Definisi
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi
jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Abses
rongga mulut yang paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses periapikal
(Rahmadhan, 2010).
Abses periapikal merupakan suatu gejala dari respon proses infeksi pada gigi
yang menyebabkan adanya kumpulan pus yang terlokalisir yang dibatasi jaringan tulang.
Biasanya kumpulan pus terlokalisir pada ujung akar gigi dan jaringan tulang di
sekitarnya (Regezi, 2003).
Abses periapikal adalah Suatu kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan
periapikal dan merupakan respon inflamasi terhadap iritan mikroba dan non mikroba dari
pulpa yang nekrosis (Matthews et al, 2003; Hargreaves & Stephen, 2011)
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel sel yang terinfeksi (Grossman, 1995).
Pus terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya yang
menyebabkan infeksi.Abses periapikal terbentuk jika tidak ada jalan keluar pus.
Sehingga pus akan terperangkap dalam jaringan dan terus membesar (Regezi, 2007).
Jika abses periapikal tidak dirawat, maka dapat menimbulkan komplikasi yang
serius melalui penyebaran infeksi, termasuk di dalamnya adalah osteomylitis, selulitis,
bakteremia, pembentukan fistel pada kulit atau mukosa, limfadenitis akut, dan cavernous
sinus trombosis (Sitanggang, 2002).
Etiologi
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang mengikuti
karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa
nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi
bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, dan dapat berkembang secara
langsung dari periodontitis periapikal akut (Sitanggang, 2002).
Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses periapikal kronis yang
mengalami eksaserbasi akut. Hal ini dapat terjadi oleh karena beberapa faktor yaitu
terganggunya keseimbangan antara pertahanan tubuh pasien dan virulensi dari
mikroorganisme yang mempertahankan keadaan infeksi kronis. Jadi jika pertahanan
tubuh pasien menurun, maka mikroorganisme mampu menyerang jaringan dengan lebih
mudah dan menghasilkan abses yang akut. Faktor lain adalah pada saat sinus dari abses
periapikal kronis tertutup oleh debris-debris, karena hal ini dapat menghalangi eksudat
untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi (Sitanggang, 2002).
Adapun bakteri yang dominan pada abses periapikal adalah bakteri anaerob
seperti : Treponema denticola, Porphyromonas endodontalis, Dialister pneumosintes,
Tannerella forsythia, Porphyromonas gingivalis, Dialister invisus, Filifactor alocis,
Fusobacterium nucleatum, Streptococcus species, Propionibacterium propionicum,
Parvimonas micra, Pseudoramibacter alactolyticus, Prevotella intermedia, Prevotella
nigrescens, Eikenella corrodens, Treponea socranskii, Prevotella baroniae,
Campylobacter gracilis, Treponema socranskii, Prevotella baroniae, Campylobacter
gracilis, Treponema pectinovorum, Veillonella parvula, Treponema amylovorum,
Veillonella parvula, Treponema amylovorum, Catonella morbi, Centipeda periodontii,
Bacteroidetes clone Xo83, Campylobacter rectus, Granulicatella adiacens,
Actinomyces israelill, Olsenella uli, Enterococcus faecalis, Prevotella
multisaccharivorax, dan Treponema medium (Hargreaves & Stephen, 2011).
Terjadi apabila abses periapikal akut yang tidak dirawat, adanya perubahan jaringan
sekitar abses dari inflamasi akut menjadi kronis. Ciri khasnya yaitu adanya fistula. Abses
periapikal kronis adalah keadaan yang timbul akibat lesi yang bertahan lama yang telah
menyebabkan abses dengan drainase ke permukaan. (Torabinejad, 1964)
Etiologi
Abses apikalis kronis merupakan respon inflamasi dari infeksi karena bakteri yang
memiliki virulensi yang rendah pada akar gigi. Rasa sakit yang dirasakan pasien dikarenakan
oleh tertutupnya alur sinus disertai tekanan. Eksaserbasi akut dapat memperparah lesi kronis
ini. Pembengkakan juga akan semakin besar karena lesi sebelumnya. (Torabinejad, 1964)
Manifestasi Klinis
Abses periapikal kronis umumnya asimtomatik, namun ada juga yang simtomatik.
Tidak merespon pada tes vitalitas pulpa dan tidak sensitiv pada tekanan (Hargreaves &
Stephen, 2011).
Abses periapikal kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah
sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula
merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainase abses. . (Torabinejad, 1964)
Kavitas yang terbuka karena karies dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam
pulpa sehingga pulpa menjadi nekrosis. Bakteri yang berakumulasi didalam pulpa dapat
menyebar ke jaringan periapikal melalui foramen apikal sehingga terjadi infeksi bakteri pada
jaringan tersebut. Bakteri dapat menghasilkan toksin masiv di daerah inflamasi yang
dilepaskan keseluruh tubuh dan menimbulkan reaksi lokal terhadap infeksi. Apabila
pertahanan tubuh rendah maka virulensi bakteri dapat meningkat. Pus yang telah terbentuk
apabila tidak ditangani akan semakin meningkat dalam jaringan sehingga pus menekan
jaringan sekitar untuk mencari jalan keluar dan menembus periosteum masuk ke jaringan
lunak (Hargreaves & Stephen, 2011).
Mempunyai kesamaan patogenesis dengan abses periapikal akut. Penyakit ini juga
merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan biasanya dihubungkan dengan periodontitis
apikalis kronis yang telah membentuk abses. Abses telah menyebar melalui tulang dan
jaringan lunak untuk membentuk stoma saluran sinus (sinus tract stoma) pada mukosa
oralatau kadang-kadang hingga ke kulit wajah. Temuan histologik pada lesi ini serupa dengan
yang ditemukan pada periodontitis apikalis kronis. Abses periapikal kronis dapat juga
berdrainase melalui periodontium ke dalam sulkus dan dapat menyerupai abses periodontium
X.X Penatalaksanaan
Penanganan pasien anak yang mengalami abses periapikal perlu mendapat perhatian
pada kunjungan pertama. Seorang dokter gigi harus dapat mengatasi keluhan utama anak
dengan cepat, tepat dan adekuat serta memberikan kesan positif dan nyaman pada anak. Hal
ini perlu dilakukan agar terpelihara kerjasama yang baik antara dokter gigi, anak, dan orang
tuanya. (Nasution, 2003)
Aditia, N.N. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung disertai Abses Dentoalveolar. FGK USU :
Medan, Indonesia.
Grossman LI, Oliet S, Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Hargreaves, K.M and Stephen, C. 2011. Cohens pathways of the pulp. 10ed. Mosby
Elsevier, China. P : 37, 540, 564 & 576.
Louis, L. G. Ilmu Endodontik Dalam Praktik. Ed. 11 Jakarta: EGC.1995.
Matthews,D.C.Sutherland,S,Basrani,13.2003. Emergency Managament of Acute Apical
Abcesses in the Permanent Dentition:A Systematic Review of the Literature. J Can Dental
Assicitation;69(10):660
Torabinejad M, Walton RE. Penyakit Jaringan Pulpa dan Jaringan Sekitar Akar di
dalam Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Ed. 2. Alih Bahasa :
Nasution, NA. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung Disertai Abses Dento Alveolar.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Meda, p.1-40
Rahmadhan AG. 2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta : Bukune.
Sitanggang, Ima RH. Abses periapikal sebagai salah satu penyebab terjadinya
osteomilitis supuratif akut. 2002. USU. Medan
Regezi JA, Scuiba J. 2003. Oral Pathology. 2nd ed. Philadelphia : WB. Saunders