Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh : Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
yang diampu oleh :
Disusun Oleh :
1. Annisa Nirmala Pravitasari (010115A018)
2. Devi Anis Ramonda (010115A028)
3. Findriana Eka S (010115A043)
4. Hari Anteng Lintang P (010115A051)
5. Icha Oktaviani Widya P (010115A055)
6. Jefry Ardyansah (010115A062)
PSIK-A/ Semester V
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II Program Studi
Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo.
Makalah berisikan tentang laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada Anak Korban Pemerkosaan dan Korban KDRT ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan Dosen dalam mata kuliah
Keperawatan Jiwa II, sekaligus salah satu syarat untuk memenuhi nilai kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Jiwa II serta rekan rekan yang telah banyak membantu dalam
membuat makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, kami menyadari
bahwa dalam menyusun makalah ini masih mempunyai kekurangan,oleh sebab itu
dengan dada lapang serta tangan dan hati terbuka kami mengharapkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan
seksual terhadap anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus
kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es. Hal
ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual
enggan melapor. Karena itu, sebagai orang tua harus dapat mengenali
tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada
masalah kesehatan dikemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang
berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-
anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak
terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual (traumatic
sexualization), merasa tidak berdaya (powerlessness), dan stigma
(stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yang harus
dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi
secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan
dendam. Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak
dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan
dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah
mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, seperti keluarga,
masyarakat maupun negara.
Berbeda dengan kasus perilaku kekerasan dalam keluarga lebih
sering berbentuk kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala
bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual,
maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik
penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban menjadi
sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.
Perilaku kekerasan dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang
yang tinggal dalam keluarga, suami, istri, orang tua, anak, usia lanjut,
ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi dalam
keluarga.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
Aasuhan Keperawatan pada anak klien dengan kebutuhan khusus:
Anak Korban Pemerkosaan dan juga Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan kebutuhan khusus: Korban KDRT
2. Tujuan Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang Pemerkosaan dan KDRT,
diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mahasiswa mampu memahami secara menyeluruh tentang
Perilaku Anak korban Pemerkosaan dan Tindakan KDRT pada
istri dalam rumah tangga.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bentuk serta faktor-faktor
terjadinya pemerkosaan pemada anak dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT).
c. Mahasiswa dapat mengimplikasikan dan mengetahui
bagaimana proses asuhan keperawatan dalam masalah Korban
Pemerkosaan dan Korban KDRT
BAB II
PEMBAHASAN
B. Klasifikasi
Menurut kriminolog Mulyana W. Kusuma menyebutkan macam-macam
perkosaan sebagai berikut:
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam
bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati
kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui
serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2. Angea Rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi
sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan
marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan
objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas
prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan kekecewaan hidupnya.
3. Dononation Rape
Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih
atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah
penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki
keinginan berhubungan seksual.
4. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang,
yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban
memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai
sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai rasa
bersalah yang menyangkut seks.
5. Victim Precipitatied Rape
Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan
korban sebaagi pencetusnya.
6. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil
keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung
padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya, istri yang diperkosa
oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa
majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan
(mengadukan) kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.
3. Kesehatan mental
Kekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapa permasalahan
mental pada remaja dan dewasa. Pada suatu penelitian berdasar populasi,
prevalensi gejala dan tanda yang mengarahkan pada gangguan psikiatrik
adalah 33% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual saat
dewasa, 15% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual oleh
pasangan intim dan 6% pada perempuan yang tidak mengalami. Terdapat
hubungan antara riwayat pemerkosaan dengan gangguan tidur, gejala-
gejala depresi, keluhan somatik, konsumsi rokok dan gangguan perilaku
saat ini. Pada kondisi-kondisi di mana tidak dilakukannya konseling
trauma, efek psikologis yang negatif dapat menetap sampai setahun
setelah kejadian berlalu, sementara trauma fisik yang diderita cenderung
membaik selama periode tersebut. Meskipun dilakukan konseling, masih
dapat ditemukan 50% dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala
gangguan stres. Adapun, perempuan yang mengalami kekerasan seksual
pada waktu kecil maupun dewasa memiliki risiko lebih untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
4. Pengasingan sosial
Pada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisa mengendalikan
nafsu seksualnya dan perempuan bertanggungjawab untuk menarik hasrat
seksual pada pria. Pada beberapa masyarakat, disetujui bahwa perempuan
yang diperkosa sebaiknya menikahi pelaku, sehingga menjaga integritas
dari perempuan dan keluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut.
Selain dari pernikahan, keluarga cenderung menekan korban untuk tidak
melaporkan atau menuntut pelaku. Pria biasanya diperbolehkan untuk
menolak seorang perempuan sebagai istri jika ia sudah diperkosa. Di
beberapa negara, mengembalikan kehormatan seorang perempuan yang
mengalami kekerasan seksual dapat berarti sang perempuan harus
diasingkan, atau dalam kasus yang ekstrim, perempuan tersebut akan
dibunuh.
1) Cedera ringan
2) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam
kategori berat .
2. Secara psikologis
yaitu penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan,
melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya,
mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan
sebagainya.
a). kekerasan Psikis Berat. Kekerasan ini berupa tindakan
pengendalian, manipulasi, eksploitasi, perendahan dan
penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi
social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau
menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis,
yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis
berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut :
1) Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan
obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau
kesemuanya berat dan atau menahun.
2) Gangguan stress pasca trauma.
3) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau
buta tanpa indikasi medis)
4) Depresi berat atau destruksi diri
5) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan
realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6) Bunuh diri.
3. Secara seksual (marital rape), yaitu kekerasan dalam bentuk
pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. penyerangannya secara
fisik oleh pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan
seksual dimana korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual
dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang
tidak diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa pelindung.
a. Kekerasan Seksual Berat, berupa :
1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba,
menyentuh organ seksual, mencium secara paksa,
merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban
atau pada saat korban tidak menghendaki
3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku
memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang
seharusnya dilindungi.
6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau
tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau
cedera.
b. Kekerasan Seksual Ringan. Kekerasan ini berupa pelecehan
seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat
melecehkan dan atau menghina korban. (Kusumaningtyas,
Rokhmah, & Nafikadini, 2013)
4. Secara ekonomi, yaitu tidak memberi nafkah istri, melarang istri
bekerja, atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.Membatasi
akses pasangan mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan
keuangan keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.
a. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi
dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa :
1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan
korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda
korban.
b. Kekerasan Ekonomi Ringan, Kekerasan ini berupa melakukan
upaya upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau
tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.
E. Jenis Kekerasan
1. Aniaya fisik (physical abuse)
Contoh aniaya fisik adalah anak menjatuhkan gelas yang ada di
meja, maka dihukum dengan memukul tangan anak atau anak disiram
air.
Indikator Anak yang Mengalami Kekerasan secara Fisik :
a. Fisik : memar,luka bakar, lecet dan goresan, kerusakan tulang,
fraktur, serta luka di bibir, mulut, mata dan perineal.
b. Perilaku : takut kontak dengan orang dewasa, prihatin jika anak
menangis, waspada atau ketakutan, agresif/pasif.
2. Pengabaian (Child Neglect)
Pengabaian perawatan dan asuhan sehingga anak tidak
mendapatkan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat
perkembangannya dan menurunkan kesejahteraan anak. Contohnya
adalah gagal menciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Indikator anak mengalami pengabaian :
a. Fisik : kelaparan, kebersihan diri kurang, pakaian tidak terurus,
tidak terurus dalam waktu lama, tidak pernah periksa kesehatan.
b. Perilaku : pengemis, berbuat jahat, mencuri, datang cepat, pulang
lambat, pasif/agresif/penuntut.
3. Aniaya emosi (emotional maltreatment)
Perlakuan emosional yang salah dari orang tua dan berdampak
pada kerusakan emosi pada anak sepanjang masa. Contohnya adalah
penolakan, tidak peduli, menyalahkan dengan kata-kata yang
menyakitkan (misal, bodoh, anjing), mengisolasi anak, dan disiplin
dengan peraturan yang tidak konsisten.
Indikator anak yang mengalami aniaya emosi :
a. Fisik : gagal dalam perkembangan, pertumbuhan fisik terganggu,
gangguan bicara.
b. Perilaku : perilaku ekstrime seperti pasif sampe agresif
A. Pengkajian
1. Identifikasi Hasil
a. Kecemasan
Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress
b. Gangguan tidur
Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada
melalui perkembangan gejala-gejala fisik.
c. Gangguan seksual
Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang
adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.
2. Perencanaan
a. Kecemasan
Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi
ansietas.
b. Gangguan tidur
Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.
3. Implementasi
a. Kecemasan
Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas
b. Gangguan tidur
Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien.
Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.
c. Gangguan Seksual
Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai
dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual
yang mungkin berebda.
4. Evaluasi
a. Kecemasan
1) Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri
pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?
2) Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas?
3) Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan
dengan adekuat?
4) Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif?
b. Gangguan tidur
1) Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali?
2) Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?
c. Gangguan seksual
1) Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah
lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional?
2) Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan?
3) Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat?
4) Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual
telah dilakukan dengan benar?
5) Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah
digali semua pada pasien?
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 (00148) Ketakutan Setelah dilakukan tindakan (5820) Pengurangan
Definisi : Respon terhadap keperawatan selama 24 Kecemasan
persepsi ncaman, yang jam diharapkan klien anak Mengurangi tekanan,
secara sadar dikenali mampu : ketakutan, firasat, maupun
sebagai sebuah bahaya. (1210) Tingkat Rasa Takut ketidaknyamanan, terkait
Batasan Karakteristik : Keparahan rasa takut yang dengan suber-sumber
Gelisah diwujudkan ketegangan berbahaya yang tidak
Gugup atau ketidaknyamanan teridentifikasi.
Rasa panic yang muncul dri sumer Aktivitas :