LAPORAN STATUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Magelang
Pekerjaan : Petani
Tanggal Periksa : 05 Juli 2017
ANAMNESIS
Keluhan Utama :Mata kanan dan kiri pegal, berair dan terasa
ada yang mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang pada tanggal 5
Juli 2017 dengan keluhan mata kanan dan kiri terasa pegal, berair dan terasa
mengganjal sejak 2 minggu ini. Keluhan ini juga disertai dengan pandangan
kabur pada mata kanan pasien. Pasien mengatakan keluhan yang dirasakannya
makin memberat dalam 3 bulan terakhir ini. Menurut pasien, pada mata kanan
dan kiri sering terasa pedih bila terkena angin dan sering nerocos terutama
pada mata kanan. Pasien merasa keluhan ini semakin memberat dalam 1
minggu terakhir sehingga pasien memutuskan untuk pergi berobat ke RST dr.
Soedjono Magelang. Pasien mengatakan bahwa, keluhannya ini dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu, awalnya hanya terasa gatal, namun dirinya merasa
pada mata kanan dan kirinya tumbuh selaput tipis, tetapi pasien
mengabaikannya. Selaput pada mata kanan dan kiri pasien dirasakan semakin
melebar, dirinya merasa pada awalnya hanya pada bagian putih namun
sekarang makin melebar dari awalnya pada bagian putih saja sekarang sudah
mencapai bagian hitam pada matanya. Pasien bekerja sebagai petani sejak usia
muda hingga saat ini, pasien mengaku sering terkena terik matahari langsung,
debu, angin dan asap pada saat di ladang.
1
Pasien belum pernah berobat ke dokter atau ke klinik sebelumnya, untuk
mengatasi keluhannya pasien hanya meneteskan air pada matanya apabila
terasa pedih. Pasien mengatakan belum pernah menggunakan kacamata,
namun dirinya mengatakan pada saat membaca alquran, huruf pada bacaan
tidak begitu jelas sehingga harus dijauhkan, dan matanya terasa lelah, dan
pedih bila membaca dalam waktu yang lama. Pasien mengaku saat ini
penglihatan mata kanan agak buram. Pasien tidak memiliki riwayat alergi,
darah tinggi dan penyakit gula. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami
luka pada matanya, terkena hantaman, ataupun terpapar oleh zat kimia.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya dan belum pernah mendapat
pengobatan apapun.
2
Pasien bekerja sebagai petani, biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS,
kesan ekonomi cukup.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Vital Sign
3
Status Ophthalmicus
Jaringan
Oculus Dexter Oculus Sinister Fibrovaskular
4
Pre Operasi
Pemeriksaan OD OS
Bulbus Oculi
Gerak bola mata Baik ke Segala arah- Baik ke Segala arah
Strabismus - -
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemis - -
Blefarospasme - -
Lagoftalmus - -
Entropion - -
- -
Ektropion
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Silia
- -
Ptosis
Palpebra Inferior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemis - -
Bleparospasm - -
Lafgotalmus - -
- -
Ektropion
- -
Entropion
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Silia
Konjungtiva
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
Sekret - -
5
Laserasi - -
Edema - -
Bangunan patologis Ditemukan jaringan Ditemukan jaringan
fibrovaskuler jumlah 1, letak fibrovaskuler jumlah 1,
nasal, warna merah, bentuk warna merah, bentuk
segitiga, melewati limbus segitiga, melewati
kornea hingga ke pupil
limbus kornea >2mm.
Skelra
Warna Putih Putih
Injeksi Siliar - -
Ruptur - -
Laserasi - -
Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
mengkilat - -
Edema - -
Infiltrat - -
Keratic precipitat - -
Ulkus - -
Ruptur - -
- -
Sikatrik
Ditemukan jaringan Ditemukan jaringan
Bangunan patologis
fibrovaskuler jumlah 1, letak fibrovaskuler jumlah 1,
nasal, warna merah, bentuk warna merah, bentuk
segitiga, melewati limbus segitiga, melewati
kornea hingga ke pupil
limbus kornea >2mm.
Tyndall effect - -
6
Iris
Kripta + +
Warna Coklat Coklat
Sinekia - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Letak Sentral Sentral
Diameter 3mm 3mm
7
TIO (Palpasi) Normal Normal
Jaringan
Fibrovaskular
Oculus Dexter Oculus Sinister
Laporan Pembedahan
Pasien tidur terlentang, desinfeksi, tutup dengan doek steril
Pasang eye speculum, injeksi dengan pehacain
Angkat jaringan pterigium, atasi perdarahan
Siapkan graft konjungtiva
Letakan graft dan jahit dengan benang vycril 8.0
Beri betadine, salep mata, obat mata
Operasi Selesai
8
Post Operasi
Pemeriksaan OD OS
Bulbus Oculi
Gerak bola mata Baik ke Segala arah- Baik ke Segala arah
Strabismus - -
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemis - -
Blefarospasme - -
Lagoftalmus - -
Entropion - -
- -
Ektropion
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Silia
- -
Ptosis
Palpebra Inferior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemis - -
Bleparospasm - -
Lafgotalmus - -
- -
Ektropion
- -
Entropion
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Silia
Konjungtiva
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
Sekret - -
9
Laserasi - -
Edema - -
Bangunan patologis - Ditemukan jaringan
fibrovaskuler jumlah 1,
warna merah, bentuk
segitiga, melewati
limbus kornea >2mm.
Skelra
Warna Putih Putih
Injeksi Siliar - -
Ruptur - -
Laserasi - -
Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
mengkilat - -
Edema - -
Infiltrat - -
Keratic precipitat - -
Ulkus - -
- -
Ruptur
- -
Sikatrik
- Ditemukan jaringan
Bangunan patologis
fibrovaskuler jumlah 1,
warna merah, bentuk
segitiga, melewati
limbus kornea >2mm.
COA
Kedalaman Cukup Cukup
Hipopion - -
Hifema - -
Tyndall effect - -
Iris
10
Kripta + +
Warna Coklat Coklat
Sinekia - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Letak Sentral Sentral
Diameter 3mm 3mm
Reflek langsung + +
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Iris shadow - -
Funduskopi
Fokus 0 0
Papil N II Papil bulat, batas Papil bulat, batas
tegas,warna orange tegas,warna orange
CDR=0,3 CDR=0,3
vasa
AV Rasio 2:3 2:3
- -
Mikroaneurisma
- -
neovaskularisasi
Macula
+ +
Reflek fovea
- -
edema
- -
eksudat
Retina
- -
Cotton wool spot
- -
Edema
- -
Bleeding
11
TIO (Palpasi) Normal Normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Adapun pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan histopatologi pada jaringan pterygium. Gambaran Pterygium
adalah berupa epitel yang irregular dan tampak adanya degenerasi hialin
pada stromanya.
DIAGNOSIS BANDING
a. Oculus dexter
OD Pterygium Grade IV
Dipertahankan karena pasien mengeluh mata kanan terasa pegal seperti
ada yang mengganjal, pedih bila terkena udara dan sering nerocos. Dari
anamnesis didapatkan bahwa pasien bekerja sebagai petani, yang setiap
hari terpapar, angin, debu, asap dan sinar matahari langsung, yang
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit Pterygium. kemudian pada
mata pasien terdapat membrane fibrovaskular yang berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau daerah kornea yang merupakan tanda
khas dari Pterygium. Pada pasien selaput fibrovaskular sudah melewati
limbus dan sudah melewati pupil sehingga mengganggu pengelihatan,
yang merupakan gambaran klinis khas pterygium grade IV
OD Pterygium Grade III
Disingkirkan karena pada pterigium grade III pertumbuhan jaringan
selaput fibrovaskular sudah melewati limbus > 2mm tetapi belum
melewati pupil. Sedangkan pada pasien selaput fibrovaskular sudah
melewati limbus dan sudah melewati pupil, serta mengaggu pengelihatan
OD Pterygium Grade II
Disingkirkan karena pada Pterygium grade II pertumbuhan jaringan
meliputi kornea < 2mm. Sedangkan pada pasien selaput fibrovaskular
12
sudah melewati limbus dan sudah melewati pupil, serta mengaggu
pengelihatan.
OD Pterygium Grade I
Disingkirkan karena pada Pterygium grade I pertumbuhan jaringan selaput
fibrovaskular pada konjungtiva sebelah nasal hanya sebatas pada limbus
kornea. Sedangkan pada pasien selaput fibrovaskular sudah melewati
limbus dan sudah melewati pupil, serta mengaggu pengelihatan.
OD Pseudopterygium
Disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada kornea
serta tidak ada perlekatan antara konjungtiva dan kornea akibat ulkus di
kornea yang menahun. Sedangkan pada pasien tidak didapatkan riwayat
tersebut.
OD Pinguekula
Disingkirkan karena pada pinguekula berbentuk kecil, meninggi, masa
kekuningan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra.
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa. Sedangkan
pada kasus berbentuk segitiga dan hiperemis.
a. Oculus sinister
13
OS Pterygium Grade II
Disingkirkan karena pada Pterygium grade II pertumbuhan jaringan
meliputi kornea < 2mm. Sedangkan pada pasien selaput fibrovaskular
sudah melewati limbus > 2mm
OS Pterygium Grade I
Disingkirkan karena pada Pterygium grade I pertumbuhan jaringan selaput
fibrovaskular pada konjungtiva sebelah nasal hanya sebatas pada limbus
kornea. Sedangkan pada pasien selaput fibrovaskular sudah melewati
limbus > 2mm.
OS Pterygium Grade IV
Disingkirkan karena pada Pterygium grade IV pertumbuhan jaringan
melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan. Sedangkan pada pasien
selaput fibrovaskular sudah melewati limbus > 2mm.
OS Pseudopterygium
Disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada kornea
serta tidak ada perlekatan antara konjungtiva dan kornea akibat ulkus di
kornea yang menahun. Sedangkan pada pasien tidak didapatkan riwayat
tersebut.
OS Pinguekula
Disingkirkan karena pada pinguekula berbentuk kecil, meninggi, masa
kekuningan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra.
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa. Sedangkan
pada kasus berbentuk segitiga dan hiperemis.
ODS Presbiopi :
Dipertahankan karena pasien berusia >40 th dan mengeluh mata mudah
lelah dan pedas jika membaca dalam waktu lama.
ODS Hipermetropia:
Disingkirkan karena pasien tidak mengalami gejala kabur bila melihat
jauh maupun lebih kabur lagi saat melihat dekat.
14
DIAGNOSIS KERJA
OD Pterygium Grade IV
OS Pterygium Grade III
ODS Presbiopi
PENATALAKSANAAN
1. OD PTERYGIUM GRADE IV
Medikamentosa
Oral
Tidak diberikan
Topikal
Dexamethason sodium phosphate 1 mg ED S 3 dd gtt 1 ODS
Polymixin B sulphate 6000 IU S 3 dd gtt 1 ODS
Parenteral
Tidak diberikan
Operatif
Rencana operasi Ekstirpasi Pterygium dan Graft Konjungtiva
Oculus Dexter.
15
Non Medikamentosa
Tidak ada
3. Presbiopi
Medikamentosa :
Oral / sistemik : -
Topikal : -
Parenteral : -
Operatif : -
Non Medikamentosa : dengan kacamata Sferis +2.5 Dioptri sesuai
dengan umur pasien >= 55 tahun
KOMPLIKASI
1. OD Pterygium grade IV
o Astigmatisme
o Penurunan visus
o Diplopia
2. OS Pterygium grade III
o Astigmatisme
o Penurunan visus
o Diplopia
EDUKASI
OD Pterygium grade IV et OS Pterygium grade III
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa selaput berwarna merah berbentuk
segitiga itu adalah sebuah kelainan yang diakibatkan seringnya mata
terkena debu, angin dan sinar matahari, serta berhubungan dengan
pekerjaan pasien sebagai petani. Kelainan tersebut disebut Pterygium,
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa selaput pada matanya tersebut akan
semakin melebar baik pada mata kanan maupun mata kiri. maka untuk
menjaga supaya mata kiri tidak semakin melebar dan mata kanan tidak
kembali terkena setelah operasi, maka harus menjaga mata dari papran
langsung matahari dengan menggunakan topi atau caping bila di
ladang, debu dan angin dengan menggunakan kaca mata pelindung dan
16
menggunakan helm dengan penutup saat bepergian dengan kendaraan
bermotor.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa obat tetes matanya hanya untuk
mengurangi peradangan, bukan untuk memperkecil ukuranya tersebut.
d. Menjelaskan kepada pasien bahwa selaput dimata kanan tersebut harus
dilakukan tindakan operasi, untuk memperbaiki fungsi pengelihatan
dan memperbaiki dari segi kosmetika.
e. Menjelaskan kepada pasien walaupun sudah dioperasi, akan tetap ada
bekas dimatanya walaupun minimal.
f. Menjelaskan kepada pasien bahwa selaput tersebut dapat muncul
kembali jika mata terpapar dengan faktor pencetus seperti debu,dan
angin. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan kacamata untuk
melindungi mata dari debu dan angin.
g. Menjelaskan kepada pasien bahwa setelah operasi, fungsi pengelihatan
pasien akan kembali seperti semula, namun harus ditambahkan
kacamata untuk dapat melihat lebih jelas apabila pasien sedang
membaca.
Presbiopia
Menjelaskan pada pasien bahwa umurnya sudah > 40 th sehingga untuk
melihat dekat sebaiknya menggunakan kacamata baca agar mata tidak cepat
lelah dan pedas.
RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang
berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.
17
PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam ad Bonam ad Bonam
Quo ad sanam ad Bonam ad Bonam
Quo ad functionam ad Bonam ad Bonam
Quo ad kosmetikan Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad vitam ad Bonam ad Bonam
18
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi
II.1.1 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata
bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.
Konjungtiva ini mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
19
II.1.2 Anatomi kornea
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom
dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis
ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Merupakan lapisan paling tebal, terdiri atas lamel yang merupakan susunan
kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di
20
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. membrane descement
5. Endotel
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunyai daya regenarasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
21
Gambar 2. Lapisan kornea
II.2 Pterigium
II.2.1 Definisi
22
Gambar 3. Mata dengan pterygium
II.2.2 Epidemiologi
23
sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua.
Laki-laki lebih beresiko 2 kali daripada perempuan.
II.2.3 Mortalitas/Morbiditas
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
2. Umur
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah
paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan
konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak
lintang, lamanya waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi
juga merupakan faktor penting.
24
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan
pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan
riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan secara
autosom dominan.
3 . Faktor lain.
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya
limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari
pterygium. Yang juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis
factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi.
Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel
tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang
paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Diduga
pelbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan
kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan
hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya
predisposisi genetik untuk kondisi ini.
25
berhubungan dengan dunia luar dan secara intensif kontak dengan ultraviolet dan
debu sehingga sering mengalami kekeringan yang mengakibatkan terjadinya
penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai menjalar ke kornea. Selain
itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium pada daerah
beriklim kering mendukung teori ini.
26
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
27
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara
bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan
pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan dan menyebabkan penglihatan kabur.
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering
tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami
pasien antara lain:
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari
iritasi dan peradangan.
28
Cap, bagian belakang pterygium
A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk
batas pinggir pterygium.
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar
3-4 mm)
II.2.8 Diagnosa
29
peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin
tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah
paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium
tersebut. Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak
dapat dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.
1. Pinguekula
Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan
dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang
terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan
insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim
sedang dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan.
Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula.
2.Pseudopterigium
Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring
atau Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular
yang timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma
bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada
30
limbus kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati
bagian bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat
dilakukan. Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan
pseudopterygium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda
dengan true pterigium.
II.2.10 Terapi
II.2.10.1 Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2
yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi
antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.
II.2.10.2 Bedah
31
pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup
berat.
A. Indikasi Operasi
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,
dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak
teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara
universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang
digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak
dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea
yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat,
jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.
32
tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal
ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari
graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi
akurat dari grafttersebut. Lawrence W. Hirst, MBBS, dari Australia
merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium
dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.
C. Terapi Tambahan
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi
masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke
dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi
telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari
terapi tersebut.
33
dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC
saat ini digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah
eksisi pterygium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah
operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya
intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.
II.2.11 Komplikasi
- Gangguan penglihatan
- Mata kemerahan
- Iritasi
- Gangguan pergerakan bola mata.
34
- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
- Pada pasien yang belum di eksisi terjadi distorsi dan penglihatan sentral
berkurang
- Timbul jaringan parut pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan
diplopia
- Dry Eye sindrom
- Keganasan epitel pada jaringan epitel di atas pterigium
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
- Rekurensi
- Infeksi
- Perforasi korneosklera
- Jahitan graft terbuka hingga terjadi pembengkakkan dan perdarahan
- Korneoscleral dellen
- Granuloma konjungtiva
- Epithelial inclusion cysts
- Conjungtiva scar
- Adanya jaringan parut di kornea
- Disinsersi otot rektus
II.2.12 Pencegahan
35
II.2.13 Prognosis
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi. Sebagian besar pasien
dapat beraktivitas kembali setelah 48 jam postoperasi. Pasien dengan rekuren
pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dengan conjungtiva autograft atau
transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan
pertama setelah operasi.
36
BAB III
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata
dan merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di
karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari piterigium. Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya
aktivitas laki-laki lebih banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas
40 tahun karena faktor degeneratif.
37
DAFTAR PUSTAKA
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.
hal:2-6, 116 117. 2007
3. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian
Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 2007
4. Fisher JP, Trattler WB. Pterygium. Diunduh dari
:http://emedicine.medscape.com/ article/ 1192527-overview. 2011
8. Miller SJH. Parsons Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill
Livingstone ; 1996. p.142
38