Kondom untuk lelaki terdapat dalam berbagai jenis dan bentuk. Dua jenis utama
adalah: kondom yang diperbuat dari getah karet dan kondom yang dibuat dari usus
hewan.1
Kondom yang dibuat dari getah karet adalah lebih baik oleh karena lebih tipis,
mampu mencegah penyebaran penyakit kelamin, dan lebih murah. Kondom dari
getah karet juga mampu mencegah penyebaran penyakit kelamin seperti
HIV/AIDS, sekiranya digunakan dengan betul dan kontinyu.1
Kondom yang dibuat dari usus hewan hanya mampu menghalangi sperma, tetapi
tidak mampu menghalangi virus penyebab penyakit kelamin. Ini disebabkan virus
lebih kecil daripada pori-pori yang terdapat pada membran usus.1
Tingkat efektivitas kondom secara teoritis mencapai angka 98%, tetapi karena
faktor kesalahan pemakai, efektivitasnya hanya 9095%.
Dengan penggunaan bersama bahan spermisidal atau jelly efektivitasnya 9597%.
Kondom terbukti efektif mencegah infeksi HIV, hal ini dibuktikan pada suatu
penelitian di Eropa pada 123 pasangan yang salah satunya menderita HIV dan
pasangannya tidak menderita HIV. Mereka secara rutin menggunakan kondom, tak
satu pun dari pasangan seksual terinfeksi HIV.
Sebaliknya pada 122 pasangan yang tidak rutin menggunakan kondom, terdapat 12
orang dari pasangan seksualnya terinfeksi HIV.2
Nilai SPF (Sun Protecting Factor) dihitung dengan terlebih dahulu menghitung
luas daerah di bawah kurva serapan (AUC) dari nilai serapan pada panjang
gelombang 280-400 nm dengan interval 10 nm. Nilai AUC dihitung
menggunakan rumus berikut :4
Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap
segmen panjang gelombang. Nilai SPF masing-masing konsentrasi ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:4
SPF adalah ukuran dari berapa banyak energi matahari (radiasi UV) diperlukan
untuk menghasilkan perlindungan dari sengatan matahari pada kulit yang
dilindungi (yaitu, dengan adanya tabir surya) relatif terhadap jumlah energi surya
yang diperlukan untuk menghasilkan sengatan matahari pada kulit yang tidak
terlindungi.5
Semakin tinggi nilai SPF, Semakin tinggi perlindungan terhadap sengatan matahari.
Ada kesalahpahaman populer yang SPF berkaitan dengan waktu paparan matahari.
Misalnya, banyak konsumen percaya bahwa, jika mereka biasanya mendapatkan
sinar matahari dalam satu jam, kemudian tabir surya SPF 15 memungkinkan
mereka untuk tinggal di bawah sinar matahari 15 jam (yaitu, 15 kali lebih lama)
tanpa mendapatkan sengatan matahari. Hal ini tidak benar karena SPF tidak
berhubungan langsung dengan waktu paparan matahari tetapi terhadap jumlah
paparan matahari.5
Meskipun jumlah energi matahari berkaitan dengan waktu paparan matahari, ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah energi surya. Misalnya, intensitas
dampak energi surya jumlahnya. Eksposur berikut dapat mengakibatkan jumlah
yang sama dari energi surya:5
satu jam pada 9:00 am sebanding dengan 15 menit pada pukul 1:00 5
Umumnya, dibutuhkan sedikit waktu untuk terkena jumlah yang sama dari energi
surya pada tengah hari dibandingkan dengan pagi atau larut malam karena
matahari lebih intens di tengah hari relatif terhadap waktu yang lain.5
intensitas matahari juga terkait dengan lokasi geografis, dengan intensitas matahari
yang lebih besar terjadi di lintang rendah. Karena awan menyerap energi surya,
intensitas matahari umumnya lebih besar pada hari-hari jelas dari hari berawan.
Selain intensitas matahari, ada sejumlah faktor lain yang mempengaruhi jumlah
energi matahari yang terkena pengguna sunblok:5
Jenis kulit
jumlah tabir surya diterapkan
frekuensi reapplication5
Gambar 2. Kadar SPF yang direkomendasikan Berdasarkan Jenis Kulit dan Lama
Paparan Sinar Matahari5
3. Mekanisme gatal (pruritus) pada diabetes melitus tidak terkontrol
Pada lapisan epidermis, aksi dari insulin adalah sebagai essensial growth factor
proliferasi dan migrasi keratinosit. Pada pasien DM terjadi gangguan epidermal
turnover sehingga keratinosit menumpuk dan menyebabkan xerosis, anhidrosis,
dan sensasi gatal.8
4.Perbedaan kulit dan mukosa
Kulit: organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia
Terdiri dari berbagai lapisan (epidermis, dermis, sub kutan)
lapisan terluar merupakan epitelium squamosum stratificatum cornificatum
Memliki adneksa berupa rambut, kelenjar apokrin dan ekrin9
Mukosa: adalah membran yang melapisi berbagai rongga dalam tubuh dan
mengelilingi organ internal. Terdiri dari satu atau lebih lapisan sel epitel yang
melapisi lapisan jaringan ikat longgar.
Pada tonsil virus tersebut mengalami proses eleminasi oleh sistem imun non-
spesifik (makrofag dan natural killer cells) akan tetapi virus gagal dieleminasi
dan bereplikasi lebih lanjut menggunakan DNA makrofag, pada saat terjadi
perlawanan tonsil dan jaringan limfoid lainnya yang termasuk dalam cincin
walldayer akan hiperplasi (terutama pada anak karena tonsil masih reaktif
sebagai Retikulo Endotelial System dibandingkan pada dewasa yang
menyebabkan eleminasi virus lebih baik pada anak dan menyebabkan gejala
yang lebih ringan).
Saat terjadi proses tersebut, sel-sel mengeluarkan mediator inflamasi seperti
Inter leukin, Tumor Necrosis Factor, Prostaglandin dll. Hal tersebut selain
menimbulkan respon inflamasi juga mencetuskan manifestasi klinis fase
prodromal. Pada anak dengan sistem imun yang belum kompleks mediator
inflamasi yang muncul tidak sehebat pada orang dewasa sehingga klinis yang
muncul tidak sehebat orang dewasa.
Disisi lain, makrofag maupun Natural Killer cell mempersepsikan bentuk
antigen (antigen precenting cell) melalui Reseptor MHC (Mayor Histo-
Compatibility Class) I yang nantinya bila berikatan dengan sel T-Naive akan
membentuk sel T CD8+ (Killer cells) dan pembentukan CD4+ (sel T Helper)
melalui reseptor MHC class II menyebabkan proses eleminasi secara besar
sudah mulai terjadi pada tonsil dan jaringan limfoid anak dengan
imunokompeten sehingga jumlah koloni pada viremia primer tidak sebanyak
pada dewasa maupun anak dengan immunocompromised.10
Gambar 10. Mekanisme Ikatan NPC Melalui MHS ke Sel T10
1. Hira SK, Feldblum PJ, Mukelabai G, Weir SS, Thomas JC. Condom and
Nonoxynol-9 use. Int J of STD & AIDS 1997; 8: 24350
2. CDCs National prevention. Fact sheet for public Health Personnel: Male
Latex Condoms and Sexually Transmitted Diseases. Available from URL:
http//www. cdcnpin.org
7. Singh VP, Bali A, Singh N, Jaggi AS. Advanced Glycation End Products and
Diabetic Complications. Korean J Physiol Pharmacol. 2014;18(1):114.
9. Skin and Mucosa. Junqueira's Basic Histology: Text & Atlas, 13e. Mescher AL.
Mescher A.L. p, 378-89.
10. Zerboni L, Sen N, Oliver SL, Arvin AM. Molecular mechanisms of varicella
zoster virus pathogenesis.Nature Reviews Microbiology. 2014:12;197210.