Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS GRAVIMETRI

PENDAHULUAN
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa
tertentu. Bagian terbesar dari penentuan scara analisis gavimetri meliputi tansformasi unsur atau
radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat di timbang
dengan teliti. Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan
karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang
dipisahkan dari zat-zat lain.
Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan. Analitnya secara fisik
dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya. Pengendapan
merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya untuk memisahkan analit dari
pengganggu-pengganggunya.Analisa gravimetri merupakan suatu cara analisa kimia kuantitatif
yang didasarkan pada prinsip penimbangan berat yang di dapat dari proses pemisahan analit dari
zat zat lain dengan metode pengendapan. Zat yang telah di endapkan ini di saring dan
dikeringkan serta ditimabang dan diusahakan endapan itu harus semurni mungkin. Untuk
memisahkan endapan tersebut maka sangat dibutuhkan pengetahuan dan teknik yang cukup yang
wajib dimiliki seorang enginer.
Dalam dunia teknik kimia sangat dibutuhkan juga bagaimana cara analisa gravimetri ini.
Seperti halnya dalam industri. Berat unsur dihitung berdasrkan rumus senyawa dan berat atom
unsur- unsur yang menyusunnya pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung
dilakukan beberapa cara seperti:

1. Metode Pengendapan
2. Metode Evolusi
3. Metode Penyaringan
4. Metode Elektrogravimetri
Pada prakteknya dua metode pertama adalah yang terpenting. Metode gravimetrik
membutuhkan waktu tau memakan waktu cukup lama, adanya zat pengotor pada konstituen
dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan
METODE PENGENDAPAN
Gravimetri Pengendapan
Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak
didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna.
Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat
sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang.
Syarat syarat senyawa yang di timbang :

1. Stokiometri
2. Mempunyai kestabilan yang tinggi
3. Faktor gravimetrinya kecil
Gravimetri adalah metode analisis kuntitatif unsur atau senyawa berdasarkan bobotnya
yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan pemisahan dan pemanasan endapan dan
diakhiri dengan penimbangan. Untuk memperoleh keberhasilan pada analisis secara gravimetri,
maka harus memperhatikan tiga hal berikut ;

1. Unsur atau senyawa yang ditentukan harus terendapkan secara sempurna.


2. Bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui dengan pasti rumus molekulnya.
3. Endapan yang diperoleh harus murni dan mudah ditimbang.
Dalam analisis gravimetri meliputi beberapa tahap sebagai berikut ;

Pelarutan sampel (untuk sampel padat).


Pembentukan endapan dengan menambahkan pereaksi pengendap secara berlebih agar
semua unsur/senyawa diendapkan oleh pereaksi. Pengendapan dilakukan pada suhu
tertentu dan pH tertentu yang merupakan kondisi optimum reaksi pengendapan. Tahap ini
merupakan tahap paling penting.
Penyaringan endapan.
Pencucian endapan, dengan cara menyiram endapan di dalam penyaring dengan larutan
tertentu.
Pengeringan endapan sampai mencapai berat konstan.
Penimbangan endapan.
Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :
1. Memilih pelarut sampel Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan
sampel yang akan di larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan
untuk melarutkan sampel dari logam logam.
2. Pengendapan analit.
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya
dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan
sempurna.
Misalnya :

3. Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan
dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa
pada karbon dinamakan pengabuan.

4. Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan
Pada analisis gravimetri pembentukan endapan yang terjadi apabila kelarutan terlalu jenuh
maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh dari kelarutan suatu sampel dimana semakin
besar (jenuh ) maka semakin besar endapan yang terjadi , kelarutan dipengaruh oleh beberapa
faktor yaitu
a. Suhu
b. pH

Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu :
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak
terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam
menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni,
atau sangat hampir murni.
Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat. Persyaratan yang kedua itu lebih sukar
dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan
umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya
mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak
penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup
banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan.
Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil
reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas
yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan
menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan
endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan
cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat
dipisahkan kembali secara kuantitatif.
Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada
penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan.
Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang
dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu
dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya.
Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang
disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang
menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring
itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai
pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang
memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan Dalam analisa gravimetri
penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa
direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang
dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang.
Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan
dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan
elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat
disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara
kuantitatif.
Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada
penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan.
Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang
dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu
dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya
Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul
lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain
mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat. Sedangkan
endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus melainkan besar. Hal
penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian
endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan
maupun yang terbawa secara mekanis.
Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu
pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka
gravimetri dibedakan menjadi 2 macam :
(1) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa
senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya
anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri.
(2) Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga
terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri.
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan
endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan
tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat
diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut
kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung
sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka
dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat.
Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba
hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu
mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop
radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa
sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil.
Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu :
1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan
mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan
pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap
awal-awal pengendapan.
2. Pencucian
Pencucian kembali analit yang didapatkan bertujuan agar endapan yang di dapatkan memiliki
kemurnian yang tinggi yaitukecilnya pengaruh kesalahan dari kopresipitasi.
3. Pengendapan kembali
Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila
partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup
dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian). Untuk
membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang
terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan
tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan pencernaan.
Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa. Hasil
reaksi ini dapat : sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari
bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara
gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan.
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan. Endapan
adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin
berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pemusingan
(centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan.
Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar larutan
jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya.
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit
dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A adalah:

atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:

Maka, persentase analitnya:

Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat dengan
memanaskan bahan tersebut, atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang
dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas tersebut adalh sebagai berikut :
1. Tidak langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai selisih berat
analat sebelum dan sesudah reaksi.
2. Langsung
Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas yang
bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum dan sesudah
penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua penimbangan.
Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan
endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric
dibedakan menjadi dua macam:
1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan biasanya berupa
senyawa. Baik anion dan kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan pengendapnya mungkin
organik atau anorganik.
2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa, sehingga
terjadi logam sebgai endapan. Cara ini disebut dengan elektrogravimetri.
Pengendapan dilakukan sedemikin rupa sehingga memudahkan proses pemisahannya
misalnya Ag diendapkan sebagai AgCl atau Zn diendapkan sebagai
Zn(NH4)PO4.6H2O,selanutnya dibakar dan ditimbang sebagai AgCl atau ZnP2O7. Aspek yang
terpenting dan perlu diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan
yang sangat kecil sekali dan dapat dipisahkan secara filtrasi. Kedua, sifat fisik endapan
sedemikian rupa, sehingga mudah dipisahkan dari dari larutanya dengan filtrasi, dapat dicuci
untuk menghilangkan pengotor, ukuran partikelnya cukup besar serta endapan dapat diubah
menjadi zat murni dengan komposisi kimia tertentu.
Pada temperatur tertentu kelarutan zat pelarut tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya
bila dilarutkan pada pelarut tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya bila dilarutkan pada elaut
yang diketahui beratnya dan zat tersebut mencapai kesetimbangan dengan pelarut itu. Hal ini
tergantung pada ukuran partikel. Larutan lewa jenuh adalah larutan dengan konsentrasi zat
terlarut lebih besar dbandingkan dalam keadaan setimbangan pada suhu tertentu . larutan ewat
jenuh merupakan keadaan yang tidak stabil dan dapat diubah menjadi keadaan kesetimbangan
dengan menambahkan Kristal zat terlarut yang disebut sebagai seeding
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebap kelarutan bertambah
dengan bertambahnya temperature. Pengendapan dilakukan dalam larutan encer yang
ditambahkan pereaksi perlahan dengan pengadukan yang teratur, partikel yang terbentuk ebih
dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk memperoleh pusat pengendapan yang besar
suatu reagen ditambahkan agar kelarutan endapan bertambah besar.
Beberapa proses yang dapat mengakibatkan pengotoran endapan pada analisis gravimetri
antara lain : kopresipitasi (larutan padat, absorpsi, oklusi) dan pos presipitasi.
1. Kopresipitasi
Dalam arti luas, kopresipitasi adalah ikut mengendapnya dua atau lebih zat pada waktu yang
sama.
Hasilnya penambahan larutan perak nitrat ke dalam larutan yang mengandung natrium klorida
dan natrium bromida akan menghasilkan endapan AgCl dan AgBr.
Dalam kimia analisis khusunya dalam menyatakan pengotoran suatu endapan, istilah
kopresipitasi biasanya digunakan dalam arti yang lebih khusus. Dalam hal ini, diartikan sebagai
ikut mengendapnya satu atau lebih zat asing bersama endapan dari komponen zat uji. Padahal zat
asing tersebut yang digunakan. Misalnya kalsium sebagian ikut mengendap pada pengendapan
besi (III) sebagai hidroksida dengan menetralkan larutan asam hingga pH 4 sampai 5. Pada
kondisi yang sama, tanpa besi, kalsium tidak akan mengendap.
2. Larutan Padat
Dua zat padat larut satu sama lain membentuk larutan padat. Keduanya dapat membentuk kristal
campuran dimana zat yang satu berada dalam kisi kristal yang lain. Hal ini biasanya terjadi bila
kedua zat tersebut isomorf.
Misalnya ion kromat dan sulfat mempunyai struktur, ukuran, muatan dan konfigurasi elektronik
yang serupa, sehingga endapan barium sulfat akan berwarna kuning apabila diendapkan dari
larutan yang juga mengandung kromat.
3. Adsorpsi
Pada permukaan dari partikel endapan, terdapat gugusan aktif yang dapat menarik dan mengikat
zat yang sebenarnya tidak dapat mengendap. Tentu saja pengotoran ini bertambah. Oleh karena
itu endapan kristal kasar pada analisis gravimetri lebih disukai daripada krisal halus.
Meskipun pengotoran ini mudah dihilangkan dengan pencucian, namun pada endapan yang
gelatinous dimana pengotoran ini sering terjadi, pencucian ini jarang berhasil.
4. Oklusi
Ikut mengendapnya kotoran yang terperangkap di bagian dalam dari partikel endapan disebut
oklusi. Proses ini termasuk juga (dalam arti luas) pembentukan dari larutan padat seperti
diuraikan di atas. Akan tetapi istilah ini lebih khusus digunakan untuk oklusi mekanik, termasuk
terperangkapnya cairan induk dan ion pada pertumbuhan endapan gelatinous dan pengotoran ini
tidak mungkin dihilangkan sama sekali dengan proses pencucian.
5. Pospresipitasi
Pada pospresipitasi, endapan semula dikotori oleh endapan zat lain yang terbentuk kemudian.
Pengotoran ini terjadi karena kontaminasi merupakan larutan lewat jenuh larutan magnesium
oksalat yang lewat jenuh masih dapat dipertahankan untuk tidak mengendap dalam jangka waktu
tertentu.
Misalnya pada pengendapan kalsium sebagai oksalat dari larutan yang mengandung
magnesium. Bila kalsium oksalat tidak segera disaring setelah pengendapan, magnesium, oksalat
terserap pada permukaan kalsium oksalat, maka ia tidak dapat larut kembali. Sedangkan bila
tanpa adanya kalsium, Pemisahan endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut
kopresipitasi. Hal ini berhubungan dengan absorbs pada permukaan partikel dan
terperangkapnya (oklusi) zat asing selama proses pembentukan Kristal dari partikel primernya.
Adsorbs banyak terjadi pada endapan getin dan sedikit pada pengendapan mikro Kristal,
misalkan AgI pad aperak aetat dan endapan BaSO4 pada alkali nitrat. Pengotoran dapat juga
disebapkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi pada permukaan endapan
pertama. Hal ini terjadi pada zat yang sedikit larut kemudian membentuk larutan lewat jenuh.
Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan primernya, misal: pengendapan CaC2O4.
Dengan adanya Mg. MgC2O4 akan terbentuk bersama-sama dengan CaC2O4. Lebih lama
waktu kontak, maka lebih besar endapan yang terjadi.
Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan dua fenomena yang berbeda. Sebagai contoh
pada postpresipitasi, semakin lama waktunya,maka kontaminasi bertambah bertambah,
sedangkan pada kopresipitasi sebaliknya. Kontaminasi bertambah akibat pangadukan larutan
hanya pada postpresipitasi tetapi tidak pada kopresipitasi. Kemungkinan bertambahnya
kontaminasi sangat besar pada postpresipitasi dibanding pada kopresipitasi.
Keadaan Optimum untuk pengendapan
Aturan-aturan umum yang diikuti adalah sebagai berikut:
a) Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, yang bertujuan untuk memperkecil
kesalahan akibat kopresipitasi.
b) Pereaksi dicampurkan perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan yang tetap. Ini berguna
untuk pertumbuhan Kristal yang teratur. Untuk kesempurnaan reaksi,pereaksi yang ditambahkan
harus berlebih. Urutan-urutan pencampuran harus teratur dan sama.
c) Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil pada temperature
tinggi. Aturan ini tidak selalu benar untuk bermacam endapan organic.
d) Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan menggunakan pemanas uap
untukmenghindari adanya kopresipitasi.
e) Endapan harus dicuci dengan larutan encer.
f) Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya dilakukan pengendapan ulang.
Pengendapan dari Larutan Homogen
Pada metode ini, Reagan dihasilkan secara lambat oleh reaksi kimia homogeny dalam
larutan. Endapanya berkerapatan tinggi dan dapat disaring; kopresipitasi dikurangi ke nilai
minimumnya. Beberapa contoh pengendapan dari larutan homogen adalah:
1) Sulfat : Dimetilsulfat menghasilkan radikal sulfat dengan reaksi:
(CH3)2SO4 + 2H2O 2CH3OH + 2H+ + SO42-
2) Hidroksida : pH dikendalikan secara perlahan-lahan. NH3 dihasilkan dari urea dengan reaksi
berikut:
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2 pada suhu 90 100 oC
Sedangkan Al diendapkan oleh urea sebagai Al(OH)3 dalam media asam suksinat, atau
Ba sebagai BaCrO4 pada amonium asetat atau Ni sebagai glioksim ataupun Al sebagai oksinat.
3) Oksalat : Kalsium diendapkan sebagai CaC2O4
Thorium juga diendapkan sebagai Th(C2O4)2 dengan adanya urea,misalnya:
CO(NH2)2 + 2HC2O4 + H2O 2NH3 + CO2 + 2C2O42
(C2H5)2 C2O4 + 2H2O 2C2H5OH + 2H+ + C2O42
4) Fospat : Fosfat berkelarutan rendah dapat diendapkan dengan membuat turunan dari trimetil
atau trietil pospat secara bertahap dengan hidrolisis. Zr diendapkan sebagai Zr3(PO4)4 pada
(CH3)3PO4 dalam media yang mengandung sulfat
Pemurnian Endapan
Tujuan mencuci endapan adalahmenghilangkan kontaminasi pada permukaan. Komposisi
larutan pencuci tergantung pada kecenderungan terjadinya pepitisasi. Untuk pencucian
digunakan larutan elektrolit kuat, dan dia harus mengandung ion sejenis dengan endapan untuk
mengurangi kelarutan endapan. Larutan tersebut juga harus mudah menguap agar mudah untuk
menimbang endapanya. Garam ammonium dapat digunakan sebagai cairan pencuci dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
a) Larutan yang menegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat kertas saring,
missal:penggunaan ammonium nitrat untuk mencuci endapan feri hidroksida
b) Larutan yang mengurangi kelarutan dari endapan (missal:alcohol).
c) Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam dari asam lemah atau basa lemah
Setiap endapan harus dicuci sebelum diubah menjadi bentuk timbang. Tujuannya untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang
terbawa secara mekanik. Teknik pencucian yang baik :
1. Memasukkan cairan pencuci ke dalam penyaring sampai sedikit di atas endapan, kemudian
dibiarkan cairan melewati kertas saring sampai habis. Setelah habis baru ditambah cairan untuk
pencucian berikutnya. Demikian sampai endapan bersih, dikerjakan berulang kali.
2. Dengan cara dekantasi
Endapan dan cairan pencuci diaduk dan dibiarkan mengendap, setelah mengendap cairan dituang
ke dalam penyaring, endapan dibiarkan di dalam gelas piala, tambahkan lagi cairan pencuci,
diaduk, dibiarkan mengendap. Kemudian cairan di atas endapan dituang ke dalam penyaring
sampai habis. Pekerjaan ini diulang berkali-kali sampai endapan bersih.
Kemudian yang terakhir endapa dipindahkan secara kuantitatif ke dalam penyaring.
Untuk memperoleh bentuk timbang, endapan yang telah dimurnikan dipanaskan/dipijar.
Pemanasan dapat dilaksanakan dengan :

1. Oven pengering ( 105 C) apabila hanya diperlukan untuk menghilangkan airnya saja.
Contoh : BaSO4.2H2O BaSO4

2. Oven pemijar bila diperlukan pemanasan dengan suhu tinggi. Akibatnya kadang-kadang
adalah formula endapan sebelum dan sesudah pemijaran berbeda.
Contoh : Kalsium gliserofosfat C3H7O6PCa, bila dipijar menjadi kalsium pyrofosfat Ca2P2O7
Endapan CaC2O4 bila dipanaskan sampai 880 C CaCO3
Tetapi bila pemanasan diteruskan hingga 1100 C CaO
Pemanasan/pemijaran dapat diulang-ulang sampai mencapai berat yang tetap dalam
penimbangan. Setelah pemanasan/pemijaran kemudian didinginkan hingga suhu kamar dalam
eksikator yang berisi bahan pengering yang masih aktif kemudian dilakukan penimbangan.
Mencuci berulan-ulang lebih efektif dibandingkan dengan sekali pencucian dengan volume total
yang sama

Pembakaran Endapan
Endapan mungkin mengandung air akibat adsobrsi,oklusi,penyerapan dan hidrasi. Temperatur
pembakaran ditentukan berdasarkan pada sifat kimia zat. Pemanasan harus diteruskan sampai
beratnya tetap dan seragam. Berat dari abu kertas saring harus pula diperhitungkan.
Pembakaran Pereaksi Organik pada Analisis Gravimetri
Pereaksi organic yang digunakan pada analisis gravimetric dikenal sebagai endapan organik.
Pemisahan satu atau lebih ion-ion anorganik dari campurannya dilakukan dengan menambahkan
pereaksi organik. Karena senyawa senyawa organic tersebut mempunyai berat molekul yang
besar, maka dapat ditentukan sejumlah kecil ion dengan pembentukan endapan daam jumlah
yang besar. Endapan organic yang baik harus mempunyai sifak spesifik. Endapan yang terbentuk
oleh pereaksi organic, dikeringkan atau dibakar dan ditimbang sebagai oksidanya. Selektivitas
(pemilihan optimum reaksi tercapai dengan mengawasi variable-variabel seperti konsentrasi
pereaksi, pH larutan dan penggunaan reagen pelindung untuk mengurangi gangguan ion-ion
asing. Pereaksi organic yang banyak digunakan adalah pereaksi pembentuk kheat (endapan ).
Bila ligan polifungsional dapat menempati lebih dari dua posisi koordinasi ion pusat logam,
maka terbentuk senyawa koordinasi dengan struktur cincin yang diseebut sebagai khelat.
Petunjuk untuk meramalkan seecara kualitatif tentang kestabilan kompleks dan kesetimbangan
endapan khelat yang tidak bermuatan diperoleh dari penelaahan konstanta pembentukan senyawa
koordinasi yang merupakan sifat ion logam dan sifat ligan
Endapan organic mempunyai tempat khusus dalam anlisis anorgaik sebab endapan yang
tebentuk biasanya berbeda dari zat anorganik murni, seperti antara BaSO4 dan Ni(DMG)2
dimana DMG adalah dimetil gloksin. Senyawa organic diklasifikasikan sebagai pembentuk
kompleks khelat,pembentuk garam dan pembentuk lake. Dalam usaha untuk membentuk khelat,
ligan harus mempunyai atom Hyang dapat diganti dan electron yang tidak berpasangan untuk
membentuk koordinasi. Pereksi organic banyak digunakan sebap bersifat selektif. Subsitusi pada
atom C dapat bervariasi. Selektivitas berarti kemampuan dari pereksi oerganik untuk bergabung
dengan satu atau dua logam untuk memisahkan dari zat lainnya. Efek sterik (ruang)menentukan
selektivitas dari pereaksi pembentuk khelat, tidak dapat mengendapkan Al
Perhitungan
Sebagai contoh, klorida dapat ditetapkan secara gravimetri setelah diendapkan sebagai
AgCl.
Ag+ + Cl- AgCl
Pada reaksi di atas, satu ion klorida bereaksi secara kuantitatif dengan ion perak
membentuk satu molekul perak klorida. Oleh karena 1 mol ion perak dan 1 mol perak klorida
masing-masing mengandung jumlah partikel yang sama (bilangan avogadro : N = 6,02 x 10 23)
maka persamaan itu juga menyatakan bahwa 1 mol ion klorida bereaksi dengan 1 mol ion perak,
menghasilkan 1 mol perak klorida.
35,453 g ion klorida + 107,867 g ion perak 143,321 g AgCl. Dari hubungan kuantitatif
tersebut, maka jumlah perak atau klorida dapat dihitung bila berat endapan perak klorida
diketahui.
Contoh Soal :
1. Berapa gram Ag (107,87) terdapat dalam 100,0 g AgCl (143,32) ?
Jawab :
1 mol AgCl mengandung 1 mol Ag
143,32 g AgCl mengandung 107,868 g Ag
100 g AgCl mengandung Ag = 107,87 x 100 g = 75,27 Ag
143,32
2. Berapa gram Na (22,99) terdapat dalam 50,0 g Na2SO4 (142,04) ?
Jawab :
1 mol Na2SO4 mengandung 2 mol Na
142,04 g Na2SO4 mengandung 2 x 22,99 g Na
50 g Na2SO4 mengandung Na = 2 x 22,99 x 50,0 g Na = 16,19 g Na
142,04
3. Berapa gram BaCl (208,24) terdapat dalam larutan bila diendapkan dengan AgNO3 diperoleh
1,3456 g endapan AgCl (143,32) ?
Jawab :
BaCl2 + 2AgNO3 2AgCl + Ba(NO3)2
2 mol AgCl berasal dari 1 mol BaCl2
2 x 143,32 g AgCl berasal dari 208,24 g BaCl2
BaCl2 dalam larutan yang menghasilkan 1,3456 g AgCl
= 208,24 x 1,3456 g BaCl2
2 x 143,32
= 0,9776 g BaCl2

METODE EVOLUSI
Metode evolusi didasarkan atas penguapan komponen zat uji dengan cara pemanasan.
Berarti komponen yang menguap adalah perbedaan dari berat penimbangan zat uji sebelum dan
sesudah penguapan.
Cara yang sederhana ini sering digunakan untuk penetapan kadar air dari zat uji dengan
pemanasan pada 105 C sampai 110 C, dan penetapan CO2 dengan pemijaran pada suhu yang
lebih tinggi.
Misalnya, susut pengeringan natrium klorida ditetapkan dengan mengeringkan sejumlah
zat uji dalam oven pada 105 C hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu suatu simplisia
ditetapkan dengan meng abukan zat uji dalam tanur listrik (mufflefurnance) hingga bobot tetap.
Dengan metode evolusi juga dimungkinkan untuk menyerap komponen yang menguap
(H2O atau CO2) menggunakan penyerap yang cocok. Berat dari komponen yang mnguap adalah
pertambahan berat dari penyerap.
Faktor Gravimetri
Dalam prosedur gravimetri, hasil pemanasan/pemijaran ditimbang dan dari harga ini
berat komponen yang ditetapkan dapat dihitung :
Persentase komponen yang ditetapkan adalah :

Untuk memperoleh berat komponen yang ditetapkan dipergunakan faktor gravimetri.

Faktor gravimetri adalah perbandingan jumlah berat mol komponen yang ditetapkan
terhadap berat mol endapan.
Contoh : Faktor gravimetri untuk Ag dalam endapan AgCl adalah:

Beberapa Contoh Faktor Gravimetri


Komponen yang dicari
Bahan yang ditimbang Faktor Gravimetri Nilai
(analit)

AgCl Ag 0,7527

AgCl Cl 0,2474

BaSO4 Ba 0,5885

BaSO4 SO4 0,4115

Fe2O3 Fe 0,6994

Fe2O3 FeO 0,8998

Mg2P2O7 MgO 0,3623

Mg2P2O7 P2O5 0,6337

Contoh Soal :
Suatu campuran NaCl (58,44) dan Na2SO4 akan ditetapkan kadar NaCl nya dengan
pengendapan menggunakan AgNO3. Bila dari 0,9532 g campuran diperoleh 0,7033 g endapan
AgCl (143,32). Berapa % NaCl terdapat dalam campuran tersebut ?
Jawab :
METODE PENYARINGAN
Dengan cara ini komponen zat uji disaring dengan pelarut spesifik. Sari yang diperoleh
kemudian diuapkan hingga bobot tetap. Cara ini cocok apabila teknik isolasi sederhana,
konsentrasi zat aktif cukup tinggi dan zat aktif yang diperoleh harus murni atau mdah
dimurnikan. Contoh penetapan dengan cara ini antara lain penetapan alkaloid atau zat aktif dari
sediaan farmasi preparat galenik, misalnya penetapan kadar Colchicine, Luminal, Natrium.
METODE ELEKTROGRAVIMETRIK
Metoda ini didasarkan atas pelapisan zat pada sebuah elektroda melalui proses
elektrolisa. Berat lapisan yang merupakan komponen zat uji yang ditetapkan adalah selisih dari
penimbangan elektroda (kering) sebelum dan setelah elektrolisa.
Dari keempat metode tersebut di atas, metode pengendapan merupakan metode yang
paling banyak dipakai.
Kriteria untuk Pemilihan Pereaksi Organik
Berbagai hal harus diperhitungkan dalam memilih pereaksi organic untuk pembentukan khelat.
Zat tersebut harus selektif, misalnya penggunaan dimetilglioksim atau 1-nitroso-2-naftol untuk
pengendapan Ni atau Co, cupferron untuk besi ,asam kuinaldat untuk Cu, asam mandelat untuk
Z,atau N-fenil N-benzoilhidroksilamin untuk logam niobium dan antalum. Karena endapan
organic tidak terionisasi, endapan tersebut tidak mengandung pengotor kopresipiasi dan endapan
ionik lainnya , seperti Mg oksin ,Mg(OX)2 tidak mengandung kopresesipitasi Na,K seperti pada
endapan Mg(NH4)PO4 dan Mg2P2O7.sedikit logam menghasilkan banyak sekali endapan
,seperti Cu-asam kuinaldat, hanya mengandung 14,94% Cu. Karenaitu endapannya ringan dan
besar serta dapat dikerjakan pada tingkat mikrodan semi mikro. Pereaksi organic dapat
dimodifikasi dengan menambahkan rantai atau cincin aromatic.
Cupferron(l) dan neocupferron (ll) adalah contohnya. Endapan dapat dilarutkan dalam suasana
asam dan reagen yang dibebaskan dapat dititrasi dengan titrasi redoks, misalkan logam-
logamoksin dilarutkan dalam asam seperti H2SO4 kemudian dilakukan titrasi dengan larutan
KBrO3 Beberpa pereaksi membentuk kompleks berwarna yang mudah dilihat denganuji bercak
dan juga bermanfaatpada analisis kalorimeter . Karena sifat ikatan kovalen pada komleks logam
dengan pereaksi organic sangt kuat ,maka kompleks tersebut mudah larut dalam pelarut
nonpolar. Teknik ini digunakan pada pereaksi pelarut tersebut. Seperti kompleks Fe (lll)
cupferron yang larut dalam eter, sehingga dapat dapat dipisahkan dari logam logam lainnya.
Khelat umumnya anhidrat sehingga endapan mudah dikeringkan. Ini dipercepat dengan mencuci
endapan dengan alcohol , bukan dengan aseton karena endapan tersebut akan larut di dalamnya.
Khelat tersebut dapat dikeringkan pada temperature (105-110) C , karena sifat hidrofobinya.
Kecilnya kelarutan dari pereaksi dalam air merupakan hal yang merugikan, oleh karena itu
alcohol atau asam asetat (CH3COOH) digunakan sebagai pelarut, tetapi akibatnya kita tidak
dapat mengetahui berapa jauh pereaksi harus ditambahkan hingga berlebih. Hal lain adalah
sulitnya mendapatkan pereaksi organik yang murni. Isomerasi keto-enol dapat menyebapkan
kesalahan dalam analisis kalorimeter kecuali bila kondisi secara seksama dikendalikan, misalny
dengan penambahan dithozone .
Beberapa Endapan Organik yang Penting
Beberapa pereaksi organic yang sering digunakan pada analisis grafimetri, misalnya :
(I) Dimetilglikosim untuk nikel.pereaksi berlebih harus dihindari untuk menghindarkan
pembentukan endapan pereaksi nya sendiri. Sitrat dan tartarat digunakan sebagai pereaksi
pelindung
(II) Cupferron untuk Fe(lll)dan Cu. Hal ini bermanfaat dalam kondisi asam ,larutan dingin dan
endapannya dibakar kemudian ditimbang
(III) Pereaksi 8-hidroksikuinolin(untukMg) adalah ditambahkan pada keadaan (suasana )dingin dan
endapannya dicuci dengan air hangat. Endapan kemudian dilarutkan dalam asam dan dititrasi.
(IV) Pereaksi salisildioksim (untuk Cu). Asam tartarat digunakan sebagai masking agent. Komleks
tersebut larut dalam alcohol tetapi tidak stabil jika lebih dari 73 hari ditimbang sebagai Cu-
salisildioksim
(V) 1-nitroso-2-naftol(untuklogam Co) digunakan pada keadaan asam. Kompleks tersebut dibakar
dan ditimbang sebagai Co3O4. Pereaksina dibua dalam asam asetat glasial dan air destilasi
(VI) Asam kuinaldat(untuk Cu). Metode ini sensitive dengan menggunakan pereaksi pengompleks.
Pada kompleks hanya dikandung 15%Cu.
(VII) Asam mandelat digunakan (untuk Zr). Endapan dibakar dan oksidanya ditimbang
(VIII) Asam antranilat digunakan pada beberapa logam (untuk Cu) biasanya sering digunakan garam
natrium.
PENENTUAN KALIUM
Kalium (K) dapat ditentukan secara gravimetri dengan cara mengendapkannya menggunakan
natrium tetra fenil boron, (NaB(C6H5)4) sebagai pereaksi pengendap.
Endapan yang terbentuk berupa kalium tetra fenil boron, KB(C6H5)4, tidak larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut organik seperti aseton.
K+ + NaB(C6H5)4 KB(C6H5)4 + Na+
Endapan dapat terbentuk dalam suasana yang sangat dingin dan sangat asam.
Tujuan :
- Penentuan kadar K dalam air laut secara gravimetri dengan pereaksi pengendap natrium tetra
fenil boron NaB(C6H5)4.
Cara Kerja :

Pipet 25,00 mL sampel air laut kedalam labu erlenmeyer 100 mL.
Tambahkan 3,0 mL HCl pekat
Ditaruh didalam ice-water bath selama 10 menit.
Sekitar 10 mL larutan NaB(C6H5)4 1% dingin ditambahkan kedalam larutan diatas.
Kocok sehingga merata sambil menutup erlenmeyer.
Taruh kembali dalam ice-water bath beberapa menit.
Endapan yang terbentuk disaring dengan sintered-glass crucible porosity no.4 (yang telah
ditimbang). Sisa endapan dan larutan yang ada pada erlenmeyer dicuci beberapa kali
dengan air dingin dan dituangkan melalui crucible.
Crucible yang berisi endapan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1200C sampai
mencapai berat konstan.
Endapan yang terbentuk dapat dihitung
Percobaan ini dilakukan 3 kali
Hitung kadar kalium (K) dalam sampel tersebut.
Faktor konversi : 1 gram endapan = 0,1091 gram K.

PENENTUAN KLORIDA
Prinsip :
- Ion klorida dalam larutan diendapkan dari larutan asam sebagai perak klorida (AgCl).

-
Endapan yang terbentuk mula mula berbentuk koloid tetapi kemudian akan menggumpal
membentuk agregat. Endapan yang terbentuk mudah tersebut dicuci dan disaring. Sebagai
pencuci digunakan larutan asam nitrat (HNO3) encer. Air tidak dapat digunakan sebagai pencuci.
Perak klorida yang terbentuk disaring melalui sintered-glass crucible, bukan dengan kertas
saring karena AgCl mudah direduksi menjadi Ag bebas oleh karbon dalam kertas saring selama
pembakaran kertas saring.
Tujuan :
- Menetapkan kadar klorida dalam suatu sampel dengan cara mengendapkan ion khlorida yang
ada dalam sampel menggunakan perak nitrat (AgNO3).
Cara kerja :

Dapatkan sampel yang mengandung ion klorida yang larut dan keringkan dalam oven
sekitar 1 jam dengan suhu 1100C.
Dinginkan dalam desikator
Timbang sekitar 0,4 0,7 gram sampel tersebut di dalam gelas kimia 400 mL.
Tambahkan 150 mL aquades bebas khlorida dan 0,5 mL (10 tetes) asam nitrat (HNO3)
pekat.
Aduk sampai merata dengan batang pengaduk dan tinggalkan batang pengaduk pada
beaker glass.
Anggap sampel tersebut adalah NaCl murni dan hitung milimol AgNO3 yang dibutuhkan
untuk mengendapkan.

Tambahkan larutan AgNO3 tersebut secara perlahan- lahan sambil diaduk dan lebihkan
10% penambahan larutan AgNO3.
Panaskan gelas kimia yang berisi larutan, sampai hampir mendidih sambil diaduk terus
menerus. Hindarkan beaker dari sinar matahari langsung.
Tambahkan satu dua tetes larutan AgNO3 untuk mengetahui apakah semua khlorida
dalam sampel telah diendapkan atau belum. Bila dengan penambahan larutan menjadi
keruh, tambahkan lagi AgNO3 dan panaskan kembali. Dan perlu diperiksa kembali
dengan penambahan satu-dua tetes larutan AgNO3. Dinginkan larutan dan tutup dengan
kaca arloji sekitar satu jam.
Penyaringan dan Penimbangan

Tempatkan sintered glass crucible (yang telah ditimbang) pada perlengkapan


penghisap.
Tuangkan larutan sampel yang telah diendapkan ion kloridanya ke crucible.
Cuci endapan dengan larutan HNO3 encer (0,6 mL HNO3 pekat dalam 200 mL), juga sisa
yang ada dalam beaker glass beberapa kali.
Keringkan endapan didalam oven selama 2 jam dengan suhu 1100C.
Dinginkan dalam desikator
Timbang endapan yang telah dingin
Hitung kadar khlorida dalam sampel menggunakan BA Cl = 35,45 dan Mr AgCl

Peranan analisis Gravimetrik dalam kimia analitik modern

Mahasiswa mungkin telah mendengar bahwa metode instrumen telah menggeser teknik-teknik
gravimetrik namun bahwa analisis gravimetrik masih sangat penting dalam bidang kimia anlitik
karena teknik gravimetrik dapat benar-benar lebih cepat dan lebih tepat daripada suatu metode
instrumen yang memerlukan kalibrasi atau standarisasi yang ekstensif.Umumnya instrumen
hanya memberikan pengukuran relatif dan harus dikalibrasi berdasarkan suatu metode
gravimetrik atau titrimetrik yang klasik. Dalam peyediaan standart diperlukan untuk mengecek
penampilan penampilan suatu metode eksperimen, teknik gravimetrik memberikan pendekatan
yang langsung dan relattif sederhana .
Kesalahan (error) dalam metode analisis gravimetri.
Analisis gravimetri merupakan analisis dimana sampel dilarutkan ke dalam akuades.
Kemudian analit diubah menjadi bentuk endapan yang dapat dipisahkan dan ditimbang. Endapan
terbentuk terutama untuk analit-analit yang dalam bentuk garamnya adalah garam sukar larut.
Dengan demikian sebagian besar garam analit tersebut akan mengendap. Namun demikian ada
sejumlah sedikit analit yang tidak terendapkan dan masih dalam bentuk ionnya yang terlarut
dalam larutan akuades.Bamyaknya ion yang terlarut dalam larutan tergantung dari besarnya
konstanta hasil kali kelarutan (Ksp).
Sebagai contoh dalam analisis kadar klor dalam suatu sampel padatan. Klor akan
dianalisis dengan metode gravimetri dalam bentuk endapan perak klorida (AgCl). Harga
konstanta hasil kali kelarutan perak klorida, Ksp AgCl = 1,8 x 1010. Maka banyaknya klor yang
tidak terendapkan dalam satu liter larutan adalah:
Reaksi pelarutan AgCl adalah
Ag Cl (s) Ag+ (aq) + Cl (aq)
Kelarutan AgCl dihitung adalah
Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl], karena dalam larutan [Ag+] = [Cl] maka,
1,8 x 1010 = [Cl]2
[Cl] = 1,34 x 105 mol/L
Cl = 1,34 x 105 mol/L x 35,5 g / mol
Cl = 4,8 x 104 g/L = 0,48 mg/L
Jadi, dalam satu liter larutan akan ada klor sebanyak 0,48 mg yang tidak terendapkan.
Untuk meminimalkan kesalahan ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan ion perak
(Ag+) secara berlebih di dalam larutan. Sesuai dengan hukum ion sejenis maka reaksi
keseimbangan akan bergeser ke arah pembentukan endapan.
Minggu, 14 April 2013
MAKALAH TITRIMETRI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu
zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.

Dalam percobaan dalam laboratorium kita sebagai mahasiswa kimia sering dipertemukan
dengan yang disebutdengan titrasi. titrasi sendiri merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam
basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Analisa titrimetri atau volumetric

2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik

3. klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric

4. Pembagian Analisa Volumetri

1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa titrimetri atau volumetric

2. Agar dapat mengetahui pembagian analisa titrimetri


3. Dapat mengetahui prinsip dasar pada pembagian analisa volumetric

4. Agar dapat mengetahui reaksi reaksi kimia pada analisa titrimeti

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian analisa titrimetri atau volumetri

Beberapa Pengertian dan Istilah Titrimeti

Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu
zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai
perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.
Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu bantuan senyawa lain
yang dapat menunjukkan saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.
2.2 Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara
fisika.

4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik
dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di kalibrasi.

2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan sekunder dengan
kemurnian tinggi.

3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.

2.3 klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric

Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;

1. Reaksi Kimia :

Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)


Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam dan
sebaliknya.
Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :

1. Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam.

Contoh : HCl, H2SO4

2. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa.

3. Contoh : NaOH, KOH

Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)


Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat sebagai oksidator dengan senyawa/ ion
yang bersifat sebagai reduktor dan sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :

1. Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai
oksidator.

Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :

Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4

Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7

Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4

Iodimetri, larutan bakunya : I2

2. Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai reduktor.

Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :

Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O

Reaksi Pengendapan (presipitasi)


Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan/ senyawa yang praktis tidak
terionisasi.
Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :

1. Argentometri, larutan bakunya : AgNO3

2. Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu sendiri.

Reaksi pembentukan kompleks


Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah/ ion-ion
logam. Larutan bakunya : EDTA
Berdasarkan cara titrasi

Titrasi langsung

Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)

Berdasarkan jumlah sampel

Titrasi makro :

Jumlah sampel : 100 1000 mg

Volume titran : 10 20 mL

Ketelitian buret : 0,02 mL.

Titrasi semi mikro :

Jumlah sampel : 10 100 mg

Volume titran : 1 10 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

Titrasi mikro :

Jumlah sampel : 1 10 mg

Volume titran : 0,1 1 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

2.4 Pembagian Analisa Volumetri


Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar, maka analisis volumetri dibagi atas :
titrasi asam-basa
titrasi pengendapan
titrasi redoks
titasi pembentukan kompleks (kompleksometri)

1. Titrasi asam basa


Teori Dasar Titrasi Asam Basa

1. Teori Asam Basa menurut Arhennius :

Asam adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat menghasilkan ion H+.
Basa adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat menghasilkan ion OH-.
2. Teori Asam Basa menurut Brownsted Lowry :

Asam adalah pemberi/ donor proton.


Basa adalah penerima/ akseptor proton.
3. Teori Asam Basa menurut Lewis :

Asam adalah pemberi pasangan elektron.


Basa adalah penerima pasangan elektron.

Prinsip Titrasi Asam basa


Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya
secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant. sebelum melakukan titrasi, ada
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen,
Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa paling nyaman apabila dilakukan
dengan mengunakan prosedur yang disebut titrasi. dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui secara pasti, disebut dengan larutan standar (standard solution),

ditambahkan secara bertahap ke larutan yang lain konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi
kimia antara kedua larutan tersebut berlangsun sampai sempurna jika kita mengetahui volume larutan
standard dan larutan tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi,maka kita dapat menghitung
konsentrasi larutan tidak diketahui itu.
Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam jumlah
yang ekuivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir
titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari
volume titran yang ditambahkan.

Cara Melakukan Titrasi Asam Basa :


Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke dalam buret yang telah ditera
Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau erlenmeyer).Ditempatkan tepat
dibawah buret berisi titran
Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator fenoftalien
Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat tepat dibawah ujung buret, dan
tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah wadah titrat
Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi sedikit) sampai larutan di dalam gelas
kimia menunjukkan perubahan warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi !
Sebelum melakukan titrasi, biasanya suatu larutan akan distandarkan terlebih dahulu, Proses
penentuan konsentrasi larutan satandar disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar
adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.

Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian
diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar
primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan standar
primer, disebut larutan standar skunder.

Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan dibawah ini :

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %
2. Harus stabil
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada
waktu penimbangan.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.

Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot
antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut
adalah titik ekuivalent.
Memakai indicator asam basa.indikator sendiri adalah zat yang memiliki perbedaan warna mencolok pada
asam atau basa.

Indikator dalam Titrasi Asam Basa


Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa dinamakan indikator asam basa.

No. Nama Warna Trayek pH

Indikator Asam Basa

1. Metil Kuning Merah Kuning Jingga 2,9 4,0

2. Metil Jingga Merah Jingga Kuning 3,1 4,4


3. Bromo Fenol Blue Kuning Ungu 3,0 4,6

4. Merah Metil Merah Kuning 4,2 - 6,2

5. Fenol Merah Kuning Merah 6,4 8,0

6. Timol Blue Kuning Biru 8,0 9,6

7. Phenolphtalein Tidak Berwarna Merah Ungu 8,0 9,8

Bobot Ekuivalen
BE dalam titrasi asam basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara dengan ion OH- atau ion H+.
Contoh :

HCl H+ + Cl-
1mol HCl setara dengan 1mol H+ BE HCl = 1 mol
H2SO4 2H+ + SO42-
1mol H2SO4 setara dengan 2mol H+
mol H2SO4 setara dengan 1mol H+ BE H2SO4 = mol

Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah
warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat
tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang
perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang
tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indicator disebut sebagai titik akhir titrasi.

Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu
erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya
suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan
standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya
perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama
dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang
disebut kesalahan titrasi .

Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen (larutan
normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat
penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya.
Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau
basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga
tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa,
maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat
kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau
jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :

N = Normalitas

V = Volume.
Titrasi asam-basa juga terbagi atas beberapa jenis :

1. titrasi asam kuat-basa kuat


2. titrasi asam kuat-basa lemah
3. titrasi asam kuat-garam dari basah lemah
4. titrasi basa kuat-garam dari basah lemah

1. Titrasi asam kuat-basa kuat


Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai reksi diatas, Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O
sehingga hasil akhir titrasi pada titik ekuvalen PH adalah netral.
2. Titrasi asam kuat-basa lemah
Titrasi ini ini Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Contoh
titrasi ini adalah asam hidroklorida sebagai asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.
NH3 (aq) + HCl (aq) NH4Cl (aq)

3. Titrasi asam kuat-garam dari basa lemah


Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat, akan
tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat. Sebagai contoh
disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH + HCl -> NH4Cl + H2O

4. Titrasi basa kuat garam dari basa lemah


Contoh titrasi ini adalah :
- Basa kuat : NaOH
- Garam dari basa lemah : CH3COONH4
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4 CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4- NH4OH

2. Titrasi pengendapan
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan dari zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ). Suatu reaksi endapan dapat berkesudahan
bila kelarutan endapannya cukup kecil. konsentrasi ion-ion yang akan mengalami perubahan yang besar
di dekat titik ekuvalennya.

Terdapat 3 cara penentuan suatu senyawa dengan titrasi pengendapan yaitu :

cara mohr
cara volhard dan,
cara fayans
pada penentuan dengan cara mohr,dilakukan titrasi langsung dalam larutan netral dan sebagai
indicator digunakan ion kromat, ion kromat bertindak sebagai indikator yang banyak digunakan untuk
titrasi argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam metode ini ditandai dengan
terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat.

Cara volhard digunakan untuk menetapkan kadar ion klorida secara tidak langsung dalam
suasana asam kuat ke dalam larutan klorida ditambahkan larutan baku perak nitrat dalam jumlah sedikit
dan berlebihan. Kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan baku tiosianat mengunakan indicator
Fe(III).Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna merah senyawa Fe(CNS)2+.titasi
ini merupakan titrasi balik digunakan jika reaksi berjalan lambat atu jika tidak ada indicator pemastian
TE.

Cara Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat diserap pada permukaan
endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri berlangsung.AgNO3 digunakan sebagai titran dan
indicator, eiosin,fluoceein.metode ini digunakan untuk menentukan Cl-,Br-,I-,SCN-.

jika suatu larutan klorida di titrasi maka endapan klorida akan mengapsorsi ion Cl-(suatu
endapan mempunyai kecenderungan untuk mengapsorpsi ionnya sendiri), ini disebut lapisan absopsi
kedua muatan yang berlawanan.

Mekanisme kerja dari indicator absorpsi ialah bahwa pada titik ekuvalen, indicator akan
diabsopsi oleh endapan dan selama proses penyerapan ini terjadi perubahan warna pada indicator.
Setelah titik ekuvalen tercapai , ion Ag+ terdapat dalam keadaan kelebihan dan ion Ag+ ini akan menjadi
lapisan adsopsi pertama dan ion NO3- menjadi absopsi kedua. Jika terdapat flouresien dalam larutan ,
ion negatif dan floresien akan diapsopsi lebih dahulu karena lebih kuat dari ion NO3- dan ditandai
dengan warna merah muda dari senyawa kompleks antara ion floresienada dan ion perak pada
permukaan setelah kelebihan ion perak.

Titrasi pengendapan mempunyai beberapa cirri-ciri :

jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam basa.


Kesulitan mencari inkitor yang sesuai.
Komposisi endapan sering tidak diketahui pasti.

3. Titrasi reduksi-oksidasi
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas
reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan umum
sebagai berikut :
Reaksi harus cepat dan sempurna.
Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara oksidator dan
reduktor.
Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara potentiometrik.
Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa
macam titrasi redoks yaitu :

1. Titrasi permanganometri.
2. Titrasi Iodo-Iodimetri
3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri
4. Titrasi serimetri

Indikator titrasi redoks


a. indikator spesifik
indicator spesifik yang umum digunakan untuk titrasi redoks adalah amilum, yang membentuk
kompleks biru dengan iodine penampakan warna dari kompleks ini menyebabkan indicator ini sangat
spesifik untuk titrasi ini.
Indicator spesifik lainya adalah ion tiosianat yang digunakan pada titrasi dimana Fe(III) sebagai
partisipan. Sebagai contoh hilangnya warna merah dari Fe(III)/kompeks tiosianat merupakan tanda titik
akhir titrasi dari Fe(III) dengan standar titanium (III).

b. inkator oksidasi reduksi


indicator redoks yang baik akan memberikan respons terhadap perubahan potensial elektroda
suatu system. Inikator ini secara subtansial lebih banyak digunakan dibandingkan dengan indicator yang
spesifik.

Persamaan kimia untuk indikator redoks dapat ditulis sebagai berikut :

In0x + n e- Inred

Karena reaksi di atass reversible, maka potensial elektroda berdasarkan persamaan nerst dapat ditulis :

E = E0 - 0.0592/ n log [ln red]/[ln ox]

Perubahan warna indicator dari bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi tergantung dari perbandigan
konsentrasinya.

Indicator redoks selektif


indikator Warna beroksidasi Warna terduksi Potensial kondisi
peralihan (V)

Erioglausin A Biru kemerahan Kuning kehijauan + 0.98 0.5 M H2SO4

difemilamin ungu Tidak berwarna +0.76 Asam encer

Metilen biru biru Tidak berwarna +0.53 1 M asam

Indigo biru Tidak berwarna +0.36 1 M asam


tetrasulfonat

phenosafranin nerah Tidak berwarna +0.28 1 M asam

Jenis Jenis Titrasi Redoks


Yodometri dengan Na2S2O3 sebagai titran
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu
direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah yang dititrasi dengan Na2S2O3.
Oks analat + I- Red analat + I2 (tanpa indicator, warna iod hilang )
2S2O3 - + I2 S4O6- + 2I- ( indicator amilum )
-
Reaksi S2O3 dengan I2 berlansung baik dari segi kesempurnaannya berdasrkan potensial reduksi
masing-masing.
Sumber kesalahan pada titrasi yodometri ini adalah :
1. Kesalahan oksigen; oksidasi diudara dapat meyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena dapat
mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2. pada pH tinggi I2 yang terbentuk dapat bereaksi dengan air ( hidolisis )
3. perubahan indiator amilum yang terlalu awal.
4. Waktu reaksi anaklat dengan KI yang berjalan lambat, menyebabakan kemungkinan iod menguap.
Yodimetri dengan I2 sebagai titran
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga banyak zat-zat yang merupakan
reduktor yang cukupk uat dapat dititrasi ,indicator ialah amilum dengan perubahan tak berwarna
menjadi biru.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh :
1. Penguapan iod
2. Reaksi iod dengan karet, gabus, dan bahan organic lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu
dan asap.
3. Oksidasi oleh udara pada pH rendah ; oksodasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas.

Titrasi dengan oksidator kuat sbagai titran.


1. KMnO4 (permanganometri)
2. K2Cr2O7 (kalium dikromat)
3. Cerium tetravalent

Aplikasi Titrasi Redoks


Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran adalah untuk
menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi yang tidak besar,
tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung. Pengunaan ini memeanfaatkan
kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat)
pun dapat dialakukan dengan titrasi ini.

Aplikasi lain dadi titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl Fischer. Pereaksinya
tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang dioksida membentuk kompleks
dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan
air.

4. Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang
meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan. Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada
titrasi.

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA.

EDTA adalah pereaksi luar biasa:

a. Dapat membentuk kelat dengan semua kation


b. Kelat-kelat tersebut cukup stabil membrntuk dasar pada metode titrimetri.kestebialn yang besar
disebabkan karena kompleks yang terbentuk berupa molekul dengan struktur melingkar dalam kation
yang dikelilingi dan diisolasi dari molekul pelarut.
Perhitungan kesetimbangan yang melibatkan EDTA
Kurva titrasi untuk reaksi antara Kation Mn+ dengan EDTA menampilkan hubungan antar pM vs
Titran. Nilai pM secara cepat dapat dihitung pada tahap awal titrasi denga asumsi bahawa konsentrasi
pada saat kesetimbangan ion Mn+ sama dengan konsentrasi analitiknya yang diperoleh dari data
stokiometri.
Perhitungan konsentasi Mn+ pada dan setalah titik ekuivalen memerlukan persamaan
kesetimbangan. Perhitungan pada daerah ini sulit dan butuh waktu jika PH tidak diketahui dan bervariasi
tergantung pada nilsi pHnya. Beruntung sekali karena titrasi EDTA selalu dilakukan pada pada larutan
yang dipertahankan pHnya untuk mencegah gangguan kation lain menjamin tetap berfungsinya
indicator.
Indicator untuk titrasi dengan EDTA
Relley dan Bernard telah mendaftarkan hamper 200 senyawa organic yang dapat digunakan
sebagai ion logam dan EDTA (sering disebut sebagai indicator metaokromatik)
Beberapa contoh antara lain :
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini
berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna
merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator
ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks
logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 13 dan menjadi biru
jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan
titrasi kembali. Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk senyawa
koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut ligan. Ligan merupakan
donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan electron
d. Terio T (EBT) adalah contoh indiator metalokromatik yang biasa digunakan pada
titrasi beberapa kation umum. Seyaw ini mengandung gugus sulfonat yang terdisiosisasi dalam air
dan 2 gugus fenol yang terdisosiasi sebagian.
Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :

1. Titrasi langsung
2. Titrasi balik
3. Titrasi penggantian atautitrasi substitusi
4. Titrasi alkalimetri
Metode Titrimetri

Titrimetri merupakan suatu metode analisa kuantitatif didasarkan pada


pengukuran volume titran yang bereaksi sempurna dengan analit. Titran merupakan
zat yang digunakan untuk mentitrasi. Analit adalah zat yang akan ditentukan
konsentrasi atau kadarnya. Selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah
dicapai. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Agar
diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, kimiawan dapat menggunakan
bahan kimia, yaitu indikator, bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan
melakukan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik
ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya
disebut titik akhir. Tentu saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin
dengan titik ekivalen. Pemilihan indikator untuk membuat kedua titik sama (atau
mengoreksi perbedaan di antara keduanya) adalah satu aspek yang penting dalam
metode titrimetri.
Persyaratan untuk reaksi yang dipergunakan dalam metode titrimetri, sejauh ini relatif
sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk titrasi. Sebuah reaksi
harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat digunakan :
1. Reaksi harus berlangsung cepat.
2. Tidak terdapat reaksi samping.
3. Reaksi harus stoikiometri, yaitu diketahui dengan pasti reaktan dan produk serta
perbandingan mol atau koefisien reaksinya.
4. Terdapat zat yang dapat digunakan untuk mengetahui saat titrasi harus dihentikan
(titik akhir titrasi) yang disebut zat indikator.
Reaksi kimia yang mungkin diperlakukan sebagai basis dari penentuan titrimetrik telah
dikelompokan ke dalam empat tipe:
1. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi
dipergunakan secara luas dalam metode titrimetri. Sebagai contoh, besi dengan tingkat
oksidasi 2+ dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dari serium (IV) sulfat
2. Asam-basa. Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditentukan oleh
titrimetri. Jika HA mewakili asam yang ditentukan dan B mewakili basa.
3. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas
dalam prosedur titrimetrik
4. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana suatu kompleks stabil
antara ion perak dan sianida

Anda mungkin juga menyukai