperti meja gambar dan kursi yang
ketinggiannya disesuaikan dengan posisi meja yang sesuai dengan sikap dan posisi
pada saat pembuatan pola dan pencetakan pola pada kain.
2. Pada bagian pengguntingan dan serta bagian penyetrikaan juga perlu
disediakan kursi dengan ketinggian yang disesuaikan dengan masing-masing
cakupan pekerjaannya. Misalnya bagian pengguntingan mungkin memerlukan
meja yang lebih datar dengan kursi yang tidak terlalu rendah (disesuaikan dengan
tinggi meja) agar pekerja dapat dengan leluasa menguasai arah guntingannya. Dan
pada bagian penyetrikaan juga perlu meja yang dilengkapi sanggaan setrika yang
aman, dengan penyesuaian ketinggian meja dan kursi terhadap pekerjanya
sehingga jangkauan setrika lebih terkendali dengan aman.
25
3. Pada bagian penjahitan, pengobrasan dan numbering diperlukan kursi yang
memiliki sandaran dan bantalan yang cukup nyaman, serta mengatur ketinggian
kursi dengan mesin jahit/mesin obras, sehingga menyediakan sarana yang
ergonomis bagi pekerja, sementara pada bagian pengepakan juga perlu
diperhatikan tinggi meja dan postur pekerja agar dapat mengurangi frekuensi dan
kualitas sikap membungkuk yang berulang.
4. Apabila masih belum dapat secara sempurna mengadakan posisi kerja yang
ergonomis, maka perlu diadakan penggiliran pekerjaan para pekerja agar bekerja
pada sikap duduk dan berdiri bergantian dengan berpegang pada hukum di
Indonesia yang menyatakan bahwa semua pekerja yang duduk harus diberi tempat
duduk yang memiliki penyangga punggung dan semua pekerja yang berdiri harus
diberi fasilitas tempat duduk agar mereka dapat sesekali melemaskan otot-otot
kakinya yang tegang. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1964, pasal
9).
26
DAFTAR PUSTAKA
1. A. M. Sugeng Boediono. Ergonomi Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan
Penerbit UNDIP Semarang. Hal 75-85. 2005.
2. A. M. Sugeng Boediono. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja
Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP Semarang. Hal 171-
180. 2005.
3. Lutam B. Analisis Nyeri Punggung dengan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada
Pekerja Wanita di Penjahitan Pakaian PT. X Gunung Putri Bogor 2005. Program Studi
Kedokteran Kerja. Program Pasca Sarjana FKUI. Jakarta.2005.
4. Lianto B. Ergonomi dan Produktivitas.Seminar Nasional Ergonomi. Aplikasi
Ergonomi dalam Industri 2004. Forum Komunikasi Teknik Industri, Jogjakarta
5. Sumamur. Prinsip Ergonomi dalam Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: Gunung Agung, 1996.
6. A. M. Sugeng Boediono. Mengenal Hiperkes dan Keselamatan Kerja Dalam Bunga
Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP Semarang. Hal 7-12. 2005.
7. Sumamur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV. Haji
Masagung, 1989.
27