BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 UMUM
hazard yang akan ditentukan, maka analisis terhadap beberapa hal berikut ini
2. Analisis terhadap sistim pengaliran yang terkait dengan DTA di wilayah hilir
3. Analisis terhadap volume dan luas tampungan Waduk Mamak dan Waduk Batu
Bulan.
Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan
di sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya penakar hujan terlindung oleh
pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan cara penakaran dan
dapat diselidiki dengan menggunakan lengkung masa ganda (Double Mass Curve)
1
H z (Tg .Tg 0 ).H 0
dimana :
Ada beberapa cara untuk menentukan curah hujan rerata daerah aliran
sungai, yaitu :
3. Cara Isohyet
11
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai
pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar,
alat penakar tersebut merata/hampir merata, dan harga individual curah hujan tidak
terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan kawasan diperoeh dari persamaan (Suripin,
2004:27). :
P P2 P3 ..... Pn P i
P 1 i 1
n n
dimana P1, P2, ., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar ke-i.
P.1
A2
A4 A3
A1
P.3
P.4
Cara ini didasarkan atas cara rata-rata timbang (weight average). Masing-masing
Misalkan A1 adalah luas daerah pengaruh pos 1, A2 adalah luas daerah pengaruh
pos 2 dan An adalah luas daerah pengaruh untuk pos n, maka jumlah A 1+A2+
12
.An = A adalah merupakan jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah
hujannya. Jika pos penakar 1 menakar hinggi hujan d1, pos 2 menakar tinggi
A1 d 1 A2 d 2 .........An d n n
Ad
d i i
A 1 A
A1
jika : p1 yang merupakan prosentase luas,
A
n
d p1d1
maka : 1
dengan :
A = Luas areal
p 1
1 = Jumlah prosentase luas = 100 %.
Cara Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata,
aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain asumsi metode
Thiessen yang secara membabi buta menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar
hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi.
Plot data kedalaman air hujan untuk tiap pos penakar hujan pada peta.
13
mempunyai kedalaman air yang sama. Interval Isohyet yang umum dipakai
adalah 10 mm.
Hitung luas area antara dua garis Isohyet dengan menggunakan planimeter.
Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua Isohyet
yang berdekatan.
P P P P3 P P
A1 1 2 A2 2 .... An 1 n 1 n
2 2 2
P
A1 A2 .... An 1
Atau
P1 P2
A 2
P
A
Metode Isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari
P.2
110 Batas DTA
100
90
P.1 80
70 A5
60
50
A3 A4
A2
95
A1 80
P.3
P.4
kemungkinan terjadi yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode
ulang tertentu. Metode analisis hujan tersebut pemilihannya sangat tergantung dari
14
Log Pearson Type III, Log Normal (Iwai Kedoya) dan distribusi Gumbel.
1. Ubahlah data hujan tahunan sebanyak n buah X1,X2,X3,Xn menjadi Log X1,
( LogX i LogX ) 2
S1 i 1
n 1
n
n ( LogX i LogX ) 3
Cs i 1
3
(n 1)(n 2).S1
5. Hitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus
sebagai berikut :
6. Cari antilog dari Log Q untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik
Dimana :
tahun (m3/det)
Cs = Koefisien kepencengan
G = Faktor frekuensi
Dari nilai-nilai tersebut logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dapat
log X T log X K s
tabel berikut :
Tahapan perhitungan curah hujan rancangan dengan cara Iwai Kedoya adalah
YT Y K T S
YT Y
KT
S
Di mana :
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe
c. Distribusi Gumbel
YTr Yn
X Tr X KS K
Sn
YTr Yn YS Y S
X Tr X S X n Tr
Sn Sn Sn
1 S Yn S
atau X Tr b YTr a n dan b X
a S Sn
Di mana :
T 1
YTr ln ln r
Tr
Dalam hal ini pengujian parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat dan
1. Data curah hujan maksimum tiap tahun diurutkan dari besar ke kecil.
m
p x100%
( n 1)
dengan :
p = Probabilitas (%)
n = Jumlah data
a. Uji Smirnov-Kolmogorov
Rumus :
Dmax P( x ) P ' ( x )
yang ada.
dengan :
D0 = Simpangan Kritis
Rumus :
G
(Oi Ei ) 2
( xh 2 )
i 1 Ei
G = 1+3,22 . Log n
Dk = G-(P+1)
dengan :
n = Banyaknya data
Dk = Derajad kebebasan
rancangan diperlukan curah hujan jam-jaman. Pada umumnya data hujan yang
tersedia pada stasiun meteorologi adalah data hujan harian. Namun demikian jika
tersedia data hujan otomatis (automatic rainfall recorder), maka pola distribusi
hujan jam-jaman dapat dibuat dengan menggunakan metode mass curve untuk
Untuk studi ini akan digunakan metode Mononobe dengan rumus sebagai
berikut:
R24 t
Rt ( ) x( ) 2 / 3
t T
dengan :
daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun
1. Keadaan hujan
5. Kelembaban tanah
Koefisien pengaliran yang tertera pada tabel di atas telah didasarkan pada
pertimbangan bahwa koefisien itu terutama tergantung dari faktor-faktor fisik DTA.
Dr. Kawagami mengemukakan bahwa untuk sungai tertentu, koefisien itu tidak
21
sebagai berikut :
R'
f 1 1 f '
Rt
dimana :
f = Koefisien pengaliran
f = Laju kehilangan = s
Rt
,s = Tetapan
f 1 f 1 s
Rt
R24 34,70
rt 1,35
24 t 1,50
R24 30
rt
24 t 6
dimana :
(direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri dari limpasan permukaan (surface
run-off) dan aliran yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah
dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi ke tempat yang lebih rendah dan
22
mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat
Rn = CxR
dengan :
C = Koefisien limpasan
eksistensi umur waduk. Sebagai pembanding akan dihitung pula dengan Metode
Isohyet.
berikut:
2. Debit banjir dihitung dengan menggunakan data hujan (stasiun penakar hujan
3. Dari hasil perhitungan dari kedua metode tersebut di atas yang akan dipakai
X X K. S
PMP
dimana :
S = standard deviasi
klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan pengaliran dari
suatu daerah pengaliran tertentu (Subarkah, 1978 : 67). Sedangkan menurut Sri
Harto (1993: 144), hidrograf dapat disebut sebagai penyajian grafis antara salah
DPS terhadap masukan hujan dengan intensitas, lama, dan distribusi tertentu
Hidrograf terdiri dari tiga bagian yakni lengkung konsentrasi, bagian puncak
dan lengkung resesi (Subarkah, 1978 : 68). Debit puncak merupakan salah satu
bagian terpenting hidrograf. Debit puncak terjadi ketika limpasan dari berbagai
outlet DPS. Untuk DPS yang besar, debit puncak terjadi setelah terhentinya hujan,
jarak waktu dari pusat massa hujan ke puncak sangat dipengaruhi oleh DPS dan
Dr. Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa
Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut (CD. Soemarto, 1995: 100) :
24
1 Ro
Qp
36
*A*
0.3 * Tp T0.3
dimana :
T0.3 = waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai ke debit
dengan :
Tp = tg + 0,8 tr
Tr = 0,5 tg sampai tg
T0, 3 .t g
t Tp 1.5*T0.3
2*T0.3
Q3 Qp * 0.30
dengan :
kala ulang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (CD. Soemarto,
1995: 100):
dengan :
i tr
t
0.8 tr tg
O
Qp
2
0.3 Qp
0.3 Q
Di dalam HSS Snyder terdapat tiga parameter hidrograf yaitu : lebar dasar
kuat terhadap hidrograf satuan sintetik adalah luas DAS, bentuk DAS, topografi,
t p 5,5t r
t p C1Ct LLc
0,3
dimana :
Lc = jarak antara outlet ke titik pada sungai yang terdekat dengan titik
pusat (centriod) DTA
Ct = koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah
yang sama,
tr = durasi hujan.
C2C p
3. qp
tp
Di mana
Cp = koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama.
27
Metode ini dikembangkan oleh DR. Ir. Sri Harto, berdasarkan penelitian 30
DPS di pulau Jawa. Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen
dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB), dengan uraian
sebagai berikut :
1. Waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus (CD. Soemarto, 1995: 100):
3
L
TR 0,43 1,0665 SIM 1,2775
100SF
Di mana :
SIM = Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara factor lebar (WF)
dari titik di sungai yang berjarak 3/4 L dan lebar DPS yang diukur
dari titik yang berjarak 1/4 L dari tempat pengukuran (lihat gambar).
2. Debit puncak (Qp) dinyatakan dengan rumus (CD. Soemarto, 1995: 100):
di mana :
TR = Waktu naik
di mana :
3. Faktor-lebar, (WF) yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur dititik di
sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur dititik di sungai
4. Luas DAS sebelah hulu , (RUA) yaitu perbandingan luas DAS yang diukur di
hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri
dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.
5. Faktor simetri, (SIM) yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS
didalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak lain adalah jumlah pangsa sungai
2. Apabila dua buah sungai dengan tingkat yang sama bertemu akan terbentuk
3. Apabila sebuah sungai dengan suatu tingkat bertemu dengan sungai lain
dengan tingkat yang lebih rendah maka tingkat sungai yang pertama tidak
berubah.
30
dengan mudah, namun memerlukan kesabaran dan peta yang digunakan dengan
pengulangan sebanyak tiga kali, untuk memperoleh pengukuran yang lebih baik.
dengan :
SF = faktor sumber
2. Sisi naik hidrograf satuan mengikuti persamaan garis lurus, sedangkan sisi
1
( )
Qt = Qp .
e K
yang ada. Akan tetapi, apabila dalam praktek analisis tersebut sulit, maka
dengan mengalikan hujan titik dengan faktor reduksi hujan, sebesar (CD.
Untuk memperoleh indeks ini agak sulit. Untuk ini, dipergunakan pendekatan
dipengaruhi fungsi luas DPS dan frekuensi sumber SN., dirumuskan sebagai
= 10,4903 3,859 . 10-6 . A2 = 1,6985 . 10-13 . (A/SN)4
dimana :
= indeks infiltrasi, dalam mm/jam
Aliran Dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan
untuk keperluan penelusuran banjir (hidrograf PMF atau debit dengan kala ulang
rancangan PMF, waduk akan mengalami overtopping atau tidak. Jika tidak, maka
persamaan:
Dimana :
S = fungsi tampungan
Q = hidrograf outflow
I = hidrograf inflow
t = interval durasi
Q = C L H 3/2
Dimana:
dapat dilakukan atas asumsi terjadinya landslide di sekitar waduk atau oleh akibat
Selain itu deliniasi terhadap Peta DEM, khususnya di wilayah lembah di hilir
bendungan dan merouting banjir yang terjadi secara hidrolis di sepanjang lembah
hilir serta menggambarkan peta genangan banjir yang terjadi secara otomatis.
persamaan St. Venant yang lengkap untuk aliran unsteady yang dikaitkan dengan
cepat (rapidly varied flow) lewat bangunan seperti bendung dan jembatan /
timbunan yang dapat berkembang menjadi rekahan yang tergantung pada waktu
equations) di ujung hulu dan hilir dari routing reach. Sistem persamaannya
cara finite element. Alirannya dapat berupa aliran subkritis maupun superkritis
atau berupa kombinasi dari keduanya. Sifat zat cair dari aliran dapat mengikuti
hilir, dan pengaruh pasang-surut muara ditinjau secara baik selama merambatnya
2.4.1 Rekahan
dipahami, baik untuk bendungan urugan tanah maupun bendungan beton. Untuk
bahwa bendungan runtuh secara total dan secara mendadak (Users Manual Boss
Dambrk, 1991).
Ritter (1892), Schoklitich (1917), Dressler (1954), Stoker (1957) dan Barnes (1969)
terjadi secara mendadak. Sedangkan peneliti lain seperti Schoklitsch (1917) dan
rekahan terjadi secara mendadak. Asumsi rekahan total dan kejut ini digunakan
agak cocok bila dipakai untuk bendungan beton pelengkung (concrete arch dam).
Sedangkan untuk bendungan urugan maupun concrete gravity dam kurang cocok.
segi empat, segitiga atau trapesium (Users Manual Boss Dambrk, 1991).
Rekahan tersebut makin lama makin membesar dengan waktu secara progresif
dari puncak bendungan ke bawah sampai mencapai pondasi. Aliran yang melewati
Bendung).
36
horisontal, dan parameter (b) yang disebut lebar terminal dari dasar rekahan.
Nilai ini tergantung dari lereng alam dari material yang dipadatkan dan dibasahi.
Seperti terlihat pada gambar di atas, rekahan tersebut dimulai pada satu titik
kemudian membesar dengan kecepatan linier atau nonlinier dalam selang waktu
keruntuhan hingga tercapai lebar terminal b dan dasar rekahan tererosi hingga
elevasi h bm yang biasanya merupakan elevasi dasar waduk atau outlet channel.
Jika < 1 menit, lebar rekahan dimulai dengan nilai b bukan dari nol. Ini
dimana :
1 sampai 4
biasanya digunakan = 1
Lebar dasar kejut (b) dari rekahan di berikan sebagai hubungan sebagai berikut :
sesungguhnya dimulai bila elevasi muka air (h) melebihi suatu nilai hf. Gambaran
bendungan dimana rekahannya tidak akan terbentuk sampai aliran airnya cukup
hd
hf
hbm
tr
berbentuk segiempat yang tumbuh dengan waktu keatas dan kebawah dalam
tubuh bendungan. Aliran kejut (instanteneous flow) lewat rekahan tersebut dihitung
dengan rumus orifice atau sebagai ambang lebar, tergantung pada posisi muka air
Debit yang keluar dari kedua macam rekahan tersebut merupakan hidrograf
banjir yang terjadi pada penampang melintang 0 (permulaan), yang harus ditelusur
dimana :
Vr = volume waduk.
Persamaan (4) dikembangkan oleh Hagen (1962) untuk data historik bagi 14
Rumus (5) dan (6) dibuat Fread (1981) dan digunakan oleh National
Weather Service dalam Simplified Dam Break Model, SMP DBK (Wetmore dan
Fread, 1984).
Setelah dipilih bbar dan , persamaan (5) dapat dipakai untuk menghitung
Qp yang kemudian dapat dibandingkan dengan Qp*, maka bbar kecil dan/atau
terlalu besar.
digunakan metode yang dikenal sebagai metode gelombang dinamik. Metode ini
didasarkan atas aliran tidak permanen yang digunakan untuk menelusur hidrograf
banjir akibat keruntuhan bendungan. Metode ini didasarkan atas versi yang
40
bendungan.
terhadap panjang flood plain) dan kekekalan massa menjadi sebagai berikut :
Q s
( A A0 ) q 0
x t
h
( sQ ) (Q 2 ) g A S f Se Si L' 0
t x x
Dimana :
t = waktu
q = aliran masuk atau aliran keluar samping per jarak panjang menurut
g = percepatan gravitasi
Se = lereng pelebaran-penyempitan
Dalam persamaan momentum, efek dari aliran samping yang masuk atau
L = 0
L = 0,5qQ/A
L = qQ/A
Lereng gesekan batas (Sf) dalam persamaan (8) dihitung dari persamaan
dimana :
R = radius hidrolika
K = Kl + Kc + Kr
dalam mana indeks l dan r menunjukkan flood plain kiri channel dan flood plain
jarak sepanjang flood plain. Ini beragam dengan kedalaman aliran menurut
1.06 (K l2 / A l K 2 2
c / A c K r / Ar )
=
(K l K c K r )2 / (A l A c A r )
Se = (kce (Q/A)2 / 2g x)
kontraksi terhadap koefisien perluasan dan sebaliknya, jika perubahan arah aliran
dari hilir ke hulu di kasus mana nilai yang dihitung, negatif. Koefisien
Kn = - Kce
Dimana :
1
= jika Kce > 0
3
43
MODEL MATEMATIS
Q
A
0
x t
.................................................................(1)
Q
(
Q 2
) g A
y
gA
Q2
t x A x K 2
...................................................(2)
Q = debit aliran
t = waktu
g = percepatan gravitasi
2
A 3
K = R ...................................................................(3)
n
R = jari-jari hidrolis
A A y y
Jika t y . t W ......................................................
t
.....(4)
Q W
y
0 ...........................................................
x t
.........................(5)
Q A
2 QA Q 2
Jika Q 2 x x 2 Q Q Q A ......
2
( )
x A A2 A x A 2 x
..............(6)
Q 2 Q Q Q 2 A y Q2
g A
x gA
t A x A2 x K 2
...........................(7)
J J+1 (X = Jarak)
Gambar 2. 10 Skema Preismann
45
Q
E1
x
1
x
(1 )(QJN1 QJN ) (QJN11 QJN 1 ) ............................
...........................(8)
y
E2 W
t
W
1
2t
( y JN 1 y Nj ) ( y JN11 y JN1 ) ..............................(9)
F(I)=
1
x
(1 )(QJN1 QJN ) (QJN11 QJN 1 ) +
W
1
2t
( y JN 1 y Nj ) ( y JN11 y JN1 ) .................................(10)
Q
G1
t
1
2t
(Q JN11 Q JN1 ) (Q JN 1 Q JN ...........................................
.(11)
G2
2 Q Q 2 Q
A x
Ax
(Q JN11 Q JN 1 ) (1 )(Q JN1 Q JN ) ................................
(12)
Q 2 A Q 2
G3 2 2 ( AJN11 AJN 1 ) (1 )( AJN1 AJN ) .........(13)
A x A
y
G4 g A
x
gA N N
x (1 )( y J 1 y J ) ( y J 1 y J
N 1 N 1
) (1
4)
Q2
G 5 gA ...............................................................................(15)
K2
Maka :
F(I+1) = G1+G2+G3+G4+G5=0......................................................................(17)
Q JN 1 ; Q JN11 ; y JN 1 ; y JN11
Dimana :
y JN11 = Elevasi muka air pada section ke-J+1, pada waktu ke N+1
control atau rating curve H=f(Q), tinggi gelombang pasang di muara sungai,
bangunan struktur lanilla, misalnya tanggul, jalan kereta api, bukit, dan lain-
lain tergantung sampai batas mana banjir yang ditimbulkan oleh keruntuhan
bendungan terjadi.
diselesaikan secara numerik. Dengan kata lain jika terdapat sebanyak M buah
cross section maka akan terdapat (2M-2) persamaan dengan 2M bilangan tidak
tambahan yang berupa hydrograph PMF Q=f(t) di bagian hulu (section ke-0) dan
tinggi gelombang pasang yM=C, control channel, dan lain-lain di bagian hilir
(Q) dan elevasi muka air (y) dalam 2M persamaan, maka selanjutnya untuk
f1 ( x1 , x 2 ,..., x n ) 0
f 2 ( x1 , x 2 ,..., x n ) 0
f n ( x1 , x 2 ,..., x n ) 0
F1 f 1( x10 1 , x 20 2 ,.........., x n0 n ) 0
F2 f 2( x10 1 , x 20 2 ,.........., x n0 n ) 0
Fn f n ( x10 1 , x 20 2 ,........., x n0 n ) 0
( f '
1 2 x1 f '
2 2 x2 f '
n 2 xn ) f 2( x10 , x20 , , xn0 )
0 0 0
Persamaan di atas selanjutnya dapat dirubah menjadi bentuk Matriks Jacobi yang
bersifat banded sebagai berikut :
n
f n ( x10 , x20 , , xn0 )
f n'x1 f n'x2 f n'xn
0 0 0
Selanjutnya dilakukan iterasi sampai didapat nilai ABS() yang cukup kecil
(memenuhi syarat konvergensi).
f ( xi )
i xi 1 xi i i
f ' ( xi )
yang didapat adalah hidrograf banjir di setiap lokasi terpilih di wilayah lembah hilir
Dimana output peta genangan tersebut di atas jika dioverlaykan dengan peta
peta infrastruktur dan fasilitas umum, maka akan didapatkan klasifikasi bahaya
terhadap tingkat bahaya banjir yang terjadi dengan menggunakan acuan Surat
0 1 1 1 1 1
1 20 3 3 2 2 2
21 200 4 4 4 3 3
>200 4 4 4 4 4
Keterangan :
50
BAB II..................................................................................................................................... 9
LANDASAN TEORI............................................................................................................... 9
2.1 UMUM......................................................................................................................... 9
2.4.1 REKAHAN............................................................................................................. 34
52