Anda di halaman 1dari 5

HASIL PENELITIAN

Rinitis Alergi sebagai Faktor Risiko Otitis


Media Supuratif Kronis
Tutie Ferika Utami, Kartono Sudarman, Bambang Udji Djoko Rianto, Anton Christanto
Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito, Yogya-
karta, Indonesia

LATAR BELAKANG impanun dan hipotimpanum serta auditoria. Beberapa kelainan sep-
Otitis media supuratif kronik (OMSK) tuba auditoria. Tipe ini jarang menim- erti hipertro adenoid, celah palatum
adalah radang kronik telinga tengah bulkan komplikasi yang berbahaya.5 mengganggu fungsi tuba auditoria.
dengan perforasi membran timpani Gangguan kronik fungsi tuba auditoria
dan riwayat keluarnya sekret dari tel- Prevalensi OMSKB di negara berkem- menyebabkan proses infeksi di telinga
inga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik bang berkisar antara 5 10% , se- tengah menjadi kronik, 2) perforasi
terus menerus atau hilang timbul.1 dangkan di negara maju 0,5 2%.6 membran timpani yang menetap me-
OMSK juga merupakan peradangan Diperkirakan sekitar 10 juta penduduk nyebabkan mukosa telinga tengah
akibat infeksi mukoperiosteum kavitas Indonesia menderita OMSKB.7 Survei selalu berhubungan dengan udara
timpani yang ditandai oleh perforasi Nasional Kesehatan Indera Pengliha- luar. Bakteri yang berasal dari kanalis
membran timpani dengan sekret yang tan dan Pendengaran tahun 1994 auditorius eksterna atau dari luar lebih
keluar terus menerus atau hilang tim- 1996 menunjukkan prevalensi OMSKB leluasa masuk ke dalam telinga ten-
bul selama lebih dari 3 bulan dan dap- antara 2,10 5,2%.8 Frekuensi OMSKB gah menyebabkan infeksi kronik mu-
at menyebabkan perubahan patologik di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakar- kosa telinga tengah.5 3) Pseudomonas
yang permanen.2 Ada juga yang ta pada tahun 1989 sebesar 15,21%.9 aeruginusa dan Staphylococcus au-
memberi batas waktu 6 minggu untuk Di RS Hasan Sadikin Bandung dilapor- reus merupakan bakteri yang tersering
terjadinya awal proses kronisitas pada kan frekuensi OMSKB selama periode diisolasi pada OMSKB, sebagian be-
OMSK.3 Sekret yang keluar mungkin 1988 1990 sebesar 15,7% 10 dan pada sar telah resisten terhadap antibiotika
serosa, mukus atau purulen.1,2,3,4 tahun 1991 dilaporkan prevelensi OM- yang lazim digunakan. Ketidaktepatan
SKB sebesar 10,96%.11 atau terapi yang tidak adekuat me-
OMSK secara klasik dapat dibagi men- nyebabkan kronisitas infeksi.14 4) Fak-
jadi 2 golongan, yaitu otitis media su- Frekuensi penderita OMSKB di RS Dr tor konstitusi, alergi merupakan salah
puratif kronik tipe benigna (OMSKB) Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 satu faktor konstitusi yang dapat me-
atau tipe tubotimpanum atau tipe safe sebesar 8,2%.12 Data catatan medis nyebabkan kronisitas.
dan tipe maligna, atau tipe atikoan- kunjungan kasus baru penderita OM-
tral atau tipe unsafe. OMSKB dibagi SKB di RS Sardjito tahun 2002 adalah Pada keadaan alergi ditemukan pe-
menjadi tipe aktif, tipe laten dan tipe 460 orang, sedangkan jumlah selu- rubahan berupa bertambahnya sel
inaktif. Pada OMSKB tipe laten, saat ruh kunjungan di poliklinik THT pada goblet dan berkurangnya sel kol-
pemeriksaan kavum timpani kering tahun tersebut adalah 13.524 orang, umner bersilia pada mukosa telinga
setelah mendapat pengobatan, tetapi maka frekuensi OMSKB adalah 3,4%.13 tengah dan tuba auditoria sehingga
sebelumnya ada riwayat otore yang produksi cairan mukoid bertambah
hilang timbul. OMSKB inaktif bila ada Faktor predisposisi kronisitas otitis dan esiensi silia berkurang.15 Penya-
riwayat otore di masa lalu dan saat pe- media diduga karena: 1) disfungsi kit alergi adalah suatu penyimpangan
meriksaan kavum timpani kering tan- tuba auditoria kronik, infeksi fokal sep- reaksi tubuh terhadap paparan bahan
pa kemungkinan kekambuhan dalam erti sinusitis kronik, adenoiditis kronik asing yang menimbulkan gejala pada
waktu dekat. Pada otitis media supu- dan tonsilitis kronik yang menyebab- orang yang berbakat atopi sedangkan
ratif tipe benigna proses infeksi hanya kan infeksi kronik atau berulang salu- pada kebanyakan orang tidak menim-
terbatas pada mukosa telinga tengah ran napas atas dan selanjutnya men- bulkan reaksi apapun.16
saja dan yang terkena adalah mesot- gakibatkan udem serta obstruksi tuba

| AGUSTUS 2010 425

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 425 7/23/2010 10:33:06 PM


HASIL PENELITIAN

Rinitis alergi adalah suatu gangguan faktor antara lain kekerapan infeksi sa- tor risiko otitis media supuratif kronik
hidung yang disebabkan oleh reaksi luran napas atas, sosioekonomi, gizi, benigna (OMSKB), membandingkan
peradangan mukosa hidung diper- alergi dan faktor imunitas. Sebagai antara pasien OMSKB dengan faktor
antarai oleh imunoglobulin E (Ig respons alergi terjadi sekresi berbagai risiko rinitis (kasus) dan pasien non
E), setelah terjadi paparan alergen mediator dan sitokin yang mempeng- OMSKB dengan faktor risiko rinitis al-
(reaksi hipersensitivitas tipe I Gell dan aruhi terjadinya inamasi dan kondisi ergi (kontrol).
Comb). Gejala klinik rinitis alergi dise- seperti ini dapat berulang hingga kro-
babkan oleh mediator kimia yang nis. Interleukin-1 (IL-1) merupakan si- Populasi terjangkau pada penelitian
dilepaskan oleh sel mast, basol dan tokin yang kadarnya tinggi pada pasien ini adalah semua penderita OMSKB
eosinol akibat reaksi alergen dengan OMSK; demikian juga tumor necrosis yang berobat ke klinik rawat jalan THT
Ig E spesik yang melekat di permu- factor- (TNF-) yang dihubungkan RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Pengam-
kaannya. Mediator yang paling banyak dengan kronisitas pada otitis media bilan sampel dengan cara berurutan
diketahui peranannya adalah histamin. juga memiliki kadar yang tinggi. Selain (consecutive sampling) sampai terca-
Histamin akan menyebabkan hidung faktor fungsi tuba, patogenesis OMSK pai jumlah sampel minimal.
gatal, bersin-bersin, rinore cair dan hi- juga dipengaruhi oleh faktor mukosa
dung tersumbat.17 telinga tengah sebagai target organ Kriteria Inklusi dan Eksklusi
alergi. Pada biopsi mukosa telinga Kriteria Inklusi: 1) Pasien OMSKB rawat
Rinitis alergi bersifat kronik dan per- tengah didapatkan eosinophilic cation- jalan dengan keluhan sekret telinga
sisten sehingga dapat menyebab- ic protein (ECP), IL-5 dan basic major berulang atau pernah, dan pada pe-
kan perubahan berupa hipertro dan protein (BMP) yang tinggi pada pasien meriksaan otoskopi didapat cairan/
hiperplasi epitel mukosa dan dapat otitis media dengan rinitis alergi di- tanpa cairan pada liang telinga, mem-
menimbulkan komplikasi otitis me- bandingkan dengan pasien otitis me- bran timpani perforasi sentral tanpa
dia, sinusitis dan polip nasi. Beberapa dia tanpa rinitis alergi. kolesteatom dan granulasi, kontrol
pendapat menyatakan bahwa pada : pasien non OMSKB, yang datang
rinitis alergi, edema mukosa selain ter- Sebagian besar otitis media supuratif ke poli rawat jalan THT, 2) Penderita
jadi di kavum nasi juga meluas ke na- kronik tampaknya berasal dari otitis pria atau wanita umur 5 tahun dan
sofarings dan tuba auditoria sehingga media supuratif akut yang berulang, kooperatif, 3) Bebas dari obat anti-
dapat mengganggu pembukaan sinus namun beberapa peneliti mengatakan histamin, kortikosteroid sistemik dan
dan tuba auditoria.17 Prevalensi rinitis bahwa otitis media kronis mungkin ber- topikal setidaknya selama 7-10 hari.
alergi di Indonesia belum diketahui asal dari otitis media efusi yang terin- Kriteria Eksklusi : 1) Menderita OMA
pasti, namun data dari beberapa ru- feksi sekunder dengan hipertro dan pada kelompok kontrol.
mah sakit menunjukkan bahwa frekuen- hipersekresi mukosa telinga tengah.6
si rinitis alergi berkisar 10 26%. Subyek Penelitian
Penelitian epidemiologi di beberapa Subyek yang telah memenuhi kriteria
Penelitian tentang penatalaksanaan negara memperlihatkan angka > 50% inklusi dan eksklusi dan menanda-
OMSKB telah banyak dilakukan, na- pasien otitis media dengan rinitis aler- tangani informed consent tanpa ran-
mun lebih banyak ditujukan pada gi, 21% pasien rinitis alergi menderita domisasi dibagi menjadi kelompok
jenis pengobatan seperti perlunya otitis media. Tuba auditoria meme- kasus dan kelompok kontrol setelah
antibiotik, jenis antibiotik, apakah cu- gang peranan penting sebagai fungsi anamesis dan pemeriksaan otoskopi.
kup lokal atau sistemik, apakah anti- regulasi tekanan udara di dalam teli- Setiap subyek terpilih selanjutnya di-
biotika yang diberikan sudah sesuai nga tengah. Mekanisme ini dihubung- anamnesis dan menjalani pemerik-
dengan jenis bakterinya serta apakah kan dengan patosiologi penyebab saan sik hidung serta pemeriksaan
cukup tindakan konservatif atau perlu obstruksi tuba, terutama akibat infeksi rinoskopi anterior, selanjutnya dilaku-
tindakan operatif saja. Begitu juga pe- atau inamasi dari proses alergi. Rini- kan skin prick test bagi sampel yang
nelitian mengenai faktor-faktor yang tis dihubungkan sebagai etiologi otitis belum pernah di test.
mendasari patogenesis OMSKB se- media dengan 2 cara yaitu: disfungsi
perti fungsi ventilasi dan drainase tuba tuba disebabkan oleh reaksi alergi dari Jumlah Sampel
auditoria dalam hubungannya dengan mukosa nasal atau adanya fungsi mu- Perkiraan besar sampel dihitung meng-
proses penyembuhan OMSKB.12 kosiliar yang terganggu.18 gunakan rumus besar sampel untuk
penelitian analitik kategorik tidak ber-
Faktor alergi khususnya rinitis alergi METODE PENELITIAN pasangan dengan ditentukan sebe-
sebagai faktor risiko OMSKB belum Rancangan dan Populasi Penelitian sar 5% untuk tingkat kesalahan tipe I,
pernah diteliti. Restuti (2006)16 menya- Penelitian ini merupakan penelitian ditetapkan sebesar 20% untuk kes-
takan bahwa prevalensi dan patogen- kasus-kontrol; bertujuan menganalisis alahan tipe II; power (1-) adalah 80%
esis OMSK dipengaruhi oleh banyak /menentukan rinitis alergi sebagai fak- berarti penelitian ini mempunyai pe-

426 | AGUSTUS 2010

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 426 7/23/2010 10:33:07 PM


HASIL PENELITIAN

luang sebesar 80% untuk mengetahui Tabel 1. Distribusi subyek penelitian menurut umur dan jenis kelamin
adanya pengaruh faktor risiko terha- Kasus Kontrol Total (%) Nilai p
dap kasus apabila perbedaan itu ada N(%) N(%) (Uji X2)
di populasi. Z untuk menguji hipote- Umur (tahun)
sis satu arah sebesar 1,64 dan Z sebe- 5 15 5 (10) 5 (10) 10 (10)
sar 0,84. Dari kepustakaan didapatkan
16 25 15 (30) 26 (52) 41 (41) 0,102
proporsi pajanan pada kelompok
kontrol sebesar 20 %. Dari hasil per- 26 55 26 (52) 18 (36) 44 (44)
hitungan besar sampel minimal, maka 56 4 (8) 1 (2) 5 (5)
jumlah total sampel 98 orang, untuk Jenis Kelamin
kelompok kasus adalah 49 orang dan Laki laki 21 (42) 22 (44) 43 (43) 0,840
kelompok kontrol 49 orang.
Perempuan 29 (58) 28 (56 57 (57)

Analisis Statistik Tabel 2a. Distribusi menurut keluhan dan kelainan telinga
Data disajikan dalam bentuk tabulasi Kel.Kasus Kel.Kontrol Nilai p
Keluhan dan Kelainan telinga
dan deskripsi statistik. N(%) N(%) (Uji X2)
Cairan dari Telinga 26 (52) - 0,001
Analisis statistik yang digunakan ada- Batuk, pilek dan demam 41 (82) - 0,001
lah:
Manipulasi telinga 9 (18) -
1) Uji X2 untuk menghitung ada
tidaknya perbedaan karakteristik Kambuh < 3 x/ th 7 (14) -
kedua kelompok. Kambuh 3 x/th 43 (86) - 0,006
2) Analisis regresi logistik, untuk me- Pendengaran menurun 3 (6) - 0,079
nilai variabel-variabel yang ber- Perforasi MT 50 (100 - 0,001
pengaruh pada otitis media supu-
ratif kronik benigna. Tabel 2b. Distribusi menurut keluhan dan kelainan hidung

Keluhan dan Kelainan hidung


HASIL DAN PEMBAHASAN
Meler, bersin dan tersumbat 41 (82) 9 (18) 0,001
Penelitian di poliklinik THT RS Dr.
Riwayat atopi (+) 26 (52) 1 (2) 0,001
Sardjito Yogyakarta dari bulan Juni
2007 sampai dengan bulan Maret Hipertro, livide, discharge serous,
40 (80) 4 (8) 0,001
Shiner dan crease
2008 menemukan 53 penderita OM-
SKB dan 50 pasien non OMSKB, 100
pasien di antaranya memenuhi kriteria Tabel 3. Hubungan keluhan dan kelainan telinga dan hidung dengan rinitis alergi
inklusi penelitian ini, sisanya sebanyak Total Nilai p
RA (+) RA (-)
3 pasien dari kelompok kasus tidak N(%) (Uji X2)
bersedia menjalani skin prick test. Keluhan dan kelainan Telinga
Telinga meler 20 6 26(26)
1. Karakteristik demografis subyek
Tidak meler 28 46 74(74) 0,001
penelitian
Uji X2 mendapatkan nilai p = 0,102 (> Batuk, pilek dan demam 36 5 41(41)
0,05), tidak didapatkan perbedaan Manipulasi telinga 12 47 59(59) 0,001
yang bermakna antar usia kelompok Kambuh < 3 x/th 4 3 7(7)
kasus dengan kelompok kontrol pada Kambuh 3 x/th 44 49 93(93) 0,616
penelitian ini.
Perforasi MT 40 10 50(50) 0,001
Tidak perforasi MT 8 42 50(50)
Tidak terdapat perbedaan yang ber-
makna antara jenis kelamin subyek Keluhan dan kelainan Hidung
pada kelompok kasus dan kelompok Meler, bersin dan tersumbat 48 2 50(50)
kontrol dengan nilai p = 0,840 (p > Tanpa keluhan - 50 50(50) 0,001
0,05); OR: 0,922; IK 95%: 0,41- 2,03. Riwayat atopi 27 - 27(27)
Tanpa riwayat atopi 21 52 73(73) 0,001
Kedua variabel umur dan jenis kelamin
tidak berpengaruh terhadap morbidi- Hipertro, livide, discharge
44 - 44(44)
sereus, shiner dan crease 0,001
tas OMSKB. Tanpa kelainan hidung
4 52 56(56)

| AGUSTUS 2010 427

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 427 7/23/2010 10:33:07 PM


HASIL PENELITIAN

2. Karakteristik keluhan dan ke- Tabel 4. Hasil pengukuran kedua kelompok penelitian terhadap rinitis alergi
lainan telinga dan hidung Kasus N(%) Kontrol N(%) Nilai p
Terdapat perbedaan bermakna antara
Rinitis Alergi (+) 40 (80) 8 (16) 0,001
kelompok kasus dan kontrol pada ke-
Rinitis Alergi (-) 10 (20) 42 (84)
luhan cairan keluar dari telinga den-
gan nilai p = 0,001 (p < 0,05); OR: 3,08; Total 50 (100) 50 (100)
IK 95%: 2,2 4,2. Sebanyak 41 kasus
(82%) mengeluh batuk, pilek dan de- Tabel 5. Hasil regresi logistik pengaruh variabel terhadap OMSKB
mam sebelum keluhan telinga timbul Variabel p Adjusted Odd- IK 95%
dan 9 pasien (18%) karena manipulasi Ratio
telinga - p = 0,001 (< 0,05); OR: 6,5; IK Rinitis Alergi 0,080 0,001 21,00 7,53 58,56
95%: 3,5 11,9.
Keluhan dan kelainan telinga 3,108 0,008 22,38 2,24 22,81
Batuk, pilek dan demam
Sebanyak 7 pasien (14%) kambuh Manipulasi telinga
kurang dari 3 kali pertahun, 43 pasien Perforasi MT 1,752 0,032 5,76 1,16 28,56
(86%) kambuh 3 kali per tahun. p = Tidak perforasi MT
0,006 (< 0,05); OR: 2,1; IK 95%: 1,7 Telinga meler -1,69 0,135 0,185 0,02 1,69
2,7. Tidak meler
Keluhan dan kelainan hidung 13,89 0,894 1083859,7 0,001 4,525
Keluhan penurunan pendengaran Meler, bersin dan
perbedaan antara kelompok kasus Tersumbat
dan kelompok kontrol tidak berbeda Riwayat atopi (+) 0,001 1,000 1,000 0,001 1,024
bermakna - p = 0,079 ( > 0,05); OR: Hipertro, livide, 12,51 0,944 270964,93 0,001 2,586
2,06; IK 95%: 1,68 2,53. Penurunan Discharge sereus,
pendengaran dapat disebabkan kar- Shiner dan crease
ena faktor usia.

Kelainan telinga berupa perforasi Keluhan dan kelainan hidung dengan merupakan faktor risiko OME.
membran timpani terjadi pada semua rinitis alergi berbeda bermakna (p =
kasus - 50 pasien (100%), sedangkan di 0,001 < 0,05) pada ketiga variabel kar- 5. Analisis regresi logistik
kelompok kontrol tidak terdapat ke- ena ketiga variabel tersebut merupak- Variabel tergantung pada penelitian
lainan telinga. p = 0,001 (p < 0,05). an tanda dan gejala rinitis alergi. Hasil ini adalah OMSKB, sedangkan varia-
penelitian ini sama dengan hasil Wrat- bel bebas yang dianalisis adalah rinitis
Terdapat perbedaan bermakna antara songko (2004)19 dengan nilai p = 0,001 alergi, keluhan dan kelainan telinga
kelompok kasus dengan kelompok untuk ketiga variabel tersebut. dan keluhan dan kelainan hidung.
kontrol pada ketiga variabel keluhan
dan kelainan hidung (p = 0,001). 4. Hubungan OMSKB terhadap Didapatkan tiga variabel yang ber-
rinitis alergi hubungan bermakna atau berpen-
3. Hubungan antara keluhan dan Terdapat perbedaan bermakna antara garuh terhadap OMSKB yaitu rinitis
kelainan telinga dan hidung kedua kelompok terhadap rinitis alergi alergi (p = 0,001, OR: 21: IK 95%: 7,53
dengan rinitis alergi dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05); OR: 58,56). Peluang terjadinya OMSKB 22
Terdapat perbedaan bermakna ke- 21; IK 95%: 7,53 58,56. Risiko kejadi- kali lebih besar pada pasien dengan
luhan telinga meler, batuk, pilek dan an kasus (OMSKB) adalah 21 kali lebih keluhan telinga diawali batuk, pilek
demam serta kelainan telinga berupa sering pada orang yang menderita rini- dan demam dibandingkan pasien
perforasi membran timpani pada rini- tis alergi dibandingkan dengan orang dengan keluhan telinga tanpa diawali
tis alergi (p = 0,001 < 0,05). Namun yang tidak menderita rinitis alergi. batuk, pilek dan demam (p = 0,008,
tidak terdapat perbedaan rinitis alergi OR: 22,38 ; IK 95%: 2,24 22,81).
yang bermakna antara kekambuhan < Hurst (2002)20 juga menemukan per-
3 kali/tahun maupun kekambuhan bedaan bermakna antara pasien oti- Peluang terjadinya OMSKB 5 kali
3 kali/tahun (p = 0,616 > 0,05). Seta- tis media efusi (OME) dengan pasien lebih besar pada pasien dengan per-
subrata (1999)12 tidak mendapatkan atopi, (p = 0,001). Begitu juga Supri- forasi membran timpani dibandingkan
perbedaan bermakna frekuensi keka- hati dan Putra (1993)17 menemukan pasien tanpa perforasi membran tim-
mbuhan dalam hal gangguan fungsi hubungan antara rinitis alergi dengan pani (p = 0,032, OR: 5,76 ; IK 95%: 1,16
ventilasi (p = 0,26) dan drainase dari OME (PR prevalence ratio = 2,18 ) 28,56).
tuba eustachius dengan (p = 0,12). yang menandakan bahwa rinitis alergi

428 | AGUSTUS 2010

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 428 7/23/2010 10:33:07 PM


HASIL PENELITIAN

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Rinitis alergi merupakan faktor risiko 1. Helmi. Panduan penatalaksanaan baku otitis media supuratif kronik di Indonesia. Jakarta 2002: 4-13.
pada otitis media supuratif kronik be- 2. Paparela MM. Denition and classication of otitis media. Fifth Asia Oceania Congress of Otorhinologi-
nigna (OMSKB). cal Societies 1983: 9-14.
3. Proctor B. Chronic otitis media and mastoiditis. Otolaryngology vol 2. Paparela, MM, Schumrick, DA
SARAN (eds). Philadelphia:WB. Saunders Co. 1973. 138-140.
Melakukan test alergi (skin prick test), 4. Djaafar ZA. Diagnosis dan pengobatan otitis media supuratif kronik. Pengobatan Non Operatif Otitis
menegakkan diagnosis rinitis alergi Media Supuratif Kronik. Jakarta 1990: 47-56.
serta memberikan terapi rinitis alergi 5. Mawson SR. Disease of Middle Ear. Disease of the ear. 3rd ed. Great Britain: Alden and Mombrax ltd..
pada pasien otitis media yang sering 1974
berulang untuk menekan angka keja- 6. Sedjawidada R. Historia naturalis of otitis media: a scheme resuming the inter relationships between
dian OMSKB. various form of otitis media and their resective surgical iteration. ORL Indonesia 1985: 16(3).
7. Boesoirie T. Miringoplasti dini, suatu cara efektif merekonstruksi mekanisme pendengaran konduktif
pasca radang kronis telinga tengah. FK UNPAD Bandung. Disertasi 1995: 1-112.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendenga-
ran untuk puskesmas.1998.
9. Helmi. Perjalanan penyakit dan gambaran klinis otitis media supuratif kronik. Pengobatan non operatif
otitis media supuratif. Jakarta 1990:17-30.
10. Boesoirie T. Prevalensi serta pola kepekaan kuman aerob dan anaerob pada otomastoiditonis kronis di
RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung. FK UNPAD Bandung. Tesis Magister 1992:52-54.
11. Djohar TH. Evaluasi fungsi tuba eusthacius dengan metoda modikasi inasi-deasi dan tetes telinga
memakai zat warna pada penderita-penderita otitis media perforata kering dewasa. Karya Tulis Akhir
1992 Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
12. Setasubrata YD. Peran fungsi ventilasi dan drainase tuba auditoria pada kesembuhan otitis media
supuratif kronik benigna aktif. Karya Tulis Akhir 1999: 1-39.
13. Hartanto D. Daya guna klinis amnion sebagai bahan bridge pada penutupan perforasi membran tim-
pani permanen secara konservatif. Karya Tulis Akhir 2004. FK UGM Yogyakarta.
14. Djoko Rianto BU. Effectiveness of ciprooxacin ear drops vs chloramphenicol ear drops for treating
active benign type chronic otitis media. Master of Science in Public Health Thesis.1998 .Yogyakarta
Gadjah Mada University.
15. Gladstone HB, Jackler RK, Varav K. Tympanic membrane wound healing: an overview. Otolaryngol Clin
North Am 1995.28: 913-932.
16. Restuti RD. Hubungan Alergi dengan Otitis Media Supuratif Kronik. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan
Otologi I. Jakarta 2006: 31.
17. Putra IGK, Suprihati W. Hubungan antara rinitis kronik alergika dan otitis media dengan efusi. Kumpu-
lan Naskah Ilmiah Kongres PERHATI. Bukit Tinggi 1993.
18. Lazo-Saenz JG, Galvan Aguilera AA. Eustachian tube dysfunction in allergic rhinitis. Otollaryngol
Head Neck Surg 2005.132: 626-631.
19. Wratsongko GT. Uji Diagnostik Skor Rinitis Alergi. Karya Tulis Akhir 2003. FK UGM Yogyakarta.
20. Hurst DS, Venge P. The impact of atopy on neutrophil activity in middle ear effusion from children and
adults with chronic otitis media. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2002.128: 561-566.

| AGUSTUS 2010 429

CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 429 7/23/2010 10:33:08 PM

Anda mungkin juga menyukai