Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH GENETIKA IKAN

POLIPLOIDISASI

OLEH : 1. FAJRUS SHIDDIEQ 201210260311005

2. KUSNUL KHOTIMAH 201210260311038

3.M.KELANA 201210260311009

4. ACH.WILDAN J 201210260311021

5.ADDARUL UMAM 201210260311026

6. ANISNOVITA 201210260311046

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan sel,
dasarnya adalah penambahan atau pengurangan set haploid atau diploid.Pada ikan dan
hewan lainnya dengan fertilisasi eksternal,proses-proses buatan dapat dilakukan untuk
salah satu gamet sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada beberapa periode
selama formasi pada zigot (Purdom,1983). Salah satu metode manipulasi kromosom
adalah poliploidisasi. Tujuan manipulasi poliploidi adalah pemuliaan pada flora maupun
fauna. Individu poliploidi secara fenotif, berbeda dengan diploid maupun haploid.
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan
peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai
keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten
terhadap penyakit. Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik perhatian
masyarakat petani ikan maupun para peneliti di bidang perikanan.

Metode manipulasi kromosom (gamet) pada ikan merupakan salah satu


terobosan teknologi.Pada ikan teleostei manipulasi kromosom dapat digunakan untuk
memproduksi ikan triploid dan fully homozygous inbred lines.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1). Apa yang dimaksud dengan poliploidisasi?

2). Apa saja metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi?

3). Bagaimana proses dari teknik poliploidisasi?

4). Apa saja analisisdari teknik poloploidisasi?

1.3 TUJUAN

1). Untuk mengetahui tentang poliploidisasi

2). Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi

3). Untuk mengetahui proses dari teknik poliploidisasi

4). Untuk mengetahui analisis dari teknik poliploidisasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN POLIPLOIDISASI

Polipliodisasi adalah Proses pergantian kromosom dimana individu yang dihasilkan


mempunyai lebih dari dua set kromosom. Poliploidisasi adalah usaha, proses atau
kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari satu set
(Effendie,1997).Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk
perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan
yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap
lingkungan dan resisten terhadap penyakit.
Poliploidi adalah organisme yang mempunyai lebih dari dua set kromosom atau genom
dalam sel stomatisnya. Untuk organisme yang mempunyai jumlah kromosom dari
kelipatan jumlah kromosom dasar (n) disebut haploid. Bila jumlah kromosom individu
bukan merupakan kelipatan n disebut aneuploid, misalnya 2n+1 atau 2n-1. Jumlah yang
lebih kecil daripada kelipatan n disebut hyperploid, sedang yang lebih besar disebut
hypoploid ( Yatim, 1990 ). Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki
set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian
disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk
menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi. Organisme hidup pada
umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya.
Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n). Tipe poliploid dinamakan tergantung
banyaknya set kromosom.
Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n),heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya.
Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan
hidup normal di alam. Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab
di atas, menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan
autopoliploid lain. Pola pembelahan sel autopoliploid rumit karena melibatkan
perpasangan empat, enam, atau delapan set kromosom. Triploid karena autopoliploid
dapat bersifat fertil. Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies
dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel
dalam meiosis.Amfidiploid adalah allotetraploid yang perilaku pembelahan selnya serupa
dengan diploid. Allopoliploidi segmental terjadi apabila sebagian kromosom berasal dari
genom yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set kromosom yang lengkap). Suatu
spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan evolusinya
berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid.
Manipulasi poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang mempunyai lebih dari 2
set kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan pemuliaan terhadap flora dan fauna
untuk memperbaiki mutu yang lebih baik dari jenis atau organisme sebelumnya.

Individu normal di alam pada umumnya memiliki 2 set kromosom yang biasa disebut
diploid (2n). Individu diploid yang menghasilkan mutan gamet haploid (n),

biasanya berumur pendek. Apabila telur dari organisme diploid dirangsang untuk
menjalani embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma, lebih dahulu aka menghasilkan
individu haploid yang menyimpang (Adisoemarto, 1988). Manipulasi poliploidi
menghasilkan individu triploid, tetraploid dan ploid yang lebih tinggi. Poliploid ini dapat
tumbuh lebih pesat dibandingkan individu diploid dan haploid. Individu triploid memiliki
sifat steril dan individu tetraploid bersifat fertil (Sistina, 2000).

2.2 METODE POLIPLOIDISASI

Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan
(shock) suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure, Kejutan listrik dan radiasi,
Sedangkan cara kimia dilakujan dengan zat-zat anti pembelahan seperti kolkisin,
sitokalasin dan vncristine. untuk mencegah peloncatan polar bodyII atau pembelahan sel
pertama pada telur terfertilisasi. Masing-masing memiliki intensitas, lama dan waktu
perlakuan yang kritis dan perlu evaluasi lebih lanjut, sedangkan tiap spesiesmungkin
memiliki perbedaan dalam merespons masing-masing perlakuan tersebut (Johnstone,
1993). Peloncatan polar bodyII terjadi 37 menit setelah fertilisasi padabeberapa spesies
(Carman et al., 1991), sedangkan pembelahan mitosis pada ikan mas terjadi 2040
menit setelah fertilisasi.Kejutan suhu selain murah dan mudah, juga efisien dapat
dilakukan dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991).Kejutan panas mudah dan sering
digunakan untuk aplikasi poliploidisasi pada beberapa spesies ikan. Komen (1990)
menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk mencegah terlepasnya polar
bodyII.Pendekatan praktis untuk induksi poliploid melalui kejutan panas merupakan
perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah
pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu sublethal. Tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu
kejutan, dan lama kejutan. Nilaiparameter tersebut berbeda untuk setiap
spesies.Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis meiosis
pada ikan mas dan triploid massal pada Clarias batrachusL. Kejutan suhu panas 40C
umum digunakan pada ikan mas dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara 1,52
menit, 2 menit atau 13 menit. Ikan mas hasil gynogenesis mitosis dihasilkan melalui
kejutan panas 29Berk. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas 134 menit
setelah fertilisasi atau 2830 menit setelah fertilisasi.

Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan
ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel.
Perilakureproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan
vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas.Usaha poliploidisasi buatan dilakukan dengan
alasan untuk memperoleh bentuk-bentuk baru yang memiliki sifat lebih baik. Sifat-sifat
baik yang diharapkan dari bentuk poliploid antara lain adalah:Lebih unggul, mempunyai
kualitas dan kuantitas yang lebih baik, Mempertahankan sifat-sifat baik dari bentuk-
bentuk heterozigot, Menghilangkan sterilitas karena sebab genetik, Menghilangkan
incompatibilitas, Mendapatkan pasangan seimbang untuk spesies tetraploid yang telah
ada

2.3 PROSES POLIPLOIDISASI

Proses awal pembentukan oosit I hingga fase meiosis I, akan menghasilkan

oosit II yang mengandung sitoplasma dan polar bodi II. Bila pada fase ini terjadi fertilisasi oleh spermazoa,
maka oosit II menjadi totipotensi aktif. Dalam tahap penggabungan kromosom ini, pelakuan kejut segera
laksanakan. Untuk mendapatkan individu poliploid yang diinginkan dapat dilakukan berbagai kejutan seperti
suhu panas, dingin, tekanan (hydrostatic pressure) dan menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia yang
digunakan adalah kolkisin atau kolsemid. Tujuannya adalah untuk menghalangi peloncatan polar body II,
bersama pronuklei betina dan jantan akan membentuk zigot poliploidi. Penggunaan zat kimia memiliki
tujuan sama, yakni untuk menimbulkan kerusakan mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan
kerusakan selama pembentukkan gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan menghasilkan zigot poliploid.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejut panas adalah waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama
kejutan. Nilai parameter tersebut berbeda pada setiap jenis. Menurut hasil penelitian Mukti et al., (2001)
ploidisasi dilakukan setelah menghitung jumlah nukleus, kemudian memberi perlakuan kejut suhu 40C
selama 1,5 menit maka akan dihasilkan triploid 70 % dan tetraploid sebesar 60 %.Perlakuan ini efektif untuk
menghasilkan poliploidisasi pada ikan.
2.3.1 Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi
antara ovum dan sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan
sperma terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak
dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum yang
telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan terbentuklah
sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan (1n) dan pronukleus
betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan selanjutnya zigot akan
melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002). Proses pembentukan ikan poliploid
khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan pembentukan ikan normal (diploid).

2.3.2 Pembentukan Ikan Normal (Diploid)


Proses pembentukan ikan normal adalah dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal
yang mempunyai 2N kromosom oleh sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N
kromosom, kemudian telur akan mengalami peloncatan polar bodi II, yaitu 1N
kromosom dari telur akan meloncat keluar sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom
yang masing-masing berasal dari kedua induknya (jantan dan betina). Proses
selanjutnya adalah terjadi pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio
berkembang dan menetas menjadi ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.

2.3.3 Pembentukan Ikan Triploid


Triploidisasi dalam usaha budidaya dilakukan karena dua alasan yaitu pertumbuhannya
lebih cepat dibandingkan dengan ikan diploid dan kerena ikan triploid ini umumnya
steril. Kesterilan ini dapat mencegah gametogenesis dan menghemat pemakaian energi
dan materi. Ikan triploid bersifat steril karena kromosom homolognya tidak dapat
bersinapsis untuk gametogenesis.
Akibat kondisi steril ini makanan yang seharusnya digunakan untuk perkembangan
gonad dan reproduksi akan digunakan untuk pertumbuhan badan dan akibatnya
berpengaruh besar kepada laju konversi makanan dan kecepatan tumbuh. Karena itu
budidayanya lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan diploid

Ikan triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Ikan triploid dapat dihasilkan
dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan
triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II
selama pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap
mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari
pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid)
(Firdaus, 2002).

Dari beberapa hasil penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) disebutkan
terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan panas, lama waktu dan intensitas
suhu kejutan panas yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.Pembentukan ikan
triploid dilakukan dengan cara memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah
fertilisasi. Berdasarkan atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa
pemberian kejutan panas 40C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua
menit, mempunyai efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti
(2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40C pada waktu tiga
menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk
menghasilkan ikan triploid.

Selain dengan kejutan panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid
dapat dibentuk dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan
diploid, induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid
menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan
dihasilakn zigot triploid.

2.3.4 Pembentukan Ikan Tetraploid


Pada dasarnya pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan
pembentukan ikan triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan
yang pokok yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah
difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya peloncatan polar
bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan setelah terjadinya peloncatan
polar bodi II. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejutan panas diberikan setelah kromosom
mereplikasi dan nukleus zigot sedang terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot
diploid saat atau sebelum mengalami mitosis .Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan
kromosomnya saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara
mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu
kromosom yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid)
.Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda dengan
waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping waktu yang perlu
diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya suhu yang diberikan.
Dari penelitian yang telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu
pemberian kejutan panas sebesar 40C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selama dua
menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk pemberian
kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.

2.4 ANALIS POLIPLODISASI

Analisis poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui ploidi
dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan dengan
berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik langsung
merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup terutama
eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untuk menentukan ploidi atau jumlah
perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung (Firdaus, 2002). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan ploidi atau jumlah perangkat
kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi genetik yang diukur secara tidak
langsung, prinsip penggunaan teknik tidak langsung adalah bahwa kuantitas materi
genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur.

Metode langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan
kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau sel,
elektrophoresis protein, pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah nukleolus.
Terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom pada
tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, jumlah nukleolus dapat digunakan untuk
menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode nukleolus ini
adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus (2002) bahwa jumlah
maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan adalah tertentu, dengan
demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai
kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi
genetiknya.

Individu haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus
per sel, dan triploid mempunyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya. Keterangan
lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya mengandung satu
kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti diploid normal
menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diungkapkan Carman dkk. (1991)
dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai kemampuan untuk tidak
membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas pernyataan tersebut diharapkan sel
diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya mampu membentuk maksimal dua
nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga nukleolus demikian pula pada
tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus. Pengertian Nucleolus
Organizer Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi
membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi beberapa
tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r).

Dari penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi, variasi
ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak aktif
mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi
antar nukleolus . Variasi jumlah nukleolus ini dapat dipahami bahwa fungsi nukleolus
adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini berhubungan dengan proses aktifitas
fisiologis setiap sel, saat tahap embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga
jumlah nukleolus akan dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat
mencapai ratusan nucleolus.

Manipulasi kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya


triploid dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun
heterozigot. Manipulasi kromosom pada ikan merupakan salah satu strategi yang
diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi keturunan dengan sifat unggul dan
kualitas genetiknya baik, seperti memiliki pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap
penyakit, kelangsungan hidup tinggi, toleran terhadap perubahan lingkungan (suhu, pH,
oksigen terlarut, salinitas) dan mudah dibudidayakan (Mukti, 1999).

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Manipulasi poliploidi merupakan cara untuk merubah individu haploid atau diploid
menjadi individu triploid, tetraploid, pentaploid dan seterusnya. Beberapa proses dapat
dilakukan secara alami melalui nondisjungsi maupun rekayasa dengan kejut suhu panas,
dingin, tekanan dan bahan kimia pada telur yang telah dibuahi spermatozoa. Perlakuan
ini, untuk mendapakan jenis baru yang berkualitas, tumbuh cepat besar, bentuk
menarik. Individu poliploidi mudah beradaptasi dan dapat sebagai kontrol lingkungan
untuk individu lain

3.2 SARAN

Sebaiknya penerapan manipulasi kromosom termasuk poliploidisasi dilakukan hanya


untuk tujuan tertentu saja, karena sebaik-baiknya individu berkembang biak adalah
secara alami, bukan dengan buatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S. 1988. Genetika. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta: 186 hal

Carman O, Oshiro T, dan Takashima F, 1991. Estimastion of Effective Condition for

Induction of Triploidy in Goldfish,Carrassius auratusLinnaeus. Journal of

The TokyoUniversity of Fisheries, 78 (2): 127135

Effendie MI, 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 50-

71

Johnstone R, 1993. Optimisation of Ploidy Manipulation Procedures. Dalam: Penman,

D., Roongratri, N. Dan McAndrew, B. (Eds.)Genetics in Aquaculture and

Fisheries Management. AADCP Workshop Proceedings. University of

Stirling, Scotland. 37-40.

Komen J, 1990. Clones of Common Carp, Cyprinus carpio. New Perspectives in Fish

Research. Thesis. AgriculturalUniversity. Wageningen. 144.

Mukti, A.T.; Rustija; J.B. Sumitro Dan M.S. Djati 2001. Poliploidisasi Ikan Mas

(Cyprinus carpio L.). Biosain,1(1): 22-36.

Rustidja, 1991. Aplikasi Manipulasi Kromosom pada Program Pembenihan Ikan

Makalah dalam Konggres IlmuPengetahuan Nasional V. Jakarta. 23

Sistina, Y. 2000. Biologi reproduksi, Fak. Biologi Unsoed, Pasca Sarjana,


Purwokerto : 66 hal

Yatim W, 1990. Reproduksi dan Embriologi. Penerbit Tarsito,Bandung. 1718

Anda mungkin juga menyukai