Anda di halaman 1dari 10

PENYAKIT ISKEMI JANTUNG

DEFINISI
Penyakit iskemia jantung (Ischemic heart disease, ISD), juga dikenal sebagai penyakit arteri
koroner (coronary artery disease, CAD), didefinisikan sebagai kurangnya oksigen dan
penurunan atau tidak ada aliran darah ke myocardium sebagai akibat dari penyempitan atau
obstruksi arteri koroner. IHD bisa muncul sebagai sindroma koroner akut (acute, coronary
syndrome, ACS), yang termasuk angina pectoris tidak stabil dan infark myocardia akut (acute
myocardiac infarct, AMI) yang dihubungkan dengan perubahan ECG pada ST-segment
elevation (STEMI) atau non-ST-segment elevation (NSTEMI). IHD bisa juga muncul sebagai
angina latihan kronik yang stabil, iskemi tanpa simtom, atau iskemi karena vasospasme arteri
koroner (angina varian atau angina Prinzmetal).

PATOFISIOLOGI

Penentuan utama dari kebutuhan oksigen myocardia (myocardial oxygen demand,


MVO2) adalah denyut jantung, kontraktilitas, dan regangan dinding intramyocardial
selama sistol. Regangan dinding dianggap sebagai faktor paling penting. Karena
konsekuensi IHD biasanya sebagai akibat dari peningkatan kebutuhan supply oksigen
tetap, perubahan MVO2 penting pada pembentukan iskemi dan untuk intervensi yang
dilakukan untuk meringankannya.
Perhitungan tidak langsung MVO2 yaitu double product (DP), adalah heart rate HR)
dikalikan systolic blood presure (SBP) (DP = HR x SBP). DP tidak menyertakan
perubahan pada kontraktilitas (suatu variabel independen), dan karena hanya
perubahan pada tekanan yang dipertimbangkan, volume yang dimasukkan pada
ventrikel kiri dan peningkatan MVO2 terkait dengan dilasi ventricular diabaikan.
Tingkatan tahanan pembuluh dalam mengirimkan darah ke myocardium serta MVO2
merupakan penentuan utama untuk terjadinya iskemi.
Sistem koroner normal termasuk epicardial besar atau pembuluh permukaan (R1),
yang memberikan sedikit tahanan terhadap aliran myocardial, dan intramyocardial
arteri dan arteriol (R2), yang bercabang ke jaringan kapiler yang padat untuk
mensuplai aliran darah basal. Pada kondisi normal, tahanan pada R2 lebih hebat dari
R1. Aliran darah myocardial berbanding terbalik dengan tahanan arteriolar dan
berbanding lurus dengan coronary driving pressure.
Lesi ateriosklerosis menutup R1 menyebabkan peningkatan tahanan arteriolar, dan
pada R2 terjadi vasodilatasi untuk mempertahankan aliran darah. Dengan obstruksi
yang lebih parah, respon ini tidak cukup, aliran koroner oleh vasodilatasi R 2 tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan osigen. Stenosis yang relatif parah (>70%) bisa
merangsang terjadinya iskemi dan simtom sewaktu istirahat, dimana pada stenosis
yang kurang parah tetap tersedia cadangan aliran darah untuk latihan/aktivitas
(exertion).
Diameter dan panjang lesi obstruksi dan pengaruh turunnya tekanan pada area
stenosis juga mempengaruhi aliran darah koroner dan fungsi sirkulasi kolateral.
Obstruksi koroner dinamis bisa terjadi pada pembuluh normal dan pembuluh dengan
stenosis dimana vasomotion atau kejang bisa terjadi pada stenosis yang tetap. Iskemi
yang bertahan bisa merangsang perkembangan aliran darah kolateral.
Stenosis kritis terjadi ketika lesi obstruksi berkembang pada diameter luminal dan
melebihi 70%. Lesi menyebabkan obstruksi 50-70% bisa mengurangi aliran darah,
tapi obstruksi ini tidak konsisten, dan vasospasme dan trombosis pada lesi non-kritis
bisa menyebabkan kejadian klinis sepertui AMI. Jika lesi membesar sampai 80-90%,
tahanan pada pembuluh itu berlipat tiga. Coronary reserve berkurang pada sekitar
85% obstruksi karena vasokontriksi.
Kelainan kontraksi ventricular bisa terjadi, dan hilangnya kontraktilitas setempat bisa
memperberat beban jaringan myocardial yang tersisa, sehingga terjadi gagal jantung,
peningkatan MVO2, dan deplesi cepat cadangan aliran darah. Zona jaringan dengan
aliran darah tepi beresiko untuk kerusakan yang lebih parah jika iskemi bertahan atau
bertambah parah. Area myocardium non-iskemi bisa mengalami kompensasi atas area
yang terkena iskemi dengan meregang lebih hebat dalam usaha menjaga cardiac
output. Disfungsi ventricular kiri atau kanan yang muncul bisa dihubungkan dengan
temuan klinik berupa S3, dispnea, ortopnea, takikardia, tekanan darah yang fluktuatif,
murmur yang segera hilang, dan regurgitasi katup mitral atau trikuspid. Gangguan
fungsi diastolik dan sistolik menyebabkan kenaikan tekanan pengisian pada ventrikel
kiri.

CIRI KLINIK

Ciri umum angina pectoris termasuk sensasi tekanan, beban berat, terbakar, atau ketat
pada sternum atau disekitarnya. Rasa sakit bisa menyebar sampai ke daerah terbatas
lengan kiri, bahu, atau area lain. Sensasi secara bertahap meningkat intensitasnya dan
lalu menghilang secara bertahap dengan istrahat. Durasi antara 30 detik dan 30 menit.
Faktor pencetus yang umum termasuk latihan, lingkungan yang dingin, takut, marah,
dan coitus (hubungan badan). Rasa sakit berkurang dalam 45 detik sampai 5 menit
setelah menggunakan nitrogliserin.
Pasien dengan angina varian atau angina Prinzmetal yang sekunder setelah spasme
koroner biasanya merasakan sakit pada istirahat dan pada jam-jam awal di pagi hari.
Rasa sakit biasanya tidak muncul karena latihan atau stress emosional dan tidak
hilang dengan istirahat; pola ECG berupa peningkatan ST-segmen karena cedera
tersebut bukannya karena depresi.
Angina tidak stabil dgolongkan dalam resiko rendah, menengah, tinggi akan short-
term death atau MI non-fatal. Ciri angina tidak stabil resiko tinggi termasuk (tapi
tidak terbatas pada) : (1) percepatan tempo simtom iskemi yang terjadi pada 48 jam
sebelumnya; (2) rasa sakit saat istirahat lebih lama dari 20 menit; (3) usia di atas 75
tahun; (4) perubahan ST-segmen; dan (5) temuan klinik pada edema pulmonal,
regurgitasi mitral, S3, rales, hipotensi, bradikardi atau takikardi.
Episode iskemi juga bisa tanpa rasa sakit, atau sunyi(silent), pada paling tidak 60%
pasien, mungkin karena ambang dan toleransi yang lebih tinggi untuk rasa sakit pada
pasien yang mengalami rasa sakit lebih sering.

DIAGNOSIS

Aspek pentng riwayat klinik termasuk tingkatan sakit dada, faktor pencetus, durasi,
penyebaran rasa sakit, dan respon terhadap nitrogliserin atau istirahat. Tampaknya ada
sedikit hubungan antara riwayat angina dan tingkat keparahan pembuluh arteri
koroner yang terlibat. Sakit dada iskemi bisa mewakili rasa sakit yang muncul dari
berbagai sumber non-cardiac, diagnosis sakit angina dari penyebab lain bisa sulit jika
hanya menggunakan riwayat.
Pasien harus ditanyai mengenai faktor resiko yang dimiliki untuk CHD termasuk
merokok, hipertensi, dan diabetes melitus
Riwayat keluarga yang rinci harus diperoleh yang termasuk informasi mengenai penyakit
jantung koroner prematur, hipertensi, kelainan lipid familial, dan diabetes melitus.
Ada beberapa tanda pada pemeriksaan fisik untuk mengindikasikan CAD. Temuan pada
pemeriksaan cardiac termasuk abnormal precordial systolic bulge penurunan intensitas S1,
pemisahan paradoksikal dari S2, S3, S4, apical systolic murmur, dan diastolic murmur.
Peningkatan denyut jantung atau tekanan darah bisa menghasilkan peningkatan DP dan bisa
dihubungkan dengan angina. Dari temuan fisik non kardial bisa disimpulkan adanya penyakit
cardiovascular yang signifikan termasuk aneurisme aortic abdominal atau penyakit vascular
perifer.
Tes laboratorium yang disarankan termasuk hemoglobin (untuk memastikan kapasitas
pengangkutan oksigen yang cukup), glukosa puasa (untuk memastikan ada tidaknya
diabetes), dan panel lipoprotein puasa. Faktor resiko penting pada beberapa pasien bisa
termasuk C-reactive protein, level homocysteine, bukti adanya infeksi Chlamydia, dan
peningkatan lipopreotein (a), fibrinogen dan plasminogen activator inhibitor. Enzim cardiac
semestinya normal pada angina stabil. Troponin T atau I, myoglobin, dan CK-MB bisa
meningkat pada angina labil.
ECG istirahat normal pada sekitar setengah dari pasien dengan angina yang tidak mengalami
serangan akut. Tipikal perubahan gelombang ST-T termasuk depresi, inversi gelombang T,
dan peningkatan ST-segment. Angina variant dihubungkan dengan peningkatan ST-segmen,
dimana iskemi sunyi (silent) bisa menyebabkan peningkatan atau depresi/penekanan. Iskemi
yang signfikan dihubungkan dengan depresi ST-segmen >2mm, exertional hypotension, dan
pengurangan toleransi terhadap latihan.
Exercise tolerance (stress) test (ETT) disarankan untuk pasien dengan kemungkinan
menengah (intermediet) untuk CAD. Hasil berkorelasi baik dengan kemungkinan
terbentuknya angina, terjadinya AMI, dan kematian cardiovascular. Iskemi depresi ST-
segmen selama ETT adalah faktor resiko independen untuk kejadian cardiovascular dan
mortalitas. Thallium (201Tl) myocardial fusion scintigraphy bisa digunakan bersamaan dengan
ETT untuk mendeteksi defek reversibel dan ireversibe; pada aliran darah ke myocardium.
Radionucleide angiocardiography digunakan untuk mengukur ejection fraction (EF),
tampilan ventricular regional, cardiac output, volume ventricular, regurgitasi valvular,
asinkron atau abnormalitas gerakan dinding, dan penutupan (shunt) intracardiac.
Ultrarapid computed tomography bisa mengurangi artifact dari gerakan jantung selama
kontraksi dan relaksasi dan memberikan pengukuran semikuantitatif untuk kandungan
kalsium pada arteri koroner.
Echocardiography berguna jika dari riwayat atau temuan fisik diperkirakan terjadi penyakit
pericardial valvular atau disfungsi ventricular. Pada pasien yang tidak mampu melakukan
latihan, pharmacologic stress echocardiography (seperti, dobutamine, dipyridamole, atau
adenosine) bisa mengidentifikasi kelainan yang bisa muncul selama stress.
Kateterisasi cardiac dan angiography digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanyan
CAD untuk merekam kehadiran dan tingkat keparahan penyakit dan juga untuk tujuan
prognosis. Interventional catheterization digunakan untuk terapi trombolitik pada psien
dengan AMI dan untuk mengatur pasien dengan CAD yang signifkan untuk mengurangi
obstruksi melalaui percutaneous transluminal coronary angiolasty (PTCA), ateroktomi,
perawatan dengan laser, atau penempatan stent.

HASIL YANG DIINGINKAN


Tujuan perawatan adalah untuk mengurangi simtom pasien, menjaga kapasitas fungsional,
memperkecil efek samping perawatan, dan mencegah penyakit berkembang menjadi MI.
PERAWATAN
Modifikasi Faktor Resiko

Pencegahan primer melalui modifikasi faktor resiko harus secara signifikan


mengurangi prevalensi IHD. Intervensi sekunder efektif untuk mengurangi morbiditas
dan mortilitas yang mengikuti.
Faktor resiko untuk IHD adalah aditif dan bisa digolongkan sebagai bisa diubah atau
tidak bisa diubah. Faktor resiko yang tak bisa diubah termasuk jenis kelamin, usia,
riwayat keluarga atau komposisi genetik, pengaruh lingkungan, dan, sampai tingkatan
tertentu, diabetes melitus. Faktor resiko yang bisa diubah termasuk merokok,
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, gaya hidup sedentary, hiperurisemi, faktor
psikososial seperi stress dan pola tingkah laku tipe A dan penggunaan obat yang bisa
memperburuk seperti progestin, kortikosterod, dan siklosporin. Meski thiazide dan
blocker (nonselektif tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik) bisa meningkatkan
kolesterol dan trigliserida 10-20%, dan efek ini bisa fatal, tidak ada bukti dari studi
yang telah dilakukan untuk tidak menggunakan obat tersebut.

Terapi Farmakologi
Agen Adrenergic Blocker

Penurunan denyut jantung, kontraktilitas dan tekanan darah mengurangi MVO2 dan
kebutuhan oksigen pada pasien dengan angina yang diinduksi usaha (effort).
blocker tidak meningkatkan suplay oksigen dan, pada beberapa perkecualian,
stimulasi -adrenergic bisa menyebabkan vasokontriksi koroner.
blocker memperbaiki simtom pada sekitar 80% pasien dengan chronic exertional
stable angina, dan pengukuran objektif pada efek didapatkan perbaikan durasi latihan
dan penundaan pada waktu dimana ST-segmen berubah dan mengawali atau
membatasi terjadinya simtom. Dengan penggunaan blocker pasien yang awalnya
dibatasi simtom bisa melakukan latihan lebih dan pada akhirnya meningkatkan
tampilan cardiovascular melalui efek latihan.

Calon ideal untuk pengguna blocker termasuk pasien yang aktivitas fisiknya
merupakan penyebab serangan; mereka yang sebelumnya mengalami hipertensi,
aritmia supraventricular, atau post-MI angina; dan mereka dengan ansietas yang
dihubungkan dengan episode angina. blocker bisa digunakan dengan aman pada
angina dan gagal jantung.
Blockade efektif pada chronic exertional angina sebagai monoterapi dan dengan
kombinasi dengan nitrat dan/atau calcium channel antagonist. blocker merupakan
obat pilihan pertama pada angina kronis yang membutuhkan terapi penjagaan harian
karena lebiih efektif dalam mengurangi episode angina sunyi, mengurangi puncak
ativitas iskemi di pagi hari, dan mempebaiki mortalitas setelah MI gelombang Q lebih
baik dari nitrat atau Ca channel blocker.
Jika blocker tidak efektif atau tidak bisa ditolerir, monoterapi dengan Ca channel
blocker atau terapi kombinasi bisa dimulai. Reflek takikardi dari nitrat bisa diatasi
dengan terapi blocker, sehingga menjadi kombiansi yang baik. Pasien dengan
angina yang parah, angina istirahat, atau angina varian bisa dirawat lebih baik dengan
Ca channel blocker atau nitrat yang kerjanya lama.
Dosis awal blocker sebaiknya pada batas terendah dari dosis biasa dan dititrasi
menurut respon. Tujuan perawatan termasuk menurunakan denyut jantung istirahat
sampai 50-60 denyut per menit dan membatasi denyut jantung latihan maksimal pada
100 denyutan per menit. Denyut jantung dengan latihan ringan seharusnya tidak lebih
dari 20 denyut per menit di atas denyut jantung istirahat (peningkatan 10% dari
denyut jantung istirahat).
Ada sedikit bukti untuk mendukung superioritas blocker. Yang waktu paruhnya
panjang bisa diberikan lebih jarang, tapi bahkan propanolol bisa diberikan dua kali
sehari pada kebanyakan pasien. Aktivitas penstabilan membran tidak relevan pada
perawatan angina. Aktivitas simpatomimetik intrinsik tampak berbahaya bagi pasien
dengan angina istirahat atau angina istirahat karena pengurangan pada denyut jantung
akan dikurangi, sehingga membatasi pengurangan pada MVO2. cardioselective
blocker bisa digunakan pada beberapa pasien untuk memperkecil efek samping seperti
spasma bronki, intermittent claudication, dan disfungsi seksual. Kombinasi non-
selektif dan blokade dengan labetolol bisa berguna pada beberapa pasien dengan
cadangan left venticular (LV) marginal.
Efek samping blokade termasuk hipotensi, gagal jantung, bradikardi, heart block,
spasme bronki, vasokonstriksi perifer dan intermittent claudication, perubahan
metabolisme glukosa, kelelahan, malaise, dan depresi. Penghentian mendadak pada
pasien dengan angina telah dihubungkan dengan peningkatan keparahan dan jumlah
episode sakit pada MI. Mengurangi terapi selama sekitar 2 hari bisa memperkecil
resiko reaksi penghentian jika terapi harus dihentikan.

Nitrat

Kerja nitrat tampaknya dipengaruhi secara tidak langsung pengurangan kebutuhan


oksigen myocardial sekunder setelah venodilatasi dan dilasi arterial-arteriolar,
sehingga terjadi pengurangan pada tekanan (stress) dinding dari pengurangan volume
dan tekanan ventricular. Kerja langsung pada sirkulasi koroner termasuk dilasi arteri
koroner intramural besar dan kecil, dilasi kolateral, dilasi stenosis arteri koroner,
hilangnya tonus normal pada pembuluh yang menyempit, dan hilangnya spasme.
Ciri farmakokinetik umum dari nitrat termasuk metabolisme lintas pertama yang
besar, waktu paruh yang singkat sampai sangat singkat (kecuali untuk isosorbides
mononitrates, ISMN), volume distribusi yang besar, laju kliren yang besar, dan variasi
antar individu pada konsentrasi darah atau plasma yang besar. Waktu paruh
nitrogliserin adalah 1-5 menit pada berbagai rute, sehingga bisa didapat keuntungan
dari sediaan lepas lambat dan transdermal. Isosorbide dinitrates (ISDN)
dimetabolisme menjadi isosorbide 2 mono- dan 5-mononitrate (ISMN). ISMN
mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam dan bisa diberikan sekali atau dua kali sehari,
tergantung pada pilihan produk.
Terapi nitrat bisa digunakan untuk menghilangkan serangan angina akut, untuk
mencegah serangan karena stress atau usaha (effort), atau profilaksis jangka panjang.
Produk nitrogliserin sublingual, bukal, atau semprotan disukai untuk mengurangi
serangan angina karena absorpsi yang cepat (Tabel 10-1). Simtom bisa dicegah
dengan profilaksis produk oral atau transdermal (biasanya dalam kombinasi dengan
blocker atau Ca channel blocker), tapi munculnya toleransi bisa menjadi masalah.
Nitorgliserin sublingual 0,3-0,4 mg, mengurangi sakit pada sekitar 75% pasien dalam
3 menit, dengan 15% lainnya hilang rasa sakitnya dalam 5-15 menit. Rasa sakit yang
bertahan lebih dari 20-30 menit setelah pemberian dua atau tiga tablet nitrogliserin
mungkin merupakan sindrom koroner akut, dan pasien harus mendapatkan bantuan
darurat.
Produk kunyah, oral, dan transdermal bisa digunakan untuk profilaksis angina jangka
panjang. Dosis untuk preparat yang kerjanya lama sebaiknya disesuaikan untuk
memberikan respon hemodinamik. Ini membutuhkan dosis ISDN oral dari 10-60 mg
setiap 3-4 jam karena toleransi atau FPM. Terapi nitrogliserin transdermal dalam
interval (10-12 jamon, 10-12 jam off) bisa menghasilkan perbaikan yang ringan tapi
signifikan pada exercise time pada angina stabil kronik.

Tabel 10-1

Efek samping termasuk hipotensi postural dengan simtom terkait CNS, reflek
takikardi, sakit kepala dan wajah memerah, dan terkadang mual. Hipotensi berlebih
bisa menyebabkan MI atau stroke. Efek samping noncardiovascular termasuk kulit
kemerahan (terutama dengan nitrogliserin transdermal) dan methemoglobinemia
dengan dosis tinggi yang diberikan dalam waktu terbatas.
Karena onset dan offset toleransi terhadap nitrat terjadi dengan cepat, ada strategi
untuk mecegahnya seperti tidak memberikan nitrat dalam interval 8-12 jam. Sebagai
contoh, ISDN sebaiknya tidak boleh digunakan lebih dari 3 kali sehari untuk untuk
menghindari toleransi.
Nitrat bisa digabungkan dengan obat lain dengan mekanisme kerja yang melengkapi
untuk terapi profilaktik kronik. Terapi kombinasi umumnya digunakan pada pasien
dengan simtom yang lebih sering atau simtom yang tidak merespon terhadap
pemberian blocker tunggal (nitrat dan blocker atau Ca channel blocker), pada
pasien yang tidak bisa mentolerir blocker atau Ca channel blocker, dan pasien yang
mempunyai vasospasme sehingga supply berkurang (nitrat dan Ca channel blocker).

Ca Channel Antagonis

Aksi langsung termasuk vasodilatasi arteriole sistemik dan arteri koroner, sehingga
tekanan arteri dan tahanan vascular koroner berkurang dan juga depresi pada
kontraktilitas myocardial dan kecepatan konduksi SA dan AV node. Reflek terhadap
stimulasi -adrenergik melampaui efek inotropik negatif, dan depresi kontraktilitas
hanya terlihat secara klinik jika terdapat disfungsi LV dan ketika obat inotropik
negatif lainnya sedang digunakan.
Verapamil dan diltiazem menyebabkan vasodilatasi perifer lebih lemah dari
dihydropyridines seperti nifedipine tapi pengurangan konduksi AV node lebih hebat.
Penggunaannya harus hati-hati pada pasien yang sebelumnya mengalami kelainan
konduksi atau dengan obat lain dengan sifat kronotropik negatif.
MVO2 dikurangi dengan semua Ca channel antagonis terutama karena pengurangan
regangan (tension) dinding sekunder setelah pengurangan tekanan arterial. Secara
umum, manfaat dari Ca channel antagonis terkait dengan pengurangan MVO2
daripada perbaikan supply oksigen.
Kontras dengan blocker, Ca channel antagonis berpotensi meningkatkan aliran
darah koroner melalui area pada pembuluh koroner yang terkena obstruksi dengan
ihibisi vasomotion dan vasospasm arteri koroner.
Kandidat untuk pemberian Ca channel antagonis termasuk pasien dengan
kontraindikasi atau intolerasnsi dengan blocker, telah mengalami penyakit sistem
konduksi (sehingga tidak bisa menggunakan verapamil dan mungkin diltiazem),
angina Prinzmetal, penyakit vascular perifer, disfungsi ventricular akut, dan
hipertensi. Amiodipine mungkin agen pilihan pada disfungsi ventricular akut, dan
dihydropyridine lain sebaiknya digunakan dengan hati-hati jika EF<40%.

Perawatan Stable Exertional Angina Pectoris (Gambar 10-1)


Setalah menaksir dan mengubah faktor resiko, program latihan rutin harus dilakukan dengan
hati-hati secara bertahap dan dengan pengawasan yang cukup untuk meningkatkan fitness
cardiovascular dan otot.
Terapi nitrat sebaiknya menjadi langkah pertama dalam penanganan serangan akut angina
stabil kronik jika serangan jarang. Jika angina terjadi tidak lebih dari sekali dalam beberapa
hari, pemberian tablet sublingual atau semprotan atau bukal nitrogliserin sudah cukup.
Untuk profilaksis ketika menjalani aktivitas yang mungkin bisa menyebabkan serangan,
nitrogliserin 0,3-0,4 mg sublingual bisa digunakan sekitar 5 menit sebelum aktivitas.
Semprotan nitrogliserin bisa berguna ketika ludah yang diproduksi tidak cukup untuk
melarutkan nitrogliserin sublingual atau jika pasien mempunyai kesulitan membuka kemasan
tablet. Respon biasanya bertahan selama 30 menit.
Ketika angina terjadi lebih sering dari satu kali sehari, terapi profilaktik kronik harus
dimulai. Agen blocking -adrenergic disukai karena pemberian lebih jarang dan sifat lain
(seperti, potensi efek cardioprotective, efek antiaritmia, kurangnya kemungkinan toleransi,
manfaat antihipertensi). Dosis yang sesuai sebaiknya ditentukan dengan tujuan untuk denyut
jantung dan DP. Agen yang dipilih sebaiknya dipilih yang bisa ditolerir pasien dengan
ongkos yang bisa diterima. Pasien yang umumnya merespon baik terhadap blokade adalah
mereka dengan denyut jantung istirahat yang tinggi dan mereka dengan ambang angina yang
relatif tetap (yaitu, simtom mereka muncul pada tingkat yang sama dengan latihan atau
workload pada dasar yang tetap).
Ca channel antagonis berpotensi untuk memperbaiki aliran darah koroner melalui
vasodilatasi arteri koroner dan juga mengurangi MVO2 dan bisa digunakan daripada
blocker untuk terapi profilaktik kronik. Agen ini sama efektifnya dengan blocker dan paling
berguna pada pasien dengan berbagai ambang untuk exertional angina. Ca antagonis bisa
memberikan oksigenasi otot rangka yang lebih baik, sehingga fatigue (kelelahan) bisa
berkurang dan toleransi terhadap latihan yang lebih baik. Ca antagonis bisa digunakan
dengan aman pada pasien yang kontraindikasi terhadap terapi blocker. Obat yang tersedia
mempunyai efek yang serupa pada penanganan angina stabil kronik. Pasien dengan kelainan
konduksi dan disfungsi LV sedang sampai parah (EF <35%) sebaiknya tidak memdapat
verapamil, dimana amiodipine bisa digunakan dengan aman pada pasien ini. Diltiazem
mempunyai efek signifikan pada AV node dan bisa menimbulkan heart block pada pasien
yang mengalami penyakit konduksi atau ketika obat lain dengan efek pada konduksi (seperti,
digoksin, blocker) sedang digunakan. Nifedipine bisa menyebabkan peningkatan denyut
jantung yang berlebih, terutama jika pasien tidak menerima blocker, dan efeknya yang
bermanfaat pada MVO2 bisa hilang. Kombinasi calcium channel blocker dan blocker
adalah rasional karena efek hemodinamik Ca antagonis merupakan komplemen terhadap efek
blokade . Tetapi, terapi kombinasi bisa tidak selalu lebih efektif dari terapi agen tunggal.
Gambar 10-1
Terapi profilaktik kronik dengan nitrogliserin kerja lama (oral atau transdermal), ISDN,
ISMN, dan pentaerythritol trinitrate bisa juga efektif ketika angina terjadi lebih dari sekali
sehari. Monoterapi dengan nitrat sebaiknya bukan merupkan terapi pertama kecuali blocker
dan Ca channel blocker dikontraindikasikan atau tidak bisa ditolerir. Interval bebas
pemberian nitrat selama 8 jam per hari atau lebih lama harus diberikan untuk menjaga efek.
Titrasi dosis sebaiknya berdasar pada perubahan pada DP. Pilihan diantara produk nitrat
harus berdasar pada pengalaman, harga, dan penerimaan pasien.
Perawatan Angina Pectoris Labil dan NSETEMI

Kebanyakan pasien dengan angina labil dan NSTEMI mempunyai aterosklerosis yang
signifikan. Munculnya ACS seringkali karena hancurnya plak atherosklerotik dan
serangkaian aktivasi platelet dan agregasi, trombosis, dan vasokontriksi koroner
sehingga aliran darah koroner turun. Angina labil berbeda dari angina stabil pada
kejadian utama yang diperkirakan berupa pengurangan aliran darah koroner daripada
peningkatan MVO2.
Pengaturan secepat mungkin melibatkan pengelompokan resiko menurut riwayat,
pemeriksaan fisik, ECG (dalam 20 menit), dan biomarker cardiac awal sehingga
pasien dimasukkan dalam empat kategori: (1) diagnosis non cardiac; (2) agina stabil
kronik; (3) kemungkinan ACS; atau (4) ACS. Pasien dengan kemungkinan ACS atau
sudah pasti ACS harus dimasukkan ke unit perawatan sakit dada, dimana ECG dan
biomarker harus diulangi dalam 6-12 jam. Jika studi
lanjutan normal, ETI bisa digunakan untuk
mengelompokkan pasien ke kategori resiko rendah atau menengah. Pasien dengan
ACS dan peningkatan ST-segmen harus dievaluasi untuk segera diberikan terapi
reperfusi (trombolisis atau intervensi koroner primer).
Terapi anti iskemi untuk angina labil termasuk istirahat di tempat tidur dengan
monitoring berkelanjutan untuk deteksi iskemi dan aritmia, pemberian oksigen jika
cyanotic atau hipoksemi, dan pertimbangan untuk segera memberikan nitrogliserin
sublingual diikuti nitrogliserin iv, heparin, asparin, blocker iv, dan morphine
sulphate, 2-5 mg iv, jika rasa sakit tidak berkurang dengan nitrate. ACE inhibitor bisa
diberikan jika hipertensi atau disfungsi LV bertahan setelah pemberian nitrogliserin
dan blocker. Ca channel blocker masa kerja lama bisa ditambahkan jika perlu atau
menggantikan blocker jika blocker kontraindikasi.
Terapi antitrombotik digunakan berdasar pada kemungkinan untuk ACS. Pasien yang
digolongkan dalam mungkin mengalami ACS sebaiknya hanya menerima aspirin.
ACS yang sudah pasti bisa dirawat awalnya dengan aspirin bukan salut enterik
(kunyah dan telan) 160-325 mg, diikuti aspirin salut enterik atau bukan salut enterik
75-160 mg/hari dan pemberian subcutaneous low-molecular-weight heparin (LMWH)
atau unfractioned heparin (UFH) iv. ACS yang sudah pasti dengan iskemi yang
berlanjut, faktor resiko tinggi lainnya, atau direncanakan menerima percutaneous
coronary intervention (PCI) sebaiknya diberikan aspirin dan LMWH atau UFH dan
platelet glycoprotein IIb/IIIa receptor antagonis iv.
Intoleransi pasien terhadap aspirin atau yang gagal dengan aspirin bisa menerima
clopidogrel 75 mg/hari, atau ticlopidin 250 mg dua kali sehari.
Jika PCI direncanakan, aspirin dan clopidogreal (atau ticlopidin) umumnya digunakan
selama 1-2 bulan setelah prosedur. Loading doses clopidogrel (300-600 mg) atau
ticlopidine (500 mg) digunakan untuk onset efek yang cepat. Clopidogrel lebih
disukai dari ticlopidine untuk penempatan stent.
UFH biasanya diberikan sebagai iv loading doses 60-70 unit/kg diikuti infusi iv 12-15
unit/kg per jam untuk menjaga aPTT pada 1,5-2,5 kali kontrol.
Enoxaprin, 1 mg/kg tiap 12 jam, merupakan LMWH yang secara konsisten
mengurangi kematian, MI, dan iskemi berulang sampai tingkatan yang lebih hebat
dari UFH. Hasil campuran telah terlihat pada uji klinik dalteparin dan nadroparin.
Anti koagulasi jangka panjang dengan warfarin tidak disarankan untuk angina
labil/NSTEMI dengan iskemi aktif kecuali terdapat indikasi lain (seperti, fibrilasi
atrial, katup jantung mekanis buatan).
Trombolisis tidak diindikasikan pada absennya peningkatan ST-segmen aku, MI
posterior, atau diperkirakan adanya block baru pada bundle kiri yang terlihat pada
ECG.
Panduan terkini menyarankan pemberian glycoprotein IIb/IIIa receptor antagonis
bersama aspirin dan UFH atau LMWH pada pasien dengan angina labil/NSTEMI
dengan iskemi aktif atau faktor resiko tinggi lainnya. Obat in imengurangi tingkat
kematian atau MI yang berulang, dan efeknya semakin hebat pada pasien dengan
ACS jika PCI dilakukan. Sewaktu tulisan ini dibuat, abciximab dianggap sebagai obat
pilihan untuk pasien yang akan menjalani PCI dengan stenting, dan tirofibran serta
eptifibatide umumnya lebih disukai untuk pengaturan secara farmakologis untuk
ACS. Dosis umumnya sebagai berikut:

o Abciximab : 0,25 mg/kg bolus diikuti infusi 0,125 g/kg per menit (maksimum 10 g/kg per
menit) selama 12-24 jam;
o Eptifibatide: 180 g/kg bolus diikuti infusi 2 g/kg per menit untuk 72-96 jam;
o Tirofibran: 0,4 g/kg per menit selama 30 menit, diikuti infusi 0,1 g/kg per menit selama 48-
96 jam.
Jika tiga dosis nitrogliserin sublingual selang 5 menit tidak mengurangi rasa sakit,
nitrogliserin iv bisa dimulai pada dosis rendah (5-10 g/menit) dan diperbesar dengan titrasi
5 g/menit tiap 3-5 menit sampai simtom reda atau efek samping yang membatasi muncul.
Pengurangan pada SBP diharapkan dan semestinya sekitar 25% pengurangan pada rerata
tekanan darah arterial atau SBP 100-110 mmHg. Setelah 24 jam bebas simtom, pasien bisa
diberikan nitrat oral atau topikal.
blocker iv disarankan untuk pasien resiko tinggi (oral untuk pasien resiko menengah dan
rendah) jika tidak kontraindikasi. blocker pada angina labil sedikit mengurangi resiko
perkembangan MI tapi belum terlihat mengurangi mortalitas. Regimen serupa dengan yang
digunakan untuk MI akut.
Pasien tidak stabil dengan rasa sakit yang bertahan atau berulang sewaktu menggunakan
nitrate atau blocker sebaiknya menerima Ca channel antagonis. Ca antagonis bisa
digunakan untuk mengontrol simtom iskemi yang sedang terjadi atau berulang pada pasien
yang telah menerima dosis nitrat dan blocker yang cukup, dan Ca antagonis bisa paling
berguna dalam kombinasi dengan blokade sebelum perawatan. Nifedipine atau Ca
antagonis kerja pendek sebaiknya tidak digunakan pada absennya blokade . Diltiazem bisa
lebih berguna dari agen lain dalam hal angina labil/NSTEMI karena telah terlihat mengurangi
reinfark dan angina refrakter.
Angiografi coroner sebaiknya dipertimbangkan pada grup berikut: (1) pasien yang sudah
menerima angioplasty, operasi bypass, atau MI; (2) pasien yang tidak bisa stabil pada terapi
medis; (3) pasien dengan opsi tindakan invasif (coronary artery bypass graft [CABG] atau
PCI); (4) pasien dengan temuan klinik resiko tinggi atau hasil tes non-invasif; atau (5) pasien
dengan gagal jantung signifikan atau disfungsi LV.
Pada kejadian perpanjangan sakit dada dan perubahan ECG iskemi yang tidak bisa dikurangi
dengan terapi nitrat atau Ca channel antagonis, bisa diasumsikan adanya oklusi total
pembuluh koroner dan harus diambil langkah untuk mengembalikan aliran darah dengan PCI
atau CABG.
Perawatan Spasme Arteri Koroner dan Angina Pectoris Varian.

Semua pasien sebaiknya dirawat untuk serangan akut dan menjaga perawatan
profilaktik selama 6-12 bulan setelah awal serangan. Faktor yang memperburuk
seperti alkohol atau penggunaan kokaine dan merokok sigaret harus dihilangkan.
Nitrates adalah pilihan utama pada terapi, dan kebanyakan pasien merespon dengan
cepat terhadap nitrogliserin sublingual atau ISDN. Nitrogliserin iv dan intrakoroner
bisa berguna pada pasien yang tidak merespon sediaan sublingual.
Karena Ca channel antagonis bisa lebih efektif, mempunyai beberapa efek samping
serius, dan bisa diberikan lebih jarang dari nitrat, beberapa memilih Ca antagonis
sebagai pilihan untuk angina varian. Keefektifan Nifedipine, verapamil dan diltiazem
sama sebagai agen tunggal untuk penanganan awal.pasien yang tidak merespon Ca
antagonis tunggal bisa ditambahkan nitrat. Terapi kombinasi dengan nifedipine dan
diltiazem atau nifedipine dan verapamil telah dilaporkan berguna pada pasien yang
tidak merespon regimen obat tunggal.
blocker mempunyai peran sedikit atau tidak sama sekali pada penanganan angina
varian karena mereka bisa menginduksi vasokontriksi koroner dan memperpanjnag
iskemi.

EVALUASI HASIL TERAPI

pengukuran subjektif terhadap respon obat termasuk jumlah episode rasa sakit, jumlah
nitrogliserin kerja cepat yang dikonsumsi, dan perubahan aktivitas pada kehidupan
keseharian pasien (seperti, waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi dua jalan,
jumlah tangga yang didaki tanpa merasa sakit).
Pengukuran klinik objektif pada respon termasuk denyut jantung, tekanan darah, dan
DP sebagai ukuran atas MVO2. nitrat bisa meningkatkan denyut jantung tapi
menurunkan SBP, dimana Ca channel blocker dan blocker mengurangi DP.
Penaksiran objektif juga termasuk tingkat perubahan ECG sewaktu istirahat, selama
latihan, atau dengan monitoring ECG ambulatory.
Monitoring untuk efek samping utama sebaiknya dilakukan; ini termasuk sakit kepala
dan pusing sewaktu menggunakan nitrat; kelelahan (fatigue) sewaktu menggunakan
blocker; serta edema perifer, konstipasi, dan pusing sewaktu menggunakan Ca
channel blocker.
ECG sangat berguna, terutama jika pasien mengalami sakit pada dada atau simtom
lain yang diperkirakan karena iskemi. Penyimpangan ST-segmen sangat penting, dan
tingkat penyimpangannya terkait dengan tingkat keparahan iskemi.
ETT bisa juga digunakan untuk mengevaluasi respon kepada terapi, tapi biaya dan
waktu yang dibutuhkan menyebabkan tes ini tidak dilakukan rutin.
Kateterisasi cardiac, radionuclide scan, dan echocardiography digunakan terutama
untuk penggolongan resiko dan pemilihan pasien untuk prosedur yang lebih invasif
daripada sekedar untuk monitoring terapi.
Rencana lengkap termasuk monitoring ancillary (pendukung) untuk profil lipid,
glukosa plasma sewaktu puasa, tes fungsi tiroid, hemoglobin/hemotocrti, dan
elektrolit.
Untuk angina varian, pengurangan simtom dan konsumsi nitrogliserin sebagaimana
terekam pada diari pasien bisa membantu interpretasi data objektif yang didapat dari
rekamam ambulatory ECG. Bukti adanya efek termasuk berkurangnya kejadian
iskemi, depresi dan peningkatan ST-segment. Bukti tambahan adalah pengurangan
jumlah serangan angina yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan absennya
MI dan mati mendadak.

Sumber : HandBooks Pharmacotherapy

Anda mungkin juga menyukai