5
Gambar 1. Patofisiologi Rhinitis Alergika.
Kasus oleh pasien. Keluhan tidak disertai dengan
Pasien wanita , seorang pelajar usia 20 nyeri pada dahi dan pipi, demam, maupun
tahun datang ke Poliklinik THT dengan keluhan batuk. Riwayat penyakit keluarga, ibu dan adik
bersin berulang sejak 3 bulan yang lalu. Pasien pasien memiliki keluhan serupa, ayah pasien
mengatakan keluhannya tidak timbul setiap memiliki riwayat sesak napas dan napas
hari. Keluhan muncul paling sering 3 kali (3 berbunyi. Pasien tidak memiliki binatang
hari) dalam seminggu. Keluhan sering terjadi peliharaan.
pagi dan malam hari dengan frekuensi bersin Pemeriksaan fisik didapatkan status
berulang dalam sehari lebih dari 6 kali. Pasien generalis dalam batas normal. Status lokalis
juga mengeluhkan hidung tersumbat dan rasa hidung pada inspeksi didapatkan allergic
gatal pada hidung dan mata. Keluhan hidung shinner. Rinoskopi anterior didapatkan
tersumbat tidak dipengaruhi oleh perubahan mukosa kavum nasi pucat, sekret serosa,
posisi. Saat bersin, dari hidung pasien keluar konka inferior dan media dekstra sinistra
cairan berwarna bening encer dengan jumlah tampak pucat disertai edema pada mukosa.
banyak dan tidak berbau. Pasien juga Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
merasakan cairan tersebut menetes ke penunjang.
belakang hidung. Pasien mengatakan keluhan Pasien ini didiagnosis sebagai rhinitis
bersin berulangnya tersebut mengganggu alergi intermiten sedang-berat. Diagnosis
aktivitas. Pasien kadang tidak tidur nyenyak bandingnya adalah rhinitis vasomotor. Pada
akibat keluhannya tersebut. Pasien memiliki pasien ini diberikan terapi medikamentosa
riwayat alergi terhadap debu. Riwayat sesak berupa antihistamin (cetirizin 1x10 mg) dan
napas dan napas berbunyi (mengi) disangkal dekongestan (pseudoefedrin 3x60 mg). Terapi
non-medikamentosa berupa edukasi untuk dan 4. Pada rhinitis vasomotor tidak ada
menghindari kontak alergen yaitu dengan riwayat terpapar alergen. Rasa gatal pada
menggunakan masker saat akan berkontak hidung dan mata juga tidak menonjol.8,11
dengan debu. Prognosis pasien ini baik. Gejala hidung tersumbat pada rhinitis
vasomotor biasanya bervariasi dapat
Pembahasan bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain
Berdasarkan rekomendasi dari WHO tergantung posisi pasien.1 Pasien ini berusia
Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat 20 tahun dengan riwayat alergi terhadap
berlangsungnya rhinitis alergi dibagi menjadi debu. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa
(1 intermiten yaitu bila gejala kurang dari 4 gatal pada hidung dan mata. Berdasarkan
hari/minggu atau kurang dari 4 minggu dan (2 anamnesis, diagnosis rhinitis vasomotor dapat
persisten yaitu bila gejala lebih dari 4 dieliminasi.
hari/minggu dan/atau lebih dari 4 Selain dari anamnesis, pemeriksaan
minggu.9,10,11 Menurut berat ringannya penunjang juga dapat digunakan untuk
penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi (1 membedakan rhinitis alergi dengan rhinitis
ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan vasomotor.9 Pada rhinitis alergi, biasanya tes
tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, kulit akan memberikan hasil positif.
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain Pemeriksaan eosinofil sekret, eosinofil darah,
yang mengganggu dan (2 sedang atau berat, dan IgE darah akan menunjukkan
yaitu satu atau lebih gejala, tidur terganggu, peningkatan.10,12 Namun, pada pasien ini tidak
aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan santai dilakukan pemeriksaan penunjang karena
terganggu, gangguan saat bekerja, dan kurangnya biaya yang dimiliki pasien.
sekolah, ada keluhan yang mengganggu.1 Selain pemeriksaan penunjang
Pasien ini memiliki keluhan berupa laboratorium, pemeriksaan lain yang dapat
bersin berulang sejak 3 bulan yang lalu. dilakukan dalam rangka menegakkan
Keluhan pasien tidak timbul setiap hari diagnosis rhinitis alergi adalah uji alergen
melainkan paling sering 3 kali (3 hari) dalam kulit.2,4 Uji alergen kulit dapat dilakukan
seminggu. Keluhan sering terjadi pagi dan dengan dua cara yaitu tes kulit epidermal dan
malam hari dengan frekuensi bersin berulang tes kulit intradermal. Tes epidermal adalah tes
dalam sehari lebih dari 6 kali. Pasien juga kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat
mengeluhkan hidung tersumbat dan rasa gatal penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test).
pada hidung dan mata. Keluhan hidung Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran
tersumbat tidak dipengaruhi oleh perubahan tunggal (single dilution) dan pengenceran
posisi. Saat bersin, dari hidung keluar cairan ganda (Skin Endpoint Titration). Skin Endpoint
berwarna bening encer dengan jumlah banyak Titration dilakukan untuk alergen inhalan
dan tidak berbau. Pasien juga merasakan dengan cara menyuntikkan alergen dalam
cairan tersebut menetes ke belakang hidung. berbagai konsentrasi. Selain dapat
Pasien mengatakan bersin berulangnya mengetahui alergen penyebab, juga dapat
mengganggu aktivitas. Pasien kadang tidak menentukan derajat alergi serta dosis inisial
tidur nyenyak akibat keluhannya tersebut. untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula
Pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu. dilakukan tes provokasi hidung dengan
Sedangkan, berdasarkan pemeriksaan fisik memberikan alergen langsung ke mukosa
didapatkan adanya allergic shinner, rinoskopi hidung. Pada alergi makanan, dapat dilakukan
anterior mukosa kavum nasi pucat, sekret diet eliminasi dan provokasi atau
serosa, konka inferior dan media dekstra Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).
2,4,13,14
sinistra tampak pucat disertai edema pada
mukosa. Hal inilah yang mendasari Secara garis besar penatalaksanaan
ditegakkannya diagnosis rhinitis alergi rhinitis terdiri dari 3 cara, yaitu menghindari
intermitten sedang-berat pada pasien ini. atau eliminasi alergen dengan cara edukasi,
Diagnosis banding pada pasien ini farmakoterapi, dan imunoterapi, sedangkan
adalah rhinitis vasomotor. Rhinitis vasomotor tindakan operasi kadang diperlukan untuk
merupakan reaksi neurovaskuler terhadap mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan
beberapa rangsang mekanis/kimia, juga polip hidung. Edukasi sebaiknya selalu
psikologis yang biasanya terjadi pada dekade 3 diberikan terutama kepada pasien dengan
riwayat atopi, perlu dijelaskan bahwa gejala rhinitis alergi oleh antihistamin dengan
pengobatan memerlukan waktu yang lama mengurangi edema membran mukus. Contoh
dan penggunaan obat harus benar terutama obat dekongestan oral adalah pseudoefedrin,
jika harus menggunakan kortikosteroid fenilpropanolamin, fenilefrin. Dianjurkan
inhalasi. Imunoterapi sangat efektif bila pemberian dekongestan oral dibandingan
penyebabnya adalah alergen inhalasi.15 dekongestan topikal karena efek rebound
Farmakoterapi hendaknya berdasar keamanan phenomena obat tersebut terhadap mukosa
obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. hidung yang dapat menyebabkan rhinitis
Farmakoterapi masih merupakan andalan medikamentosa. Pemberian obat ini
utama sehubungan dengan kronisitas penyakit merupakan kontraindikasi bila pasien sedang
(Gambar 2).16 mengonsumsi atau dalam fase tappering off
Antihistamin merupakan terapi utama dari obat-obatan penginhibisi monoamin
pada rhinitis alergi. Obat ini bekerja secara oksidase karena dapat menyebabkan krisis
kompetitif dengan mediator alergi, histamin hipertensi.1,2,8
pada reseptor histamin-1. Efeknya Sodium kromolin bekerja pada
mengurangi vasodilatasi, hipersekresi kelenjar intraseluler dengan menstabilkan dinding sel
mukus, dan refleks iritasi untuk bersin. mastosit yaitu mencegah pelepasan mediator-
Antihistamin yang bekerja pada reseptor H-1 mediator ke luar sel. Kerja obat ini adalah
dibagi menjadi dua generasi berdasarkan sifat menghambat influx Ca2+ lebih banyak ke
sedatifnya. Generasi pertama bersifat sedatif dalam sel mast sehingga degranulasi mediator
karena bersifat lipofilik dan generasi kedua terhambat.1,2 Obat ini dapat diberikan sebagai
bersifat lipofobik.16,17 Contoh antihistamin pilihan alternatif apabila antihistamin tidak
generasi pertama adalah klorfeniramin, dapat ditoleransi pada pasien.10
difenhidramin, siproheptadin. Antihistamin Kortikosteroid inhalasi bekerja dengan
generasi kedua memiliki keuntungan mengurangi kadar histamin. Kadar histamin
tidak menyebabkan sedasi, namun efek dikurangi dengan mencegah konversi asam
sampingnya dapat menyababkan anemia aminohistidin menjadi histamin, selain itu
aplastik dan jika diberikan kepada paseien kortikosteroid juga meningkatkan produksi c-
dengan gangguan jantung akan menyebabkan AMP sel mast. Secara umum kortikosteroid
aritmia. Antihistamin generasi kedua yang mencegah epitel hidung bersifat sensitif
aman adalah loratadin, cetirizin, feksofenadin. terhadap rangsang alergen baik pada fase
Konsumsi antihistamin dianjurkan secara cepat maupun lambat.1,2 Efek kortikosteroid
regular agar efektif meredakan gejala alergi. bekerja secara langsung mengurangi
Apabila antihistamin generasi pertama dipilih, peradangan di mukosa hidung dan efektif
maka pemberian secara regular atau teratur mengurangi eksaserbasi. Preparat yang
akan membuat pasien lebih tahan terhadap tersedia seperti beklometason, budesonide,
efek sedasinya.16,17,18 dan flunisolid. Efek samping kortikosteroid
Dekongestan bekerja mengurangi inhalasi lebih kecil dibanding steroid sistemik
edema pada membran mukus hidung karena kecuali pasien diberikan dalam dosis sangat
bersifat vasokonstriksi (alfa adrenergic), tinggi.1,2,11
sehingga efek obat ini melengkapi pengobatan
1
Gambar 2. Algoritma Penatalaksaan Rhinitis Alergi.
Imunoterapi lebih dikenal sebagai 3 tahap, yaitu (1 pencegahan primer untuk
desensitisasi atau hiposensitisasi. Caranya mencegah sensitisasi atau proses pengenalan
adalah memberikan injeksi berulang dengan dini terhadap alergen. Tindakan pertama
dosis yang ditingkatkan dari alergen, adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai
tujuannya adalah mengurangi beratnya reaksi risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet
tipe 1 atau bahkan menghilangkannya. restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang)
Imunoterapi bekerja dengan menggeser mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan
produksi antibodi IgE menjadi produksi IgG bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan.
atau dengan cara menginduksi supresi yang Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk
dimediasi oleh sel T.19,20 Dengan adanya IgG, mencegah pajanan terhadap alergen dan
maka antibodi ini akan bersifat blocking polutan; (2 pencegahan sekunder untuk
antibody karena berkompetisi dengan IgE mencegah manifestasi klinis alergi pada anak
terhadap alergen. Akibatnya alergen tersebut berupa asma dan pilek alergi yang sudah
tidak ada dalam tubuh dan tidak merangsang tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal
membran mastosit.21,22 berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah yang dilakukan dengan penghindaran
tepat sesuai dengan algoritma terhadap pajanan alergen inhalan dan
penatalaksanaan rhinitis alergi menurut WHO makanan yang dapat diketahui dengan uji
Initiative ARIA 2001 (Gambar 2). Pasien ini kulit; dan (3 pencegahan tersier untuk
mendapatkan terapi berupa antihistamin dan mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya
dekongestan. Antihistamin yang diberikan penyakit alergi dengan penghindaran alergen
pada pasien ini berupa cetirizin 1x10mg. dan pengobatan.7,23
Cetirizin merupakan antihistamin non-sedatif. Pada pasien ini, selain pengobatan
Pemilihan cetirizin sudah tepat mengingat dengan medikamentosa, juga diberikan
pasien adalah seorang pelajar. Pasien juga edukasi berupa himbauan untuk menghindari
mendapatkan dekongestan berupa pajanan alergen. Pasien disarankan untuk
pseudoefedrin 3x60 mg. Pemberian menggunakan masker saat melakukan
dekongestan dilakukan sebagai penunjang dari aktivitas yang diduga akan berkontak dengan
pengobatan antihistamin yang diberikan. debu, seperti menyapu rumah dan bepergian
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dengan motor.
dicegah.7 Pencegahan tersebut dibagi menjadi
Komplikasi paling sering dari rhinitis 4. Plaut M, Valentine MD. Allergic Rhinitis.
alergi adalah polip nasi, otitis media efusi Engl J of Med [internet]. 2005 [disitasi
residif terutama pada anak-anak, dan sinusitis tanggal 6 Mei 2015]; 353:1934-44.
paranasal. Pada pasien ini belum terjadi Tersedia dari:
komplikasi. Pada pemeriksan fisik tidak http://www.nejm.org.html.
ditemukan adanya polip nasi. Selain ini, pasien 5. Filon FL, Radman G. Latex allergy: a
ini juga tidak memenuhi kriteria mayor dan follow up study of 1040 healthcare
minor untuk diagnosis sinusitis. Prognosis workers. Occup Environ Med [internet].
pada pasien dengan rhinitis alergi secara 2006 [disitasi tanggal 6 Mei 2015];
umum baik.22,23 Penyakit rhinitis alergi secara 63:1215. Tersedia dari:
menyeluruh berkurang dengan bertambahnya http://oem.bmj.com/content/63/2/12
usia, tetapi kemungkinan menderita asma 1.short
bronkial meningkat. Remisi spontan dapat 6. Snow Jr, James BB, John J. Balllengers
terjadi sebanyak 15-25 % selama jangka waktu Otorhinolarynology Head and Neck
5-7 tahun.5,24,25 Pasien ini berusia 20 tahun, Surgery Sixteenth Edition. Hamilton: BC
diharapkan akan terjadi pengurangan gejala Decker Inc; 2003. hlm. 708-39.
rhinitis alergi dengan bertambahnya usia. 7. Goldman L, Auisello D. Cecil: Textbook
Pasien ini juga telah mendapatkan terapi of medicine. Edisi ke-22. Philadelphia:
medikamentosa maupun non medikamentosa Saunders; 2004. hlm. 1590608.
yang baik. Prognosis pasien ini baik. 8. Fokkens W, Lund V, Bachert C, dkk.
EAACI position paper on rhinosinusitis
Simpulan and nasal polyps executive
Pasien wanita, 20 tahun, memenuhi summary. Allergy [internet]. 2005
kriteria untuk didiagnosis sebagai rhinitis [disitasi tanggal 6 Mei 2015] 60:583
alergi intermiten sedang-berat. 601. Tersedia dari:
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.
dan sesuai dengan algoritma penatalaksanaan 1111/j.1398-9995.2005.00830.x/full
rhinitis alergi menurut WHO Iniatiative ARIA 9. Bousquet J, Khaltaev K, Cruz A,
2001 yaitu dengan pemberian antihistamin Denburg, Fokkens W, Togias A, dkk.
dan dekongestan serta edukasi pentingnya Allergic Rhinitis and its Impact on
menghindari pajanan alergen. Asthma (ARIA). Allergy; 2008. hlm 8
160.
Daftar Pustaka 10. Starling-Schwanz R, Peake HL, Salome
1. Rusmarjono, Erfiaty AS, Nurbiaty, dkk, CM, dkk. Repeatability of peak nasal
Editors. Sumbatan Hidung, Rhinitis inspiratory flow measurements and
Alergi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga utility for assessing the severity of
Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. rhinitis. Allergy [internet]. 2005 [disitasi
Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran tanggal 6 Mei 2015]; 60:795800.
Universitas Indonesia; 2007. hlm. 118- Tersedia dari:
22, 128-33. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
2. Lumbanraja PL. Distribusi Alergen pada 15876310.
Penderita Rhinitis Alergi di Departemen 11. Ottaviano G, Scadding GK, Coles S,
THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Lund VJ. Peak nasal inspiratory flow;
Medan [tesis]. Medan: Universitas normal range in adult population.
Sumatera Utara; 2007. Rhinology [internet]. 2006 [disitasi
3. Bachert C, van Cauwenberge P, tanggal 6 Mei 2015]; 44:325. Tersedia
Olbrecth D, van Schoor J. Prevalence, dari:
classification and perception of allergic http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
and non allergic rhinitis in Belgium. 16550947.
Allergy [internet]. 2006 [disitasi tanggal 12. OMeara TJ, Sercombe JK, Morgan G,
6 Mei 2015]; 61:693-8. Tersedia dari: Reddel HK, Xuan W, Tovey ER. The
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1 reduction of rhinitis symptoms by
111/j.1398-9995.2006.01054.x/pdf nasal filters during natural exposure to
ragweed and grass pollen. Allergy
[internet]. 2005 [disitasi 2015 May 6]; rhinitis trial. Pediatr Allergy Immunol
60:52932. Tersedia dari: [internet]. 2005 [disitasi tanggal 6 Mei
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 2015]. 16:26775. Tersedia dari:
15727589. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.
13. Garavello W, Di BF, Romagnoli M, 1111/j.1399-
Sambataro G, Gaini RM. Nasal rinsing 3038.2005.00216.x/abstract.
with hypertonic solution: an adjunctive 19. Didier A, Malling HJ, Worm M, Horak F,
treatment for pediatric seasonal Jager S, Montagut A, dkk. Optimal Dose,
allergic rhinoconjunctivitis. Int Arch Efficacy, and Safety of Once Daily
Allergy Immunol [internet]. 2005 Sublingual Immunotherapy with A 5-
[disitasi tanggal 6 Mei 2015]; grass pollen tablet for seasonal allergic
137(3):3104. Tersedia dari: Rhinitis. J Allergy Clin Immunol
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ [internet]. 2007 [disitasi tanggal 6 Mei
15970639. 2015]; 120(6):1338-45. Tersedia dari:
14. Scadding GK, Durham SR, Mirakian R, http://www.jacionline.org/article/S009
Jones NS, Leech SC, Farooqe S, dkk. 1-6749(07)01447-9/abstract.
BSACI Guidelines for the management 20. Creticos PS, Schroeder JT, Hamilton RG,
of allergic and non allergic Rhinitis. Clin Balcer-Whaley SL, Khattignavong AV,
and Exp Allergy [internet]. 2008 [disitasi Lindblad R, dkk. Immunotherapy with a
2015 May 6]; 38:19-42. Tersedia dari: Radweeg-Toll-Like Receptor 9 Agonis
http://www.bsaci.org/guidelines/allergi Vaccine for Allergic Rhinitis. Engl J of
c-non-allergic-rhinitis Med [internet]. 2006 [disitasi tanggal 6
15. Sheikh A, Khan-Wasti S, Price D, Mei 2015]; 355(14):1445-55. Tersedia
Smeeth L, Fletcher M, Walker S. dari: http://www.nejm.org.html.
Standardized training for healthcare 21. Gidaro GB, Marcucci F, Sensi L, Incorvaia
professionals and its impact on C, Frati F, Ciprandi G. The safety of
patients with perennial rhinitis: a sublingual-swallow immunotherapy: an
multi-centre randomized controlled analysis of published studies. Clin Exp
trial. Clin Exp Allergy [internet]. 2007 Allergy [internet]. 2005 [disitasi tanggal
[disitasi tanggal 6 Mei 2015]; 37:909. 6 Mei 2015]; 35:56571. Tersedia dari:
Tersedia dari: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10. 111/j.1365-
1111/j.1365-2222.2006.02619.x/full. 2222.2005.02240.x/abstract.
16. Patou J, De SH, Van CP, Bachert C. 22. Wilson DR, Lima MT, Durham SR.
Pathophysiology of nasal obstruction Sublingual immunotherapy for allergic
and meta-analysis of early and late rhinitis: systematic review and meta-
effects of levocetirizine. Clin Exp analysis. Allergy [internet]. 2005 [disitasi
Allergy [internet]. 2006 [disitasi 2015 tanggal 6 Mei 2015]; 60:412. Tersedia
May 6]; 36:97281. Tersedia dari: dari:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.
1111/j.1365-2222.2006.02544.x/full. 1111/j.1398-9995.2005.00699.x/full.
17. Canonica GW, Tarantini F, Compalati E, 23. Baena-Cagnani C, Canonica GW, Helal
Penagos M. Efficacy of desloratadine in MZ, Gomez RM, Compalati E, Zernotti
the treatment of allergic rhinitis: a ME, dkk. The international survey on
meta-analysis of randomized, double- the management of allergic rhinitis by
blind, controlled trials. Allergy physicians and patiens (ISMAR). World
[internet]. 2007 [disitasi tanggal 6 Mei Allergic Organization J. 2015; 8(10):1-
2015]; 62:35966. Tersedia dari: 11.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10. 24. Meltzer EO, Gross GN, Katial R, Storms
1111/j.1398-9995.2006.01277.x/full. WW. Allergic rhinitis substantially
18. de Blic J, Wahn U, Billard E, Alt R, impacts patient quality of life: findings
Pujazon MC. Levocetirizine in children: from the Nasal Allergy Survey
evidenced efficacy and safety in a Assessing Limitations. J Fam Pract.
6-week randomized seasonal allergic 2012; 61(2):5-10.
25. Laforest L, Bousquet J, Pietri G, dkk. rhinitis with or without asthma. Int
Quality of life during pollen season Arch Allergy Immunol 2005;
in patients with seasonal allergic 136):2816.