Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) yang di beberapa daerah disebut ketela

rambat atau ubi batatas merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Karena itu, ubi jalar memiliki peluang

substitusi bahan pangan utama, yang bila dikembangkan dapat berperan penting

dalam upaya penganekaragaman pangan dan dapat mengurangi konsumsi beras.

Ubi jalar menjadi sumber karbohidrat penting dalam sistem ketahanan pangan, di

mana ubi jalar berperan sebagai bahan pangan alternatif sumber karbohidrat

terjadi panceklik guna mengatasi kelangkaan pangan (Zuraida dan Supriati, 2001).

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), ubi jalar sudah lama diusahakan oleh

petani dan merupakan komoditi yang banyak tumbuh dan tersebar hampir di

seluruh wilayah NTT. Hal ini karena klon-klon ubi jalar lokal tersebut telah

beradaptasi secara baik dengan kondisi wilayah setempat baik iklim maupun

tanahnya. Selain itu, tanaman ini juga memiliki sifat tahan terhadap kekeringan

dan mampu berkompetisi secara baik dalam sistem pertanaman tumpangsari.

Masyarakat NTT sejak lama memanfaatkan ubi jalar sebagai bahan pangan

alternatif pengganti beras dan jagung, terutama ketika terjadi panceklik. Karena

rendahnya produktifitas dan kualitas di tingkat petani serta kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang penanganan pasca panen dan pengelolahan hasilnya, maka ubi

jalar belum bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai sumber pangan utama. Data

1
statistik menunjukkan produksi ubi jalar tahun 2009 tercatat sebesar 103.635 ton

umbi basah dari areal panen seluas 12.902 ha dan produktivitas 80,32 ton/ha.

Dibanding tahun 2008, luas panen dan produksi ubi jalar mengalami penurunan

sebesar 3,98 persen dan 3,43 persen yaitu 107.316 ton, sedangkan produktivitas

meningkat sebesar 0,56 persen (BPS Propinsi NTT, 2010).

Rendahnya hasil produksi ubi jalar di tingkat petani disebabkan antara lain

oleh teknik bercocok tanam yang kurang baik. Untuk itu teknik budidaya tanaman

di tingkat petani perlu diperbaiki dengan mengalihkan ke teknologi tepat guna dan

efisien. Rendahnya produksi ubi jalar juga disebabkan oleh penggunaan klon-klon

yang berdaya hasil rendah dan teknik budidaya khususnya dalam pemupukan, di

mana tidak ada upaya pemupukan terhadap ubi jalar. Padahal di sekitar area

pertanian serta pemukiman petani banyak tersedia sumber pupuk seperti pupuk

kandang.

Salah satu upaya untuk meningkatkan pencapaian produksi tersebut,

dengan sistem budidaya tanaman dengan menggunakan teknologi pemupukan

organik, yang sampai saat ini belum sepenuhnya memanfaatkan kearifan lokal

yang ada, seperti pemanfaatan pupuk organik, seperti pupuk kandang dan

sebagainya (Suharno, 2007).

Pada umumnya ubi jalar ditanam pada tanah-tanah pertanian lahan kering

mempunyai kandungan unsur hara yang rendah. Keadaan ini akan berakibat pada

penurunan produktivitas tanah. Hal ini disebabkan petani tidak atau jarang

mengembalikan sisa panennya ke lahan. Komposisi dan penyerapan unsur hara

2
oleh tanaman ubi jalar selama pertumbuhan berhubungan erat dengan produksi ubi

jalar. Hara yang hilang terangkut oleh panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu 105 kg

N, 41 kg P2O5 dan 210 kg K2O/ha (Fathan dan Rahardjo, 1994).

Fortuno dkk., (1996) menyatakan bahwa salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk memenuhi hara dan meningkatkan hasil tanaman ubi jalar yaitu

dengan menggunakan pupuk organik. Harapannya antara lain agar hasilnya lebih

tinggi, serta dengan penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki dan menjaga

struktur tanah tetap gembur, sehingga pertumbuhan akar tanaman menjadi lebih

baik. Menurut Yuwono dkk. (2002) pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar yang

dipupuk dengan pupuk organik antara lain pupuk kascing, pupuk kandang sapi,

kompos temesi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik.

Setiadi (2000), mengemukakan bahwa tanaman paprika membutuhkan pupuk

kandang kotoran ayam sebanyak 10-15 ton sedangkan menurut Prihmantoro dan

Indriani (2000), pada tanaman paprika dapat diberikan pupuk kandang sebanyak

30 ton/ha.

Menurut Suntoro (2001), penggunaan pupuk kandang dengan dosis 9,5

ton/ha, mampu meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13

ton/ ha, dan efek residunya untuk musim tanam berikutnya, mampu memberikan

hasil lebih tinggi yaitu sebesar 2,6 ton/ha (Suntoro, 2001). Peneliti yang lain

melaporkan penambahan pupuk kandang dengan dosis 30 ton/ha mampu

memberikan hasil padi gogo 5,93 ton /ha (Mertikawati dkk.,1999). Untuk tanaman

3
kedelai dilaporkan pengunaan pupuk kandang sapi 20 ton/ ha mampu memberikan

hasil biji 1,21 ton/ ha (Wiskandar, 2002).

Mengingat pupuk organik bersifat lambat tersedia, maka pupuk organik

tersebut harus diberi dengan dosis yang tepat. Hal ini disebabkan karena kecepatan

dekomposisi tergantung dari kualitas pupuk organik yang digunakan. Diharapkan

pada waktu penanaman, hara yang diperlukan oleh tanaman sudah tersedia dalam

jumlah yang cukup.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan, Karena saat

ini informasi tentang pemupukan dan pemberian dosis optimum pupuk kandang

untuk ubi jalar, khususnya klon lokal asal NTT belum tersedia

1.1.Tujuan dan Kegunaan

1.1.1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh interaksi pemberian

pupuk kandang kotoran sapi dan jenis klon ubi jalar terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman ubi jalar lokal NTT dan pembanding.

1.1.2. Kegunaan

Penelitian ini berguna sebagai informasi untuk membantu petani dalam

menemukan teknologi tepat guna yang mudah, murah, dan ramah lingkungan.

4
1.2. Hipotesis

Minimal terdapat satu dosis pupuk kandang yang memberikan pertumbuhan

dan hasil terbaik bagi klon-klon ubi jalar yang diuji.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Morfologi

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman ubi jalar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae ( tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermsthophyta (tumbuhan berbiji)

Kelas : Dicotyledonae ( berbiji berkeping dua )

Ordo : Convolvuleles

Family : Convolvuleles

Genus : Ipomea

Species : Ipomea batatas L (Cahyono, 2000 ).

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim yang memiliki susunan tubuh

utama terdiri dari batang, daun, bunga , buah dan biji. Batang tanaman berbentuk

bulat, tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat.

Bentuk umbinya biasa bulat sampai lonjong dengan permukaan rata. Bentuk umbi

yang ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g-250 g/umbi

(Rukmana, 1997). Panjang batang tanaman yang bertipe tegak antara 1 m - 2 m.

sedangkan tanaman ubi jalar yang merambat panjang batangnya berkisar 2 m-3 m

(Soemartono, 1990).

6
Daun ubi jalar berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi atau berlekuk

dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian

daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung namun ada pula yang

berbentuk menjari. Warna daun umumnya hijau kekuning-kuningan.

Bunga atau karangan bunga akan tumbuh pada ketiak daun, berbentuk

terompet tersusun atas lima helaian daun bunga dan satu tangkai putih. Mahkota

bunganya berwarna putih atau putih keungu-unguan. Bunga ubi jalar peka terhadap

sinar matahari mulai pukul 04-11.00 (Rukmana, 1997).

Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh menjadi

tanaman baru. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria untuk

menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang rata dan tidak banyak lekukan

termasuk umbi yang berkualitas baik. Umbi tanaman ubi jalar sudah dapat dipanen

pada umur 4-5 bulan atau 100-125 hari (Cahyono dan Juanda, 2000).

2.2. Daerah Asal Penyebaran dan Ekosistem Potensi Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomea batatas) atau ketela rambat diduga berasal dari benua

Amerika. Para ahli botani memperkirakan daerah asal ubi jalar adalah Selandia Baru,

Polinesia, dan Amerika bagian tengah (Allard,1995 dalam Obije, 2010). Ubi jalar

mulai menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropik,

diperkirakan pada abad ke-16. Penanaman ubi jalar meluas telah dimulai sejak tahun

1960 an. Daerah sentra ubi jalar pada mulanya berpusat di pulau Jawa, Bogor, Garut,

Kuningan, Serang dan beberapa kota lainnya. Pada tahun 1986 Indonesia merupakan

7
Negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia karena berbagai daerah di Indonesia

termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup adaptif untuk ditanam dan

dikembangkan secara meluas (Widodo, 1986).

Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuhnya

sehingga dibudidayakan pada berbagai jenis lahan, ketinggian tempat dan tingkat

kesuburan tanah yang berlainan dari yang kurang subur sampai subur (Cahyono dan

Juanda, 2000). Daerah penyebaran terletak pada 300 LU dan 300 LS. Di Indonesia

yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga

ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl). Pada dataran tinggi ( pegunungan)

sampai ketinggian 1000 m dpl, ubi jalar masih tumbuh dengan baik akan tetapi umur

panen menjadi panjang dan hasilnya agak sedikit menurun (Rukmana, 1997).

Derah yang paling ideal untuk pengembangan ubi jalar adalah daerah yang

bersuhu antara 21 27 0C yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/ hari, kelembaban

udara (RH) 50% - 60% dengan curah hujan 750-500 mm/tahun. Pertumbuhan optimal

untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering ( kemarau) asalkan kebutuhan

terpenuhi. Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk budidaya ubi jalar. Jenis

tanah yang baik adalah pasir bergelempung dengan stuktur gembur, banyak

mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik serta mempunyai derajat

kemasaman tanah (pH) 5,5-7,5 (Rukmana, 1997).

Ditinjau dari segi produktivitasnya, ubi jalar dengan empat bulan dapat

berproduksi lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari cara pengolahan atau budidaya , sifat

tanah dan varietas yang digunakan. Hal ini terjadi beberapa daerah di Indonesia dan

8
secara rata-rata produktivitasnya ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ha (Siregar,

1996).

Tanaman ubi jalar yang dibudidayakan masyarakat/ petani NTT

penyebarannya cukup luas di seluruh kabupaten. Hal ini dapat dimungkinkan karena

klon-klon ubi jalar lokal tersebut setelah teradaptasi dengan baik dengan kondisi

wilayah setempat, baik iklim maupun tanahnya. Sifat lainnya yang dimiliki tanaman

ini yakni tahan terhadap kekeringan dan mampu berkompetisi secara baik dalam sistim

pertanaman tumpang sari.

Berdasarkan sebaran wilayah dan hasil pengamatan di lapangan dapat diduga

bahwa tanaman ini memiliki keragaman genetik yang cukup besar baik daya hasil,

tampilan morfologi tanaman, umbi, maupun rasanya. Potensi keragaman klon-klon ubi

jalar lokal ini merupakan landasan bagi proses pengembangannya, baik kualitas

maupun kuantitasnya, serta sebagai bahan pangan alternatif di masa mendatang.

Pengembangan dan pemanfaatan potensi ubi jalar sebagai salah satu jenis pangan

alternatif yang kaya akan sumber kalori dan nutrisi (gizi) yang cukup tinggi

merupakan solusi yang cukup ideal, efisien, berkaitan dengan permasalahan gizi

masyarakat di Indonesia khususnya di NTT ( Fangidae, 2010).

9
2.3. Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan bahan-bahan organik

berupa sisa-sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan, dan batu-batuan

organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama ratusan tahun. Pupuk

organik juga berasal dari limbah industri, seperti limbah rumah potong hewan, limbah

industri pembuatan tahu dan tempe, ataupun air limbah industri lainnya yang telah

diolah, sehingga tidak lagi mengandung bahan beracun. Sebagai hasil pelapukan sisa-

sisa makhluk hidup, pupuk organik termasuk pupuk yang lengkap. Artinya, di dalam

pupuk tersebut terkandung unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman.

Sayangnya, kadar unsur-unsur tersebut di dalam pupuk organik tergolong rendah,

sehingga aplikasinya ke tanaman harus dilakukan dalam jumlah banyak. Namun,

unsur-unsur organik di dalam pupuk ini baru bisa dimanfaatkan tanaman setelah

melalui proses dekomposisi di dalam tanah (Agromedia, 2007)

Bahan organik yang dibenamkan dalam tanah akan mengalami penguraian

menjadi bentuk-bentuk sederhana oleh mikroorganisme. Proses penguraian tersebut

akan menghasilkan CO2 dan air, sedangkan senyawa nitrat akan terbentuk setelah

melelui nitrifikasi. Sumber utama bahan organik adalah sisa tanaman yang

dikembalikan ke dalam tanah dan pupuk organik (Buckman dan Brady, 1982 dalam

Jedeng , 2011).

Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam mempertahankan atau menaikkan

kandungan organik tanah yaitu (1) menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk

hijauan; (2) mengusahakan dikembalikanya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah, (3)

10
melakukan penanaman secara tumpang sari sehingga tanah akan tertutup oleh

tanaman, (4) pengolahan tanah dilakukan seminimal mungkin (Supirin, 2004).

Pemberian pupuk organik ke dalam tanah disamping bertujuan untuk menyediakan

unsur hara, juga bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah (Yuwono, 2005).

Penambahan bahan organik dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan

fisik tanah dan bukan khusus untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah (Winarso,

2005 dalam Jedeng, 2011).

Menurut Hanafiah (2004) secara fisik bahan organik berperan dalam (1)

merangsang granulasi, (2) menurunkan flastisitas dan kohesi , (3) memperbaiki

struktur tanah, (4) meningkatkan daya tahan tanah dalam menahan air sehingga

drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, selain itu

dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sifat fisik tanah

dapat diperbaiki karena humus sebagai hasil perombakan bahan organik dapat bersifat

koloid, sehingga dengan menambahkan bahan organik atau pupuk organik berarti akan

menambah jumlah koloid tanah. Hal ini penting untuk tanah bertekstur kasar yang

mempunyai koloid tanah sedikit, sehingga dengan pemberian pupuk organik maka

daya menahan air dan kapasitas tukar kation menjadi baik (Muhadi, 1979).

Bahan organik dapat berfungsi atau memperbaiki sifat fisika, kimia maupun

biologis tanah, sehingga bahan organik dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak

tergantikan. Kartoprawiro dalam Wargiman (1979) mengemukakan bahwa tanah yang

mengandung bahan organik tidak cepat mengering, sebab bahan organik akan

menambah kemanpuan tanah menahan air. Air tidak akan mudah lepas meninggalkan

11
tanah oleh penguapan, perkulasi dan aliran permukaan sehingga air tersebut tersedia

bagi tanaman. Pengaruh lain dari pupuk organik dalam tanah bagi tanaman adalah

menaikkan kadar CO2 (Soepardi, 1979). Bahan organik sebagai pembenah tanah akan

sebagai penyangga dan sumber unsur hara (Stevenson, 1983) , meningkatkan

kemampuan tanah dalam memegang air melalui kemantapan agregat (Tisdale et al,

1985 dalam Jedeng, 2011) , memicu aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam

proses perombakan (Muhadi, 1979).

Pupuk kandang sapi berasal dari hasil dekomposisi kotoran sapi baik itu

berbentuk padat maupun cair. Unsur hara dalam pupuk kandang sapi sangat bervariasi

tergantung pada jenis pakan yang diberikan dan cara penyimpanan pupuk kandang

tersebut. Umumnya pupuk kandang sapi mengandung nitrogen 0,97 %, pospor (P2O5)

0,69 %, potasium (K2O) 1,66%, magnesium (Mg) 1,01,5% dan unsur hara mikro

(Purwo, 2007).

Pemberian dosis pupuk organik secarah umum berfariasi pada tanah yang

haranya sangat rendah dan strukturnya padat adalah berkisar antara 5-15 ton/ha, 15-20

ton/ha atau 20-30 ton/ ha, (Sarwanto dan Widiastuti, 2000). Margono dan Sigit (2000)

menyarankan dosis pupuk organik sebanyak 5-15 ton/ha, (2000), Martodenso dan

Suryanto, (2001), menggunakan dosis pupuk organik (pupuk hayati) 15-20 ton/ ha

terhadap tanaman ubi jalar.

12
2.4. Pemupukan pada Ubi Jalar

Pemupukan pada ubi jalar sering diabaikan karena dianggap sebagai tanaman

yang toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Ubi jalar dapat

tumbuh secara normal pada lingkungan yang kurang mendukung dengan pemberian

pupuk yang minimum. Menurut Sarwono (2007) pada lahan yang subur, ubi jalar tidak

memerlukan tambahan pemupukan. Namun tidak semua kondisi dapat menghasilkan

produksi yang maksimal.

Ubi jalar termasuk ke dalam tanaman yang boros hara. Penyerapan unsur hara

pada kondisi normal mencapai kecepatan tinggi pada umur 6 12 minggu setelah

tanam. Hal tersebut berhubungan dengan fase pertumbuhan ubi jalar yang mulai

pembentukan umbi pada umur 1 bulan setelah tanam, sehingga diperlukan pemupukan

K kedua saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Bailey, Ramakrisna, dan

Kirchhof (2009) dalam Wahyudi, (2011) menjelaskan bahwa tanaman ubi jalar

memerlukan jumlah unsur minimum selama satu siklus rata-rata 130 - 180 kg K/ha,

unsur N sebanyak 80 - 115 kg/ha, dan unsur P sebanyak 15 - 25 Kg/ha.

Kalium merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman penghasil

karbohidrat terutama tanaman ubi jalar (Hahn dan Hozyo, 1996 dalam Mastina dkk,

2004). Tanaman Ubi jalar membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan N dan

P (Edmond dan Ammerman, 1971 dalam Yiyi, 2006). Kekurangan K pada ubi jalar

menimbulkan bercak kuning pada tepi daun yang diikuti oleh nekrosis. Kekurangan

unsur K yang berat dapat meningkatkan hijauan, karena hasil fotosintesis tidak

ditranslokasikan untuk disimpan di umbi, tetapi langsung dipergunakan untuk

13
pertumbuhan batang dan daun. Menurut Sarwono (2007), unsur K sangat membantu

pembentukan umbi. Semakin banyak unsur K yang digunakan akan memacu

fotosintesis yang pada akhirnya akan meningkatkan pembesaran umbi melalui

penyimpanan karbohidrat.

Nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman ubi jalar dalam

jumlah banyak. Tanaman ubi jalar membutuhkan nitrogen lebih banyak dari pada

fosfor. Wargiono (1980) mengatakan bahwa nitrogen penting dalam pembentukan

klorofil dan protein. Nitrogen menyebabkan pertumbuhan tajuk dan umbi yang baik,

dan kalium berguna untuk perkembangan umbi. Pemberian N yang tinggi akan

mendorong pertumbuhan vegetatif secara berlebihan dengan menghambat

pembentukan dan pembesaran umbi. Senyawa N sangat penting untuk pembentukan

klorofil dan protein sehingga pada tanah miskin N memerlukan pemupukan N.

Soemarno (1985) mengemukakan bahwa bagian atas tanaman ubi jalar (daun

dan batang) mempunyai kadar N lebih tinggi dibandingkan dengan bagian bawah

(akar dan umbi). Kadar N tersebut tinggi pada awal pertumbuhan, kemudian menurun

hingga saat panen. Wargiono (1980) mengemukakan tanaman ubi jalar mengambil

unsur P dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan N dan K.

Walaupun unsur P diperlukan tanaman ubi jalar dalam jumlah yang kecil, namun

unsur P selalu dibutuhkan oleh tanaman. Kekurangan P mengakibatkan proses

fosforilasi karbohidrat untuk pertumbuhan akan terhambat. Pada tanah miskin perlu

pemupukan P agar diperoleh hasil yang tinggi. Unsur P berperan dalam memproduksi

akar lumbung tempat menyimpan cadangan makanan.

14
Pemupukan dasar berupa pupuk organik atau pupuk kandang perlu dilakukan

untuk menambah bahan organik dalam tanah. Selain untuk menambah bahan organik

dalam tanah, pupuk kandang juga dapat memperbaiki dan mempertahankan struktur

tanah dan mengikat air tanah.

Bedengan jerami padi sangat baik jika diberi pupuk kandang. Caranya, pupuk

kandang dibenamkan ke dalam bedengan jerami padi sehingga dekomposisi jerami

oleh mikroorganisme menjadi lebih cepat. Dengan demikian, jerami padi dirombak

menjadi bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman yang membutuhkan unsur

N,P dan K. Dengan penambahan pupuk kandang, maka kekurangan unsur N,P, dan K

pada awal pertumbuhan dapat diatasi.

Pupuk kandang yang diberikan sebagai pupuk dasar harus sudah jadi. Pupuk

kandang yang belum jadi dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena masih

mengalami proses pelapukan yang mengeluarkan panas hingga 75 oC. Kondisi tanah

yang panas dapat menyebabkan perakaran tanaman mati sehingga tanaman ubi jalar

itu pun akan mati pula. Disamping itu, pupuk kandang yang belum jadi mengandung

kuman / bibit penyakit yang dapat membahayakan tanaman ubi jalar. Ciri-ciri pupuk

kandang yang sudah jadi adalah berstruktur remah, tidak basah dan tidak terlalu kering

(Yiyi, 2006).

Pemberian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan pembuatan bedengan.

Pupuk kandang ditebarkan secara merata pada permukaan tanah bedengan, kemudian

bedengan dicangkul tipis-tipis agar pupuk kandang dapat tercampur merata dalam

tanah (Cahyono dan Juanda, 2000).

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan petani Kelurahan Naioni Kecamatan

Alak Kota Kupang yang berlangsung dari bulan September- Januari 2013.

3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, rol meter,

linggis, sekop, ember, karung, timbangan, kayu patok, tali rafia, papan plot, kamera,

alat tulis-menulis. Bahan yang digunakan yaitu stek ubi jalar dari 5 klon ubi jalar yang

terdiri dari 4 klon asal Timor Barat dan 1 klon sebagai pembanding asal

BALITKABI (Badan Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian) Malang, pupuk

organik yang berasal dari pupuk kandang kotoran sapi.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT). Rancangan ini

terdiri atas perlakuan pemberian pupuk kandang kotoran sapi dengan berbagai dosis

pada petak utama dan klon ubi jalar pada anak petak. Perlakuan pada petak utama

terdiri dari tiga level pemberian dosis pupuk kandang kotoran sapi yaitu: (D0): tanpa

pupuk kandang (0 ton/ha), (D1) : 5 ton/ha, (D2) : 10 ton/ha. Perlakuan pada anak

petak terdiri 5 klon ubi jalar, masing-masing terdiri dari 4 klon asal Timor Barat dan 1

16
varietas pembanding. Dengan demikian terdapat 15 kombinasi perlakuan dan masing-

masing terdiri dari 2 ulangan sehingga total unit percobaan sebanyak 30 unit, yang

diatur dalam dua blok atau ulangan. Penempatan anak petak dilakukan secara acak.

Daftar nama klon ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Asal dan Kode Klon/Varietas ubi jalar yang diuji

Perlakuan Kode Aksesi Asal Aksesi Keterangan


V1 LB 01 Betun- Belu Klon Lokal Belu
V2 KIDAL Balitkabi Malang Varietas Unggul Nasional
(Balitkabi Malang. Jatim)
V3 NBN-01 Noenbaun (TTU) Klon Lokal TTU
V4 ON 06 OeNopu (TTU) Klon Lokal TTU
V5 ORM 02 OeRimbesi (TTU) Klon Lokal TTU

3.4. Metode dan Analisis Data

Data hasil penelitian akan dianalisis ragam dengan pola Rancangan Petak

Terpisah (RPT) model statistik sebagai berikut:

Yrij = M + Ai + Pr + Bj + Jri + (AB) ij + Erij

Di mana :

Yrij = Hasil pengamatan dari kelompok r pada perlakuan taraf ke I dari faktor A

dan perlakuan taraf ke j dari faktor ke B

M = Nilai tengah umum

17
Pr = pengaruh kelompok ke r

Ai = Pengaruh faktor A pada taraf ke i

Bj = Pengaruh faktor B pada taraf ke j

(AB)ij = Pengaruh faktor interaksi A x B

Jri = Komponen random dari galat yang berhubungan dengan perlakuan anak

petak ke i dalam ulangan ke r.

Erij = Pengaruh galat percobaan

r = 1, 2 . m ( m = jumlah kelompok)

i = 1, 2, 3 .. n (n = Jumlah taraf faktor A)

j = 1, 2, 3 p ( p = jumlah taraf faktor B)

Data yang diperoleh, akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

(Anova). Kemudian analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji DMRT (5%) baik

pada perlakuan petak utama, anak petak maupun pada perlakuan interaksi.

18
3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Persiapan Lahan

Persiapan lahan dimulai dengan membersihkan lahan dari rumput liar (gulma)

kemudian diolah dan dibuat bedengan dengan jumlah 30 bedeng dengan luas masing-

masing bedeng adalah 3 x 1 m, tinggi bedeng 30 cm, dan jarak antara bedeng adalah

50 cm.

3.5.2. Penyiapan Media Tanaman

Bibit yang digunakan berupa stek pucuk yang diambil dari tanaman yang telah

berumur 2 bulan. Panjang tiap-tiap stek yang diperlukan adalah 25- 30 cm atau sekitar

4 - 5 buku/ruas.

3.5.3. Penanaman

Stek ubi jalar ditanam dalam lubang tanam sedalam 5-8 cm dengan 2/3 bagian

(pangkal) stek dimasukan dalam lubang yang dibuat di tengah bedeng dan bagian

(ujung) dibiarkan di atas permukaan tanah. Stek ubi jalar di tanam 1 stek per lubang.

Setiap bedeng ditanam 5 stek dengan jarak tanam dalam bedeng 50 cm.

3.5.4. Pemeliharaan

Tanaman ubi jalar diamati secara teratur agar terhindar dari hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari (pagi dan sore) hingga

mencapai kapasitas lapang. Penyiangan dilakukan jika ada gulma yang tumbuh di

sekitar tanaman serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika terdapat adanya

serangan hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida yang sesuai dan secara

19
mekanis. Penyulaman dilakukan pada 7 HST jika ada tanaman yang tidak tumbuh, dan

digantikan dengan bibit yang baru.

3.5.5. Pemupukkan

Pemberian pupuk sesuai dengan jenis dan dosis perlakuan yaitu (D0) 0 ton/ha,

(D1) 5 ton/ha, (D2) 10 ton/ha, atau setara 0 kg/bedeng, 1,5 kg/bedang dan 3

kg/bedang, yang dilakukan sebelum tanam dengan cara ditaburkan secara merata pada

bedeng percobaan.

3.5.6. Pemanenan

Setelah umbi-umbi tanaman ubi jalar telah tua (matang), tanaman sudah dapat

dipanen. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 5 bulan dengan kriteria yang

dapat dilihat adalah jika daun-daunnya (dekat pangkal batang) sudah tua atau

menguning. Pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat cuaca cerah atau

tidak hujan. Penggalian dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan

pada umbi. Setelah itu hasil panen disimpan pada tempat yang terhindar dari sinar

matahari langsung.

20
3.6. Pengamatan

Variabel pengamatan yang diamati dalam penelitian ini adalah komponen

vegetatif dan komponen hasil dari masing-masing klon yang diuji.

1. Pengamatan pertumbuhan vegetatif , meliputi :

a) Panjang sulur tanaman

Pengamatan terhadap panjang sulur tanaman dilakukan dengan

menggunakan meteran. Pengukuran dimulai dari pangkal batang utama

sampai ke ujung titik tumbuh tanaman dengan mengambil sampel 3

tanaman per bedeng. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman

berumur 2 dan 4 BST.

b) Jumlah daun

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang

membuka sepurna. Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman

berumur 2 dan 4 BST. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 3

sampel tanaman per bedeng.

c) Jumlah cabang sekunder

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cabang

sekunder yang tumbuh dari batang utama (primer). Pengamatan

dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 4 BST, dengan mengambil

3 tanaman sebagai sampel per bedeng.

21
2. Pengamatan terhadap hasil dan komponen hasil, meliputi :

a) Jumlah umbi per Tanaman

Pengamatan terhadap jumlah umbi dilakukan dengan menghitung jumlah

umbi yang layak dijual (> 150 gram) tiap tanaman dalam petak kemudian

dirata-ratakan.

b) Panjang umbi

Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur panjang umbi mulai

dari pangkal umbi sampai ujung umbi. Pengamatan ini dilakukan pada

semua umbi per tanaman kemudian dirata-ratakan.

c) Diameter Umbi

Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dan

diukur pada bagian lingkaran umbi paling besar. Pengamatan ini

dilakukan pada semua umbi per tanaman kemudian dirata-ratakan.

d) Berat segar umbi per tanaman

Pengukuran dilakukan dengan menimbang berat total umbi segar per

petak dibagi dengan jumlah tanaman dalam petak.

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Umum

Penanaman stek klon ubi jalar asal Timor Barat dan varietas pembanding

dilakukan pada tanggal 6 7 September 2012 . Kegiatan penyiraman selama satu

minggu setelah tanam dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari dan sore hari.

Selanjutnya penyiraman dilakukan satu kali sehari. Pada umur 2 minggu setelah tanam

(MST), sudah terlihat adanya perkembangan tunas baru yang tumbuh walaupun belum

seluruhnya, karena ada beberapa stek yang tidak tumbuh (mati) sehingga perlu

dilakukan penyulaman dengan stek yang baru.

Pada umur 2 Bulan Setelah Tanam (BST), tanaman ubi jalar terserang hama

belalang yang menyerang daun tanaman ubi jalar. Pengendalian terhadap hama ini

dilakukan dengan memberi Insektisida Curacron 500 EC. Kendala terhadap

pertumbuhan tanaman juga terjadi berupa adanya gejala daun-daun menguning serta

mengering (nekrose) atau seperti terbakar yang diduga diakibatkan oleh kondisi

lingkungan yang ekstrim seperti panasnya sinar matahari.

Pemberian perlakuan pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan satu

minggu sebelum tanam. Perlakuan pemupukan dilakukan dengan cara menaburkan

pupuk kandang kotoran sapi pada permukaan bedeng sesuai dengan dosis perlakuan,

kemudian dicampur merata dengan tanah pada permukaan bedeng. Kondisi ubi jalar

yang tidak diberi perlakuan pupuk kandang dan yang diberi perlakuan pupuk kandang

23
memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam hal pertumbuhannya. Hal yang

sama juga tampak pada perlakuan jenis klon atau varietas yang diuji. Akan tetapi ada

beberapa klon yang pertumbuhannya tidak terlalu berbeda secara menyolok antar

perlakuan pemberian pupuk kandang dengan dosis yang berbeda. Pemanenan

dilakukan pada awal bulan Januari 2013, ketika tanaman berumur 5 BST. Cara

pemanenan dilakukan dengan memotong tajuk tanaman kemudian dilakukan

pembongkaran bedengan untuk mengambil umbi yang ada di dalamnya.

4.2. Komponen Pertumbuhan Vegetatif

Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan vegetatif dilakukan terhadap

karakter-karakter tanaman yaitu jumlah daun, panjang sulur, dan jumlah cabang

sekunder tanaman yang berpengaruh terhadap daya hasil ubi jalar. Pengamatan

terhadap masing-masing variabel atau karakter pertumbuhan vegetatif dilakukan pada

saat tanaman berumur 2 dan 4 BST, dengan mengamati 3 tanaman sampel dari

masing-masing bedeng.

24
Plot percobaan dan penampilan beberapa klon ubi jalar yang diberi perlakukan

pupuk kandang kotoran sapi disajikan pada pada Gambar 4.2.

a. Plot Percobaan b. ON-06 Tanpa Diberi Pupuk Kandang


(V4D0)

c. Kidal: 5 ton/ha pupuk kandang (V2D1) d. LB-01, 10 ton/ha pupuk kandang (V1D2)
Gambar 4.2. a. Plot Percobaan , b. ON-06: Tanpa pupuk kandang, c. Kidal, 5 ton/ha
pupuk kandang, d. LB-01: 10 ton/ha pupuk kandang.

Gambar 4.2 secara visual memperlihatkan adanya perbedaan pertumbuhan

vegetatif klon-klon ubi jalar pada berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi. Namun,

perbedan secara visual tersebut belum dapat dipastikan akibat pengaruh perlakuan.

Secara detail, pengaruh perlakuan pemupukan dengan pupuk kandang kotoran sapi

25
terhadap komponen pertumbuhan vegetatif klon-klon ubi jalar yang diuji disajikan

pada bagian berikut ini.

4.2.1. Panjang Sulur

Data lengkap rata-rata panjang sulur klon-klon ubi jalar yang diuji dan hasil

analisis ragamnya ditampilkan pada lampiran 3a-3d, sedangkan rata-ratanya

ditampilkan pada Tabel 4.2. Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap panjang sulur

tanaman ubi jalar pada lampiran 3a-3d, dapat dilihat bahwa, interaksi antara dosis

pupuk kandang dan jenis klon ubi jalar memberikan pengaruh yang sangat nyata ( P <

0,01) terhadap panjang sulur tanaman pada umur 2 BST dan 4 BST.

Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada umur 2 BST, secara rata-rata

untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang, varietas pembanding Kidal (V2)

menghasilkan sulur terpanjang (81,94 cm) yang secara statistik berbeda nyata dengan

klon-klon lokal asal Timor Barat. Panjang sulur terpanjang pada varietas Kidal

diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (98,50 cm) yang nyata

lebih tinggi dari perlakuan D1(5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang). Sementara

itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang, sulur terpendek

diperoleh pada klon lokal LB-01 menghasilkan sulur terpendek (49,0 cm) namun tidak

berbeda nyata secara satistik dengan klon/varietas lainnya.

26
Tabel 4.2. Rata-rata panjang sulur klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang kotoran sapi pada umur 2 dan 4 BST.
Klon Ubi Jalar Dosis Pukan (D)
2 BST 4 BST
Rata- Rata-rata
(V) D0 D1 D2 D0 D1 D2
rata (V) (V)

30.50 a 32.00 a 84.50 ab 49.00 a 127.48 abc 96.33 a 115.67 a 113.16 a


V1 (LB-01)
A A B A A A

98.50 b 48.83 ab 98.50 bc 81.94 b 136.83 b 160.17 c 141.79 ab 146.26 bc


V2 (Kidal)
B A B A A A

32.50 a 108.83 d 71.33 a 70.89 b 103.00 a 112.17 ab 197.17 c 137.44 bc


V3 (NBN-01)
A C B A A B

46.17 a 91.00 cd 83.83 a 73.67 b 113.67 ab 154.83 c 130.50 a 133.00 b


V4 (ON-06)
A B B A B AB

41.50 a 69.17 bc 102.67 c 71.11 b 157.33 c 142.67 bc 170.67 bc 156.89 c


V5 (ORM-02)
A B C A A A

Rerata (D) 33.22 A 46.64 AB 58.78 A 85.11 A 88.82 A 100.77 A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji DMRT 0,05. Huruf kapital
menyatakan perbandingan menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

27
Pada umur 4 BST panjang sulur tertinggi untuk keseluruhan perlakuan dosis

pupuk kandang diperoleh pada klon V5 (ORM-02) (156,89 cm), diikuti oleh V2

(Kidal) (146,26 cm) dan V3 (NBN-01) (274,89 cm), sedangkan sulur terpendek

diperoleh pada klon V1 (LB-01) (113,16 cm). Pada klon lokal ORM-02 (V5), sulur

terpanjang diperoleh pada perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha dengan panjang

sulur 170,67 cm. Secara umum ada kecenderungan bahwa makin tinggi dosis pupuk

kandang maka makin tinggi pula panjang sulur yang dihasilkan (Tabel 4.2).

Dari data dan penjelasan di atas, klon LB-01 memiliki rerata panjang sulur

terendah baik pada umur 2 BST maupun 4 BST pada berbagai perlakuan dosis pupuk

kandang yang diberikan. Hal ini menjelaskan bahwa klon LB-01 memiliki

kemampuan untuk pertumbuhan panjang sulur paling rendah karena baik pada

perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang maupun diberi pupuk kandang dengan

dosis 5-10 ton/ha panjang sulur yang dihasilkan nyata lebih pendek dibandingkan

dengan klon-klon lainnya. Sementara itu, klon ORM-02 (V5) menunjukkan panjang

sulur yang lebih tinggi dari varietas pembanding (Kidal). Hal ini berarti bahwa klon

lokal tersebut mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk membentuk panjang

sulur dari pada verietas pembanding dan terhadap klon lain yang diuji.

Rerata panjang sulur sebagian besar tanaman yang diberi perlakuan pemupukan

(D1 dan D2) lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk

kandang (D0) baik pada 2 BST maupun pada 4 BST. Hal ini menunjukkan bahwa

pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur hara yang terkandung dalam

tanah. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi lebih

28
gembur, mudah ditembus oleh perakaran tanaman sehingga pertumbuhan dan

perkembangan lebih baik. Selain itu, pupuk organik (pupuk kandang), selain dapat

menyediakan unsur hara, juga dapat membantu efisiensi penyerapan unsur hara yang

telah ada di dalam tanah (Jedeng, 2011). Lebih rendahnya panjang sulur pada

tanaman tanpa perlakuan pupuk kandang (dosis 0 ton/ha) menunjukkan bahwa

ketersediaan unsur hara berperan dalam proses fisiologis tanaman yaitu pertumbuhan

dan perkembangan organ tanaman seperti pertambahan panjang dan pertumbuhan

sulur tanaman ubi jalar.

Jika dilihat dengan seksama, terdapat beberapa aksesi lokal ubi jalar yang

panjang sulurnya lebih tinggi dari pada varietas pembanding, baik pada perlakuan

tanpa pemberian pupuk (D0) maupun pada perlakuan pemberian pupuk (D1 dan D2).

Hal ini menunjukkan bahwa klon-klon lokal tersebut mempunyai kemampuan

penambahan panjang sulur yang lebih baik. Akan tetapi panjang sulur yang lebih

tinggi tidak menjadi jaminan bahwa aksesi-aksesi tersebut mempunyai daya hasil yang

lebih tinggi dari varietas pembanding.

4.2.2. Jumlah Daun

Data rerata jumlah daun tanaman pada umur 2 dan 4 BST disajikan pada Tabel

4.3, sedangkan data lengkap dan hasil analisis ragam disajikan pada lampiran 4a-4d.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang

kotoran sapi dan jenis klon ubi jalar tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap

jumlah daun pada saat tanaman berumur 2 BST maupun 4 BST. Namun, faktor anak

29
petak (jenis klon ubi jalar) menunjukkan pengaruh yang nyata (P< 0,05) terhadap

jumlah daun pada umur 2 BST. Tidak adanya pengaruh interaksi yang nyata

menunjukkan bahwa tingkat pemupukan yang diberikan maupun kombinasi perlakuan

pemupukan dan jenis klon tanaman tidak memberikan perubahan terhadap

penambahan jumlah daun tanaman ubi jalar. Penambahan jumlah daun berbeda untuk

setiap jenis klon yang diuji atau dengan kata lain penambahan jumlah daun tanaman

lebih dipengaruhi oleh faktor kemampuan genetik dari masing-masing tanaman.

Pada umur 2 BST, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,

klon ON-06 (V4) menghasilkan jumlah daun (48,61 helai) yang nyata lebih tinggi dari

varietas pembanding. Jumlah daun terbanyak kedua dihasilkan oleh klon lokal NBN-

01 (V3) (40,89 helai) namun tidak berebeda secara substansial dengan LB-01 (V1),

sementara itu, sebagaimana halnya pada peubah panjang sulur, klon lokal ORM-02

menghasilkan jumlah daun paling rendah (35,06 helai) diikuti oleh Kidal (37,50 helai).

Pada umur 4 BST, baik perlakuan interaksi antara dosis pupuk kandang dan jenis klon

maupun masing-masingnya secara tunggal tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap jumlah daun per tanaman.

Pada umur 4 BST faktor petak utama (dosis pupuk kandang) berpengaruh nyata

terhadap rerata jumlah daun, dimana pengaruh dosis pupuk kandang tersebut belum

terlihat pada umur 2 BST. Hal ini menunjukkan bahwa ketika tanaman baru berumur

2 BST, kemampuan pembentukan daun tiap-tiap klon masih belum terlihat adanya

perbedaan pada variasi dosis pemupukan, diduga karena pada umur 2 BST, pupuk

kandang yang diberikan belum mengalami dekomposisi secara sempurna sehingga

30
kontribusi unsur hara bagi tanaman masih minim. Selanjutnya, pada umur 4 BST,

dekompisisi pupuk kandang sudah terjadi lebih sempurna sehingga dapat menyediakan

unsur hara bagi tanaman yang pada gilirannya berkontribusi terhadap pertambahan

jumlah daun.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa pupuk organik bukanlah pupuk kimia

(pupuk anorganik) yang secara langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan

menambahkan nutrisi ke dalam tanah. Pupuk organik menambahkan nutrisi melalui

proses dekomposisi yaitu perombakan unsur-unsur hara yang belum dapat diserap oleh

akar tanaman dirombak menjadi unsur yang dapat diserap oleh akar tanaman dengan

memanfaatkan mikroorganisme yang terdapat pada pupuk tersebut. Proses ini

membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga pemberian pupuk organik (pupuk

kandang) dilakukan satu minggu sebelum tanam. Mikroorganisme dalam pupuk

kandang mengembalikan siklus nutrisi alami tanah dan membentuk material organik

tanah.

31
Tabel 4.3. Rata-rata jumlah daun klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang pada umur 2 dan 4 BST.

Dosis Pukan (D)


Klon Ubi Jalar
2 BST 4 BST
Rata-rata Rata-rata
(V) D0 D1 D2 D0 D1 D2
(V) (V)

31.33 41.83 48.00 40.39 a 96.17 94.83 118.33 103.11


V1 (LB-01)

28.50 34.83 49.17 37.50 a 88.83 116.00 159.50 121.44


V2 (Kidal)

37.17 43.50 42.00 40.89 a 87.00 124.17 133.83 115.00


V3 (NBN-01)

48.67 50.00 47.17 48.61 b 97.50 107.00 154.33 119.61


V4 (ON-06)

21.50 42.33 41.33 35.06 a 106.67 114.50 128.50 116.56


V5 (ORM-02)

Rerata (D) 22.29 28.33 30.36 63.49 A 74.20 AB 92.60 B

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji DMRT 0,05. Huruf kapital
menyatakan perbandingan menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

32
Secara umum, hasil pengamatan terhadap jumlah daun akibat perlakuan

pemupukan dengan pupuk kandang menunjukkan bahwa jumlah daun sebagian besar

klon lokal mampu menyamai dan bahkan ada juga yang lebih tinggi dari varietas

pembanding. Hal ini membuktikan bahwa beberapa klon tersebut memiliki

kemampuan yang lebih tinggi dari varietas pembanding dalam hal pembentukan daun.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pembentukan daun merupakan

interaksi dari proses-proses yang diatur secara genetik, sehingga kemampuan genetik

dari jenis atau varietas tanaman menentukan kemampuan tanaman tersebut dalam

menghasilkan daun (Setyadi,1983 ; Widodo, 1994).

Dari data hasil pengamatan rerata jumlah daun terlihat bahwa terdapat

peningkatan jumlah daun seiring meningkatnya dosis pupuk kandang baik pada umur

2 BST maupun pada umur 4 BST. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang yang

diaplikasikan mampu memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara, dimana dalam

kisaran dosis pupuk kandang dalam penelitian ini, jumlah unsur hara yang tersedia

ditentukan oleh banyaknya pupuk kandang yang diberikan. Tersedianya unsur hara

untuk proses fotosintesis menyebabkan fotosintat pada tanaman menjadi tercukupi dan

proses pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti daun menjadi lebih baik.

Menurut Syekhfani (2000) dan Setiawan (2002), pupuk kandang memiliki sifat yang

alami dan tidak merusak tanah, selain menyediakan unsur hara makro dan mikro juga

berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikrobiologi tanah,

memperbaiki sturktur tanah dan juga berperan dalam pembentukan bagian vegetatif

tanaman seperti akar batang dan daun.

33
4.2.3. Jumlah Cabang Sekunder

Rerata jumlah cabang sekunder tanaman pada umur 2 BST dan 4 BST dapat

dilihat pada Tabel 4.4, sedangkan data lengkap dan hasil analisis ragam disajikan

pada lampiran 5a-5d. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis

pupuk kandang dan jenis klon ubi jalar memberikan pengaruh yang tidak nyata

terhadap jumlah cabang sekunder per tanaman pada umur 2 BST maupun 4 BST.

Namun, faktor anak petak (jenis klon/varietas ubi jalar) menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap rerata jumlah cabang sekunder tanaman pada umur 4 BST. Hal ini

berarti bahwa interaksi dosis pupuk kandang yang diberikan dan jenis klon/varietas

ubi jalar tidak memberikan perubahan yang berarti terhadap pembentukan cabang

sekunder pada tanaman ubi jalar. Pembentukan cabang sekunder untuk setiap jenis

klon/varietas yang diuji atau dengan kata lain pembentukan cabang sekunder tanaman

lebih dipengaruhi oleh faktor kemampuan genetik masing-masing tanaman.

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada umur 2 BST rerata jumlah cabang sekunder

per tanaman cukup bervariasi berkisar dari 1,5 (D0V5) hingga 3,17 (D2V5) cabang

per tanaman, namun variasi jumlah cabang sekunder ini tidak berbeda secara statistik,

baik antar perlakuan dosis pemupukan, antar klon/varietas maupun interaksi keduanya.

34
Tabel 4.4. Rata-rata jumlah cabang sekunder klon lokal-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang pada umur 2 dan 4 BST.

Klon Dosis Pukan (D)


Ubi
Jalar
2 BST 4 BST
(V) Rata-rata Rata-rata (V)
D0 D1 D2 (V) D0 D1 D2

2.00 2.33 2.67 2.33 5.33 5.00 5.33 5.22 a


V1 (LB-01)

1.67 2.17 2.83 2.22 6.17 6.83 6.50 6.50 b


V2 (Kidal )

1.83 3.50 3.00 2.78 4.67 5.67 6.17 5.50 ab


V3 (NBN-01)

2.83 2.67 3.50 3.00 6.67 6.17 5.33 6.06 ab


V4 (ON-06)

1.50 2.00 3.17 2.22 6.67 6.67 6.83 6.72 c


V5 (ORM-02)

1.31 1.69 2.02 3.93 4.04 4.02


Rerata (D)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji DMRT 0,05. Huruf kapital
menyatakan perbandingan menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

35
Pengaruh perlakuan terhadap jumlah cabang produktif baru terlihat nyata pada

saat tanaman berumur 4 BST dimana pada umur tersebut jenis klon ubi jalar

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang sekunder per tanaman.

Sedangkan pengaruh dosis pupuk kandang dan interaksi dosis pupuk kandang serta

jenis klon tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang sekunder

per tanaman. Pada umur 4 BST, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk

kandang, klon ORM-02 (V4) menghasilkan jumlah cabang sekunder (6,72 cabang)

yang tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang dimilki oleh varietas Kidal

(6,50) dan ON-06 (6,06), sebaliknya, jumlah cabang sekunder terendah dimilki oleh

klon lokal LB-01 yang hanya menghasilkan 5,22 cabang, diikuti oleh NBN-01 (5,50

cabang). Adanya pengaruh jenis klon terhadap jumlah cabang sekunder pada 4 BST

menunjukkan bahwa pupuk organik (pupuk kandang) tidak secara langsung dan cepat

menyuburkan tanah dengan meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Pupuk organik

membutuhkan waktu untuk menyediakan unsur hara di dalam tanah melali proses

dekoposisi, dimana, unsur-unsur hara yang belum tersedia bagi tanaman, dirombak

menjadi unsur yang tersedia bagi akar tanaman.

4.3. Hasil dan Komponen Hasil

Pengamatan terhadap komponen hasil dilakukan terhadap jumlah umbi, panjang

umbi dan diameter umbi yang berpengaruh terhadap hasil (berat segar umbi) ubi jalar.

Pengamatan terhadap masing-masing variabel dilakukan pada saat panen, dengan

36
mengamati semua umbi per tanaman sesuai dengan variabel pengamatan kemudian

dirata-ratakan.

Penampilan umbi ubi jalar dari beberapa klon/varietas yang diuji dapat dilihat

pada Gambar 4.3.

a. Klon LB-01 (V1) b. Varietas Kidal (V2)

c. Klon NBN-01 (V3) d. Klon ON-06 (V4)


Gambar 4.3. a. Klon LB-01 (V1), b. Varietas Kidal (V2), c.Klon NBN-01 (V3),
d. Klon ON-06 (V4).

Gambar 4.3 secara visual memperlihatkan penampilan umbi dari beberapa

klon/varietas ubi jalar yang diuji, dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda.

Namun, perbedaan secara visual tersebut belum dapat dipastikan akibat penaruh

37
perlakuan terhadap hasil (berat segar umbi). Secara detail, pengaruh perlakuan

pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang kotoran sapi terhadap komponen

hasil dari klon-klon ubi jalar yang diuji disajikan pada bagian berikut ini.

4.3.1. Jumlah Umbi per Tanaman

Data lengkap dan hasil analisis ragam jumlah umbi per tanaman dapat dilihat

pada Lampiran 6a 6b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.5. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan jenis

klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah umbi per tanaman.

Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata untuk semua perlakuan dosis

pupuk kandang, varietas pembanding Kidal (V2) menghasilkan jumlah umbi

terbanyak (5,52 umbi/tanaman) yang secara statistik berbeda nyata dengan klon-klon

lokal asal Timor Barat. Jumlah umbi terbanyak pada varietas Kidal diperoleh pada

perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (7,95 umbi/tanaman ) yang nyata lebih

tinggi dari perlakuan D1(5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang). Jumlah umbi

terbanyak kedua diperoleh pada klon LB-01 (V1) (4,13 umbi/tanaman), yakni pada

perlakuan 10 ton/ha (D2) (4,68 umbi/tanaman). Hal ini menunjukkan bahwa kedua

klon ubi jalar tersebut secara genetis mempunyai gen-gen yang mampu menghasilkan

umbi yang banyak, dan klon-klon tersebut juga mampu beradaptasi dengan kondisi

lingkungan tumbuh sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Klon-klon tersebut juga

mampu menyerap unsur hara sesuai dengan tingkat perlakuan untuk melangsungkan

38
proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) yang akan mendukung proses

pertumbuhan umbi tanaman ubi jalar

Tabel 4.5. Rata-rata jumlah umbi per tanaman klon-klon ubi jalar pada beberapa
dosis pupuk kandang pada saat panen.

Klon Ubi Rata-rata


Dosis Pukan (D)
Jalar (V)
(V) D0 D1 D2
3.14 b 4.57 b 4.68 c 4.13 c
V1 (LB-01)
A B B

3.50 b 5.10 b 7.95 d 5.52 d


V2 (Kidal)
A B C

2.33 a 2.85 a 3.30 b 2.83 b


V3 (NBN-01)
A AB B

1.75 a 2.35 a 2.33 a 2.14 a


V4 (ON-06)
A A A

2.15 a 2.50 a 3.85 b 2.83 b


V5 (ORM-02)
A A B

Rerata (D) 1.71 A 2.32 B 2.95 C

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak
nyata pada Uji DMRT 0,05. Huruf kapital menyatakan perbandingan
menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

Sementara itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,

klon lokal ON-06 menghasilkan jumlah umbi terendah (2,14 umbi/tanaman) yang

nyata lebih pendek dari klon/vareitas lainnya. Selanjutnya, jumlah umbi terendah

pada ON-06 diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0). Hal ini

39
menunjukkan bawa klon tersebut kurang mampu memanfaatkan faktor tumbuh

tersebut untuk melangsungkan proses fisiologis yang optimal sehingga proses

pembentukan umbi menjadi terhambat.

Hasil pengamatan terhadap jumlah umbi pada Tabel 4.5, secara umum

memperlihatkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha

memiliki jumlah umbi yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang

diberi perlakuan dosis pupuk 5 ton/ha dan 0 ton/ha (tanpa diberi pupuk). Peningkatan

dosis pupuk organik meningkatkan pertumbuhan dan hasil ubi jalar. Hal ini

disebabkan oleh pengaruh positif pupuk organik terhadap peningkatan sifat fisik,

kimia dan biologi tanah sehingga memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi ubi

jalar (Jedeng, 2011).

4.3.2. Panjang Umbi

Data lengkap dan hasil analisis ragam untuk panjang umbi ditampilkan pada

lampiran 7a-7b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.6. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran sapi dan

jenis klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap panjang umbi.

Data pada Tabel 4.6. menunjukkan bahwa secara rata-rata untuk semua

perlakuan dosis pupuk kandang, Varietas pembanding Kidal (V2) menghasilkan

panjang umbi terpanjang (16,45 cm) yang tidak berbeda secara substantial dengan

klon lokal ORM-02 (V5) (16,37 cm). Panjang umbi terpanjang pada varietas Kidal

diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha (D2) (17,07 cm) yang nyata

40
lebih tinggi dari perlakuan dengan dosis D1 (5 ton/ha) dan D0 (tanpa pupuk kandang).

Hal ini menunjukkan bahwa varietas tersebut mampu memanfaatkan suplai pupuk

kandang untuk proses pemanjangan umbi.

Tabel 4.6. Rata-rata panjang umbi klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk
kandang pada saat panen.

Klon Ubi Dosis Pukan (D) Rata-rata


Jalar (V)
(V) D0 D1 D2
14.93 b 16.85 b 15.95 b 15.91 bc
V1 (LB-01)
A B B

15.87 c 16.42 ab 17.07 c 16.45 c


V2 (Kidal)
A AB B

13.75 a 16.95 b 13.88 a 14.86 a


V3 (NBN-01)
A B A

13.78 a 15.65 a 17.23 c 15.56 b


V4 (ON-06)
A B A

14.33 ab 16.82 b 17.97 c 16.37 c


V5 (ORM-02)
A B C

9.69 A 11.02 B 10.95 C


Rerata (D)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak
nyata pada Uji DMRT 0,05. Huruf kapital menyatakan perbandingan
menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

41
Sementara itu, secara rata-rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang,

klon NBN-01 (V3) menghasilkan panjang umbi terpendek (14,86 cm) yang nyata

lebih pendek dari klon/varietas lainnya. Panjang umbi terendah pada klon NBN-01

diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0). Keadaan tersebut menunjukan

bahwa kemampuan tanaman dalam perkembangan umbi berbeda untuk setiap jenis

klon/varietas yang diuji. Faktor genetik tanaman lebih berpengaruh terhadap panjang

umbi masing-masing tanaman daripada faktor lingkungan termasuk kesuburan tanah.

Terjadinya perbedaan panjang umbi pada setiap klon sangat dipengaruhi oleh interaksi

antara faktor-faktor genetik dalam tanaman dan juga lingkungan tanaman itu tumbuh

(Harsono 1992 dalam Ibrahim 2005).

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang

kotoran sapi dosis 5 ton/ha dan 10 ton/ha meningkatkan panjang umbi ubi jalar,

dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang kotoran sapi. Pupuk organik

berperan pada sifat fisik tanah, kimia dan biologi tanah (Stevenson, 1994 dalam

Kapugu, 2009). Pada perbaikan sifat kimia tanah pupuk organik menyumbang hara ke

tanah dan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Sedangkan perbaikan

sifat biologi tanah, pupuk organik yang berasal dari berbagai sumber bahan organik

dapat membawa jasad renik yang bermanfaat bagi perbaikan sifat fisik dan kimia

tanah, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif pada pertumbuhan dan hasil

tanaman.

42
4.3.3. Diameter Umbi

Data lengkap dan hasil analisis ragam untuk diameter umbi ditampilkan pada

lampiran 8a-8b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.7. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran sapi dan

jenis klon/varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap diameter umbi. Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 4.7, dimana secara rata-rata diameter umbi paling tinggi

untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang diperoleh pada klon LB-01 (V1) (19,11

cm) yang secara statistik berbeda nyata dengan klon-klon asal Timor Barat. Diameter

umbi terbesar pada klon LB-01 diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dengan dosis

10 ton/ha (D2) (10,07 cm) yang nyata lebih tinggi dari perlakuan D0 (5 ton/ha) dan D0

(tanpa pupuk kandang). Sedangkan, diameter umbi terkecil dimiliki oleh Kidal (V2)

(6,84 cm) yang nyata lebih kecil dari klon-klon lokal asal Timor Barat. Diameter umbi

terkecil pada varietas Kidal diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk kandang (D0) (5,88

cm).

Hasil pengamatan pada Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa, rerata diameter
umbi tertinggi dimiliki oleh klon-klon lokal, dibandingkan dengan varietas
pembanding (Kidal), baik pada perlakuan tanpa pemupukkan (0 ton/ha) maupun pada
perlakuan pemupukan dengan dosis 5 ton/ha dan 10 ton/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa klon-klon tersebut mempunyai potensi untuk membentuk umbi yang lebih
besar dibandingkan varietas lainnya. Adriyaswar dkk.,(1994) menyatakan bahwa
diameter umbi dipengaruhi oleh bentuk umbi masing-masing klon yang selain oleh
faktor kesuburan dan struktur tanah, juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Ukuran
diameter umbi setiap tanaman berbeda-beda yang ditentukan oleh genotipnya atau
varietasnya (Cahyono dan Juanda, 2000).

43
Tabel 4.7. Rata-rata diameter umbi klon-klon ubi jalar pada beberapa dosis pupuk
kandang pada saat panen.

Klon Ubi Dosis Pukan (D) Rata-rata


Jalar (V)
(V) D0 D1 D2
7.56 b 9.69 d 10.07 d 9.11 d
V1 (LB-01)
A B B

5.88 a 7.55 b 7.08 a 6.84 a


V2 (Kidal)
A C B

7.43 b 8.86 c 8.60 b 8.30 c


V3 (NBN-01)
A B B

6.96 b 7.69 b 9.71 c 8.12 c


V4 (ON-06)
A B C

7.11 b 6.44 a 8.59 b 7.38 b


V5 (ORM-02)
B A C

4.66 A 5.36 B 5.87 C


Rerata (D)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak
nyata pada Uji DMRT 0,05. Huruf kapital menyatakan perbandingan
menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

Hasil pengamatan terhadap diameter umbi (Tabel 4.7) tersebut secara umum

memperlihatkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang dosis 10 ton/ha

(D2) memiliki rerata diameter umbi tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian

pupuk kandang kotoran sapi pada dosis 10 ton/ha mampu memberikan ketersediaan

unsur hara dalam tanah dan mempengaruhi proses fisiologis tanaman sehingga

pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pertambahan diameter umbi

44
berjalan baik. Selain itu, pemberian pupuk kandang (organik) dapat menstabilkan

tekstur tanah sehingga menjadi gembur, yang sangat bagus untuk perkembangan umbi

di dalam tanah.

4.3.4. Berat Segar Umbi per Tanaman

Data lengkap dan hasil analisis ragam berat segar umbi per tanaman dapat dilihat

pada Lampiran 9a-9b, sedangkan rata-ratanya ditampilkan pada Tabel 4.8. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan jenis

klon ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar umbi pertanaman.

Pada Tabel 4.8, klon lokal LB-01 (V1) dan varietas pembanding Kidal (V2)

menunjukkan rerata berat segar umbi tertinggi untuk semua perlakuan dosis pupuk

kandang dengan nilai rerata masing-masing sebesar 1,39 kg (setara 23,16 ton/ha) dan

1,13 kg per tanaman (setara 18,83 ton/ha). Secara lebih rinci dapat dilihat bahwa berat

segar umbi paling tinggi diperoleh pada kedua klon tersebut pada perlakuan dosis

pupuk kandang 10 ton/ha, masing-masing sebesar 1,62 kg dan 1,65 kg per tanaman.

Lebih tingginya berat segar umbi klon LB-01 dan Kidal pada semua level perlakuan

petak utama, menunjukkan bahwa kedua klon/varietas tersebut memiliki kemampuan

yang lebih tinggi dalam menggunakan hasil dari proses fotosintesis untuk

menimbunnya sebagai cadangan makanan pada umbinya, yang pada gilirannya

menghasilkan berat segar yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon/varietas

lainnya. Selanjutnya, lebih tingginya berat segar umbi pada dosis pupuk kandang

tertinggi yakni 10 ton/ha berarti bahwa jumlah pupuk kandang yang diberikan tersebut

45
mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman,

yang pada gilirannya digunakan untuk pembentukan umbi. Sementara itu, secara rata-

rata untuk semua perlakuan dosis pupuk kandang klon ON-06 (V4) memberikan hasil

berat segar umbi terendah (0,64 kg) (setara 10,67 ton/ha), yang pada perlakuan pupuk

kandang dosis 10 ton/ha (D2) hanya memperoleh berat segar umbi sebesar 0,74 kg.

Tabel 4.8. Rata-rata berat segar umbi per tanaman (kg) klon lokal dan varietas
pembanding ubi jalar pada beberapa dosis pupuk kandang kotoran sapi.

Klon Ubi Rata-


Jalar Dosis Pukan (D) rata (V)
(V) D0 D1 D2
0.94 b 1.61 d 1.62 c 1.39 d
V1 (LB-01)
A B B

0.64 a 1.12 c 1.65 c 1.13 c


V2 (Kidal)
A B C

0.53 a 0.87 b 1.21 b 0.87 b


V3 (NBN-01)
A B C

0.60 a 0.59 a 0.74 a 0.64 a


V4 (ON-06)
A A A

0.55 a 0.97 c 1.29 b 0.94 b


V5 (ORM-02)
A B C

0.43 a 0.69 b 0.87 B


Rerata (D)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah berbeda tidak
nyata pada Uji DMRT 0,05. Huruf kapital menyatakan perbandingan
menurut baris, huruf kecil menyatakan perbandingan menurut kolom.

46
Secara umum data pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rerata berat segar umbi

tanaman berbeda nyata antara ketiga tingkat perlakuan petak utama (dosis pupuk

kandang). Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketersedian unsur hara bagi tanaman yang

berbeda pada ketiga tingkat pemupukan mengakibatkan jumlah unsur hara yang dapat

diambil oleh tanaman berbeda, yang mengakibatkan kemampuan menghasilkan

fontosintat tidak sama antar ketiga tingkat perlakuan tersebut, dimana pada

pemupukkan dengan dosis 10 ton/ha tanaman lebih banyak menyimpan hasil fotosintat

sehingga umbi yang terbentuk memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan

tanaman yang diberi perlakuan pupuk dengan dosis 5 ton/ha dan 0 ton/ha. Menurut

Kartini (1996) dan Adiningsih (1996) dalam Soemarwoto dkk.,(2008) pupuk organik

alami dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk menahan air, meningkatkan

kemampuan tanaman menyerap unsur hara makro dan mikro serta meningkatkan

aktivitas mikroorganisme.

Hasil pengamatan terhadap berat segar umbi (Tabel 4.8) tersebut

memperlihatkan bahwa hasil tertinggi yang diperlihatkan oleh varietas Kidal sangat

konsisten dengan lebih tingginya parameter komponen vegetatif dan komponen hasil

dari setiap perlakuan dosis pupuk kandang yang diberikan, sedangkan pada klon LB-

01, tingginya berat segar umbi konsisten dengan lebih tingginya peubah komponen

hasil saja.

Berdasarkan data hasil pengamatan, lebih tingginya berat segar umbi pada

varietas Kidal berkait erat dengan lebih tingginya jumlah daun, jumlah cabang

sekunder, jumlah umbi, panjang umbi pada varietas ini. Sementara itu, tingginya berat

47
segar umbi pada klon LB-01 didukung oleh lebih tingginya jumlah umbi dan diameter

umbi pada klon ini pada perlakuan dosis pupuk kandang yang diberikan.

Hal diatas menunjukkan bahwa, berat segar umbi yang tinggi pada varietas Kidal

memiliki keterkaitan dengan kompnen vegetatif yaitu memiliki jumlah daun tanaman

yang optimal, dimana varietas Kidal memiliki rerata jumlah daun sebanyak 121,44

helai/tanaman (4 BST). Dengan Jumlah daun yang optimal sangat mendukung proses

fotosintesis yang akan menghasilkan fotosintat yang ditimbun pada bagian cadangan

makanan yaitu umbi yang besar dan bobotnya yang tinggi. Keadaan ini sesuai dengan

pendapat Salisbury & Ross (1992) dan Edmond dkk., (2005) yang mengatakan bahwa

produktivitas dan perkembangan suatu tanaman erat kaitannya dengan jumlah dan luas

daun yang dibentuk oleh tanaman tersebut. Jumlah daun yang disertai penampakan

daun yang berwarna hijau menandakan adanya kandungan klorofil yang dapat

menghasilkan fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang pada

akhirnya mempengaruhi berat basah umbi (Salisbury & Ross. 1995).

Dari aspek jumlah cabang sekunder, varietas Kidal berpengaruh terhadap

kemampuan menghasilkan cabang sekunder. Dimana, rerata jumlah cabang sekunder

varietas ini mampu menghasilkan 6,50 cabang/tanaman namun tidak terlalu berbeda

nyata dengan klon-klon ubi jalar lainnya. Fisher (1992), menyatakan bahwa

permukaan umbi dan jumlah mata tunas akan mempengaruhi pertumbuhan tunas

batang yang selanjutnya mempengaruhi jumlah umbi yang terbanyak. Menurut

Gardner dkk.(1991), sepanjang masa partumbuhan vegetatif akar, daun dan batang

merupakan daerah pemanfaatan yang kompetitif dalam hasil assimilasi. Proporsi hasil

48
asimilasi di bagian ketiga organ ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi.

Adanya hubungan yang erat antara jumlah cabang dengan jumlah daun disebabkan

karena pada tanaman ubi jalar, daun muncul pada setiap cabang sehingga semakin

banyak cabang semakin banyak daunnya. Dimana, dengan jumlah daun yang banyak

akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan menghasilkan fotosintat yang

ditimbun sebagai cadangan makanan pada akar (umbi). Sehingga, semakin banyak

hasil fotosintat maka, semakin banyak pula jumlah umbi yang dibentuk oleh tanaman

tersebut.

Hasil pengamatan terhadap parameter komponen hasil ubi jalar (jumlah umbi,

panjang umbi, dan diameter umbi), terdapat hubungan yang erat dari kedua

klon/varietas LB-01 dan Kidal. Varietas Kidal mampu menghasilkan rerata jumlah

umbi tertinggi yakni 5,25 umbi/tanaman, diikuti klon lokal LB-01 dengan rerata

jumlah umbinya 4,13 umbi/tanaman (Tabel 4.5). Dari parameter panjang umbi (Tabel

4.6), varietas Kidal memiliki rerata panjang umbi tertinggi yaitu 16,45 cm

dibandingkan dengan klon LB-01 yang hanya mencapai 15,91 cm. Sedangkan pada

parameter diameter umbi (Tabel 4.7), klon/varietas yang memiliki rerata diameter

umbi tertinggi terdapat pada klon LB-01 dengan rerata diameter umbinya sebesar 9,11

cm yang sangat berbeda nyata dengan varietas Kidal (6,84 cm). Hal ini berarti

semakin besar ukuran umbi (panjang dan diameter) maka nilai berat segar umbi akan

semakin besar, serta semakin banyak jumlah umbi yang dihasilkan, maka semakin

besar pula nilai berat segar umbinya.

49
Dengan demikian dapat diketahui bahwa untuk melakukan seleksi tanaman yang

baik (yang mempunyai hasil yang tinggi) maka dapat dilihat dari pertumbuhan

vegetatifnya seperti jumlah daun yang tinggi dan jumlah cabang yang banyak,

sehingga memperoleh komponen hasil yang tinggi (jumlah umbi, panjang umbi, dan

diameter umbi), dan berpengaruh terhadap berat segar umbi.

50
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1) Interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan jenis klon ubi

jalar berpengaruh nyata terhadap panjang sulur, baik pada umur 2 maupun 4

BST, namun berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun dan jumlah cabang

sekunder.

2) Baik dosis pupuk kandang maupun jenis klon, secara terpisah berpengaruh

nyata terhadap jumlah daun dan cabang sekunder.

3) Pada semua peubah yang diamati, rerata tinggi pada semua klon yang diuji

diperoleh pada perlakuan pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha.

4) Secara keseluruhan, rerata berat segar umbi tertinggi diperoleh pada klon lokal

LB-01 (1,39 kg) (setara 23,16 ton/ha) diikuti varietas Kidal (1,13 kg) (setara

18,83 ton/ha) di tempat kedua .

5) Baik pada LB-01 maupun Kidal, berat segar umbi tertinggi diperoleh pada

perlakuan D2 (10 t/ha pukan).

51
5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini, disarankan agar perlu dilakukan penelitian dengan paket

pemupukan lainnya dan di lokasi yang berbeda-beda.

52
DAFTAR PUSTAKA

----------------. 1979. Pupuk dan Pemupukan. Bogar: Institut Pertanian Bogor. 23 hal.

Abas, R. P. P., Yiyi. M., 2006, Pengaruh Klon dan Dosis Pupuk Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.

Adininingsih, S., 1996, Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk Untuk Melestarikan Swa
Sembada Pangan. Pros. Simposiun Nasional dan Konggres VI Peragi. Jakarta.

Adriyaswar, Mulyadi, dan M. Yusuf, 1994. Pengujian Daya Hasil Beberapa Klon dan
Varietas Ubijalar di Tanah Andosol Gandut, Bukittinggi. Balittan. Sukarami

Atmojo, W., S., 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolahanya. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Bailey, J., S. A. Ramakrisna, dan G. Kirchhof, 2009. An Evaluation of nutritional


constrains on sweet potato (Ipomoea batatas) production in Central Highlands
of Papua New Guinea. Plan Soil. 316:97-105.

BPS Propinsi NTT, 2010. Statistik Pertanian Nusa Tenggara Timur 2010. Kupang.

Buckman, H.O., M.C, Brady, 1982. Ilmu Tanah. Jakarta :Terjemahan: Soegiman.
Penerbit Bharata Karya Aksara. 788 hal.

Cahyono, B. dan Juanda, 2000. Ubi jalar. Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Percetakan Kanisius, Yogyakarta.

Djalil, M., 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Pada Pemberian Beberapa Takaran Abu Jerami Padi. Stigma Volume XII N0.
2. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

Edmond, J. B. and G.R. Ammerman, 1971. Sweet Potato : Production, Processing,


Marketing. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Ernawatiningsih, L. P.Ni., Sari. K.K.M. A. Gusti I., dan Ayuni. D. W. Ni, 2011. Tugas
Desain Eksperimen Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design). Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

53
Fallo, J., 2010. Identifikasi Sifat Agronomis dan Sifat Morfologis Dari Beberapa
Klonb Ubi Jalar Lokal Asal Kabupaten Timor Tengah Selatan Dan Timor
Tengah Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Undana. Kupang.

Fangidae, S., 2010. Uji Daya Hasil Beberapa Klon Ubi Jalar (Ipomea batatas L) Lokal
Asal Timor dan Introduksi Di Desa OeRembesi Kabupaten TTU. Skripsi.
Fakultas Pertanian Undana.

Fathan, R. dan M. Rahardjo, 1994. Serapan hara pada tanaman ubijalar. Edisi Khusus
Balittan Malang (3):318-325.

Fisher, N. M. dan P. R. Goldsworthy, 1992.Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press.


Jakarta

Fortuno, E.M., M.B. Catanay and F. G. Vilamayor, Jr., 1996. Yield response of
sweetpotato to fertilizer and pesticide application. Selected Research Paper,
July 1995-June 1996, Vol 2. Sweet Potato, ASPRAD. 159-166.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchel, 1991. Plant Physiology of Crops.


Fisiologi Tanaman Budidaya. (Te jemahan Herawati Susilo). UNversitas
Indonesia Press, Jakarta. Hanafiah, K.A., 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Jakarta: Raja Grafindo 179 hal.

Hahn, S.K., dan Y. Hozyo, 1996. Ubi manis. Dalam Fisiologi tanaman budidaya
tropik. Alih Bahasa oleh Tohari. Gajah Mada University Press. Hal. 725-746.

Jedeng, I., 2011. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program
Studi Pertanian Lahan Kering Udayana Bali.

Kapugu, B. Lita, 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam Pada Hasil
Paprika (Capsicum annuum Var. Grossum). Fakultas Pertanian Universitas
Sam Ratulangi. Manado.

Kartini, N. L., 1996. Penggunaan Pupuk Organik dan Perannya Bagi Tanah dan
Tanaman. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.

Margono dan Sigit, 2000. Pupuk akar. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya, 96 hal.

Martodenso dan M. A., Suryanto, 2001. Terobosan Teknologi Pemupukan dan Era
Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

54
Mertikawati, I., A. D. Suyono, dan S. Djakasutami, 1999. Pengaruh berbagai pupuk
organik terhadap beberapa sifat fisika dan kimia vertisol dan ultisol serta hasil
padi gogo. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.

Millar , C. E., L. M. Turk and H.D. Foth, 1958. Fundamental Of Soils Science. Third
ed. John Willey and sons. Inc. New York.

Muhadi, 1979. Pengetahuan Pupuk. Yogyakarta: Pembina Fakultas Kehutanan UGM,


79 hal.

Obije , N. Daenny, 2010. Uji Ketahanan Beberapa Aksesi Ubi jalar Lokal (Ipomoea
batatas L.) Asal Kabupaten TTU Terhadap Cekaman Kekeringan. Skripsi.
Fakultas Pertanian Undana. Kupang.

Purwo, 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta; Agromedia Pustaka hal 24-29.

Redaksi Agro Media, 2007. Petunjuk Pemupukan. Penerbit PT AgroMedia Pustaka.


Jakarta.

Rukmana, R., 1997. Ubi jalar. Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius Yogyakarta.

Sarwanto, A., P dan Y., Widiastuti, 2000. Peningkatan Produksi Jagung di Lahan
Kering, Sawah dan Pasang Surut. Jakarta: PT. Sumber Swadaya. 46 hal.

Sastrosupadi, 1995. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius,


Yokyakarta.

Setiawan, A. L., 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Swadaya. Jakarta.

Setyadi, M. M. S., 1983. Pengantar Agronomi. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Salisbury, B. F. dan C. C.W Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 ITB Bandung.

Siregar, 1996.Pengembangan Ubi Jalar. Online, http:// www. kompas. co.id/forum.


pembaca. kompas/opini.htm 22.23 Am. 09/12/2007.

Soemarno, 1985. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah
Aluvial dan Mediteran Terhadap pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar Varietas
Lokal Grompol dan Unggul Daya Univ. Brawijaya. Malang.

Soemartono, 1990. Ubi Jalar (Ipomeae batatas poir). Yasaguna. Jakarta.

55
Soemarwoto, Wirawan,T., Fiisanto, R., 2008. Uji Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L.) Pada Berbagai Jenis Pupuk Organik Alami dan Pupuk Buatan (N, P dan K).
Jurnal Pertanian Mapeta. Jogyakarta.

Soepardi, G., 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, IPB Bogor.

Steven Son, T.J., 1983 Humic Chemistry Composition. Recation New York: John
Wile and Sans.

Suharno, 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Produksi (Berat Umbi) Ubi
Jalar (Ipomea batatas L) Clon Madu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Yogyakarta.

Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl pada
Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept di
Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177.

Supirin, 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Audi 35 hal.

Sarwono, B., 2005. Ubi jalar : Cara Budidaya yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hal.

Wahyudi, 2011. Pengaruh Pemupukan KCl Kedua dan Pemberian Jerami terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L. Lam) Klon
Ayamurashake. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Wargiono, J., Rahayuningsih, dan Sumaryono, 1978. Interaksi Pemupukan NPK dan
Klon Ubi Jalar. LKP Seri Pemuliaan- Agronomi No.8. LP3. Bogor. Hal 44-48.

Welsh, J. R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga. Jakarta.

Widodo, Y., dan Lawu J. S., 1994. Pola Pertumbuhan Ubi Jalar Pada Sistem Tunggal
dan Tumpang Sari Dengan jagung. Risalah Seminar Penerapan Teknologi
Produksi dan Pasca Panen Ubijalar Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian
Tanaman Pangan. Malang.

Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Yogyakarta: Gava Media 34 hal.

Yuwono, M.N. Basuki., L., Agustin, 2002. Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea
batatas (L) Lamb).pada Macam dan Dosis Pupuk Organik Yang Berbeda
terhadap Pupuk An Organik.

56
Zuraida dan Supriati, 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Alternatif dan
Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan. Bogor. Buletin. AgroBio 4.

57
Lampiran 1. Denah Percobaan

BLOK I BLOK II

D1 D1 D1 D1 D1 D0 D0 D0 D0 D0

V4 V1 V2 V5 V3 V4 V1 V5 V3 V2

D0 D0 D0 D0 D0 D2 D2 D2 D2 D2

V4 V3 V1 V2 V5 V2 V5 V1 V3 V4

D2 D2 D2 D2 D2 D1 D1 D1 D1 D1

V5 V2 V1 V4 V3 V2 V4 V1 V3 V5

Keterangan : U
V1 : LB-01
V2 : KIDAL
V3 : NBN-01
V4 : ON-01
V5 : ORM 02

D0 : 0 ton/ha
D1 : 5 ton/ha

D2 : 10 ton/ha S

58
Lampiran 2. Deskripsi Ubi Jalar Varietas Kidal

Asal : Persilangan bebas dari induk inaswang


Daya hasil : 25,0 30,0 t/ha
Umur panen : 4,0 4,5 bulan
Tipe tanaman : Semi kompak
Diameter buku ruas : Sedang
Panjang buku ruas : Pendek
Warna dominan sulur : Hijau
Warna sekunder sulur : Hijau pada buku-buku
Bentuk kerangka daun : Berbentuk hati
Kedalaman cuping daun : Tidak ada
Jumlah cuping daun : Bercuping satu
Bentuk cuping pusat : Gerigi
Ukuran daun dewasa : Sedang
Warna daun dewasa : Hijau
Warna daun muda : Hijau ; warna ungu melingkari tepi daun
Panjang tangkai daun : Sedang
Bentuk umbi : Membulat
Pertumbuhan umbi : Tertutup
Panjang tangkai umbi : Tidak bertangkai
Warna kulit umbi : Merah
Warna daging umbi : Kuning tua
Rasa : Enak dan Manis
Kadar protein : 1,62 % (kering)
Kadar serat : 1,07 %
Kadar gula : 4,82 %
Kadar pati : 32,85 %
Kadar beta karoten : 347,84 mg/100 g
Kadar vitamin C : 20,22 mg/100 g
Bahan kering umbi : 31 %

59
Ketahanan terhadap hama : Agak tahan boleng (Cylas formicarius) dan tahan hama
penggulung daun
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan kudis (S. batatas) dan bercak daun (Cescospora sp)

60
Lampiran 3a. Data pengamatan/pengukuran panjang sulur (cm) pada 2 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 28.3 32.7 61.00 30.50
V2 101.3 95.7 197.00 98.50
V3 34.7 30.3 65.00 32.50
V4 54.0 38.3 92.33 46.17
V5 46.0 37.0 83.00 41.50
D1 V1 33.3 30.7 64.00 32.00
V2 46.0 51.7 97.67 48.83
V3 127.0 90.7 217.67 108.83
V4 82.0 100.0 182.00 91.00
V5 72.7 65.7 138.33 69.17
D2 V1 75.3 93.7 169.00 84.50
V2 101.3 95.7 197.00 98.50
V3 76.3 66.3 142.67 71.33
V4 74.3 93.3 167.67 83.83
V5 90.7 114.7 205.33 102.67
T o t a l 1043.33 1036.33 2079.67 69.32
Ket. : D = Dosis Pukan V = Klon-Klon Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 3b. Analisis varians untuk panjang sulur ubi jalar pada 2 BST

Sumber DB JK KT F hit F tabel


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 7703.89 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 1.633 1.633 0.01 * 4.46 8.65
D 2 7353.452 3676.726 21.08 * 19.00 99.00
Galat (a) 2 348.800 174.400
Anak Petak 22553.274
V 4 3581.052 895.263 7.58 ** 3.26 5.41
D*V 8 11618.770 1452.346 12.30 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 1416.400 118.033
Total 29 24320.107
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 19.05
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 15.67
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

61
Lampiran 3c. Data pengamatan/pengukuran panjang sulur (cm) pada 4 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 119.3 135.7 254.97 127.48
V2 142.7 131.0 273.67 136.83
V3 107.3 98.7 206.00 103.00
V4 117.7 109.7 227.33 113.67
V5 183.7 131.0 314.67 157.33
D1 V1 101.7 91.0 192.67 96.33
V2 146.3 174.0 320.33 160.17
V3 109.0 115.3 224.33 112.17
V4 141.7 168.0 309.67 154.83
V5 153.0 132.3 285.33 142.67
D2 V1 112.7 118.7 231.33 115.67
V2 148.3 135.3 283.58 141.79
V3 204.0 190.3 394.33 197.17
V4 124.3 136.7 261.00 130.50
V5 157.0 184.3 341.33 170.67
T o t a l 2068.63 2051.92 4120.55 137.35
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 3d. Analisis varians untuk panjang sulur ubi jalar pada 4 BST

Sumber DB JK KT F hit F table


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 3552.12 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 9.315 9.315 0.04 * 4.46 8.65
D 2 3014.485 1507.243 5.71 ns 19.00 99.00
Galat (a) 2 528.316 264.158
Anak Petak 21267.455
V 4 6391.556 1597.889 6.88 ** 3.26 5.41
D*V 8 11861.414 1482.677 6.38 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 2787.334 232.278
Total 29 24592.420
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 11.83
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 11.10
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

62
Lampiran 4a. Data pengamatan/pengukuran jumlah daun per tanaman pada 2 BST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 32.7 30.0 62.67 31.33
V2 28.0 29.0 57.00 28.50
V3 39.7 34.7 74.33 37.17
V4 58.7 38.7 97.33 48.67
V5 19.0 24.0 43.00 21.50
D1 V1 41.0 42.7 83.67 41.83
V2 32.3 37.3 69.67 34.83
V3 50.7 36.3 87.00 43.50
V4 54.3 45.7 100.00 50.00
V5 43.3 41.3 84.67 42.33
D2 V1 42.3 53.7 96.00 48.00
V2 46.0 52.3 98.33 49.17
V3 44.0 40.0 84.00 42.00
V4 42.0 52.3 94.33 47.17
V5 34.0 48.7 82.67 41.33
T o t a l 608.00 606.67 1214.67 40.49
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0 = Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 4b. Analisis varians untuk jumlah daun per tanaman pada 2 BST
Sumber DB JK KT F hit F table
Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 1022.79 0.00 Ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.059 0.059 0.00 * 4.46 8.65
D 2 792.719 396.359 3.45 ns 19.00 99.00
Galat (a) 2 230.007 115.004
Anak Petak 1964.163
V 4 627.570 156.893 4.61 * 3.26 5.41
D*V 8 543.874 67.984 2.00 ns 2.85 4.50
Galat (b) 12 408.378 34.031
Total 29 2602.607
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 26.49
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 14.41
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

63
Lampiran 4c. Data pengamatan/pengukuran jumlah daun per tanaman pada 4 BST
Perlakuan Ulangan Total Rerata
D V I II
D0 V1 92.7 99.7 192.33 96.17
V2 68.7 109.0 177.67 88.83
V3 88.7 85.3 174.00 87.00
V4 88.3 106.7 195.00 97.50
V5 103.0 110.3 213.33 106.67
D1 V1 88.7 101.0 189.67 94.83
V2 113.0 119.0 232.00 116.00
V3 133.7 114.7 248.33 124.17
V4 112.7 101.3 214.00 107.00
V5 114.7 114.3 229.00 114.50
D2 V1 120.3 116.3 236.67 118.33
V2 150.0 169.0 319.00 159.50
V3 141.0 126.7 267.67 133.83
V4 166.3 142.3 308.67 154.33
V5 115.3 141.7 257.00 128.50
T o t a l 1697.00 1757.33 3454.33 115.14
Ket. : D = Dosis Pukan V = Klon-Klon Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 4d. Analisis varians untuk jumlah daun per tanaman pada 4 BST

Sumber DB JK KT F hit F table


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 10257.04 0.00 Ns 3.24 5.56
Ulangan 1 121.337 121.337 0.64 * 4.46 8.65
D 2 9755.585 4877.793 25.66 * 19.00 99.00
Galat (a) 2 380.119 190.059
Anak Petak 13660.319
V 4 1238.726 309.681 2.06 ns 3.26 5.41
D*V 8 2666.007 333.251 2.22 ns 2..85 4.50
Galat (b) 12 1801.711 150.143
Total 29 15963.485
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 11.97
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 10.64
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

64
Lampiran 5a. Data pengamatan/pengukuran jumlah cabang sekunder per tanaman pada 2 BST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 1.7 2.3 4.00 2.00
V2 2.0 1.3 3.33 1.67
V3 2.3 1.3 3.67 1.83
V4 3.0 2.7 5.67 2.83
V5 1.3 1.7 3.00 1.50
D1 V1 2.3 2.3 4.67 2.33
V2 1.7 2.7 4.33 2.17
V3 4.3 2.7 7.00 3.50
V4 3.3 2.0 5.33 2.67
V5 2.0 2.0 4.00 2.00
D2 V1 2.0 3.3 5.33 2.67
V2 3.0 2.7 5.67 2.83
V3 3.0 3.0 6.00 3.00
V4 3.3 3.7 7.00 3.50
V5 2.7 3.7 6.33 3.17
T o t a l 37.97 37.37 75.33 2.51
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 5b. Analisis varians untuk jumlah cabang sekunder per tanaman pada 2 BST

Sumber DB JK KT F hit F tabel


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 6.73 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.012 0.012 0.02 * 4.46 8.65
D 2 5.696 2.848 5.59 ns 19.00 99.00
Galat (a) 2 1.020 0.510
Anak Petak 11.496
V 4 3.052 0.763 2.12 ns 3.26 5.41
D*V 8 2.748 0.344 0.95 ns 2.85 4.50
Galat (b) 12 4.326 0.361
Total 29 16.854
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 28.43
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 23.91
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

65
Lampiran 5c. Data pengamatan/pengukuran jumlah cabang sekunder per tanaman pada 4 BST

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 4.7 6.0 10.67 5.33
V2 6.3 6.0 12.33 6.17
V3 4.3 5.0 9.33 4.67
V4 6.0 7.3 13.33 6.67
V5 7.0 6.3 13.33 6.67
D1 V1 4.7 5.3 10.00 5.00
V2 6.0 7.7 13.67 6.83
V3 5.7 5.7 11.33 5.67
V4 6.0 6.3 12.33 6.17
V5 6.7 6.7 13.33 6.67
D2 V1 4.3 6.3 10.67 5.33
V2 7.0 6.0 13.00 6.50
V3 6.3 6.0 12.33 6.17
V4 5.3 5.3 10.67 5.33
V5 5.7 8.0 13.67 6.83
T o t a l 86.0 94.0 180.00 6.00
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 5d. Analisis varians untuk jumlah cabang sekunder per tanaman pada 4 BST

Sumber DB JK KT F hit F tabel


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 2.31 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 2.133 2.133 192.00 * 4.46 8.65
D 2 0.156 0.078 7.00 ns 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.022 0.011
Anak Petak 14.556
V 4 9.778 2.444 4.15 * 3.26 5.41
D*V 8 4.622 0.578 0.98 ns 2.85 4.50
Galat (b) 12 7.067 0.589
Total 29 23.778
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 1.76
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 12.79
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

66
Lampiran 6a. Data pengamatan/pengukuran jumlah umbi per tanaman

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 3.4 2.9 6.27 3.14
V2 3.6 3.4 7.00 3.50
V3 2.2 2.5 4.65 2.33
V4 1.2 2.3 3.50 1.75
V5 2.0 2.3 4.30 2.15
D1 V1 4.6 4.5 9.14 4.57
V2 5.0 5.2 10.20 5.10
V3 2.8 2.9 5.70 2.85
V4 2.2 2.5 4.70 2.35
V5 2.6 2.4 5.00 2.50
D2 V1 4.8 4.6 9.36 4.68
V2 8.0 7.9 15.89 7.95
V3 3.2 3.4 6.60 3.30
V4 2.2 2.5 4.65 2.33
V5 3.8 3.9 7.70 3.85
T o t a l 51.60 53.06 104.66 3.49
V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0 = Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha

Lampiran 6b. Analisis varians untuk jumlah umbi per tanaman

F
Sumber DB JK KT hit F tabel
Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 17.18 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.071 0.071 4.88 * 4.46 8.65
D 2 17.079 8.539 585.96 ** 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.029 0.015
Anak Petak 71.081
V 4 43.197 10.799 140.19 ** 3.26 5.41
D*V 8 10.805 1.351 17.53 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 0.924 0.077
Total 29 72.105

Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 3.46


** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 7.96
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

67
Lampiran 7a. Data pengamatan/pengukuran diameter umbi (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 7.6 7.5 15.1 7.6
V2 5.9 5.8 11.8 5.9
V3 7.5 7.3 14.9 7.4
V4 6.9 7.1 13.9 7.0
V5 6.8 7.4 14.2 7.1
D1 V1 10.0 9.4 19.4 9.7
V2 7.4 7.7 15.1 7.6
V3 8.9 8.8 17.7 8.9
V4 7.8 7.5 15.4 7.7
V5 6.1 6.8 12.9 6.4
D2 V1 10.2 10.0 20.1 10.1
V2 6.9 7.2 14.2 7.1
V3 8.7 8.5 17.2 8.6
V4 9.7 9.8 19.4 9.7
V5 8.5 8.7 17.2 8.6
T o t a l 118.90 119.54 238.45 7.95
Ket. : D = Dosis Pukan V = Klon-Klon Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha
Lampiran 7b. Analisis varians untuk diameterumbi ubi jalar

Sumber DB JK KT F hit F tabel


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 16.75 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.013 0.013 3.22 * 4.46 8.65
D 2 16.727 8.364 1993.32 ** 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.008 0.004
Anak Petak 43.822
V 4 18.269 4.567 61.03 ** 3.26 5.41
D*V 8 8.826 1.103 14.74 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 0.898 0.075
Total 29 44.742
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 0.81
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 3.44
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

68
Lampiran 8a. Data pengamatan/pengukuran panjang umbi (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 14.7 15.2 29.87 14.93
V2 15.8 15.9 31.73 15.87
V3 13.5 14.0 27.50 13.75
V4 13.7 13.9 27.57 13.78
V5 14.2 14.5 28.67 14.33
D1 V1 17.0 16.7 33.70 16.85
V2 16.8 16.0 32.83 16.42
V3 16.7 17.2 33.90 16.95
V4 15.0 16.3 31.30 15.65
V5 16.3 17.3 33.63 16.82
D2 V1 16.0 15.9 31.90 15.95
V2 17.3 16.8 34.13 17.07
V3 13.6 14.2 27.76 13.88
V4 17.7 16.8 34.47 17.23
V5 18.3 17.6 35.93 17.97
T o t a l 236.59 238.30 474.89 15.83
V = Klon-Klon
Ket. : D = Dosis Pukan Ubi Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha

Lampiran 8b. Analisis varians untuk panjang umbi ubi jalar


Sumber DB JK KT F hit F tabel
Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 26.07 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.098 0.098 0.28 * 4.46 8.65
D 2 25.274 12.637 36.15 * 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.699 0.350
Anak Petak 54.192
V 4 10.217 2.554 12.85 ** 3.26 5.41
D*V 8 18.701 2.338 11.76 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 2.385 0.199
Total 29 57.374
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 3.74
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 2.82
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

69
Lampiran 9a. Data pengamatan/pengukuran bobot segar umbi ubi jalar (kg)

Perlakuan Ulangan Total Rerata


D V I II
D0 V1 0.86 1.02 1.88 0.94
V2 0.60 0.67 1.27 0.64
V3 0.50 0.56 1.06 0.53
V4 0.48 0.72 1.20 0.60
V5 0.46 0.64 1.10 0.55
D1 V1 1.68 1.54 3.22 1.61
V2 1.18 1.06 2.24 1.12
V3 0.76 0.98 1.74 0.87
V4 0.50 0.67 1.17 0.59
V5 0.94 0.99 1.93 0.97
D2 V1 1.57 1.67 3.24 1.62
V2 1.64 1.65 3.29 1.65
V3 1.20 1.21 2.41 1.21
V4 0.80 0.67 1.47 0.74
V5 1.24 1.34 2.58 1.29
T o t a l 14.41 15.39 29.80 0.99

V = Klon-Klon Ubi
Ket. : D = Dosis Pukan Jalar
D0= Tanpa pukan
D1 = Dosis Pukan 5 t/ha
D2 = Dosis Pukan 10 t/ha

Lampiran 9b. Analisis varians untuk bobot segar umbi ubi jalar

Sumber DB JK KT F hit F tabel


Variasi 0.05 0.01
Petak Utama 2.17 0.00 ns 3.24 5.56
Ulangan 1 0.032 0.032 2.85 * 4.46 8.65
D 2 2.120 1.060 94.43 * 19.00 99.00
Galat (a) 2 0.022 0.011
Anak Petak 4.586
V 4 1.925 0.481 69.54 ** 3.26 5.41
D*V 8 0.542 0.068 9.79 ** 2.85 4.50
Galat (b) 12 0.083 0.007
Total 29 4.724
Ket. : * = Berpengaruh nyata pada F (0.05) KK (a) = 10.67
** = Berpengaruh sangat nyata pada F (0.01) KK (b) = 8.37
ns = Berpengaruh tidak nyata pada Uji F (0.05).

70

Anda mungkin juga menyukai