Anda di halaman 1dari 7

Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

REMOTE SENSING UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI GUNUNGAPI

Seri Pertama: Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR)

Estu KRISWATI
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi

PENDAHULUAN yang terjadi pada semua titik secara bersamaan


dianggap bisa mewakili perubahan bidang.
Deformasi gunungapi adalah perubahan bentuk
dan dimensi gunungapi. Perubahan dimensi Data radar menawarkan jawabannya. What a
menyangkut perubahan geometri sehingga boon it would be to train a magical geodetic
dalam pengukuran deformasi, parameter- camera on a deforming volcano and take a
parameter yang umum diukur adalah jarak antar picture of the entire deformation field, rather
titik, posisi titik, besarnya ungkitan, dan beda than trying to piece it together benchmark by
tinggi antar titik. Dalam hal ini deformasi benchmark! (Dzurisin, 2007). Data radar
diartikan sebagai perubahan kedudukan atau mempunyai kemampuan untuk memberikan
pergerakan suatu titik di tubuh gunungapi informasi deformasi bidang tanpa keterbatasan
secara absolut maupun relatif. Pengukuran seperti yang dialami pada metode lapangan.
deformasi di tubuh gunungapi selama ini Meskipun saat ini ketelitian data radar belum
dilakukan dengan metode pengukuran langsung bisa menyamai ketelitian hasil pengukuran
di lapangan dengan metode EDM, GPS, tilt, lapangan tetapi pada saatnya nanti dapat
dan leveling. Metode-metode tersebut menyediakan informasi deformasi gunungapi
memberikan ketelitian data yang tinggi tetapi secara lebih teliti.
dalam pelaksanaannya terdapat berbagai
keterbatasan yang berhubungan dengan RADAR
sumberdaya manusia, konsumsi waktu dan dana
yang tinggi, medan yang berat, titik ukur yang Istilah radar berasal dari radio detection and
sering hilang atau rusak, keamanan dan ranging. Radar menggunakan microwave dari
keselamatan, ketergantungan terhadap cuaca, spektrum elektromagnetik, dengan rentang
dan terbatasnya data yang diperoleh. Dengan frekuensi 1 hingga 1,000 GHz dan panjang
banyaknya keterbatasan yang dihadapi, adakah gelombang 30 cm hingga 0.3 mm (Tabel 1).
metode pengukuran deformasi lainnya yang Radar dengan panjang gelombang yang pendek
dapat mengatasinya? lebih sensitif terhadap perubahan yang kecil
(resolusi tinggi) tetapi tidak bisa menembus
Keterbatasan yang paling penting diperhatikan awan maupun vegetasi seperti halnya sinyal
adalah yang berhubungan dengan dimensi data. dengan panjang gelombang tinggi (resolusi
Informasi yang dicari dalam pengukuran lebih rendah).
deformasi adalah deformasi bidang, tetapi pada
pengukuran menggunakan metode di atas yang Semua sistem radar menggunakan radio
diperoleh adalah deformasi titik. Dengan transmitter yang mengirimkan sinyal
demikian untuk memodelkan mekanisme microwave. Radar diklasifikasikan menjadi
aktivitas gunungapi dibutuhkan jaringan titik tracking radar dan imaging radar (Dzurisin,
ukur yang sangat rapat sehingga perubahan 2007).

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 31-37 Hal :31
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

1. Tracking radar. Jarak ke obyek ditentukan adalah reflector yang baik, sementara jalan
berdasarkan waktu tempuh radar dan jalan tol sebaliknya. Permukaan yang
berkecepatan cahaya dari transmitter ke kasar biasanya lebih terang pada image radar
obyek dan kembali ke receiver. Obyek yang dibandingkan dengan permukaan yang
bergerak terhadap transmitter, kecepatannya halus, karena bagian dari elemen yang kasar
ditentukan dari frekuensi sinyal balik yang berarah tegak lurus terhadap datangnya
berbeda dari sinyal yang dipancarkan karena sinyal dan memantulkan energi kembali ke
adanya efek Doppler. Jika receiver diatur sumbernya. Dengan permukaan yang halus,
untuk menolak sinyal balik yang sama hampir semua energi terbelokkan menjauh
frekuensinya dengan yang dipancarkan dan dari sumber yang menyebabkan obyek
memperbesar hanya sinyal yang berbeda tampak gelap di image radar. Contohnya
frekuensi, maka obyek yang bergerak dapat adalah pada saat tenang, tubuh air akan
terdeteksi. Radar pengontrol lalulintas udara berwarna gelap dan pada cuaca berangin
dan detektor kecepatan yang digunakan oleh akan tampak terang.
polisi menggunakan teknologi ini.
Dua karakteristik radar yang menjadikannya
2. Imaging radar. Pada radar untuk keperluan penting dalam pemantauan gunungapi adalah :
imaging, saat sinyal microwave mencapai (1) radar adalah sensor aktif yang menyediakan
target, sebagian dari energi dipantulkan sinyal sendiri sehingga efektif pada siang
kembali ke sumbernya yang kemudian maupun malam hari, pada cuaca baik maupun
diterima, diperbesar, dan diproses. Jarak buruk (tidak tergantung cuaca) dan (2) dengan
antara obyek dan transmitter dan sifat dari panjang gelombangnya yang lebih panjang
obyek ditentukan oleh waktu tempuh dan sehingga mampu untuk menembus awan dan
karakter dari sinyal yang diterima. Tidak vegetasi. Untuk imaging radar rentang frekuensi
semua target memantulkan microwave dari 1 hingga 12 GHz, terbagi atas X-band ( ~
secara sama. Daya pantul benda tergantung 3 cm), C-band ( ~ 5 cm), dan L-band ( ~ 20
pada ukuran, bentuk, kekasaran permukaan, cm). Hal ini memberikan keuntungan dalam
arah, dan sifat dielectric (sangat dipengaruhi pemantauan gunungapi terutama pada saat
oleh kandungan uap air). Obyek berbahan terjadi erupsi atau pada peningkatan aktivitas
metal adalah reflektor terbaik, sementara vulkanik.
kain dan plastik menghasilkan pantulan
lemah. Air laut yang bergerak dan danau es

Hal :32 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 32-37
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

Tabel 1. Satelit radar

Incidence
Orbit Panjang angle at
Satelit Institusi Periode Frekuensi Resolusi
repeat cycle gelombang swath
center
Juli 1991 Maret 2000
ERS-1 European Space Agency (ERS-1) C-Band
35 hari 5.66 cm 23 30 m
ERS-2 (ESA) April 1995 sekarang 5.3 GHz
(ERS-2)
National Aeronautics and
Space Development Agency
Februari 1992 L-Band 39
JERS-1 of Japan (NASDA) dan 44 hari 23.5 cm 18 m
Oktober 1998 1.275 GHz
Ministry of International
Trade and Industry (MITI)
Canadian Space Agency November 1995 - C-Band 10 - 59
RADARSAT-1 24 hari 5.66 cm 8 100 m
(CSA) sekarang 5.3 GHz
L-Band
National Aeronautics and 9 20 April 1994 24 cm 17 63
1.249 GHz
Space Administration (STS-59) (L dan C-
C-Band
SIR-C/X-SAR (NASA), German Space 30 September 11 N/A 5.66 cm band) 10 200 m
5.298 GHz
Agency (DARA), and Italian Oktober 1994 54
X-Band
Space Agency (ASI) (STS-68) 3.1 cm (X-band)
9.6 GHz
17 63
C-Band
11 22 Februari 2002 (L dan C-
National Aeronautics and 5.3 GHz 5.8 cm
SRTM (Space Shuttle mission N/A band) 30 m
Space Administration (NASA) X-Band 3.1 cm
STS-99) 54
9.6 GHz
(X-band)
European Space Agency C-Band
Envisat Maret 2002 - sekarang 35 hari 5.63 cm 14 - 45 30 m
(ESA) 5.331 GHz
Japan Aerospace Exploration L-Band
ALOS Sejak 24 Januari 2006 46 hari 23.5 cm 8 - 60 10 - 100 m
Agency (JAXA) 1.275 GHz

Sumber : Dzurisin, 2007

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 33-37 Hal :33
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

SYNTHETIC-APERTURE RADAR (SAR) Sementara shadowing terjadi jika sinyal radar


tidak dapat menjangkau suatu area karena
Berbeda dengan foto udara yang diambil secara tertutupi oleh banyangan obyek yang tinggi di
vertikal terhadap obyek, pengambilan data radar antara area tersebut dengan satelit sehingga
dilakukan dari arah samping dengan tujuan untuk tidak ada sinyal yang dipantulkan kembali dan
memudahkan dalam membedakan target-target pada citra akan terlihat gelap.
yang berlokasi pada jarak yang berbeda dari
radar. Informasi yang diperoleh adalah berupa
ketinggian permukaan (misalnya topografi) dan
faktor lain yang mempengaruhi reflektivitas
radar, termasuk kekasaran permukaan benda dan
kandungan uap air.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
sehubungan dengan karakteristik SAR,
diantaranya adalah:
1. Keterlambatan (delay) perambatan sinyal di
ionosfer dan troposfer juga berpengaruh
terhadap waktu tempuh sinyal.
Ketidakseragaman kerapatan elektron di
ionosfer atau konsentrasi kandungan air di
troposfer menghasilkan variasi delay dalam Gambar 1. Ilustrasi terjadinya foreshortening,
dimensi ruang yang kemudian menghasilkan layover, dan shadowing. Pada tampakan topografi A,
fringe pada interferogram. sinyal radar mencapai puncak dari lereng yang
2. Foreshortening, layover, dan shadowing. menghadap arah datang sinyal sebelum mencapai
Kondisi yang dikenal sebagai foreshortening lereng bagian bawah. Sinyal balik bagian atas akan
diterima lebih dulu oleh antenna penerima daripada
dan layover sangat umum dijumpai pada radar
bagian bawah dan menghasilkan efek layover. Hal ini
image. Efek dari sinyal radar yang bervariasi terjadi pada area yang berjarak lebih dekat dan
sudut dan arahnya saat dipancarkan, dapat menurun seiring dengan meningkatnya jarak obyek ke
secara signifikan merubah tampilan dan satelit; layover mulai menghilang di tampakan
informasi pada radar image. Arah pancaran topografi B. Foreshortening dimulai saat muka
sinyal balik sangat berkaitan dengan sinyal gelombang mencapai bagian dasar sebelum bagian
yang dipancarkan dan posisi obyek terhadap atas. Pada tampakan topografi D, foreshortening
satelit sangat menentukan dimensi atau terjadi pada lereng yang terjal dan pada area
kenampakan citra yang dihasilkan. Secara dibelakang bukit akan terjadi shadowing. Panjang
umum, lebar dari suatu permukaan baik dan tingkat gelapnya bayangan meningkat dari
tampakan A ke D.
horizontal maupun miring akan meningkat
(http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect8/Sect8_4.html).
seiring meningkatnya jarak perjalanan sinyal.
Pada radar citra dimana topografinya
INTERFEROMETRIC SAR
berbukit-bukit dengan lereng bergelombang,
muncul karakteristik geometrik yang tidak
Pertama yang harus disiapkan untuk
biasa. Istilah layover dan foreshortening
menghasilkan data digital elevation model
diaplikasikan pada fenomena tersebut.
(DEM) dan deformasi pada skala sentimeter
Keduanya menggambarkan kompresi atau
adalah radar image yang berpasangan dan
kontraksi (thinning) pada lereng yang
overlap. Radar yang overlap bisa diperoleh
menghadap dan memanjang pada sisi yang
dengan 2 cara, yaitu: (1) satelit dilengkapi
terkena bayangan. Pada banyak kejadian,
dengan antenna yang terpisah, satu antenna
layover dan foreshortening menghasilkan
berfungsi sebagai transmitter dan receiver
kenampakan akhir yang sama. Perubahan
sementara antenna lain berfungsi sebagai receiver
kenampakan tersebut lebih terlihat di jarak
kedua. Image yang dihasilkan oleh kedua antenna
yang dekat ke satelit dibandingkan yang jauh.

Hal :34 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 34-37
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

mirip tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. image sulit untuk didapatkan karena pengaruh
NASA menggunakan satelit jenis ini untuk vegetasi dan perbedaan cuaca serta iklim yang
Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan berimbas pada perbedaan kandungan uap air di
(2) membuat citra yang overlap dengan cara atmosfer serta kenampakan bentang alamnya
mengambil data citra setidaknya dua kali dengan yang berubah dari waktu ke waktu. Untuk
titik/sudut yang berdekatan pada waktu yang mengatasi permasalahan tersebut ditempuh
berbeda. Prinsip ini sama dengan pengambilan beberapa cara, yaitu diantaranya:
data deformasi menggunakan metode lapangan 1. Menggunakan data satelit dengan panjang
secara episodik. gelombang yang lebih tinggi, dalam hal
menghilangkan pengaruh vegetasi akan lebih
Kedua, co-registration dan membuat
baik digunakan L-band radar dibandingkan
interferogram untuk mendapatkan beda phase
dengan C-band atau X-band.
antara dua radar image. Hasil yang baik
2. Hanya menggunakan pasangan image yang
ditentukan oleh nilai koherensi kedua image.
diambil pada musim yang sama untuk
Nilai koherensi dipengaruhi terutama oleh
menghindari kesalahan yang disebabkan oleh
baseline/jarak satelit pada waktu pengambilan
perubahan permukaan bumi karena cuaca
data yang berbeda. Pada baseline yang panjang,
misalnya karena tertutup salju, dan reduksi
perbedaan yang disebabkan oleh topografi dan
efek atmosfer yang berbeda. Karena meskipun
sudut datang sinyal akan menyulitkan tercapainya
temporal decorrelation tidak menjadi
koherensi yang baik. Interferogram dihasilkan
masalah, anomali yang disebabkan oleh delay
dari geometri sudut pandang kedua image
karena efek atmosfer dapat menyulitkan
(orbital fringe), topografi (topographic fringe),
interpretasi. Delay karena efek atmosfer
delay karena perbedaan kondisi atmosfer,
terjadi di ionosfer atau troposfer dan
gangguan, dan perubahan range yang disebabkan
disebabkan oleh ketidak homogenan
oleh deformasi permukaan bumi (deformation
kandungan air, suhu, tekanan, atau kerapatan
fringe) selama rentang dua waktu pengambilan
elektron. Akan lebih baik lagi kalau
data. Untuk menghasilkan informasi deformasi
pengambilan data dilakukan pada malam hari
permukaan, efek dari geometri dan topografi
pada saat kondisi atmosfer stabil.
harus dihilangkan. Pada pengambilan data radar,
sinyal yang kembali dan ditangkap oleh receiver
Bagaimana data InSAR bisa diinterpretasikan
sangat bervariasi dan random termasuk
sebagai deformasi di tubuh gunungapi? Ilustrasi
perubahan fase yang disebabkan oleh sinyal radar
pada Gambar 2a memperlihatkan bagaimana
yang berinteraksi dengan permukaan suatu
interferogram menginformasikan adanya inflasi.
benda. Pembuatan interferogram dimaksudkan
Suatu tubuh gunungapi yang menggembung
untuk menghilangkan variasi dan data yang acak
menghasilkan pola fringe konsentrik pada
tersebut dengan cara meregistrasi dua citra yang
interferogram yang efek geometri dan
diambil pada waktu yang berbeda namun dari
topografinya sudah dihilangkan (Massonnet,
titik dan sudut yang hampir sama, menghilangkan
1997 dalam Dzurisin, 2007). Pada gambar
efek geometri dan topografi, dan pada akhirnya
tersebut, jika tinggi gunungapi berubah dari garis
hanya menghasilkan perubahan/deformasi di
tegas ke garis putus-putus pada radar yang
permukaan.
diambil pada waktu t1 dan t2, range R(t) dari
SAR ke permukaan akan menurun setengah
InSAR UNTUK PEMANTAUAN
panjang gelombangnya (R=/2) di beberapa
GUNUNGAPI
area, R= di area lain, dan R = 3/2 di area
berikutnya, dan seterusnya. Untuk setiap
Banyak contoh keberhasilan penggunaan InSAR
setengah panjang gelombang perubahan, akan
untuk mengukur adanya deformasi di gunungapi.
terbentuk fringe yang diperlihatkan dengan
Meskipun metode ini tidak selalu berhasil di
perubahan warna dari merah ke biru pada
semua gunungapi terutama di daerah tropis dan
interferogram.Deformasi berupa inflasi dengan
subtropis dimana koherensi yang baik antar
sumber titik (point-source) akan diperlihatkan

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 35-37 Hal :35
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

oleh pola fringe yang konsentrik di sekitar 1. Gunung Sinabung, Sumatera Utara
gunungapi dengan interval kontur /2. Penurunan
Gunung Sinabung memperlihatkan adanya
(subsidence) akan ditunjukkan dengan perubahan
inflasi sebesar 4 cm selama periode Februari
warna ke arah sebaliknya (Gambar 2b). Pola
2007 2009 dengan kecepatan deformasi 2.2
fringe yang berhubungan dengan sumber tidak
cm/tahun (Chaussard, 2010). Pada bulan
simetrik seperti misalnya pada model pipa
September 2010 Gunung Sinabung meletus
terbuka maupun tertutup tidak berbentuk
setelah lebih dari 300 tahun istirahat.
melingkar karena radar melihatnya dari samping
Deformasi teramati di puncak Gunung
dan peka terhadap perubahan vertikal maupun
Sinabung merupakan gejala awal letusan
horizontal.
tersebut. Data lain (komunikasi pribadi)
menunjukkan bahwa terjadi inflasi sebesar 2
cm pada rentang waktu Februari Juli 2010
(Gambar 3).

(a)
Gambar 3. Hasil InSAR G. Sinabung Februari Juli
2010 (Agustan, dkk, 2010)

2. Gunung Slamet, Jawa Tengah


Setelah tidak ada letusan selama 7 tahun,
Gunung Slamet kembali meletus pada April
2009. Data satelit menunjukkan adanya inflasi
sebesar 12 cm selama periode Mei 2007
hingga Mei 2009 dengan kecepatan inflasi
sebesar 7.7 cm/tahun (Chaussard, 2010).

3. Gunung Merapi
(b)
Gambar 2. (a) Ilustrasi deformasi di tubuh gunungapi Dari data InSAR terdeteksi inflasi yang cukup
dan perubahan range dan (b) interferogram yang besar di Gunung Merapi hingga September
menginformasikan adanya inflasi dan deflasi di 2010 di lereng barat kawah. Inflasi terukur
gunungapi (Dzurisin, 2007). sebesar 5 cm, bersesuaian dengan hasil
pengukuran lapangan sebesar 11 mm/hari
Berikut ini adalah contoh penggunaan metode pada 16 September 2010. Inflasi juga masih
InSAR memakai data ALOS untuk terdeteksi hingga 1 November 2010 selama
pemantauan/pengukuran deformasi di gunungapi letusan berlangsung (Agustan, 2011).
Indonesia:

Hal :36 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 36-37
Remote Sensing Untuk Pemantauan Deformasi Gunungapi (Estu Kriswati)

Appear dark in the radar image. The effect is


KESIMPULAN more pronounced for radars that use shallow
incidence angles.
Informasi yang diperoleh dari data satelit sangat
Ground range : Distance measured from the
berguna untuk membantu dalam mitigasi bencana
near-range line to particular point in the footprint
gunungapi. Data deformasi yang diperoleh jauh
of an imaging radar systems (i.e., the area
sebelum letusan terjadi, atau sebelum gempa-
illuminated by the radar beam) in the direction
gempa dangkal muncul menjelang letusan sangat
perpendicular to the flight path of the radar. The
dibutuhkan. Untuk keperluan tersebut memang
resolution of an imaging-radar system in the
dibutuhkan ketelitian yang lebih tinggi,
ground-range direction improves with higher
pengambilan data yang lebih rapat, serta proses
radar frequency, greater signal bandwidth, and
yang lebih baik untuk menghilangkan efek
higher (more grazing) incidence angle.
atmosfer dan koherensi yang rendah. Setidaknya,
pada saat ini data satelit sudah dapat memberikan Slant range : The straight-line distance from a
informasi yang dibutuhkan mengingat sensor to a target (e.g., from an imaging radar
kelebihannya dibandingkan dengan metode antenna to a point in the antenna footprint (i.e.,
pengukuran lapangan. the area on the ground illuminated by the radar
beam) or from a GPS satellite to a receiver).
DAFTAR ISTILAH (Dzurisin, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Fringe (radar interferometry) : Color band
corresponding to ha meters of topographic relief Agustan, Kriswati, E., and Kimata, F., 2011, The
in a radar interferogram that retains topographic 2010 Merapi Eruption: Observation
information; or to half a wavelength of ground- System based on Remote Sensing
range change in a topography removed Technique, abstract for Asia Oceania
interferogram; where ha is the altitude of Geosciences Society (AOGS) Taipei
ambiguity for the interferogram. 2011

Foreshortening : a type of spatial distortion in Dzurisin, 2007, Volcano Deformation, Geodetic


radar images whereby terrain slopes facing a Monitoring Techniques, Springer-Praxis
side-looking radars illumination are mapped as Books in Geophysical Sciences
having a compressed ground-range scale relative
to flat-lying areas. The effect is more pronounced Chaussard, E., and Amelung, F., 2010,
for steeper slopes and for radars using steeper Monitoring the ups and downs of
incidence angles. Range-scales expansion, the Sumatra and Java with D-InSAR time-
complementary effect, occurs for slopes that face series, a presentation file, American
away from the radar. Geophysical Union, Fall Meeting 2010
Layover : an extreme form of foreshortening in http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect8/Sect8_4.html,
radar images in which the top of a reflecting Remote Sensing Tutorial Page 8-4,
object such as mountain is closer to the radar than Section 8 Radar and Microwave Remote
are the lower parts of the object. The image of Sensing.
such a feature appears to lean toward the radar.
The effect is more pronounced for radars that use
steeper incidence angles.
Shadowing : the effect of side-looking radar
images produced by steep topography or other
obstructions that block down-range areas from
being illuminated by radar beam. Shadowed areas
produce no radar backscatter and, therefore.

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 37-37 Hal :37

Anda mungkin juga menyukai