Kakak bisa bantu aku? tanya gadis kecil itu lagi. Tatapannya penuh harap menatap Anin.
Anin mengamati gadis itu lagi. Gadis itu cantik walaupun wajahnya sangat pucat dan Anin yakin ketika
dia masih hidup gadis itu jauh lebih cantik lagi.
Tentu. Memang apa yang bisa aku bantu? Anin mensejajarkan badannya dengan anak itu
yang tingginya hanya sepinggangnya.
Heh Anin, masih aja ngomong sendiri? Dasar anak aneh! seru seseorang yang tak jauh dari
tempat Anin berdiri. Anin hanya tersenyum tipis menanggapi. Sedangkan teman-teman yang tadi
berseru sudah tertawa terbahak-bahak.
Anin memfokuskan kembali pada gadis kecil itu. Gadis kecil itu sempat menatap marah pada
segerombolan lelaki tadi.
Kemana? Kening Anin berkerut ketika gadis kecil itu menarik tangannya dan membawanya
pergi menjauhi gerbang sekolah.
Semoga jemputan aku belum datang sampe urusan ini selesai, batin Anin.
Nama kamu siapa? tanya Anin ketika mereka berdua telah sampai di sebuah perumahan
yang tidak jauh dari sekolah Anin.
Gadis itu menatap Anin ragu, sebelum akhirnya memberi tahu namanya, Dinan ucapnya
sambil terus membawa Anin menyusuri jalanan komplek yang cukup sepi.
Anin mengamati sekelilingnya. Ia baru tahu jika didekat sekolahnya terdapat sebuah
perumahan yang kalau boleh dibilang jauh dari kata nyaman dan rapi. Malah Anin yakin orang yang
menempati rumah disini bisa dihitung dengan jari. Komplek ini seperti tidak terurus dan jauh dari kata
asri.
Kita mau kemana? tanya Anin lagi ketika hampir setengah jam berjalan dan Anin tidak tahu
akan dibawa kemana dia. Anin melirik jam di tangannya. Sudah satu jam dari waktu pulang sekolah.
Ponselnya mati dan Anin hanya berharap orang tuanya tidak panik.
Dinan hanya tersenyum tipis dan tetap menggandeng tangan Anin hingga Anin bisa melihat
sebuah rumah kecil yang lebih terawat dibanding rumah-rumah lain yang Anin lihat sebelumnya.
Dinan berhenti melangkah dan berdiri tepat di pagar rumah itu. Kemudian dia menatap Anin dengan
tatapan memohon. Anin mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan jenis tatapan yang Dinan
berikan.
Kak
Ya?
Belum sempat Dinan menjelaskan terdengar suara teriakan disertai isakan tangis dari dalam
rumah itu. Anin terlonjak kaget, sedangkan Dinan menggigit bibirnya berusaha menahan tangis. Anin
menatap Dinan dan masih tidak mengerti dengan situasi yang terjadi.
Dinan, kamu bisa jelasin sama kakak apa yang terjadi? tanya Anin sambil memegang lembut
kedua tangan Dinan yang sedingin es dan menatapnya lembut.
Dinan menatap Anin dengan berkaca-kaca. Mencoba menahan air mata yang mendesak
keluar. Dinan mengalihkan tatapannya dari Anin ke arah rumah itu.
Tolong selamatkan Mama aku Kak, ucap Dinan dengan suara parau. Anin memegang kedua
bahu Dinan. Mencoba menguatkan gadis kecil itu.
Apa yang terjadi sama kamu sesungguhnya? Dan bahaya apa yang mengancam Mama kamu?
tanya Anin kembali. Dia perlu menanyakan ini untuk memahami situasi yang terjadi dan langkah apa
yang sebaiknya dia ambil.
Ceritanya panjang kak, tapi akan aku ceritakan, terang Dinan masih menatap rumah itu
dengan nanar.
Flashback on
Dinan berjalan dengan riang sambil memegang es krim di tangan kanannya. Kedua
rambutnya yang diikat berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Senyum merekah di bibirnya.
Langkah Dinan seketika berhenti dan senyumnya yang mengembang pudar begitu saja ketika dia
melihat kejadian di hadapannya.
KAKAK! APA YANG KAKAK LAKUKAN?! teriak Dinan dari balik pagar. Dinan berlari menuju
rumahnya dan menghampiri kedua orang tuanya.
Aku bukan kakak kamu bodoh?! Aku menderita hidup miskin bersama kalian semua?! Aku
menyesal kalian telah membawa aku dari panti! Hidupku lebih hina bersama kalian dibanding hidup
di panti?! teriak Alex kalap. Dinan yang masih berada dikelas 3 SD belum sepenuhnya mengerti
dengan apa yang terjadi di hadapannya.
Alex mengikat kedua orang tuanya dan mencari-cari semua barang berharga yang dimiliki
oleh keluarganya ini. Dinan melihat mata kakaknya, dan bukan mata kakaknya yang ia lihat sekarang.
Mata yang penuh dengan kegelapan dan kedengkian terpancar dari sana. Dinan mencoba
menghalangi kakaknya untuk mengambil semua barang berharga. Tapi sayang Alex mendorong Dinan
hingga Dinan terjatuh. Dinan hanya meringis kesakitan. Sedangkan kedua orang tuanya hanya
menatap dengan pandangan kosong.
Dengan sisa tenaga yang dia miliki Dinan menghampiri kedua orang tuanya. Mereka menatap
ke depan dengan pandangan kosong. Tidak menyadari kehadiran Dinan. Dinan terus memanggil
kedua orang tuanya. Dia menangis tersedu tetapi kedua orang tuanya tetap bergeming layaknya
manusia tanpa nyawa.
Dinan terus menangis ketika sebuah tangan mengusap kepalanya. Dinan mendongak ke atas
dan mendapati ayahnya tersenyum padanya sambil menahan kesakitan.
Dinan, kakak kamu telah dirasuki iblis. Dia pengikut iblis. Kamu pergilah dan cari bantuan
orang luar untuk melepaskan Alex dari tangan iblis karena Papa tidak akan bisa bertahan lama.
Selamatkan Mama kamu. Kekuatan iblis tidak banyak mempengaruhinya karena Papa berhasil
menghalanginya. Terang Papa. Kemudian Papa terbatuk dan mengeluarkan darah segar dari
mulutnya. Papa terkulai lemas dan denyut jantungnya perlahan berhenti. Dinan membekap mulutnya.
Mencoba untuk tidak berteriak ketakutan. Dinan melirik Mamanya dan mendapati kedua matanya
terpejam.
Dinan menatap kedua orang tuanya. Sesungguhnya dia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi
satu hal yang pasti. Dia harus menyelamatkan Mamanya. Satu-satunya orang tua yang dia miliki
sekarang dan berlari dari Alex, kakaknya yang sudah dirasuki iblis.
Alex masih berkutat di dapur. Terdengar suara gesekan antar logam yang memekakkan
telinga. Alex harus membunuh salah satu keluarganya untuk dijadikan tumbal. Karena Alex ingin
kekayaan.
Hello my little girl ucap Alex berhasil menemukan Dinan yang tengah bersembunyi. Dinan
membekap mulutnya. Menahan tangis dan takut yang menyerang dirinya. Alex berhasil menangkap
kedua tangan Dinan dan siap untuk menjadikannya tumbal ketika tangannya digigit oleh Dinan hingga
memberikan bekas merah keunguan sakit kerasnya gigitan Dinan.
Dinan berlari keluar rumah, meninggalkan mayat Papanya dan Mamanya yang masih seperti
orang tak sadarkan diri. Tujuannya kali ini adalah mencari bala bantuan untuk menyelamatkan
Mamanya. Dinan terus berlari tak tentu arah ketika tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi
menabraknya dan menghempaskannya hingga sejauh 300 m.
Dinan merasakan sakit yang luar biasa di seluruh tubuhnya. Dan makin lama perasaan kantuk
mulai melanda dirinya. Dinan menatap langit biru dihadapannya dan berdoa agar ia masih bisa diberi
kesempatan untuk menyelamatkan nyawa ibunya.
Flashback off
Anin tertegun dengan cerita Dinan. Anin masih tidak percaya dijaman modern seperti ini
masih ada orang yang menjadi pengikut iblis hanya untuk mendapatkan harta kekayaan. Bahkan rela
melenyapkan nyawa orang lain untuk memenuhi hasratnya.
Lalu apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan ibu kamu? Karena aku yakin ini
sangat berbahaya, ujar Anin masih belum bisa mempercayai cerita Dinan. Anin dihadapkan dalam
dilema. Disatu sisi dia ingin membantu Dinan tapi disisi lain nyawanya juga bisa terancam.
Kakak tenang aja, nyawa kakak tidak akan terancam selama kakak memakai kalung ini.
Dinan memberikan sebuah kalung dengan liontin berbentuk bulan sabit. Anin mengerutkan dahinya,
bingung dari mana Dinan bisa mendapatkan kalung itu.
Setelah aku mati, aku memohon pada Tuhan untuk memberi aku kesempatan untuk
menyelamatkan nyawa ibu ku. Tuhan mengizinkan dan memberikan aku kalung ini yang harus aku
berikan pada manusia untuk melindunginya dari iblis itu, terang Anin panjang lebar.
Tapi, kenapa harus aku? tanya Anin masih tidak mengerti kenapa dia yang dimintai bantuan
untuk menyelamatkan ibu Dinan.
Karena hati kakak murni dan kakak bisa melihat aku. Hanya hati yang benar-benar murni yang
bisa mengalahkan iblis itu dan kalung itu juga hanya bisa berguna di tangan yang tepat. Dan aku yakin
kakak orang yang tepat untuk mengalahkan iblis itu,
Untuk melepaskan iblis itu dari tubuh Alex, kakak harus melemparkan ini kepadanya, ujar
Dinan sambil memberikan semacam gelang yang terdiri dari bebatuan mengkilap berwarna-warni.
Gelang yang memang digunakan untuk melepaskan iblis dari tubuh seseorang yang menjadi
pengikutnya. Selama aku gentayangan disini, aku tidak hentinya mencari informasi dan terus mencari
cara untuk menyelamatkan ibu aku. Dan akhirnya aku mendapatkan gelang ini, terang Dinda masih
menatap Anin dengan tatapan penuh harap.
APA?!
Jiwanya sudah terikat dengan iblis itu. Jika iblis itu berhasil keluar dari tubuh Alex dia akan
mati sebagai bayarannya. Aku menyayangi Alex, tapi aku sangat kecewa kepadanya. Jadi, tolong
selamatkan ibu ku.
Anin diam mendengar penjelasan yang diberikan Dinan. Tapi ini merupakan salah satu jalan
untuk menyelamatkan ibunya. Dengan keberanian dan tekada yang kuat, Anin memasuki rumah itu.
Anin tidak dapat mendengar suara yang sempat tadi ia dengar. Anin mengeratkan pegangannya pada
tasnya. Dengan kalung di lehernya dan gelang ditangannya dia melangkah dengan perlahan memasuki
rumah itu. Dinan mengikuti Anin dari belakang.
Anin terus mengendap-ngendap hingga ia menemukan ibu Dinan masih terikat di tempat tidur
dengan pandangan mata yang kosong. Anin memasuki kamar dan menghampiri ibu Dinan yang
sepertinya masih tidak sadar. Tiba-tiba pintu kamar di belakangnya tertutup dengan keras. Refleks
Anin berbalik dan melihat Alex menatapnya dengan seringaian yang menyeramkan. Dinan
menggenggam tangan Anin kuat. Mencoba menguatkan Anin kalo dia pasti akan menang.
Sudah mati pun kamu tetap menyusahkan ya? Alex bersuara. Dia melangkah maju
mendekati Anin. Anin mundur perlahan. Mencoba menjaga jarak dari laki-laki di depannya ini.
Siapapun kamu, pergilah dari tubuhnya! Jangan kamu ganggu keluarga ini! kata Anin dengan
tegas. Alex menyeringai. Senyum licik keluar dari wajahnya.
Oh girl, lihatlah. Kamu yang bukan siapa-siapa jangan mencoba menjadi pahlawan disini. Aku
heran mengapa kamu mempertaruhkan nyawa kamu hanya untuk membantu hantu kecil yang tidak
kamu kenal, Alex melirik Dinan dengan tatapan mengejek. Dinan hanya menatap Alex dengan
tatapan marah. Alex kembali berjalan mendekati mereka.
Alex menyeringai dan dengan kecepatan seperti angin Alex sudah tiba di hadapan Anin dan
siap menusuknya hingga....
ANIIIIIINNNN?! BANGUN?! Weh elah kebo banget sih jadi cewek! seru Karina, kakak Anin,
dari luar kamar Anin. Karina terus menggedor-gedor pintu kamar Anin hingga akhirnya Anin keluar
kamar dengan tatapan kesal.
Berisik banget sih! Lo tuh ganggu mimpi gua aja tau gak?! Lagi seru-seru juga. Ucapnya kesal.
Karina tidak memperdulikan omelan adiknya dan memasukin kamar Anin.
Gue mau minjem novel lo, eh iya ini apaan? Kok ada kalung bulan sabit? Baru beli? tanya
Karina ketika dia tengah mencari-cari novel di meja belajar Anin dan mendapati kalung bulan sabit
berada diujung meja Anin. Anin hanya dapat menatap Karina tidak percaya dan segera menghampiri
kakaknya.
KOK ADA KALUNG INI?! teriak Anin panik. Karina yang melihat kelakuan adiknya hanya
menatapnya bingung.
Ya mana gue tau! Eh ini gelangnya lucu banget, dapet darimana? tanya Karina lagi sambil
mengambil gelang dari batu berwarna warni dan menunjukkannya pada Anin. Anin semakin menatap
gelang itu horror.
Itu mimpi atau nyata? Batin Anin. Anin hanya bergidik ngeri dan meninggalkan kamar dan
menuju kamar mandi untuk membuat dirinya lebih fresh.
TAMAT