Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan kadar asam lemak bebas

Minyak sawit adalah salah satu bahan yang digunakan dalam praktikum ini. Minyak sawit
merupakan minyak nabati yang dibuat melalui proses fraksinasi, rafinasi dan hidrogenasi. Di
dalam minyak sawit terdapat 40% asam oleat, 10% asam linoleat, 44% asam palmitat dan 4,5%
asam stearat. Kandungan asam lemak linoleat yang rendah pada minyak kelapa sawit membuat
minyak sawit lebih tahan lama dan tidak berbau tengik. Hal ini sesuai dengan pernyaraan Fauzi
(2010) yang menyatakan bahwa minyak kelapa sawit pada pembuatannya melalui proses
fraksinasi, rafinasi, hidrogenasi. Kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga
minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng yang bersifat awet
dan makanan yang digoreng dengan minyak sawit tidak cepat tengik dan didukung oleh pernyataan
Hariyadi (2014) bahwa minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh
dengan proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari sekitar 40%
asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (asam lemak tidak jenuh ganda),
44% asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5% asam stearat (asam lemak jenuh).
Bahan lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak curah. Minyak curah
merupakan minyak yang juga berasal dari minyak nabati, namun pada proses pembuatannya hanya
melalui penyaringan yang sederhana, hal itu membuat mutu dari minyak curah ini kurang baik.
Selain itu, minyak goreng curah juga mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi dan pada
penggunaannya, minyak curah tidak baik digunakan berkali-kali karena tidak baik bagi kesehatan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2012) yang menyatakan bahwa minyak goreng curah
bermutu rendah karena mengalami penyaringan sederhana sehingga warnanya tidak jernih. Selain
itu, minyak goreng curah umumnya mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi dan
didukung oleh pernyataan Bundakata (2007) bahwa minyak goreng curah ini tidak digunakan
berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian
berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Selain itu minyak goreng
yang sering digunakan secara berkali-kali sampai minyaknya berubah warna menjadi hitam,
kondisi ini tidak membahayakan kesehatan hanya membuat nilai gizi makanan yang digoreng
menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D dalam makanan itu sudah hancur.
Praktikum analisa asam lemak bebas ini menggunakan minyak sawit dan minyak curah
sebagai bahan yang akan dianalisa. Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa kandungan asam
lemak bebas (%FFA) pada minyak curah lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit.
Kandungan asam lemak bebas pada minyak curah yaitu 0,332% sedangkan minyak sawit yaitu
0,163%. Kandungan asam lemak bebas menunjukkan mutu dari suatu minyak goreng sesuai
dengan SNI 7709:2012 tentang standar mutu minyak goreng yang telah ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (BSNI), dimana batas maksimum kandungan ALB pada minyak
goreng adalah 0,3%. Tingginya kandungan ALB pada minyak curah menandakan bahwa mutu
minyak curah rendah disebabkan karena pada proses pembuatan minyak curah yang mengalami
penyaringan sederhana atau bahkan hanya mengalami satu kali penyaringan berbeda dengan
minyak kelapa sawit yang bermerk yang melalui tiga tahapan penyaringan. Proses penyaringan
pada pembuatan minyak goreng berpengaruh terhadap asam lemak bebas karena pada minyak
goreng hanya dilakukan satukali penyaringan masih tersisa paritkel-partikel atau serabut yang
berukuran kecil yang tidak bisa hilang jika hanya satu kali penyaringan saja karena berat jenisnya
sama dengan minyak sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qurrota (2013) yang menyatakan
bahwa perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan minyak kelapa sawit curah
adalah pada proses pemurnian, penyulingan, penghilangan bau.
Pada pengujian asam lemak bebas ini dilakukan pengujian pada lima sampel minyak
goreng sawit dengan merek yang berbeda. Dari hasil pengujian, didapatkan kandungan free fatty
acid (FFA) yang berbeda tiap sampelnya. Sampel yang kandungan asam lemak bebasnya tinggi
adalah sampel minyak goreng yang diujikan oleh kelompok V, yaitu 0,337% dan yang paling
rendah adalah sampel yang diujikan oleh kelompok I dan II yaitu 0,163%. Adanya persamaan
kandungan ALB pada sampel kelompok I dan II adalah karena menggunakan minyak kelapa sawit
dengan merek yang sama. Begitupula dengan pengujian kadar ALB pada lima sampel minyak
curah, hasilnya berbeda-beda
tiap kelompok, kelompok V adalah yang paling tinggi ALB nya sedangkan kelompok IV adalah
yang paling rendah. Perbedaan kadar ALB tiap sampel dipengaruhi oleh jumlah NaOH yang
dibutuhkan dalam proses titrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qarrota (2013) yang menyatakan
bahwa minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda. Hal ini dapat
terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak tidaklah sama. Sebagai
indikator besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak
adalah berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi.
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang terbentuk dari proses hidrolisis dan
oksidasi. Kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng merupakan parameter dari mutu suatu
minyak goreng. Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi basa (NaOH).
Pada prinsipnya, metode ini menganalisis asam lemak bebas berdasarkan dengan jumlah NaOH
yang digunakan dalam titrasi hingga membentuk warna sampel menjadi merha jambu. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Maligan (2014) yang menyatakan bahwa prinsip dari titrasi asam basa
yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel ekuivalen dengan jumlah basa
(NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi
warna merah jambu.
Lemak merupakan golongan lipida yang bersifat non polar dan hanya dapat larut dalam
larutan organik. Pada praktikum ini, digunakan alkohol netral sebagai pelarut organiknya. Alkohol
digunakan agar dapat melarutkan lemak sehingga sampel dapat bereaksi dengan NaOH. Sebelum
dititrasi, dilakukan pemasan agar minyak dan alkohol dapat bereaksi dengan cepat agar alkohol
dapat larut seutuhnya. Hal ini sesuai dengan penyataan Himka (2011) yang menyatakan
bahwa fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel
agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar
reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi
diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya.
Indikator PP (phenolphthalein) merupakan senyawa organik yang juga digunakan dalam
pengujian asam lemak bebas sebelum sampel dititrasi dengan NaOH. Indikator pp merupakan
asam lemah yang tidak berwarna. Pada larutan asam atau netral, indikator PP tidak berwarna
sedangkan saat bercampur dengan zat yang bersifat basa seperti NaOH maka akan mengubah
warna larutan menjadi merah jambu. Dalam hal ini penambahan ion hidroksida menghilangkan
ion hydrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan sehingga mengubah indikator menjadi
merah jambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyati (2012) yang menyatakan
bahwa fenolftalein adalah bentuk asam lemah. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-
nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion
hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya. Mengubah indikator menjadi merah jamb. Setengah tingkat terjadi pada pH 9,3.
Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang
pucat.
NaOH (Natrium hidroksida) merupakan larutan basa yang digunakan pada proses akhir
pengujian asam lemak bebas. Pada tahapan ini, NaOH 0,1 N diteteskan pada larutan minyak
hingga membentuk warna merah jambu. Jumlah volume yang digunakan untuk menitrasi larutan
minyak dan alkohol digunakan dalam proses penentuan asam lemak bebas. Penggunaan NaOH
berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak karena NaOH
mampu menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hadi (2012) yang menyatakan bahawa Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N
sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan NaOH
berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam lemak yang bebas dari minyak. Basa NaOH
mampu menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak.

Anda mungkin juga menyukai