Anda di halaman 1dari 36

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE

NOMOR TAHUN 2017

TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NABIRE,

Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang sehat dan bersih


dari sampah yang dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan , maka perlu dilakukan pengelolaan
sampah secara konprehensif dan terpadu dari
hulu ke hilir;
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur
tentang kepastian hukum, kejelasan tugas dan
wewenang serta hak dan kewajiban
masyarakat/pelaku usaha sehingga pengelolaan
sampah dapat berjalan secara proporsional,
efektif dan efisien;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang
Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan
Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian
Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia

1
Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2907);

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001


tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-
UndangNomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4884);
4. Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4851);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
13. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentungan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5280);
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana ditelah diubah beberapakali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahaan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1996
tentang Pembentukan Kabupaten Puncak Jaya,

3
Kabupaten Paniai, Perubahan Nama dan
Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah
Tingkat II Paniai di Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Irian Jaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 76);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3853);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000
tentang Pengendalian Kerusakan Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4068);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaran Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010
tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
21. Peraturan Peraturan 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia

4
Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5230);

22. Peraturan Peraturan 27 Tahun 2012 tentang


Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5285);
23. Peraturan Peraturan 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampa Rumah Tangga dan
sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5347);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5883);
25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pedoman Materi
Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
(Berita Negara republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 933);
26. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6
Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
27. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 dan Nomor 77 Tahun 2012 tentang
Parameter Hak Asasi Manusia Dalam
Pembentukan Produk Hukum Daerah (BN
Tahnu 2012 Nomor 1254);
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

5
29. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
(BN Tahun 2016 Nomor 172);
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN NABIRE


dan
BUPATIKABUPATEN NABIRE

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu

Pengertian
Pasal 1

1. Daerah adalah Kabupaten Nabire


2. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Nabire
4. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat.
5. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik.
6. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah
tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan/atau fasilitas
lainnya.
7. Sampah Spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
8. Sampah B3 rumah tangga adalah .....

6
9. Sumber Sampah adalah asal timbulan sampah.
10. Penghasil Sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah.
11. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah.
12. Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah adalah kegiatan
merencanakan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara
serta memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah.
13. Pengurangan Sampah adalah kegiatan pembatasan timbulan
sampah, pendaur ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali
sampah.
14. Pemilahan Sampah adalah kegiatan mengelompokkan dan
memisahkan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat
sampah.
15. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan mengambil dan
memindahkansampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atautempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3R atau ke tempat pengolahan sampah terpadu.
16. Pengangkutan Sampah adalah kegiatan membawa sampah dari
sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara
atau daritempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R atau dari
tempat pengelolaan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir.
17. Pengolahan Sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik,
komposisidan/atau jumlah sampah.
18. Pemrosesan Akhir Sampah adalah proses pengembalian sampah
dan/atauresidu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.
19. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran
ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
20. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat
dilaksanakannyakegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
21. Stasiun Peralihan Antara yang selanjutnya disingkat SPA, adalah
sarana pemindahan dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih
besar dan diperlukan untuk kabupaten yang memiliki lokasi TPA
yang jaraknya lebih dari 25 km, dapat dilengkapi dengan fasilitas
pengolahan sampah.
22. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat
TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,

7
pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir.
23. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan.
24. Prasarana Persampahan yang selanjutnya disebut prasarana
adalah fasilitas dasar yang dapat menunjang terlaksananya
kegiatan penanganan sampah.
25. Sarana Persampahan yang selanjutnya disebut sarana adalah
peralatan yang dapat dipergunakan dalam kegiatan penanganan
sampah.
26. Reduce, Reuse dan Recycle yang selanjutnya disingkat dengan 3R,
adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara mengurangi,
memakai atau memanfaatkan kembali dan mendaur ulang.
27. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
28. Organisasi perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD
adalah Perangkat Daerah sebagai unsur pembantu Kabupaten
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
29. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disingkat UPTD
adalah satuan organisasi yang secara langsung melaksanakan
kegiatan teknis dari Dinas yang bersangkutan dalam rangka
menunjang pelaksanaan tugas pokok Dinas.
30. Badan Layanan Unit Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada
Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
31. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagianbesar modalnya
dimiliki oleh Daerah.
32. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalahpejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang
khusus olehUndang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
33. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang
menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang
menggunakan kemasan dan berasal dari impor, atau menjual

8
barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.
34. Serasah adalah sampah bahan organik mati berupa ranting dan
daun bekas pangkasan yang dapat dijadikan pupuk.
35. Petugas Kebersihan adalah orang yang diberi tugas menjalankan
pelayanankebersihan oleh Pemerintah Daerah dan/atau badan
usaha di bidang kebersihan.
36. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau
badan hukum.
37. Masyarakat adalah perorangan atau kelompok orang atau badan
usaha atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
38. Kompensasi merupakan pemberian imbalan dan/atau ganti rugi
kepada orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan
hukum, yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan sampah di TPA.
39.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 2

Sampah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi:


a. Sampah rumah tangga;dan
b. Sampah sejenis sampah rumah tangga.

Bagian Ketiga
Asas dan Tujuan

Pasal 3
Pengelolaan sampah berdasarkan pada asas:
a. tanggung jawab;
b. berkeberlanjutan;
c. manfaat;
d. keadilan;
e. kesadaran;
f. kebersamaan;
g. keselamatan;
h. keamanan;dan
i. nilai ekonomi.
9
Pasal 4

Pengelolaan sampah bertujuan untuk:


a. mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari sampah;
b. menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan menjaga kesehatan
masyarakat;
c. meningkatkan peran serta masyarakat dan pelaku usaha untuk
secara aktif mengurangi dan/atau menangani sampah yang
berwawasan lingkungan;
d. menjadikan sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai
ekonomis; dan
e. mewujudkan kinerja pelayanan sampah yang efektif dan efisien.

BAB II
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 5

Tugas Pemerintah Daerah meliputi:


a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah;
b. mengalokasikan dana untuk pengelolaan sampah;
c. melakukan penelitian pengembangan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah;
d. memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
e. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
f. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengolahan sampah;
g. Mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan sampah
lokal yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi
dan/atau menangani sampah;dan
h. Mengkoordinasikanantar lembaga pemerintah daerah, antar lembaga
pengelola sampah, dan antara lembaga-lembaga tersebut dengan
masyarakat, dan pelaku usaha agar terdapat keterpaduan dalam
pengelolaan sampah.

10
Pasal 6
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pemerintah Daerah mempunyai kewewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan
kebijakan nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten sesuai
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan
pemerintah;
c. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan dan jejaring dalam
pengelolaan sampah;
d. menetapkan lokasi TPS, TPS 3R, TPST dan TPA di dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR);
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap TPS,
TPS 3R dan TPST dan/atau TPA;
f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali terhadap TPA;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah;dan
h. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan
sampah sesuai dengan kewenangannya.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 7

(1) Setiap Orang berhak:


a. mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan sehat;
b. mendapatkan pelayanan kebersihan secara baik dan berwawasan
lingkungan dari pemerintah daerah dan/atau pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri dan kawasan
khusus;
c. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
penyelenggaraan dan pengawasan pengelolaan sampah;
d. memperoleh data dan informasi yang benar dan akurat serta tepat
waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
e. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak negatif
dari kegiatan pengolahan sampah di TPA;dan

11
f. memperoleh pembinaan pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan.

(2) Pemerintah Daerah melakukan kegiatan pembinaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf f anatar lain dengan cara:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan
kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepoloporan
masyarakat tentang kebersihan lingkungan;
c. menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial terhadap pengelolaan sampah;dan
d. menumbuhkembangkan pengeloaan sampah berbasis
masyarakat atau komunitas.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 8

(1) Dalam pengelolaan sampah di Daerah, setiap orang wajib:


a. menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya;
b. turut aktif dalam pengurangan dan penanganan sampah;
c. menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar
tempat sampah yang berwawasan lingkungan;
d. dalam kegiatan sehari-hari menggunakan bahan yang dapat diguna
ulang, di daur ulang dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(2) Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
wajib dilakukan dalam skala RT/RW, dan/atau
Kampung/Kelurahan/Distrik dengan pembinaan teknis dari Satuan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD ) yang membidangi persampahan.
(3) Setiap angkutan umum, kendaraan pribadi, fasilitas umum, fasilitas
sosial, perkantoran, perusahaan, pusat perbelanjaan wajib
menyediakan wadah sampah dan/atau TPS.

BAB IV
PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengurangan Sampah

Pasal 9

12
(1) Pengurangan sampah dilakukan kegiatan:
a. pembatasan timbulan;
b. pendauran ulang sampah;dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara :
a. menggunakan bahan yang dapat digunakan ulang, bahan yang
dapat didaur ulang, dan/atau bahan yang mudah diurai oleh
proses alam;dan/atau
b. mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk
dan/atau kemasan yang sudah digunakan untuk didaur ulang
dan/atau diguna ulang;
c. memanfaatkan kembali sampah secara aman bagi kesehatandan
lingkungan.

Pasal 10

Pemerintah Daerah dalam usaha pengurangan sampah dilakukan melalui


kegiatan :
a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan bahan
produksi ramah lingkungan oleh pelaku usaha;dan
b. fasilitasi kepada masyarakat dan dunia usaha dalam
mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran
hasil produk daur ulang, dan guna ulang sampah.

Pasal 11

(1) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dengan menggunakan bahan
yand didaur ulang dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(2) Masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman kepada ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan.
Pasal 12

(1) Pelaku usaha wajib melaksanakan pengurangan sampah dari


kegiatan usahanya.
(2) Pengurangan sampah dari kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui :

13
a. menggunakan bahan-bahan baik untuk produksi maupun untuk
pewadahannya yang sesedikit mungkin menimbulkan sampah;
b. menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang
dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam dalam
kegiatan usahanya;
c. melakukan pendaur ulangan sampah yang dihasilkan dari
usahanya dengan teknologi yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan;
d. membantu upaya pengurangan dan pemanfaatan kembali sampah
dari hasil dalam kegiatan usahanya, dengan metode pemanfaatan
sampah untuk menghasilkan produk dan energi;dan
e. apabila usahanya menghasilkan produk, melakukan optimalisasi
penggunaan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk; dan
menampung kemasan produk yang telah dimanfaatkan oleh
konsumen.

Pasal 13

Pelaku Usaha wajib melakukan pembatasan timbulan sampah dengan:


a. menyusun rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah
sebagai bagian dari usaha dan /atau kegiatannya; dan/atau
b. menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah
diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit
mungkin;
c. melakukan pendauran ulang sampah dengan melakukan
pemanfaatan kembali sampah.

Pasal 14

(1) Pelaku Usaha wajib melakukan pendaur ulangan sampah dengan :


a. menyusun program pendaur ulangan sampah sebagai bagian dari
usaha dan/atau kegiatannya;
b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang;
dan/atau
c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk
didaur ulang.
(2) Dalam melakukan pendaur ulangan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pelaku Usaha dapat menunjuk pihak lain.
(3) Pihak lain, dalam melakukan pendaur ulangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki izin usaha dan/atau kegiatan.
(4) Dalam hal pendaur ulangan sampah untuk menghasilkan kemasan
pangan, pelaksanaan pendaur ulangan wajib mengikuti ketentuan

14
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan
makanan.

Pasal 15

Pelaku Usaha wajib memanfaatkan kembali sampah dengan:


a. menyusun rencana dan /atau program pemanfaatan kembali sampah
sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya sesuai, dengan
kebijakan dan strategi pengelolaan sampah kabupaten Nabire;
b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang;
dan/atau
c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk
diguna ulang.

Bagian Kedua
Penanganan Sampah

Pasal 16

Kegiatan penanganan sampah meliputi:


a. pemilahan;
b. pengumpulan;
c. pengangkutan;
d. pengolahan;dan
e. pemrosesan akhir sampah.

Paragraf 1
Pemilahan sampah

Pasal 17

(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a


dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling
sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas :
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang;dan

15
e. sampah lainnya.
(2) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a antara lain kemasan obat serangga, kemasan oli,
kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan
peralatan elektronik rumah tangga.
(3) Sampah yang mudah terurai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan,
dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup
lainnya dan/atau mikro organisme seperti sampah makanan dan
serasah.
(4) Sampah yang dapat digunakan kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali tanpa melalui proses pengolahan antara lain kertas kardus,
botol minuman, dan kaleng.
(5) Sampah yang dapat didaur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d merupakan sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses pengolahan antara lain sisa kain, plastik,
kertas, dan kaca.
(6) Sampah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
merupakan residu.

Pasal 18

(1) Dalam rangka pemilahan sampah, pelaku usaha harus


mencantumkan label atau tanda pada produk dan/atau kemasan
produk, yang menunjukkan bahwa sisa produk dan/atau kemasan
produk yang dihasilkan merupakan jenis :
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang digunakan kembali;
d. sampah yang dapat di daur ulang; dan
e. sampah lainnya.
(2) Simbol dan label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

(1) Setiap orang/rumah tangga wajib melakukan pemilahan sampah


pada sumbernya.

16
(2) Sarana Pemilahan dan Pewadahan Sampah untuk kegiatan
pemilahan sampah sebagaiamna dimaksud pada ayat (1), dengan
persyaratan dan kriteria sebagai berikut :
a. tertutup;
b. tidak mudah rusak dan kedap air;
c. ekonomis dan mudah diperoleh;
d. mudah dikosongkan;
e. apabila berbentuk kantong terbuat dari bahan yang dapat di daur
ulang;dan
f. dibedakan dengan warna sesuai jenis sampah.
(3) Warna sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f sebagai berikut :
a. wadah warna Hijau untuk sampah rumah tangga;
b. wadah warna Kuning untuk sampah sejenis sampah rumah tangga.

Pasal 20

(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan


industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya dalam melakukan pemilahan sampah wajib
menyediakan sarana pemilahan dan pewadahan sampah skala
kawasan.
(2) Penyediaan sarana pemilihan dan pewadahan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada :
a. volume sampah;
b. jenis sampah dan sifat sampah;
c. penempatan;
d. jadwal pengumpulan;dan
e. jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan.

Pasal 21
(1) Pemerintah Daerah menyediakan sarana pemilahan dan pewadahan
sampah pada fasilitas umum.
(2) Sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menggunakan wadah yang tertutup diberi label atau tanda dengan
kriteria sebagai berikut :
a. wadah warna merah untuk sampah B3;
b. wadah warna hijau untuk sampah organik;
c. wadah warna kuning untuk sampah kardus, kantong dan kertas;
d. wadah warna biru untuk sampah kain, plastik dan kaca;dan
e. wadah warna abu-abu untuk sampah residu.

17
(3) Sarana pemilahan dan pewadahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Paragraf 2
Pengumpulan Sampah

Pasal 22

(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf


b dilakukan sejak pemindahan sampah dari sumber sampah ke
TPS/TPST dan/atau TPS 3R sampai TPA dengan tetap menjamin
terpisahnya sampah sesuai dengan jenis sampah.
(2) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh :
a. Dinas;
b. pengelola Kawasan Permukiman, Kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus atau lembaga pengelola sampah tingkat
RT/RW;dan/atau
c. pihak ketiga yang terikat dalam perjanjian kerja sama dengan
Pemerintah Daerah atau yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
(3) Pengumpulan sampah rumah tangga dari sumber sampah ke
TPS/TPST/TPS 3R dapat dilakukan dengan :
a. pola operasional individu langsung;
b. pola operasional individu tidak langsung;dan
c. pola operasional komunal langsung;
(4) Pengumpulan sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk sampah organik dilakukan setiap hari dan untuk
sampah unorganik sekurang-kurangnya 3 (kali) dalam satu minggu.
(5) Kegiatan pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan pengelola kawasan wajib
menyediakan TPS/TPST dan/atau TPS 3R yang aman bagi kesehatan
dan lingkungan.
(6) Penyediaan tempat sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat dilakukan oleh lembaga pengelola sampah tingkat RT/RW
dibawah koordinasi dinas.
(7) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi
tanggungjawab pengelola sampah tingkat RT/RW.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang pengumpulan dan tempat
pemindahan sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

18
Paragraf 3
Pengangkutan Sampah

Pasal 23
(1) Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf
c dilakukan dengan sistem :
a. langsung;dan/atau
b. tidak langsung
(2) Pengangkutan sampah selain dilakukan oleh dinas dapat dilakukan
oleh :
a. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus atau lembaga pengelola sampah tingkat
RT/RW; dan/atau
b. pihak ketiga yang terikat dalam perjanjian kerja sama dengan
Pemerintah Daerah atau yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
(3) Pengangkutan sampah yang khusus berasal dari saluran
air/sungai/drainase/waduk/situ/kolam, dilakukan oleh dinas
da/atau pihak lain yang diberikan tugas untuk mengangkut sampah
ke TPA.
(4) Pengangkutan sampah dilakukan dengan cara yang menjamin
terpilahnya sampah berdasarkan jenis sampah sampai ke
TPS/TPST/TPA dan tidak tercecer di jalan selama proses
pengangkutan.
(5) Sampah diangkut dengan menggunakan alat pengangkut sampah
yang memenuhi standar/persyaratan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
(6) Ketentuan pengangkutan sampah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

Pasal 24

(1) Sarana pengangkutan sampah sebagimana dimaksud dalam Pasal 22


ayat (1) terdiri dari :
a. kontainer; atau
b. truk sampah.
(2) Sarana pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (3) terdiri dari:
a. gerobak;dan
b. motor sampah;

19
Paragraf 4
Pengolahan Sampah

Pasal 25

(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Huruf d


dilakukan dengan cara mengubah karakteristik, komposisi dan
jumlah sampah dengan memanfaatan kemajuan tehnologi yang
ramah lingkungan dilakukan di;
a. TPS 3R;
b. TPS/TPST;dan
c. TPA.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan ;
a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang materi;dan/atau
d. daur ulang energi.
(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus dan fasilitas umum, meyediakan fasilitas
pengelolaan sampah skala kawasan yang berupa TPS 3R.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi penyediaan fasilitas pengelolaan
sampah pada wilayah permukiman dan fasilitas umum berupa;
a. TPS 3R;
b. TPS/TPST;dan
b. stasiun peralihan antara.

Paragraf Kelima
Pemrosesan Akhir Sampah

Pasal 26

(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


huruf e, dilakukan di TPA untuk mengembalikan sampah dan/atau
residu hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman.
(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. metode lahan urug terkendali;

20
b. metode urug saniter; dan/atau
c. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
(3) Penyediaan lahan dan pengoperasiannya TPA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(4) Pemilihan lokasi TPA dan pemenuhan kelengkapan berpedoman pada
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan.
(5) Pengopersian TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB V
LEMBAGA PENGELOLA SAMPAH

Pasal 27

(1) Penyelenggaraan pengelolaan sampah dilaksanakan oleh lembaga


pengelola sampah.
(2) Lembaga pengelola sampah sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) dapat berbentuk:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat;
b. UPTD;
c. BLUD;
d. OPD; dan/atau
e. BUMD.

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga pengelola sampah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB VI
PERIZINAN

Pasal 29
(1) Setiap jenis usaha pengelolaan sampah wajib mendapatkan izin
dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk;
(2) Keputusan pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan
kepada masyarakat.
(3) Jenis usaha pengelolaan sampah yang wajib memiliki izin yaitu :
a. Pendaur ulangan;
b. Pengangkutan;

21
c. Pengolahan;dan
d. Pemrosesan akhir.
(4) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan
persyaratan umum dan khusus.
(5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. Indentitas penanggung jawab badan usaha;
b. Foto copi KTP jika perseorangan;
c. Surat keterangan domisili;
d. Izin lingkungan atau SPPL, kecuali jenis usaha pengangkutan
sampah;
e. Rencana kegiatan usaha;
f. Memiliki sarana perlengkapan pengelolaan sampah;
g. Surat pernyataan;
h. Akte pendirian badan usaha;
i. Legalisir akte pendirian badan usaha oleh kemeterian hukum
dan ham;
j. NPWP/NPWPD;dan
k. Mengisi formulir permohonan.
(6) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi
:
a. Untuk izin pengolahan sampah/komersial :
1. rekomendasi dari pengelola kawasan industri/komersial;
2. merupakan badan hukum.
b. Untuk izin pengangkutan sampah meliputi :
1. rekomendasi dari perusahaan penghasil dari sumber
sampah;
2. memiliki kendaraan pengangkut sampah yang telah
mendapat laik jalan dari instansi berwenang;dan
3. merupakan badan hukum.
(7) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, huruf c dan huruf d diberikan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(8) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang.
(9) Izin pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dan ayat (8) harus didaftar ulang setiap tahunnya kepada Bupati
atau pejabat ditunjuk.
(10) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dengan
melampirkan laporan kegiatan pengelolaan sampah pada tahun
yang bersangkutan.

22
(11) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diajukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum masa kerja izin
berakhir.
(12) Izin usaha pengelolaan sampah tidak boleh dipindahtangankan.
(13) Ketentuan lebih lanjut tata cara penerbitan izin diatur dengan
Peraturan Bupati.

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah


rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga wajib memiliki izin
dari Bupati.
(2) Izin usaha pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. izin pendaur ulangan;
b. izin pengangkutan;
c. izin pengolahan;dan
d. Izin pemrosesan akhir.

(3) Izin pengangkutan sampah sebagaiamana dimaksud pada ayat (2)


huruf b berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Izin Pendaur ulangan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c dan huruf d
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(5) Izin pengelolaan sampah berakhir secara otomatis apabila masa
berlaku berakhir dan/atau dicabut karena melanggar ketentuan yang
berlaku dalam perizinan.
(6) Ketentuan dan tata cara mendapatkan izin diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 30

(1) Pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampab bersumber dari :


a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Nabire;dan
b. Sumber pendapatan lain yang sah sesuai denga Peraturan
Perundang-Undangan.
(2) Sumber pembiayaan sebagaimana dimkasud pada ayat (1) huruf b
dapat berasal dari :
a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lainnya;

23
b. BUMD/BUMN;
c. koperasi;
d. badan usaha swasta;
e. retribusi sampah;
f. dana masyarakat;dan
g. sumber dana lain yang sah.

Pasal 31

(1) Retribusi pelayanan persampahan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 ayat (2) huruf e digolongkan dalam Retribusi Jasa Umum.
(2) Komponen biaya perhitungan Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. biaya pengumpulan dan pewadahan dari sumber sampah ke
TPS/TPST dan TPS 3R;
b. biaya pengangkutan dari TPS/TPST dan TPS 3R ke TPA;
c. biaya penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir
sampah;dan
d. biaya pengelolaan.
(3) Penyelenggaraan retribusi pelayanan persampahan berpedoman pada
Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 32

(1) Dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah


dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri,
anggota kelompok masyarakat dapat dikenakan iuran berdasarkan
kesepakatan bersama.
(2) Pengelolaan iuran sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh kelompok masyarakat yang bersangkutan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada
kelompok masyarakat untuk kegiatan pengelolaan sampat di tingkat
RT/RW sesuai dengan kemampuan keuangan daerah serta
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

24
BAB VIII
KOMPENSASI

Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan kompensasi sebagai akibat


dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir
sampah.
(2) Dampak negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f. ledakan gas metan; dan/atau
g. hal lain yang dapat menimbulkan dampak negatif.
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk :
a. relokasi penduduk;
b. pemulihan kualitas lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau
e. kompensasi dalam bentuk lain.
(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam
APBD.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kompensasi diatur dengan Peraturan
Bupati.

BAB IX
INSENTIF DAN DISINSENTIF

Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap lembaga,


pelaku usaha, perseorangan yang melakukan pengurangan dan/atau
pengolahan sampah berupa :
a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;
25
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan;
c. pengurangan timbulan sampah;dan/atau
d. tertib penanganan sampah.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berupa:
a. insentif fiscal daerah;dan/atau
b. insentif non fiscal daerah.
(3) Insentif fiscal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
dapat berupa antara lain:
a. uang kepada anggota masyarakat yang langsung melakukan
pemilahan dan/atau pengolahan sampah;
b. dana bergulir;dan
c. keringanan pajak daerah dan/atau pengurangan retribusi.
(4) Insentif non fiscal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, berupa pemberian kemudahan dalam perizinan dan/atau dalam
bentuk penghargaan.

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada setiap


orang yang melakukan:
a. pelanggaran terhadap larangan;dan/atau
b. pelanggaran tertib penanganan sampah.
(2) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
a. disinsentif fiscal daerah;dan
b. disinsentif non fiscal daerah.
(3) Disinsentif fiscal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, berupa pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah yang tinggi.
(4) Disinsentif non fiskal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, berupa persyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban
berupa kompensasi atau imbalan dan/atau pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan/atau disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X
KERJASAMA

Pasal 36

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama antar Pemerintah


Daerah dan Badan Usaha dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah.

26
(2) Lingkup kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara keseluruhan atau sebagian yang meliputi :
a. penyediaan/pembangunan TPA;
b. penyediaan prasarana dan sarana TPA;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA;
d. pengelolaan TPA; dan/atau
e. pengelolaan sampah menjadi produk lainnya yang ramah
lingkungan.
(3) Bentuk dan pola kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Peran Masyarakat

Pasal 37

(1) Masyarakat dapat berperan aktif dalam pengolahan sampah dengan


cara :
a. meningkatkan kemampuan, kemandirian, keberdayaan dan
kemitraan dalam pengelolaan sampah;
b. menumbuhkembangkan kepeloporan masyarakat dalam
pengolahan sampah;
c. meningkatkan ketanggapdaruratan atau tindakan yang sifatnya
gawat darurat dalam pengolahan sampah, seperti terjadi
kebakaran di TPS, TPS 3R, TPST atau TPA yang membahayakan;
dan
d. menyampaikan informasi, laporan, pengaduan, saran dan/atau
kritik yang berkaitan dengan pengelolaan sampah.

(2) Pelaku usaha dapat berperan aktif dalam kegiatan pengolahan


sampah melalui kegiatan:
a. penyediaan dan/atau pengembangan teknologi pengolahan
sampah;
b. bantuan prasarana dan sarana;
c. bantuan inovasi teknologi pengolahan sampah;dan
d. pembinaan pengolahan sampah kepada masyarakat.

Bagian Kedua
Pengaduan Masyarakat

27
Pasal 38

(1) Setiap orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita


kerugian akibat dampak negatif yang ditimbulkan dalam kegiatan
pengelolaan sampah dan/atau perbuatan larangan dalam Peraturan
Daerah ini dapat menyampaikan pengaduan kepada Bupati melalui
Kepala Dinas, Kepala Distrik, dan/atau Lurah/Kepala Kampung.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan
dengan cara lisan dan/atau tertulis.

Pasal 39

(1) Pengaduan tertulis sebagaimana dimaksuddalam Pasal 38 ayat (2)


memuat informasi:
a. identitas pengadu
b. lokasi terjadinya dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah;
c. dugaan sumber dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah;
d. waktu terjadinya dampak dan/atau perbuatan dalam kegiatan
pengelolaan sampah.
(2) Pengadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dirahasiakan
oleh penerima pengaduan.

BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 40

(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan terhadap


penyelenggara pengelolaan sampah, antara lain melalui kegiatan:
a. koordinasi;
b. sosialisasi;
c. penyuluhan dan bimbingan teknis;
d. kampanye dan advokasi;
e. supervisi dan konsultasi;
f. pendidikan dan pelatihan;
g. penelitian dan pengembangan;

28
h. pengembangan sistem informasi dan komunikasi; dan
i. penyebarluasan informasi.
(2) Kegiatan pembinaan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan kepada Lembaga Pemerintah, Organisasi
masyarakatan, Pelaku Usaha, pengelola kawasan, dan lembaga
pengelola.
(3) Kegiatan pembinaan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 41

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan


Penyelenggaraan pengelolaan sampah dengan cara:
a. Pemantauan;
b. pengendalian;
c. Penindakan;
d. Evaluasi;dan
e. Pelaporan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :


a. pengurangan sampah;
b. penanganan sampah;
c. pengelolaan sampah;
d. pelaksanaan penanggulangan kecelakaan dan pencemaran
lingkungan hidup akibat kegiatan penanganan sampah;dan
e. pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat
kecelakaan dan pencemaran lingkungan dari kegiatan penanganan
sampah dan pengelolaan sampah.

Pasal 42
(1) dalam melaksankan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Bupati dapat membentuk Tim Justisi.
(2) Tata cara penindakan prosedur tetap pelaksanaan tugas Tim Operasi
Justisi dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Segala biaya berkenaan dengan pelaksanaan pengawasan dibebankan
pada APBD.

BAB XIII
TANGGAP DARURAT

29
Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah wajib memiliki sistem standar operasional
prosedur tanggap darurat pengelolaan sampah.
(2) Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. prosedur operasional penanggulangan kecelakaan dan
pencemaran lingkungan akibat pengelolaan sampah;
b. melakukan penanggulangan kecelakan dan pencemaran
lingkungan akibat pengelolaan sampah;
c. memberikan informasi kepada masyarakat tentang prosedur
standar operasional penanggulangan kecelakaan dan pencemaran
lingkungan pengelolaan sampah;dan
d. melaporkan kejadiaan kecelakaan dan pencemaran lingkungan
akibat pengelolaan sampah kepada Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.

Pasal 44
Pemerintah Daerah dalam menerapkan sistem sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 dengan cara :
a. penetapan lokasi alternatif tempat pemprosesan akhir;
b. penyediaan fasilitas kondisi tanggap darurat dilakukan dengan tidak
berfungsinya sistem pengangkutan sampah, TPST dan/atau TPA, tidak
tersedianya alternatif TPST/TPA dan/atau menimbulkan dampak
negatif terhadap pencemaran lingkungan;
c. penetapan standar operasional prosedur evakuasi korban;
d. penetapan standar operasional prosedur pemulihan kualitas
lingkungan;dan
e. penetapan standar operasional prosedur kompensasi.

Pasal 45
(1) Dalam rangka pelaksanaan sistem tanggap darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 dan Pasal 44, Pemerintah Daerah melalui
Dinas melakukan :
a. rencana tanggap darurat penanggulangan sampah;
b. tanggap darurat penanganan sampah;
c. informasi kepada masyarakat mengenai kondisi darurat;dan
d. melaporkan kejadian kondisi tanggap darurat sampah kepada
Bupati.

30
(2) Dalam hal Kepala Dinas tidak dapat melaksanakan tangap darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati mengambil alih
tanggungjawab pelaksanaan tanggap darurat sampah dan
melaporkan kepada Menteri yang bertanggungjawab di bidang
Lingkungan Hidup dan Menteri yang bertanggungjawab di bidang
Pekerjaan Umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem operasional prosedur
tanggap darurat sampah diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV
LARANGAN

Pasal 46

Setiap orang dilarang :


a. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan;
b. membuang sampah diluar waktu yang telah ditentukan;
c. mencampur sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga dengan sampah B3 rumah tangga;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
e. mengotori, merusak, membakar, atau menghilangkan tempat sampah
yang telah disediakan;
f. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah, sehingga mengganggu kenyamanan penduduk
sekitar tempat pembakaran sampah dan menyebabkan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup;
g. melakukan pemprosesan akhir sampah menggunakan metode yang
tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan;
h. membuang sampah dari kendaraan ke tempat-tempat yang dilarang;
i. mengangkut sampah dengan alat pengangkut terbuka;
j. menggunakan ruang milik jalan atau ruang manfaat jalan sebagai
tempat TPS yang bersifat permanen;
k. membuang sampah ke dalam atau ke daerah sempadan
waduk/embung yang merupakan sumber air bersih/air minum atau
merupakan cadangan untuk sumber air bersih/air minum daerah;
l. membuang/menumpuk/menyimpan sampah di jalan, selokan, jalur
hijau, taman, kali, sungai, hutan, hutan lindung, fasilitas umum dan
tempat lain sejenisnya;
m. membuang sampah ke TPA tanpa Izin;dan
n. mengeruk atau mengais sampah di TPS yang berakibat sampah
menjadi berserakan.

31
Pasal 47
Setiap orang dilarang memasukan atau mendatangkan sampah yang
berasal dari luar daerah ke dalam wilayah Kabupaten Nabire.

Pasal 48
Tidak termasuk dalam pengertian memasukan sampah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 adalah sampah yang berasal dari sampah
kapal yang berlayar dan berlabuh

BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 49

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk memberikan sanksi administrasi


kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan
yang ditetapkan dalam perizinan.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;dan/atau
e. penetapan uang paksa

Pasal 50
(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menjatuhkan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) apabila :
a. pelaku usaha menyalagunakan izin yang diberikan Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
b. pengelola sampah tidak melakukan daftar ulang setiap tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (9);
c. pengelola sampah yang memindahtangankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (12).
(2) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang
bertentangan dengan Pasal 12 dikenakan sanksi administratif berupa
uang paksa paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima Juta

32
Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
Rupiah).
(3) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang
bertentangan dengan Pasal 18, Pasal 20 dikenakan sanksi
administratif berupa uang paksa paling sedikit Rp. 5.000.000,00
(Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh
Lima Juta Rupiah).
(4) Setiap pelaku usaha yang dengan sengaja tanpa melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) maka
Pemerintah Daerah dapat mencabut izin usahanya.
(5) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), wajib
disetorkan ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 51

(1) Setiap orang yang lalai atau dengan sengaja tidak melakukan
pemilahan dan pewadahan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dikenakan sanksi administratif berupa uang paksa paling
banyak Rp.1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah)
(2) Penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, yang lalai
atau dengan sengaja tidak menyediakan sarana pemilahan dan
pewadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi
administratif berupa uang paksa paling sedikit Rp.10.000.000,00
(Sepuluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (Lima
Puluh Juta Rupiah).
(3) Pengelola fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang
lalai atau dengan sengaja tidak menyediakan sarana pemilahan dan
pewadahan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, dikenakan sanksi administratif berupa uang paksa paling
sedikit Rp.1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan paling banyak
Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

BAB XVI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 52

(1) Setiap pelaku usaha yang lalai atau dengan sengaja tidak
mencantumkan label dan/atau tanda yang berhubungan dengan

33
pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau
produk yang dihasilkan kepada penanggungjawabnya diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).
(2) Setiap pelaku usaha yang lalai atau dengan sengaja tidak
menggunakan bahan baku produksi dan kemasan yang dapat diurai
oleh proses alam, yang menimbulkan sesedikit mungkin sampah,
dan yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (di cek ulang), kepada
penanggungjawabnya diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (Dua Puluh Lima
Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta
Rupiah).

Pasal 53

Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan sampah tanpa


memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).

Pasal 54

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53


adalah pelanggaran.

Pasal 55

(1) setiap orang dengan sengaja atau terbukti melakukan pelanggaran


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, huruf b, huruf n
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000,- (Seratus
Ribu Rupiah).
(2) setiap orang dengan sengaja atau terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf c dan huruf f dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 300.000,- (Tiga Ratus Ribu
Rupiah).
(3) setiap orang dengan sengaja atau terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf h, huruf i, huruf m
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000,- (Lima
Ratus Ribu Rupiah).

34
(4) setiap orang dengan sengaja atau terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf d, huruf e, huruf g,
huruf j, huruf k, dan huruf l dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).

BAB XVII
PENYIDIKAN

Pasal 56
(1) Selain pejabat penyidik POLRI, yang bertugas menyidik tindak
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
pelanggaran dan/atau tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian
pelanggaran dan/atau melakukan pemeriksaan kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan pelanggaran dan/atau
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
c. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya sebagai
tersangka atau saksi yang berkenaan dengan pelanggaran
dan/atau tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
pelanggaran dan/atau tindak pidana di bidang pengelolaan
sampah;
e. meminta keterangan dan mengumpulkan alat bukti berkenaan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
f. melakukan pemeriksaan atas alat bukti yang berkenaan dengan
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
g. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan dan barang yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana dibidang pengelolaan sampah;dan
h. melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara yang diduga
tempat kejadian atau lokasi yang terkena dampak pelanggaran
dan/ atau tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.

35
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum acara pidana.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Nabire.

Ditetapkan di Nabire
pada tanggal
BUPATI NABIRE

ISAIAS DOUW

Diundangkan di Nabire
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATENNABIRE

Drs. I. WAYAN MINTAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NABIRE TAHUN 2017 NOMOR..

36

Anda mungkin juga menyukai