Perbaikan Hasil-4
Perbaikan Hasil-4
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) yang di beberapa daerah disebut ketela rambat
atau ubi batatas merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi. Karena itu, ubi jalar memiliki peluang substitusi bahan
pangan utama, yang bila dikembangkan dapat berperan penting dalam upaya
penganekaragaman pangan dan dapat mengurangi konsumsi beras. Ubi jalar menjadi
sumber karbohidrat penting dalam sistem ketahanan pangan, di mana ubi jalar
berperan sebagai bahan pangan alternatif sumber karbohidrat saat terjadi panceklik
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), ubi jalar sudah lama diusahakan oleh petani
dan merupakan komoditi yang banyak tumbuh dan tersebar hampir di seluruh wilayah
ini. Klon-klon ubi jalar lokal yang dibudidayakan petani telah beradaptasi secara baik
dengan kondisi agroekologi dan agroklimat setempat. Selain itu, ubi jalar juga
memiliki sifat tahan terhadap kekeringan dan mampu berkompetisi secara baik dalam
sistem pertanaman tumpangsari. Masyarakat NTT sejak lama memanfaatkan ubi jalar
sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras dan jagung, terutama ketika terjadi
panceklik. Namun, rendahnya produktifitas dan kualitas hasil di tingkat petani serta
pengelolahan hasilnya, maka ubi jalar belum bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai
sumber pangan utama. Data statistik menunjukkan bahwa produksi ubi jalar di NTT
1
pada tahun 2009 tercatat sebesar 103.635 ton umbi basah dari areal panen seluas
Dibandingkan dengan data tahun 2008, maka luas panen dan produksi ubi jalar pada
Rendahnya hasil produksi ubi jalar di tingkat petani disebabkan antara lain
oleh teknik bercocok tanam yang kurang baik. Oleh karena itu maka teknik budidaya
lebih baik dan efisien. Selain itu, rendahnya produksi ubi jalar juga disebabkan oleh
penggunaan klon-klon yang berdaya hasil rendah dan teknik budidaya, khususnya
pemupukan, yang sama sekali tidak dilakukan dalam budidaya ubi jalar. Padahal di
sekitar area pertanian serta pemukiman petani banyak tersedia sumber pupuk seperti
pupuk kandang.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ubinjalar adalah dengan sistem
budidaya tanaman menggunakan teknologi pemupukan organik, yang sampai saat ini
belum sepenuhnya memanfaatkan kearifan lokal yang ada, seperti pupuk kandang dan
Pada umumnya ubi jalar ditanam pada tanah-tanah pertanian lahan kering yang
mempunyai kandungan unsur hara rendah. Keadaan ini berakibat pada rendahnya
produktivitas lahan karena petani tidak atau jarang mengembalikan sisa panennya ke
lahan pertanian. Komposisi dan penyerapan unsur hara oleh tanaman ubi jalar selama
pertumbuhan berhubungan erat dengan produksi ubi jalar. Hara yang hilang terangkut
2
oleh panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu sekitar 105 kg N, 41 kg P2O5 dan 210 kg
Menurut Fortuno dkk. (1996), salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
memenuhi hara dan meningkatkan hasil tanaman ubi jalar yaitu dengan menggunakan
pupuk organik. Pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan hasil dan juga dapat
memperbaiki dan menjaga struktur tanah tetap gembur, sehingga pertumbuhan akar
tanaman menjadi lebih baik. Menurut Yuwono dkk. (2002) pertumbuhan dan hasil
tanaman ubi jalar yang dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kascing, pupuk
kandang sapi, dan kompos temesi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
membutuhkan pupuk kandang kotoran ayam sebanyak 10-15 ton/ha (Setiadi, 2000).
Menurut Suntoro (2001), penggunaan pupuk kandang dengan dosis 9,5 ton/ha
mampu meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13 ton/ ha, dan
efek residunya untuk musim tanam berikutnya mampu memberikan hasil lebih tinggi
yaitu sebesar 2,6 ton/ha (Suntoro, 2001). Peneliti lain melaporkan bahwa penambahan
pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha mampu memberikan hasil padi gogo 5,93 ton
kandang sapi 20 ton/ ha mampu memberikan hasil biji 1,21 ton/ ha (Wiskandar, 2002).
tersebut harus diberi dengan dosis yang tepat. Hal ini disebabkan karena kecepatan
dekomposisi tergantung dari kualitas pupuk organik yang digunakan. Diharapkan pada
3
waktu penanaman, hara yang diperlukan oleh tanaman sudah tersedia dalam jumlah
yang cukup.
kandang kotoran sapi pada ubi jalar di NTT. Padahal, provinsi NTT yang merupakan
provinsi ternak menyimpan potensi yang cukup besar dalam hal ketersediaan pupuk
kandang kotoran sapi. Selain itu, di provinsi NTT, khususnya Timor Barat, banyak
tersedia klon-klon lokal ubi jalar potensial sebagai calon varietas unggul namun klon-
pupuk kadang kotoran sapi. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tentang
dan Hasil beberapa Klon Ubi jalar Asal Timor Barat perlu dilakukan.
1.1.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh interaksi pemberian
pupuk kandang kotoran sapi dan jenis klon ubi jalar terhadap pertumbuhan dan
1.1.2. Kegunaan
dalam menemukan teknologi tepat guna yang mudah, murah, dan ramah
lingkungan.
4
1.2. Hipotesis
5
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
Ordo : Convolvuleles
Family : Convolvuleles
Genus : Ipomea
Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim yang memiliki susunan tubuh
utama terdiri dari batang, daun, bunga, buah dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat,
tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat. Bentuk
umbinya biasa bulat sampai lonjong dengan permukaan rata. Bentuk umbi yang ideal
adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g-250 g/umbi (Rukmana, 1997).
Panjang batang tanaman yang bertipe tegak antara 1 m - 2 m. sedangkan tanaman ubi
Daun ubi jalar berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi atau berlekuk
dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian
6
daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung namun ada pula yang berbentuk
Bunga atau karangan bunga akan tumbuh pada ketiak daun, berbentuk terompet
tersusun atas lima helaian daun bunga dan satu tangkai putih. Mahkota bunganya
berwarna putih atau putih keungu-unguan. Bunga ubi jalar peka terhadap sinar
Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh menjadi
tanaman baru. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria untuk
menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang rata dan tidak banyak lekukan
termasuk umbi yang berkualitas baik. Umbi tanaman ubi jalar sudah dapat dipanen
pada umur 4-5 bulan atau 100-125 hari (Cahyono dan Juanda, 2000).
Ubi jalar (Ipomoea batatas) atau ketela rambat diduga berasal dari benua
Amerika. Para ahli botani memperkirakan daerah asal ubi jalar adalah Selandia Baru,
Polinesia, dan Amerika bagian tengah (Allard,1995 dalam Obije, 2010). Ubi jalar
diperkirakan pada abad ke-16. Penanaman ubi jalar meluas telah dimulai sejak tahun
1960 an. Daerah sentra ubi jalar pada mulanya berpusat di pulau Jawa, Bogor, Garut,
Kuningan, Serang dan beberapa kota lainnya. Pada tahun 1986 Indonesia merupakan
Negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia karena berbagai daerah di Indonesia
7
termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup adaptif untuk ditanam dan
sehingga dibudidayakan pada berbagai jenis lahan, ketinggian tempat dan tingkat
kesuburan tanah yang berlainan dari yang kurang subur sampai subur (Cahyono dan
Juanda, 2000). Daerah penyebaran terletak pada 300 LU dan 300 LS. Di Indonesia
yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga
ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl). Pada dataran tinggi (pegunungan)
sampai ketinggian 1000 m dpl, ubi jalar masih tumbuh dengan baik akan tetapi umur
panen menjadi panjang dan hasilnya agak sedikit menurun (Rukmana, 1997).
Derah yang paling ideal untuk pengembangan ubi jalar adalah daerah yang
bersuhu antara 21 27 0C yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/ hari, kelembaban
udara (RH) 50% - 60% dengan curah hujan 750-500 mm/tahun. Pertumbuhan optimal
untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering ( kemarau) asalkan kebutuhan
terpenuhi. Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk budidaya ubi jalar. Jenis
tanah yang baik adalah pasir berlempung dengan stuktur gembur, banyak mengandung
bahan organik, aerasi dan drainase baik serta mempunyai derajat kemasaman tanah
Ditinjau dari segi produktivitasnya, ubi jalar dengan umur empat bulan dapat
berproduksi lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari cara pengolahan atau budidaya, sifat
tanah dan varietas yang digunakan. Hal ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia dan
8
secara rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai sekitar 12 ton/ha
(Siregar, 1996).
penyebarannya cukup luas di seluruh kabupaten. Hal ini dapat dimungkinkan karena
klon-klon ubi jalar lokal tersebut setelah teradaptasi dengan baik dengan kondisi
wilayah setempat, baik iklim maupun tanahnya. Sifat lainnya yang dimiliki tanaman
ini yakni tahan terhadap kekeringan dan mampu berkompetisi secara baik dalam sistim
bahwa tanaman ini memiliki keragaman genetik yang cukup besar baik daya hasil,
tampilan morfologi tanaman, umbi, maupun rasanya. Potensi keragaman klon-klon ubi
jalar lokal ini merupakan landasan bagi proses pengembangannya, baik kualitas
Pengembangan dan pemanfaatan potensi ubi jalar sebagai salah satu jenis pangan
alternatif yang kaya akan sumber kalori dan nutrisi (gizi) yang cukup tinggi
merupakan solusi yang cukup ideal, efisien, berkaitan dengan permasalahan gizi
9
2.3. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan bahan-bahan organik
berupa sisa-sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan, dan batu-batuan
organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama ratusan tahun. Pupuk
organik juga berasal dari limbah industri, seperti limbah rumah potong hewan, limbah
industri pembuatan tahu dan tempe, ataupun air limbah industri lainnya yang telah
diolah, sehingga tidak lagi mengandung bahan beracun. Sebagai hasil pelapukan sisa-
sisa makhluk hidup, pupuk organik termasuk pupuk yang lengkap. Artinya, di dalam
pupuk tersebut terkandung unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman.
unsur-unsur organik di dalam pupuk ini baru bisa dimanfaatkan tanaman setelah
akan menghasilkan CO2 dan air, sedangkan senyawa nitrat akan terbentuk setelah
melalui nitrifikasi. Sumber utama bahan organik adalah sisa tanaman yang
dikembalikan ke dalam tanah dan pupuk organik (Buckman dan Brady, 1982 dalam
Jedeng , 2011).
kandungan organik tanah yaitu (1) menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk
10
melakukan penanaman secara tumpang sari sehingga tanah akan tertutup oleh
unsur hara, juga bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah (Yuwono, 2005).
Penambahan bahan organik dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan
fisik tanah dan bukan khusus untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah (Winarso,
Menurut Hanafiah (2004) secara fisik bahan organik berperan dalam (1)
merangsang granulasi, (2) menurunkan flastisitas dan kohesi, (3) memperbaiki struktur
tanah, (4) meningkatkan daya tahan tanah dalam menahan air sehingga drainase tidak
berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, selain itu dapat
meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sifat fisik tanah dapat
diperbaiki karena humus sebagai hasil perombakan bahan organik dapat bersifat
koloid, sehingga dengan menambahkan bahan organik atau pupuk organik berarti akan
menambah jumlah koloid tanah. Hal ini penting untuk tanah bertekstur kasar yang
mempunyai koloid tanah sedikit, sehingga dengan pemberian pupuk organik maka
daya menahan air dan kapasitas tukar kation menjadi baik (Muhadi, 1979).
biologis tanah, sehingga bahan organik dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak
mengandung bahan organik tidak cepat mengering, sebab bahan organik akan
menambah kemanpuan tanah menahan air. Air tidak akan mudah lepas meninggalkan
11
tanah oleh penguapan, perkulasi dan aliran permukaan sehingga air tersebut tersedia
bagi tanaman. Pengaruh lain dari pupuk organik dalam tanah bagi tanaman adalah
menaikkan kadar CO2 (Soepardi, 1979). Bahan organik sebagai pembenah tanah akan
berfungsi sebagai penyangga dan sumber unsur hara (Stevenson, 1983), meningkatkan
kemampuan tanah dalam memegang air melalui kemantapan agregat (Tisdale et al.,
1985 dalam Jedeng, 2011), memicu aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam
Pupuk kandang sapi berasal dari hasil dekomposisi kotoran sapi baik yang
berbentuk padat maupun cair. Unsur hara dalam pupuk kandang sapi sangat bervariasi
tergantung pada jenis pakan yang diberikan dan cara penyimpanan pupuk kandang
tersebut. Umumnya pupuk kandang sapi mengandung nitrogen 0,97 %, pospor (P2O5)
0,69 %, potasium (K2O) 1,66%, magnesium (Mg) 1,01,5% dan unsur hara mikro
(Purwo, 2007).
Pemberian dosis pupuk organik secarah umum bervariasi pada tanah yang
haranya sangat rendah dan strukturnya padat adalah berkisar antara 5-15 ton/ha, 15-20
ton/ha atau 20-30 ton/ ha, (Sarwanto dan Widiastuti, 2000). Margono dan Sigit (2000)
menyarankan dosis pupuk organik sebanyak 5-15 ton/ha; Martodenso dan Suryanto
(2001), menggunakan dosis pupuk organik (pupuk hayati) 15-20 ton/ ha terhadap
12
2.4. Pemupukan pada Ubi Jalar
Pemupukan pada ubi jalar sering diabaikan karena dianggap sebagai tanaman
yang toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Ubi jalar dapat
tumbuh secara normal pada lingkungan yang kurang mendukung dengan pemberian
pupuk yang minimum. Menurut Sarwono (2007), pada lahan yang subur, ubi jalar
Ubi jalar termasuk tanaman yang boros hara. Penyerapan unsur hara pada
kondisi normal mencapai kecepatan tinggi pada umur 6 12 minggu setelah tanam.
Hal tersebut berhubungan dengan fase pertumbuhan ubi jalar yang mulai pembentukan
umbi pada umur 1 bulan setelah tanam, sehingga diperlukan pemupukan K kedua saat
tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Bailey, Ramakrisna, dan Kirchhof (2009)
dalam Wahyudi (2011) menjelaskan bahwa tanaman ubi jalar memerlukan jumlah
unsur minimum selama satu siklus rata-rata 130 - 180 kg K/ha, unsur N sebanyak 80 -
Kalium merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman penghasil
karbohidrat terutama tanaman ubi jalar (Hahn dan Hozyo, 1996 dalam Mastina dkk,
2004). Tanaman Ubi jalar membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan N dan
P (Edmond dan Ammerman, 1971 dalam Yiyi, 2006). Kekurangan K pada ubi jalar
menimbulkan bercak kuning pada tepi daun yang diikuti oleh nekrosis. Kekurangan
unsur K yang berat dapat meningkatkan hijauan, karena hasil fotosintesis tidak
13
pertumbuhan batang dan daun. Menurut Sarwono (2007), unsur K sangat membantu
penyimpanan karbohidrat.
Nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman ubi jalar dalam
jumlah banyak. Tanaman ubi jalar membutuhkan nitrogen lebih banyak dari pada
klorofil dan protein. Nitrogen menyebabkan pertumbuhan tajuk dan umbi yang baik,
dan kalium berguna untuk perkembangan umbi. Pemberian N yang tinggi akan
Soemarno (1985) mengemukakan bahwa bagian atas tanaman ubi jalar (daun
dan batang) mempunyai kadar N lebih tinggi dibandingkan dengan bagian bawah
(akar dan umbi). Kadar N tersebut tinggi pada awal pertumbuhan, kemudian menurun
hingga saat panen. Wargiono (1980) mengemukakan tanaman ubi jalar mengambil
unsur P dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan N dan K.
Walaupun unsur P diperlukan tanaman ubi jalar dalam jumlah yang kecil, namun
fosforilasi karbohidrat untuk pertumbuhan akan terhambat. Pada tanah miskin perlu
pemupukan P agar diperoleh hasil yang tinggi. Unsur P berperan dalam memproduksi
14
Pemupukan dasar berupa pupuk organik atau pupuk kandang perlu dilakukan
untuk menambah bahan organik dalam tanah. Selain untuk menambah bahan organik
dalam tanah, pupuk kandang juga dapat memperbaiki dan mempertahankan struktur
Bedengan jerami padi sangat baik jika diberi pupuk kandang. Caranya, pupuk
oleh mikroorganisme menjadi lebih cepat. Dengan demikian, jerami padi dirombak
menjadi bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman yang membutuhkan unsur
N,P dan K. Dengan penambahan pupuk kandang, maka kekurangan unsur N,P, dan K
Pupuk kandang yang diberikan sebagai pupuk dasar harus sudah jadi. Pupuk
kandang yang belum jadi dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena masih
mengalami proses pelapukan yang mengeluarkan panas hingga 75 oC. Kondisi tanah
yang panas dapat menyebabkan perakaran tanaman mati sehingga tanaman ubi jalar
itu pun akan mati pula. Disamping itu, pupuk kandang yang belum jadi mengandung
kuman / bibit penyakit yang dapat membahayakan tanaman ubi jalar. Ciri-ciri pupuk
kandang yang sudah jadi adalah berstruktur remah, tidak basah dan tidak terlalu kering
(Yiyi, 2006).
Pupuk kandang ditebarkan secara merata pada permukaan tanah bedengan, kemudian
bedengan dicangkul tipis-tipis agar pupuk kandang dapat tercampur merata dalam
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Kecamatan Alak, Kota Kupang, yang berlangsung dari bulan September 2012 -
Januari 2013.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, rol meter,
linggis, sekop, ember, karung, timbangan, kayu patok, tali rafia, papan plot, kamera,
alat tulis-menulis. Bahan yang digunakan yaitu stek ubi jalar dari 5 klon ubi jalar yang
terdiri dari 4 klon asal Timor Barat dan 1 varietas pembanding asal BALITKABI
terdiri atas dua factor yakni dosis pupuk kandang kotoran sapi sebagai petak utama
dan klon ubi jalar pada anak petak. Perlakuan pada petak utama terdiri dari tiga level
dosis pupuk kandang kotoran sapi yaitu: (D0): tanpa pupuk kandang (0 ton/ha), (D1) :
5 ton/ha, (D2) : 10 ton/ha. Perlakuan pada anak petak terdiri 5 klon ubi jalar, yakni 4
16
klon asal Timor Barat dan 1 varietas pembanding. Dengan demikian terdapat 15
percobaan sebanyak 30 unit, yang diatur dalam dua blok atau ulangan. Penempatan
perlakuan dilakukan secara acak. Daftar nama klon ubi jalar yang digunakan dalam
Tabel 3.1. Asal dan Kode Klon/Varietas ubi jalar yang diuji
Data hasil penelitian akan dianalisis ragam dengan pola Rancangan Petak
Di mana :
Yrij = Hasil pengamatan dari kelompok r pada perlakuan taraf ke I dari faktor A
17
Pr = pengaruh kelompok ke r
Jri = Komponen random dari galat yang berhubungan dengan perlakuan anak
r = 1, 2 . m ( m = jumlah kelompok)
Kemudian analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT (5%) untuk
18
3.5. Pelaksanaan Penelitian
Persiapan lahan dimulai dengan membersihkan lahan dari rumput liar (gulma)
kemudian diolah dan dibuat bedengan dengan jumlah 30 bedeng dengan luas masing-
masing bedeng adalah 3 x 1 m, tinggi bedeng 30 cm, dan jarak antara bedeng adalah
50 cm.
Bibit yang digunakan berupa stek pucuk yang diambil dari tanaman yang telah
berumur 2 bulan. Panjang tiap-tiap stek yang diperlukan adalah 25- 30 cm atau sekitar
4 - 5 buku/ruas.
3.5.3. Penanaman
Stek ubi jalar ditanam dalam lubang tanam sedalam 5-8 cm dengan 2/3 bagian
(pangkal) stek dimasukan dalam lubang yang dibuat di tengah bedeng dan bagian
(ujung) dibiarkan di atas permukaan tanah. Stek ubi jalar di tanam 1 stek per lubang.
Setiap bedeng ditanam 5 stek dengan jarak tanam dalam bedeng 50 cm.
3.5.4. Pemeliharaan
Tanaman ubi jalar diamati secara teratur agar terhindar dari hama dan
penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari (pagi dan sore) hingga
mencapai kapasitas lapang. Penyiangan dilakukan jika ada gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika terdapat adanya
serangan hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida yang sesuai dan secara
19
mekanis. Penyulaman dilakukan pada 7 HST untuk mengganti tanaman yang tidak
tumbuh.
3.5.5. Pemupukkan
kotoran sapi dengan tiga dosis yakni D0: 0 ton/ha, D1 (5 ton/ha), D2 (10 ton/ha),
dengan pupuk kandang dilakukan sebelum tanam dengan cara ditaburkan secara
3.5.6. Pemanenan
Setelah umbi-umbi tanaman ubi jalar telah tua (matang), tanaman sudah dapat
dipanen. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 5 bulan dengan kriteria yang
dapat dilihat adalah jika daun-daunnya (dekat pangkal batang) sudah tua atau
menguning. Pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat cuaca cerah atau
tidak hujan. Penggalian dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan
pada umbi. Setelah itu hasil panen disimpan pada tempat yang terhindar dari sinar
matahari langsung.
20
3.6. Pengamatan
b) Jumlah daun
21
2. Pengamatan terhadap hasil dan komponen hasil, meliputi :
umbi yang layak dijual (> 150 gram) tiap tanaman dalam petak kemudian
dirata-ratakan.
b) Panjang umbi
dari pangkal umbi sampai ujung umbi. Pengamatan ini dilakukan pada
c) Diameter Umbi
22
BAB IV
Penanaman stek klon ubi jalar asal Timor Barat dan varietas pembanding
minggu setelah tanam dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari dan sore hari.
Selanjutnya penyiraman dilakukan satu kali sehari. Pada umur 2 minggu setelah tanam
(MST), sudah terlihat adanya perkembangan tunas baru yang tumbuh walaupun belum
seluruhnya, karena ada beberapa stek yang tidak tumbuh (mati) sehingga perlu
Pada umur 2 Bulan Setelah Tanam (BST), tanaman ubi jalar terserang hama
belalang yang menyerang daun tanaman ubi jalar. Pengendalian terhadap hama ini
tanaman juga terjadi berupa adanya gejala daun-daun menguning serta mengering
(nekrose) atau seperti terbakar yang diduga diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang
pupuk kandang kotoran sapi pada permukaan bedeng sesuai dengan dosis perlakuan,
kemudian dicampur merata dengan tanah pada permukaan bedeng. Kondisi ubi jalar
yang tidak diberi perlakuan pupuk kandang dan yang diberi perlakuan pupuk kandang
23
memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam hal pertumbuhannya. Hal yang
sama juga tampak pada perlakuan jenis klon atau varietas yang diuji. Akan tetapi ada
beberapa klon yang pertumbuhannya tidak terlalu berbeda secara menyolok antar
dilakukan pada awal bulan Januari 2013, ketika tanaman berumur sekitar 5 bulan.
karakter-karakter tanaman yaitu jumlah daun, panjang sulur, dan jumlah cabang
sekunder tanaman yang berpengaruh terhadap daya hasil ubi jalar. Pengamatan
saat tanaman berumur 2 dan 4 BST, dengan mengamati 3 tanaman sampel dari
masing-masing bedeng.
Plot percobaan dan penampilan beberapa klon ubi jalar yang diberi perlakukan
24
c. Kidal: 5 ton/ha pupuk kandang (V2D1) d. LB-01, 10 ton/ha pupuk kandang (V1D2)
Gambar 4.2. a. Plot Percobaan , b. ON-06: Tanpa pupuk kandang, c. Kidal, 5 ton/ha
pupuk kandang, d. LB-01: 10 ton/ha pupuk kandang.
vegetatif klon-klon ubi jalar pada berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi. Namun,
perbedan secara visual tersebut belum dapat dipastikan akibat pengaruh perlakuan.
Secara detail, pengaruh perlakuan pemupukan dengan pupuk kandang kotoran sapi
terhadap komponen pertumbuhan vegetatif klon-klon ubi jalar yang diuji disajikan
Data lengkap rata-rata panjang sulur klon-klon ubi jalar yang diuji dan hasil
ditampilkan pada Tabel 4.2. Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap panjang sulur
tanaman ubi jalar pada lampiran 3a-3d, dapat dilihat bahwa, interaksi antara dosis
pupuk kandang dan jenis klon ubi jalar memberikan pengaruh yang sangat nyata ( P <
0,01) terhadap panjang sulur tanaman pada umur 2 BST dan 4 BST.
25
Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada umur 2 BST, secara rata-rata
menghasilkan sulur terpanjang (81,94 cm) yang secara statistik berbeda nyata dengan
klon-klon lokal asal Timor Barat. Panjang sulur terpanjang pada varietas Kidal
diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (98,50 cm) yang nyata
lebih tinggi dari perlakuan D1(5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang). Sementara
itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang, sulur terpendek
diperoleh pada klon lokal LB-01 menghasilkan sulur terpendek (49,0 cm) namun tidak
Pada umur 4 BST panjang sulur tertinggi untuk keseluruhan perlakuan dosis
pupuk kandang diperoleh pada klon ORM-02 (156,89 cm), diikuti oleh Kidal (146,26
cm) dan NBN-01(274,89 cm), sedangkan sulur terpendek diperoleh pada klon LB-01
(113,16 cm). Pada klon lokal ORM-02, sulur terpanjang diperoleh pada perlakuan
dosis pupuk kandang 10 ton/ha dengan panjang sulur 170,67 cm. Secara umum ada
kecenderungan bahwa makin tinggi dosis pupuk kandang maka makin tinggi pula
26
Tabel 4.2. Rata-rata panjang sulur klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang kotoran sapi pada umur 2 dan 4 BST.
Klon Ubi Jalar Dosis Pukan (D)
2 BST 4 BST
Rata- Rata-rata
(V) D0 D1 D2 D0 D1 D2
rata (V) (V)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji DMRT 0,05. Huruf kapital
menyatakan perbandingan menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.
27
Dari data dan penjelasan di atas, klon LB-01 memiliki rerata panjang sulur
terendah baik pada umur 2 BST maupun 4 BST pada berbagai perlakuan dosis pupuk
kandang yang diberikan. Hal ini menjelaskan bahwa klon LB-01 memiliki
pertumbuhan sulur paling rendah karena baik pada perlakuan tanpa pemberian pupuk
kandang maupun diberi pupuk kandang dengan dosis 5-10 ton/ha. Sementara itu, klon
ORM-02 menunjukkan sulur yang lebih panjang dari varietas pembanding Kidal. Hal
ini berarti bahwa klon lokal tersebut mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk
Rerata panjang sulur sebagian besar tanaman yang diberi perlakuan pemupukan
(D1 dan D2) lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk
kandang (D0) baik pada 2 BST maupun pada 4 BST. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur hara yang terkandung dalam
tanah. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi lebih
perkembangan tanaman menjadi lebih baik. Selain itu, pupuk organik (pupuk
kandang), selain dapat menyediakan unsur hara, juga dapat membantu efisiensi
penyerapan unsur hara yang telah ada di dalam tanah (Jedeng, 2011). Lebih
rendahnya panjang sulur pada tanaman tanpa perlakuan pupuk kandang (dosis 0
ton/ha) menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara berperan dalam proses fisiologis
28
Jika dilihat lebih seksama, terdapat beberapa aksesi lokal ubi jalar yang panjang
sulurnya lebih tinggi dari pada varietas pembanding, baik pada perlakuan tanpa
pemberian pupuk (D0) maupun pada perlakuan pemberian pupuk (D1 dan D2). Hal
dalam hal penambahan panjang sulur yang lebih baik. Akan tetapi panjang sulur yang
lebih tinggi tidak menjadi jaminan bahwa aksesi-aksesi tersebut mempunyai daya hasil
Data rerata jumlah daun tanaman pada umur 2 dan 4 BST disajikan pada Tabel
4.3, sedangkan data lengkap dan hasil analisis ragam disajikan pada lampiran 4a-4d.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang
kotoran sapi dan jenis klon ubi jalar tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap
jumlah daun pada saat tanaman berumur 2 BST maupun 4 BST. Namun, faktor anak
petak (jenis klon ubi jalar) menunjukkan pengaruh yang nyata (P< 0,05) terhadap
jumlah daun pada umur 2 BST. Tidak adanya pengaruh interaksi yang nyata
penambahan jumlah daun tanaman ubi jalar. Penambahan jumlah daun berbeda untuk
setiap jenis klon yang diuji atau dengan kata lain penambahan jumlah daun tanaman
29
Pada umur 2 BST, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,
klon ON-06 menghasilkan jumlah daun (48,61 helai) yang nyata lebih tinggi dari
varietas pembanding. Jumlah daun terbanyak kedua dihasilkan oleh klon lokal NBN-
01 (40,89 helai) namun tidak berebeda secara substansial dengan LB-01 sementara
itu, klon lokal ORM-02 menghasilkan jumlah daun paling rendah (35,06 helai) diikuti
Pada umur 4 BST faktor petak utama (dosis pupuk kandang) berpengaruh nyata
terhadap rerata jumlah daun, dimana pengaruh dosis pupuk kandang tersebut belum
terlihat pada umur 2 BST. Hal ini menunjukkan bahwa ketika tanaman baru berumur
2 BST, kemampuan pembentukan daun tiap-tiap klon masih belum terlihat adanya
perbedaan pada variasi dosis pemupukan, diduga karena pada umur 2 BST, pupuk
kontribusi unsur hara bagi tanaman masih minim. Selanjutnya, pada umur 4 BST,
menyediakan unsur hara bagi tanaman yang pada gilirannya berkontribusi terhadap
30
Tabel 4.3. Rata-rata jumlah daun klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang pada umur 2 dan 4 BST.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji DMRT 0,05. Huruf kapital
menyatakan perbandingan menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.
31
Data tersebut juga menunjukkan bahwa pupuk organik bukanlah pupuk kimia
proses dekomposisi yaitu perombakan unsur-unsur hara yang belum dapat diserap oleh
akar tanaman dirombak menjadi unsur yang dapat diserap oleh akar tanaman dengan
membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga pemberian pupuk organik (pupuk
kandang mengembalikan siklus nutrisi alami tanah dan membentuk material organik
tanah.
pemupukan dengan pupuk kandang menunjukkan bahwa jumlah daun sebagian besar
klon lokal mampu menyamai dan bahkan ada juga yang lebih tinggi dari varietas
kemampuan yang lebih tinggi dari varietas pembanding dalam hal pembentukan daun.
interaksi dari proses-proses yang diatur secara genetik, sehingga kemampuan genetik
dari jenis atau varietas tanaman menentukan kemampuan tanaman tersebut dalam
Dari data hasil pengamatan rerata jumlah daun terlihat bahwa terdapat
peningkatan jumlah daun seiring meningkatnya dosis pupuk kandang baik pada umur
2 BST maupun pada umur 4 BST. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang yang
32
diaplikasikan mampu memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara, dimana dalam
kisaran dosis pupuk kandang dalam penelitian ini, jumlah unsur hara yang tersedia
ditentukan oleh banyaknya pupuk kandang yang diberikan. Tersedianya unsur hara
untuk proses fotosintesis menyebabkan fotosintat pada tanaman menjadi tercukupi dan
proses pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti daun menjadi lebih baik.
Menurut Syekhfani (2000) dan Setiawan (2002), pupuk kandang memiliki sifat yang
alami dan tidak merusak tanah, selain menyediakan unsur hara makro dan mikro juga
memperbaiki sturktur tanah dan juga berperan dalam pembentukan bagian vegetatif
Rerata jumlah cabang sekunder tanaman pada umur 2 BST dan 4 BST dapat
dilihat pada Tabel 4.4, sedangkan data lengkap dan hasil analisis ragam disajikan
pada lampiran 5a-5d. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis
pupuk kandang dan jenis klon ubi jalar memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap jumlah cabang sekunder per tanaman pada umur 2 BST maupun 4 BST.
Namun, faktor anak petak (jenis klon/varietas ubi jalar) menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap rerata jumlah cabang sekunder tanaman pada umur 4 BST. Hal ini
berarti bahwa pembentukan cabang sekunder tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor
33
Tabel 4.4. Rata-rata jumlah cabang sekunder klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang pada umur 2 dan 4 BST.
34
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada umur 2 BST rerata jumlah cabang sekunder
per tanaman cukup bervariasi berkisar dari 1,5 (D0V5) hingga 3,17 (D2V5) cabang
per tanaman, namun variasi jumlah cabang sekunder ini tidak berbeda secara statistik,
baik antar perlakuan dosis pemupukan, antar klon/varietas maupun interaksi keduanya.
Pengaruh perlakuan terhadap jumlah cabang produktif baru terlihat nyata pada
saat tanaman berumur 4 BST dimana pada umur tersebut jenis klon ubi jalar
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang sekunder per tanaman.
Sedangkan pengaruh dosis pupuk kandang dan interaksi dosis pupuk kandang serta
jenis klon tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang sekunder
per tanaman. Pada umur 4 BST, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk
kandang, klon ORM-02 menghasilkan jumlah cabang sekunder (6,72 cabang) yang
tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang dimilki oleh varietas Kidal (6,50) dan
ON-06 (6,06), sebaliknya, jumlah cabang sekunder terendah dimilki oleh klon lokal
LB-01 yang hanya menghasilkan 5,22 cabang, diikuti oleh NBN-01 (5,50 cabang).
Adanya pengaruh jenis klon terhadap jumlah cabang sekunder pada 4 BST
menunjukkan bahwa pupuk organik (pupuk kandang) tidak secara langsung dan cepat
menyuburkan tanah dengan meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Pupuk organik
membutuhkan waktu untuk menyediakan unsur hara di dalam tanah melalui proses
dekomposisi, dimana, unsur-unsur hara yang belum tersedia bagi tanaman, dirombak
35
4.3. Hasil dan Komponen Hasil
umbi dan diameter umbi yang berpengaruh terhadap hasil (berat segar umbi) ubi jalar.
mengamati semua umbi per tanaman sesuai dengan variabel pengamatan kemudian
dirata-ratakan.
Penampilan dari beberapa umbi ubi jalar dari beberapa klon/varietas yang diuji
36
Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa penampilan umbi dari beberapa
klon/varietas ubi jalar dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Perbedaan secara
visual tersebut bisa disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dalam hal ini
dosis pupuk kandang, maupun hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Secara detail, pengaruh perlakuan pemberian pupuk kandang kotoran sapi terhadap
komponen hasil dari klon-klon ubi jalar yang diuji disajikan pada bagian berikut ini.
Data lengkap dan hasil analisis ragam jumlah umbi per tanaman dapat dilihat
pada Lampiran 6a 6b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.5. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan jenis
klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah umbi per tanaman.
Data pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata untuk semua perlakuan dosis
(5,52 umbi/tanaman) yang secara statistik berbeda nyata dengan klon-klon lokal asal
Timor Barat. Jumlah umbi terbanyak pada varietas Kidal diperoleh pada perlakuan
pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (7,95 umbi/tanaman ) yang nyata lebih tinggi dari
perlakuan D1(5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang). Jumlah umbi terbanyak kedua
diperoleh pada klon LB-01 (V1) (4,13 umbi/tanaman), yakni pada perlakuan 10 ton/ha
(D2) (4,68 umbi/tanaman). Hal ini menunjukkan bahwa kedua klon ubi jalar tersebut
secara genetis mempunyai gen-gen yang mampu menghasilkan umbi yang banyak,
dan klon-klon tersebut juga mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tumbuh
37
sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Klon-klon tersebut juga mampu menyerap
unsur hara sesuai dengan tingkat perlakuan untuk melangsungkan proses fisiologis
(fotosintesis dan respirasi) yang akan mendukung proses pertumbuhan umbi tanaman
ubi jalar
Tabel 4.5. Rata-rata jumlah umbi per tanaman klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis
pupuk kandang pada saat panen.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak
nyata pada Uji DMRT 0,05. Huruf kapital menyatakan perbandingan
menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.
Sementara itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,
klon lokal ON-06 menghasilkan jumlah umbi terendah (2,14 umbi/tanaman) yang
38
nyata lebih pendek dari klon/vareitas lainnya. Selanjutnya, jumlah umbi terendah
pada ON-06 diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0). Hal ini
Hasil pengamatan terhadap jumlah umbi pada Tabel 4.5, secara umum
memperlihatkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha
memiliki jumlah umbi yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang
diberi perlakuan dosis pupuk 5 ton/ha dan 0 ton/ha (tanpa diberi pupuk). Peningkatan
dosis pupuk organik meningkatkan pertumbuhan dan hasil ubi jalar. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh positif pupuk organik terhadap peningkatan sifat fisik,
kimia dan biologi tanah sehingga memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi ubi
Data lengkap dan hasil analisis ragam untuk panjang umbi ditampilkan pada
lampiran 7a-7b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.6. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran sapi dan
jenis klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap panjang umbi.
Data pada Tabel 4.6. menunjukkan bahwa secara rata-rata untuk semua
umbi terpanjang (16,45 cm) yang tidak berbeda secara substantial dengan klon lokal
39
ORM- (16,37 cm). Panjang umbi terpanjang pada varietas Kidal diperoleh pada
perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (17,07 cm) yang nyata lebih tinggi dari
perlakuan dengan dosis D1 (5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang). Hal ini
Tabel 4.6. Rata-rata panjang umbi klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk
kandang pada saat panen.
40
Sementara itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,
klon NBN-01 menghasilkan panjang umbi terpendek (14,86 cm) yang nyata lebih
pendek dari klon/varietas lainnya. Panjang umbi terendah pada klon NBN-01
diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0). Keadaan tersebut menunjukan
bahwa kemampuan tanaman dalam perkembangan umbi berbeda untuk setiap jenis
klon/varietas yang diuji. Faktor genetik tanaman lebih berpengaruh terhadap panjang
Terjadinya perbedaan panjang umbi pada setiap klon sangat dipengaruhi oleh interaksi
antara faktor-faktor genetik dalam tanaman dan juga lingkungan tanaman itu tumbuh
kotoran sapi dosis 5 ton/ha dan 10 ton/ha meningkatkan panjang umbi ubi jalar,
dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang kotoran sapi. Pupuk organik
berperan pada sifat fisik tanah, kimia dan biologi tanah (Stevenson, 1994 dalam
Kapugu, 2009). Pada perbaikan sifat kimia tanah pupuk organik menyumbang hara ke
tanah dan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Sedangkan perbaikan
sifat biologi tanah, pupuk organik yang berasal dari berbagai sumber bahan organik
dapat membawa jasad renik yang bermanfaat bagi perbaikan sifat fisik dan kimia
tanah, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif pada pertumbuhan dan hasil
tanaman.
41
4.3.3. Diameter Umbi
Data lengkap dan hasil analisis ragam untuk diameter umbi ditampilkan pada
lampiran 8a-8b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.7. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran sapi dan
jenis klon/varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap diameter umbi. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 4.7, dimana secara rata-rata diameter umbi terbesar untuk
semua perlakuan dosis pupuk kandang diperoleh pada klon LB-01 (19,11 cm) yang
secara statistik berbeda nyata dengan klon-klon asal Timor Barat. Diameter umbi
terbesar pada klon LB-01 diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dengan dosis 10
ton/ha (D2) (10,07 cm) yang nyata lebih tinggi dari perlakuan D0 (5 ton/ha) dan D0
(tanpa pupuk kandang). Sedangkan, diameter umbi terkecil dimiliki oleh Kidal (V2)
(6,84 cm) yang nyata lebih kecil dari klon-klon lokal asal Timor Barat. Diameter umbi
terkecil pada varietas Kidal diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0) (5,88
cm).
Hasil pengamatan pada Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa, rerata diameter
pembanding (Kidal), baik pada perlakuan tanpa pemupukkan (0 ton/ha) maupun pada
perlakuan pemupukan dengan dosis 5 ton/ha dan 10 ton/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa klon-klon tersebut mempunyai potensi untuk membentuk umbi yang lebih
diameter umbi dipengaruhi oleh bentuk umbi masing-masing klon yang selain oleh
faktor kesuburan dan struktur tanah, juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Ukuran
42
diameter umbi setiap tanaman berbeda-beda yang ditentukan oleh genotipnya atau
Tabel 4.7. Rata-rata diameter umbi klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk
kandang pada saat panen.
Hasil pengamatan terhadap diameter umbi (Tabel 4.7) tersebut secara umum
memperlihatkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha
(D2) memiliki rerata diameter umbi tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
43
pupuk kandang kotoran sapi pada dosis 10 ton/ha mampu memberikan ketersediaan
unsur hara dalam tanah dan mempengaruhi proses fisiologis tanaman sehingga
berjalan baik. Selain itu, pemberian pupuk kandang (organik) dapat menstabilkan
tekstur tanah sehingga menjadi gembur, yang sangat bagus untuk perkembangan umbi
di dalam tanah.
Data lengkap dan hasil analisis ragam berat segar umbi per tanaman dapat dilihat
pada Lampiran 9a-9b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.8. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan jenis
klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar umbi pertanaman.
Pada Tabel 4.8, klon lokal LB-01 dan varietas pembanding menunjukkan rerata
berat segar umbi tertinggi untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang dengan nilai
rerata masing-masing sebesar 1,39 kg (setara 23,16 ton/ha) dan 1,13 kg per tanaman
(setara 18,83 ton/ha). Secara lebih rinci dapat dilihat bahwa berat segar umbi paling
tinggi diperoleh pada kedua klon tersebut pada perlakuan dosis pupuk kandang 10
ton/ha, masing-masing sebesar 1,62 kg per tanaman (setara 27,01 ton/ha) dan 1,65 kg
per tanaman (setara 27,5 ton/ha). Lebih tingginya berat segar umbi klon LB-01 dan
Kidal pada semua level perlakuan petak utama, menunjukkan bahwa kedua
hasil dari proses fotosintesis untuk menimbunnya sebagai cadangan makanan pada
44
umbinya, yang pada gilirannya menghasilkan berat segar yang lebih tinggi
umbi pada dosis pupuk kandang tertinggi yakni 10 ton/ha berarti bahwa jumlah pupuk
kandang yang diberikan tersebut mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk
umbi. Sementara itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang
klon ON-06 memberikan hasil berat segar umbi terendah (0,64 kg) (setara 10,67
ton/ha), yang pada perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) hanya memperoleh
Secara umum data pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rerata berat segar umbi
tanaman berbeda nyata antara ketiga tingkat perlakuan petak utama (dosis pupuk
kandang). Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketersedian unsur hara bagi tanaman yang
berbeda pada ketiga tingkat pemupukan mengakibatkan jumlah unsur hara yang dapat
fontosintat tidak sama antar ketiga tingkat perlakuan tersebut, dimana pada
pemupukan dengan dosis 10 ton/ha tanaman lebih banyak menyimpan hasil fotosintat
sehingga umbi yang terbentuk memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang diberi perlakuan pupuk dengan dosis 5 ton/ha dan 0 ton/ha. Menurut
Kartini (1996) dan Adiningsih (1996) dalam Soemarwoto dkk.,(2008) pupuk organik
kemampuan tanaman menyerap unsur hara makro dan mikro serta meningkatkan
aktivitas mikroorganisme.
45
Tabel 4.8. Rata-rata berat segar umbi per tanaman (kg) klon lokal dan varietas
pembanding ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang kotoran sapi.
memperlihatkan bahwa hasil tertinggi yang diperlihatkan oleh varietas Kidal sangat
konsisten dengan lebih tingginya parameter komponen vegetatif seperti jumlah daun,
jumlah cabang sekunder, jumlah umbi, panjang umbi pada varietas ini. Sementara itu,
tingginya berat segar umbi pada klon LB-01 didukung oleh lebih tingginya jumlah
46
umbi dan diameter umbi pada klon ini pada perlakuan dosis pupuk kandang yang
diberikan.
Hal di atas menunjukkan bahwa, berat segar umbi yang tinggi pada varietas
Kidal memiliki keterkaitan dengan komponen vegetatif yaitu memiliki jumlah daun
tanaman yang banyak, di mana varietas Kidal memiliki rerata jumlah daun sebanyak
121,44 helai/tanaman (4 BST). Dengan Jumlah daun yang banyak dan optimal sangat
mendukung proses fotosintesis yang akan menghasilkan fotosintat yang ditimbun pada
bagian cadangan makanan yaitu umbi yang besar dan bobotnya yang tinggi. Keadaan
ini sesuai dengan pendapat Salisbury & Ross (1992) dan Edmond dkk., (2005) yang
dengan jumlah dan luas daun yang dibentuk oleh tanaman tersebut. Jumlah daun yang
tanaman yang pada akhirnya mempengaruhi berat basah umbi (Salisbury & Ross.
1995).
Dari aspek jumlah cabang sekunder, varietas Kidal menghasilkan rerata jumlah
cabang sekunder 6,50 cabang/tanaman namun tidak berbeda nyata dengan klon-klon
ubi jalar lainnya. Fisher (1992), menyatakan bahwa permukaan umbi dan jumlah mata
partumbuhan vegetatif akar, daun dan batang merupakan daerah pemanfaatan yang
kompetitif dalam hasil assimilasi. Proporsi hasil asimilasi di bagian ketiga organ ini
47
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Adanya hubungan yang erat antara
jumlah cabang dengan jumlah daun disebabkan karena pada tanaman ubi jalar, daun
muncul pada setiap cabang sehingga semakin banyak cabang semakin banyak
daunnya. Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan
menghasilkan fotosintat yang ditimbun sebagai cadangan makanan pada akar (umbi).
Sehingga, semakin banyak hasil fotosintat maka, semakin banyak pula jumlah umbi
Hasil pengamatan terhadap peubah komponen hasil (jumlah umbi, panjang umbi,
diameter umbi), menunjukkan adanya kaitan erat dengan tingginya berat segar umbi
pada LB-01 dan Kidal. Sebagaimana diketahui bahwa Kidal mampu menghasilkan
rerata jumlah umbi tertinggi yakni 5,25 umbi/tanaman, diikuti klon lokal LB-01 (4,13
umbi/tanaman) (Tabel 4.5). Varietas Kidal juga memiliki rerata panjang umbi tertinggi
(16,45 cm) sedangkan panjang umbi klon LB-01 mencapai 15,91 cm. Pada parameter
diameter umbi klon LB-01 memiliki rerata diameter umbi tertinggi (9,11 cm) yang
nyata lebih tinggi dari Kidal (6,84 cm) (Tabel 4.7). Hal ini berarti bahwa semakin
besar ukuran umbi (panjang dan diameter) serta semakin banyak jumlah umbi,
seleksi tanaman ubi jalar perlu diperhatikan karakter pertumbuhan vegetatifnya seperti
jumlah daun dan jumlah cabang sekunder, serta karakter komponen hasil seperti
jumlah umbi serta ukuran umbi (diameter dan panjang), karena karakter-karakter
tersebut akan sangat besar pengaruhnya terhadap berat segar umbi yang diperoleh.
48
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1) Interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan jenis klon ubi
jalar berpengaruh nyata terhadap panjang sulur, baik pada umur 2 maupun 4
BST, namun berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun dan jumlah cabang
sekunder.
2) Baik dosis pupuk kandang maupun jenis klon, secara terpisah berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun dan jumlah cabang sekunder per tanaman.
3) Pada semua peubah yang diamati, rerata tertinggi pada semua klon yang diuji
4) Secara keseluruhan, rerata berat segar umbi tertinggi dimiliki oleh klon lokal
LB-01 dan varietas Kidal pada perlakuan D2 (10 ton/ha pupuk kandang),
49
5.2. Saran
Dari hasil penelitian ini, maka disarankan agar perlu dilakukan penelitian dengan
paket pemupukan yang sama pada lokasi yang berbeda di daratan Timor Barat.
50
DAFTAR PUSTAKA
Abas, R. P. P., Yiyi. M., 2006, Pengaruh Klon dan Dosis Pupuk Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Adininingsih, S., 1996, Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk Untuk Melestarikan Swa
Sembada Pangan. Pros. Simposiun Nasional dan Konggres VI Peragi. Jakarta.
Adriyaswar, Mulyadi, dan M. Yusuf, 1994. Pengujian Daya Hasil Beberapa Klon dan
Varietas Ubijalar di Tanah Andosol Gandut, Bukittinggi. Balittan. Sukarami
Atmojo, W., S., 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolahanya. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
BPS Propinsi NTT., 2010. Statistik Pertanian Nusa Tenggara Timur 2010. Kupang.
Buckman, H.O., M.C, Brady, 1982. Ilmu Tanah. Jakarta :Terjemahan: Soegiman.
Penerbit Bharata Karya Aksara. 788 hal.
Cahyono, B. dan Juanda, 2000. Ubi jalar. Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Percetakan Kanisius, Yogyakarta.
Djalil, M., 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Pada Pemberian Beberapa Takaran Abu Jerami Padi. Stigma Volume XII N0.
2. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Ernawatiningsih, L. P.Ni., Sari. K.K.M. A. Gusti I., dan Ayuni. D. W. Ni, 2011. Tugas
Desain Eksperimen Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design). Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Fallo, J., 2010. Identifikasi Sifat Agronomis dan Sifat Morfologis Dari Beberapa
Klonb Ubi Jalar Lokal Asal Kabupaten Timor Tengah Selatan Dan Timor
Tengah Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Undana. Kupang.
51
Fangidae, S., 2010. Uji Daya Hasil Beberapa Klon Ubi Jalar (Ipomea batatas L) Lokal
Asal Timor dan Introduksi Di Desa OeRembesi Kabupaten TTU. Skripsi.
Fakultas Pertanian Undana.
Fathan, R. dan M. Rahardjo, 1994. Serapan hara pada tanaman ubijalar. Edisi Khusus
Balittan Malang (3):318-325.
Fortuno, E.M., M.B. Catanay and F. G. Vilamayor, Jr., 1996. Yield response of
sweetpotato to fertilizer and pesticide application. Selected Research Paper,
July 1995-June 1996, Vol 2. Sweet Potato, ASPRAD. 159-166.
Hahn, S.K., dan Y. Hozyo, 1996. Ubi manis. Dalam Fisiologi tanaman budidaya
tropik. Alih Bahasa oleh Tohari. Gajah Mada University Press. Hal. 725-746.
Jedeng, I., 2011. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program
Studi Pertanian Lahan Kering Udayana Bali.
Kapugu, B. Lita, 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam Pada Hasil
Paprika (Capsicum annuum Var. Grossum). Fakultas Pertanian Universitas
Sam Ratulangi. Manado.
Kartini, N. L., 1996. Penggunaan Pupuk Organik dan Perannya Bagi Tanah dan
Tanaman. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.
Margono dan Sigit, 2000. Pupuk akar. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya, 96 hal.
Martodenso dan M. A., Suryanto, 2001. Terobosan Teknologi Pemupukan dan Era
Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
52
Millar , C. E., L. M. Turk and H.D. Foth, 1958. Fundamental Of Soils Science. Third
ed. John Willey and sons. Inc. New York.
Obije , N. Daenny, 2010. Uji Ketahanan Beberapa Aksesi Ubi jalar Lokal (Ipomoea
batatas L.) Asal Kabupaten TTU Terhadap Cekaman Kekeringan. Skripsi.
Fakultas Pertanian Undana. Kupang.
Rukmana, R., 1997. Ubi jalar. Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius Yogyakarta.
Sarwanto, A., P dan Y., Widiastuti, 2000. Peningkatan Produksi Jagung di Lahan
Kering, Sawah dan Pasang Surut. Jakarta: PT. Sumber Swadaya. 46 hal.
Salisbury, B. F. dan C. C.W Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 ITB Bandung.
Soemarno, 1985. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah
Aluvial dan Mediteran Terhadap pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar Varietas
Lokal Grompol dan Unggul Daya Univ. Brawijaya. Malang.
Soemarwoto, Wirawan,T., Fiisanto, R., 2008. Uji Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Organik Alami dan Pupuk Buatan (N, P dan K).
Jurnal Pertanian Mapeta. Jogyakarta.
53
Soepardi, G., 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, IPB Bogor.
Steven Son, T.J., 1983 Humic Chemistry Composition. Recation New York: John
Wile and Sans.
Suharno, 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Produksi (Berat Umbi) Ubi
Jalar (Ipomea batatas L) Clon Madu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Yogyakarta.
Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl pada
Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept di
Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177.
Supirin, 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Audi 35 hal.
Sarwono, B., 2005. Ubi jalar : Cara Budidaya yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.
Wahyudi, 2011. Pengaruh Pemupukan KCl Kedua dan Pemberian Jerami terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L. Lam) Klon
Ayamurashake. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Wargiono, J., Rahayuningsih, dan Sumaryono, 1978. Interaksi Pemupukan NPK dan
Klon Ubi Jalar. LKP Seri Pemuliaan- Agronomi No.8. LP3. Bogor. Hal 44-48.
Welsh, J. R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga. Jakarta.
Widodo, Y., dan Lawu J. S., 1994. Pola Pertumbuhan Ubi Jalar Pada Sistem Tunggal
dan Tumpang Sari Dengan jagung. Risalah Seminar Penerapan Teknologi
Produksi dan Pasca Panen Ubijalar Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian
Tanaman Pangan. Malang.
Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Yogyakarta: Gava Media 34 hal.
Yuwono, M.N. Basuki., L., Agustin, 2002. Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea
batatas (L) Lamb).pada Macam dan Dosis Pupuk Organik Yang Berbeda
terhadap Pupuk An Organik.
Zuraida dan Supriati, 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Alternatif dan
Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan. Bogor. Buletin. AgroBio 4.
54
LAMPIRAN - LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Denah Percobaan
BLOK I BLOK II
D1 D1 D1 D1 D1 D0 D0 D0 D0 D0
V4 V1 V2 V5 V3 V4 V1 V5 V3 V2
D0 D0 D0 D0 D0 D2 D2 D2 D2 D2
V4 V3 V1 V2 V5 V2 V5 V1 V3 V4
D2 D2 D2 D2 D2 D1 D1 D1 D1 D1
V5 V2 V1 V4 V3 V2 V4 V1 V3 V5
Keterangan : U
V1 : LB-01
V2 : KIDAL
V3 : NBN-01
V4 : ON-01
V5 : ORM 02
D0 : 0 ton/ha
D1 : 5 ton/ha
D2 : 10 ton/ha S
56
Lampiran 2. Deskripsi Ubi Jalar Varietas Kidal
57
Ketahanan terhadap hama : Agak tahan boleng (Cylas formicarius) dan tahan hama
penggulung daun
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan kudis (S. batatas) dan bercak daun (Cescospora sp)
58
Lampiran 3a. Data pengamatan/pengukuran panjang sulur (cm) pada 2 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 28.3 32.7 61.00 30.50
V2 101.3 95.7 197.00 98.50
V3 34.7 30.3 65.00 32.50
V4 54.0 38.3 92.33 46.17
V5 46.0 37.0 83.00 41.50
D1 V1 33.3 30.7 64.00 32.00
V2 46.0 51.7 97.67 48.83
V3 127.0 90.7 217.67 108.83
V4 82.0 100.0 182.00 91.00
V5 72.7 65.7 138.33 69.17
D2 V1 75.3 93.7 169.00 84.50
V2 101.3 95.7 197.00 98.50
V3 76.3 66.3 142.67 71.33
V4 74.3 93.3 167.67 83.83
V5 90.7 114.7 205.33 102.67
T o t a l 1043.33 1036.33 2079.67 69.32
Ket. : D = Dosis Pukan V = Klon-Klon Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 3b. Analisis varians untuk panjang sulur ubi jalar pada 2 BST
59
Lampiran 3c. Data pengamatan/pengukuran panjang sulur (cm) pada 4 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 119.3 135.7 254.97 127.48
V2 142.7 131.0 273.67 136.83
V3 107.3 98.7 206.00 103.00
V4 117.7 109.7 227.33 113.67
V5 183.7 131.0 314.67 157.33
D1 V1 101.7 91.0 192.67 96.33
V2 146.3 174.0 320.33 160.17
V3 109.0 115.3 224.33 112.17
V4 141.7 168.0 309.67 154.83
V5 153.0 132.3 285.33 142.67
D2 V1 112.7 118.7 231.33 115.67
V2 148.3 135.3 283.58 141.79
V3 204.0 190.3 394.33 197.17
V4 124.3 136.7 261.00 130.50
V5 157.0 184.3 341.33 170.67
T o t a l 2068.63 2051.92 4120.55 137.35
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 3d. Analisis varians untuk panjang sulur ubi jalar pada 4 BST
60
Lampiran 4a. Data pengamatan/pengukuran jumlah daun per tanaman pada 2 BST
61
Lampiran 4c. Data pengamatan/pengukuran jumlah daun per tanaman pada 4 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 92.7 99.7 192.33 96.17
V2 68.7 109.0 177.67 88.83
V3 88.7 85.3 174.00 87.00
V4 88.3 106.7 195.00 97.50
V5 103.0 110.3 213.33 106.67
D1 V1 88.7 101.0 189.67 94.83
V2 113.0 119.0 232.00 116.00
V3 133.7 114.7 248.33 124.17
V4 112.7 101.3 214.00 107.00
V5 114.7 114.3 229.00 114.50
D2 V1 120.3 116.3 236.67 118.33
V2 150.0 169.0 319.00 159.50
V3 141.0 126.7 267.67 133.83
V4 166.3 142.3 308.67 154.33
V5 115.3 141.7 257.00 128.50
T o t a l 1697.00 1757.33 3454.33 115.14
Ket. : D = Dosis Pukan V = Klon-Klon Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 4d. Analisis varians untuk jumlah daun per tanaman pada 4 BST
62
Lampiran 5a. Data pengamatan/pengukuran jumlah cabang sekunder per tanaman pada 2 BST
63
Lampiran 5c. Data pengamatan/pengukuran jumlah cabang sekunder per tanaman pada 4 BST
64
Lampiran 6a. Data pengamatan/pengukuran jumlah umbi per tanaman
F
Sumber DB JK KT hit F tabel
Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 17.18 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.071 0.071 4.88 * 4.46 8.65
D 2 17.079 8.539 585.96 ** 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.029 0.015
Anak Petak 71.081
V 4 43.197 10.799 140.19 ** 3.26 5.41
D*V 8 10.805 1.351 17.53 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 0.924 0.077
Total 29 72.105
65
Lampiran 7a. Data pengamatan/pengukuran diameter umbi (cm)
66
Lampiran 8a. Data pengamatan/pengukuran panjang umbi (cm)
67
Lampiran 9a. Data pengamatan/pengukuran bobot segar umbi ubi jalar (kg)
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 9b. Analisis varians untuk bobot segar umbi ubi jalar
68