TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
BUPATI NABIRE,
1
Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2907);
3
Kabupaten Paniai, Perubahan Nama dan
Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah
Tingkat II Paniai di Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Irian Jaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 76);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3853);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000
tentang Pengendalian Kerusakan Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4068);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaran Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
21. Peraturan Peraturan 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia
4
Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5230);
5
29. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
(BN Tahun 2016 Nomor 172);
Dengan Persetujuan Bersama
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
6
9. Sumber Sampah adalah asal timbulan sampah.
10. Penghasil Sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah.
11. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah.
12. Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah adalah kegiatan
merencanakan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara
serta memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah.
13. Pengurangan Sampah adalah kegiatan pembatasan timbulan
sampah, pendaur ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali
sampah.
14. Pemilahan Sampah adalah kegiatan mengelompokkan dan
memisahkan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat
sampah.
15. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan mengambil dan
memindahkansampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atautempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3R atau ke tempat pengolahan sampah terpadu.
16. Pengangkutan Sampah adalah kegiatan membawa sampah dari
sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara
atau daritempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R atau dari
tempat pengelolaan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir.
17. Pengolahan Sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik,
komposisidan/atau jumlah sampah.
18. Pemrosesan Akhir Sampah adalah proses pengembalian sampah
dan/atauresidu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.
19. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
20. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat
dilaksanakannyakegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
21. Stasiun Peralihan Antara yang selanjutnya disingkat SPA, adalah
sarana pemindahan dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih
besar dan diperlukan untuk kabupaten yang memiliki lokasi TPA
yang jaraknya lebih dari 25 km, dapat dilengkapi dengan fasilitas
pengolahan sampah.
22. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat
TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
7
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir.
23. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan.
24. Prasarana Persampahan yang selanjutnya disebut prasarana
adalah fasilitas dasar yang dapat menunjang terlaksananya
kegiatan penanganan sampah.
25. Sarana Persampahan yang selanjutnya disebut sarana adalah
peralatan yang dapat dipergunakan dalam kegiatan penanganan
sampah.
26. Reduce, Reuse dan Recycle yang selanjutnya disingkat dengan 3R,
adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara mengurangi,
memakai atau memanfaatkan kembali dan mendaur ulang.
27. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
28. Organisasi perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD
adalah Perangkat Daerah sebagai unsur pembantu Kabupaten
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
29. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disingkat UPTD
adalah satuan organisasi yang secara langsung melaksanakan
kegiatan teknis dari Dinas yang bersangkutan dalam rangka
menunjang pelaksanaan tugas pokok Dinas.
30. Badan Layanan Unit Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada
Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
31. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagianbesar modalnya
dimiliki oleh Daerah.
32. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalahpejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang
khusus olehUndang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
33. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang
menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang
menggunakan kemasan dan berasal dari impor, atau menjual
8
barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.
34. Serasah adalah sampah bahan organik mati berupa ranting dan
daun bekas pangkasan yang dapat dijadikan pupuk.
35. Petugas Kebersihan adalah orang yang diberi tugas menjalankan
pelayanankebersihan oleh Pemerintah Daerah dan/atau badan
usaha di bidang kebersihan.
36. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau
badan hukum.
37. Masyarakat adalah perorangan atau kelompok orang atau badan
usaha atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
38. Kompensasi merupakan pemberian imbalan dan/atau ganti rugi
kepada orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan
hukum, yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan sampah di TPA.
39.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Bagian Ketiga
Asas dan Tujuan
Pasal 3
Pengelolaan sampah berdasarkan pada asas:
a. tanggung jawab;
b. berkeberlanjutan;
c. manfaat;
d. keadilan;
e. kesadaran;
f. kebersamaan;
g. keselamatan;
h. keamanan;dan
i. nilai ekonomi.
9
Pasal 4
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 5
10
Pasal 6
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pemerintah Daerah mempunyai kewewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan
kebijakan nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten sesuai
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan
pemerintah;
c. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan dan jejaring dalam
pengelolaan sampah;
d. menetapkan lokasi TPS, TPS 3R, TPST dan TPA di dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR);
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap TPS,
TPS 3R dan TPST dan/atau TPA;
f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali terhadap TPA;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah;dan
h. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan
sampah sesuai dengan kewenangannya.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 7
11
f. memperoleh pembinaan pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 8
BAB IV
PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengurangan Sampah
Pasal 9
12
(1) Pengurangan sampah dilakukan kegiatan:
a. pembatasan timbulan;
b. pendauran ulang sampah;dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara :
a. menggunakan bahan yang dapat digunakan ulang, bahan yang
dapat didaur ulang, dan/atau bahan yang mudah diurai oleh
proses alam;dan/atau
b. mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk
dan/atau kemasan yang sudah digunakan untuk didaur ulang
dan/atau diguna ulang;
c. memanfaatkan kembali sampah secara aman bagi kesehatandan
lingkungan.
Pasal 10
Pasal 11
13
a. menggunakan bahan-bahan baik untuk produksi maupun untuk
pewadahannya yang sesedikit mungkin menimbulkan sampah;
b. menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang
dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam dalam
kegiatan usahanya;
c. melakukan pendaur ulangan sampah yang dihasilkan dari
usahanya dengan teknologi yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan;
d. membantu upaya pengurangan dan pemanfaatan kembali sampah
dari hasil dalam kegiatan usahanya, dengan metode pemanfaatan
sampah untuk menghasilkan produk dan energi;dan
e. apabila usahanya menghasilkan produk, melakukan optimalisasi
penggunaan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk; dan
menampung kemasan produk yang telah dimanfaatkan oleh
konsumen.
Pasal 13
Pasal 14
14
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
Pasal 15
Bagian Kedua
Penanganan Sampah
Pasal 16
Paragraf 1
Pemilahan sampah
Pasal 17
15
e. sampah lainnya.
(2) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a antara lain kemasan obat serangga, kemasan oli,
kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan
peralatan elektronik rumah tangga.
(3) Sampah yang mudah terurai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan,
dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup
lainnya dan/atau mikro organisme seperti sampah makanan dan
serasah.
(4) Sampah yang dapat digunakan kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali tanpa melalui proses pengolahan antara lain kertas kardus,
botol minuman, dan kaleng.
(5) Sampah yang dapat didaur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses pengolahan antara lain sisa kain, plastik,
kertas, dan kaca.
(6) Sampah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
merupakan residu.
Pasal 18
Pasal 19
16
(2) Sarana Pemilahan dan Pewadahan Sampah untuk kegiatan
pemilahan sampah sebagaiamna dimaksud pada ayat (1), dengan
persyaratan dan kriteria sebagai berikut :
a. tertutup;
b. tidak mudah rusak dan kedap air;
c. ekonomis dan mudah diperoleh;
d. mudah dikosongkan;
e. apabila berbentuk kantong terbuat dari bahan yang dapat di daur
ulang;dan
f. dibedakan dengan warna sesuai jenis sampah.
(3) Warna sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f sebagai berikut :
a. wadah warna Hijau untuk sampah rumah tangga;
b. wadah warna Kuning untuk sampah sejenis sampah rumah tangga.
Pasal 20
Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah menyediakan sarana pemilahan dan pewadahan
sampah pada fasilitas umum.
(2) Sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menggunakan wadah yang tertutup diberi label atau tanda dengan
kriteria sebagai berikut :
a. wadah warna merah untuk sampah B3;
b. wadah warna hijau untuk sampah organik;
c. wadah warna kuning untuk sampah kardus, kantong dan kertas;
d. wadah warna biru untuk sampah kain, plastik dan kaca;dan
e. wadah warna abu-abu untuk sampah residu.
17
(3) Sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Paragraf 2
Pengumpulan Sampah
Pasal 22
18
Paragraf 3
Pengangkutan Sampah
Pasal 23
(1) Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf
c dilakukan dengan sistem :
a. langsung;dan/atau
b. tidak langsung
(2) Pengangkutan sampah selain dilakukan oleh dinas dapat dilakukan
oleh :
a. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus atau lembaga pengelola sampah tingkat
RT/RW; dan/atau
b. pihak ketiga yang terikat dalam perjanjian kerja sama dengan
Pemerintah Daerah atau yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
(3) Pengangkutan sampah yang khusus berasal dari saluran
air/sungai/drainase/waduk/situ/kolam, dilakukan oleh dinas
da/atau pihak lain yang diberikan tugas untuk mengangkut sampah
ke TPA.
(4) Pengangkutan sampah dilakukan dengan cara yang menjamin
terpilahnya sampah berdasarkan jenis sampah sampai ke
TPS/TPST/TPA dan tidak tercecer di jalan selama proses
pengangkutan.
(5) Sampah diangkut dengan menggunakan alat pengangkut sampah
yang memenuhi standar/persyaratan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
(6) Ketentuan pengangkutan sampah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 24
19
Paragraf 4
Pengolahan Sampah
Pasal 25
Paragraf Kelima
Pemrosesan Akhir Sampah
Pasal 26
20
b. metode urug saniter; dan/atau
c. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
(3) Penyediaan lahan dan pengoperasiannya TPA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(4) Pemilihan lokasi TPA dan pemenuhan kelengkapan berpedoman pada
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan.
(5) Pengopersian TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB V
LEMBAGA PENGELOLA SAMPAH
Pasal 27
Pasal 28
BAB VI
PERIZINAN
Pasal 29
(1) Setiap jenis usaha pengelolaan sampah wajib mendapatkan izin
dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk;
(2) Keputusan pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan
kepada masyarakat.
(3) Jenis usaha pengelolaan sampah yang wajib memiliki izin yaitu :
a. Pendaur ulangan;
b. Pengangkutan;
21
c. Pengolahan;dan
d. Pemrosesan akhir.
(4) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan
persyaratan umum dan khusus.
(5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. Indentitas penanggung jawab badan usaha;
b. Foto copi KTP jika perseorangan;
c. Surat keterangan domisili;
d. Izin lingkungan atau SPPL, kecuali jenis usaha pengangkutan
sampah;
e. Rencana kegiatan usaha;
f. Memiliki sarana perlengkapan pengelolaan sampah;
g. Surat pernyataan;
h. Akte pendirian badan usaha;
i. Legalisir akte pendirian badan usaha oleh kemeterian hukum
dan ham;
j. NPWP/NPWPD;dan
k. Mengisi formulir permohonan.
(6) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi
:
a. Untuk izin pengolahan sampah/komersial :
1. rekomendasi dari pengelola kawasan industri/komersial;
2. merupakan badan hukum.
b. Untuk izin pengangkutan sampah meliputi :
1. rekomendasi dari perusahaan penghasil dari sumber
sampah;
2. memiliki kendaraan pengangkut sampah yang telah
mendapat laik jalan dari instansi berwenang;dan
3. merupakan badan hukum.
(7) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, huruf c dan huruf d diberikan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(8) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang.
(9) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dan ayat (8) harus didaftar ulang setiap tahunnya kepada Bupati
atau pejabat ditunjuk.
(10) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dengan
melampirkan laporan kegiatan pengelolaan sampah pada tahun
yang bersangkutan.
22
(11) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diajukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum masa kerja izin
berakhir.
(12) Izin usaha pengelolaan sampah tidak boleh dipindahtangankan.
(13) Ketentuan lebih lanjut tata cara penerbitan izin diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 30
23
b. BUMD/BUMN;
c. koperasi;
d. badan usaha swasta;
e. retribusi sampah;
f. dana masyarakat;dan
g. sumber dana lain yang sah.
Pasal 31
Pasal 32
24
BAB VIII
KOMPENSASI
Pasal 33
BAB IX
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pasal 34
Pasal 35
BAB X
KERJASAMA
Pasal 36
26
(2) Lingkup kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara keseluruhan atau sebagian yang meliputi :
a. penyediaan/pembangunan TPA;
b. penyediaan prasarana dan sarana TPA;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA;
d. pengelolaan TPA; dan/atau
e. pengelolaan sampah menjadi produk lainnya yang ramah
lingkungan.
(3) Bentuk dan pola kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Peran Masyarakat
Pasal 37
Bagian Kedua
Pengaduan Masyarakat
27
Pasal 38
Pasal 39
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 40
28
h. pengembangan sistem informasi dan komunikasi; dan
i. penyebarluasan informasi.
(2) Kegiatan pembinaan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan kepada Lembaga Pemerintah, Organisasi
masyarakatan, Pelaku Usaha, pengelola kawasan, dan lembaga
pengelola.
(3) Kegiatan pembinaan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 41
Pasal 42
(1) dalam melaksankan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Bupati dapat membentuk Tim Justisi.
(2) Tata cara penindakan prosedur tetap pelaksanaan tugas Tim Operasi
Justisi dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Segala biaya berkenaan dengan pelaksanaan pengawasan dibebankan
pada APBD.
BAB XIII
TANGGAP DARURAT
29
Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah wajib memiliki sistem standar operasional
prosedur tanggap darurat pengelolaan sampah.
(2) Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. prosedur operasional penanggulangan kecelakaan dan
pencemaran lingkungan akibat pengelolaan sampah;
b. melakukan penanggulangan kecelakan dan pencemaran
lingkungan akibat pengelolaan sampah;
c. memberikan informasi kepada masyarakat tentang prosedur
standar operasional penanggulangan kecelakaan dan pencemaran
lingkungan pengelolaan sampah;dan
d. melaporkan kejadiaan kecelakaan dan pencemaran lingkungan
akibat pengelolaan sampah kepada Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
Pasal 44
Pemerintah Daerah dalam menerapkan sistem sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 dengan cara :
a. penetapan lokasi alternatif tempat pemprosesan akhir;
b. penyediaan fasilitas kondisi tanggap darurat dilakukan dengan tidak
berfungsinya sistem pengangkutan sampah, TPST dan/atau TPA, tidak
tersedianya alternatif TPST/TPA dan/atau menimbulkan dampak
negatif terhadap pencemaran lingkungan;
c. penetapan standar operasional prosedur evakuasi korban;
d. penetapan standar operasional prosedur pemulihan kualitas
lingkungan;dan
e. penetapan standar operasional prosedur kompensasi.
Pasal 45
(1) Dalam rangka pelaksanaan sistem tanggap darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 dan Pasal 44, Pemerintah Daerah melalui
Dinas melakukan :
a. rencana tanggap darurat penanggulangan sampah;
b. tanggap darurat penanganan sampah;
c. informasi kepada masyarakat mengenai kondisi darurat;dan
d. melaporkan kejadian kondisi tanggap darurat sampah kepada
Bupati.
30
(2) Dalam hal Kepala Dinas tidak dapat melaksanakan tangap darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati mengambil alih
tanggungjawab pelaksanaan tanggap darurat sampah dan
melaporkan kepada Menteri yang bertanggungjawab di bidang
Lingkungan Hidup dan Menteri yang bertanggungjawab di bidang
Pekerjaan Umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem operasional prosedur
tanggap darurat sampah diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
LARANGAN
Pasal 46
31
Pasal 47
Setiap orang dilarang memasukan atau mendatangkan sampah yang
berasal dari luar daerah ke dalam wilayah Kabupaten Nabire.
Pasal 48
Tidak termasuk dalam pengertian memasukan sampah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 adalah sampah yang berasal dari sampah
kapal yang berlayar dan berlabuh
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 49
Pasal 50
(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menjatuhkan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) apabila :
a. pelaku usaha menyalagunakan izin yang diberikan Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
b. pengelola sampah tidak melakukan daftar ulang setiap tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (9);
c. pengelola sampah yang memindahtangankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (12).
(2) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang
bertentangan dengan Pasal 12 dikenakan sanksi administratif berupa
uang paksa paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima Juta
32
Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
Rupiah).
(3) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang
bertentangan dengan Pasal 18, Pasal 20 dikenakan sanksi
administratif berupa uang paksa paling sedikit Rp. 5.000.000,00
(Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh
Lima Juta Rupiah).
(4) Setiap pelaku usaha yang dengan sengaja tanpa melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) maka
Pemerintah Daerah dapat mencabut izin usahanya.
(5) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), wajib
disetorkan ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 51
(1) Setiap orang yang lalai atau dengan sengaja tidak melakukan
pemilahan dan pewadahan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dikenakan sanksi administratif berupa uang paksa paling
banyak Rp.1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah)
(2) Penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, yang lalai
atau dengan sengaja tidak menyediakan sarana pemilahan dan
pewadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi
administratif berupa uang paksa paling sedikit Rp.10.000.000,00
(Sepuluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (Lima
Puluh Juta Rupiah).
(3) Pengelola fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang
lalai atau dengan sengaja tidak menyediakan sarana pemilahan dan
pewadahan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, dikenakan sanksi administratif berupa uang paksa paling
sedikit Rp.1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan paling banyak
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Setiap pelaku usaha yang lalai atau dengan sengaja tidak
mencantumkan label dan/atau tanda yang berhubungan dengan
33
pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau
produk yang dihasilkan kepada penanggungjawabnya diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).
(2) Setiap pelaku usaha yang lalai atau dengan sengaja tidak
menggunakan bahan baku produksi dan kemasan yang dapat diurai
oleh proses alam, yang menimbulkan sesedikit mungkin sampah,
dan yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (di cek ulang), kepada
penanggungjawabnya diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima
Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
Rupiah).
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
34
(4) setiap orang dengan sengaja atau terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf d, huruf e, huruf g,
huruf j, huruf k, dan huruf l dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 56
(1) Selain pejabat penyidik POLRI, yang bertugas menyidik tindak
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
pelanggaran dan/atau tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian
pelanggaran dan/atau melakukan pemeriksaan kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan pelanggaran dan/atau
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
c. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya sebagai
tersangka atau saksi yang berkenaan dengan pelanggaran
dan/atau tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
pelanggaran dan/atau tindak pidana di bidang pengelolaan
sampah;
e. meminta keterangan dan mengumpulkan alat bukti berkenaan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
f. melakukan pemeriksaan atas alat bukti yang berkenaan dengan
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
g. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan dan barang yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana dibidang pengelolaan sampah;dan
h. melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara yang diduga
tempat kejadian atau lokasi yang terkena dampak pelanggaran
dan/ atau tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.
35
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum acara pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Ditetapkan di Nabire
pada tanggal
BUPATI NABIRE
ISAIAS DOUW
Diundangkan di Nabire
pada tanggal
36