Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang mana
sel tidak berkembang sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia
rata-rata 17 bulan. Tumor ini berkembang dalam jaringan sistem saraf
simpatik, biasanya dalam medula adrenal atau ganglia paraspinal, sehingga
menyebabkan adanya sebagai lesi massa di leher, dada, perut, atau panggul.
Insiden neuroblastoma adalah 10,2 kasus per juta anak di bawah 15 tahun.
Yang paling umum kanker didiagnosis ketika tahun pertama kehidupan (Jhon,
2010).
Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest
neuralis yang merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf
simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat terdapatnya jaringan saraf
simpatis. Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen, kelenjar adrenal
atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya
bersimpati dan seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang
berdekatan (Cecily & Linda, 2002)
Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling
sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa knak-kanak, dan merupakan
neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2 tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5
tahun.Neuroblastoma berasal dari sel krista neuralis sistem saraf simpatis dan
karena itu dapat timbul di manapun dari fossa kranialis posterior sampai
koksik. Sekitar 70% tumor tersebut timbul di abdomen, 50% dari jumlah itu di
kelenjar adrenal. Dua pulu persen lainnta timbul di toraks, biasanya di
mediastinum posterior. Tumor itu paling sering meluas ke jaringan sekitar
dengan invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional melalui nodus limfe.
Penyebaran hematogen ke sumsum tulang, kerangka, dan hati sering terjadi.
Dengan teknik imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam darah tepi pada
lebih dari 50% anak pada waktu diagnosis atau relaps. Penyebaran ke otak dan
paru pada kasus jarang (Nelson, 2000).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel Krista neurak
embronik, dapat timbul disetiap lokasi system saraf simpatis, merupakan
tumor padat ganas paling sering dijumpai pada anak. Insiden menempati 8%
dari tumor ganas anak, atau di posisi ke-4. Umumnya ditemukan pada anak
balita, puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi predeileksi di kelenjar
adrenal retroperitoneal, mediastrinum, pelvis dan daerah kepala-leher. Tingkat
keganasan neuroblastoma tinggi, sering metastasis ke sumsum tulang, tulang,
hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).
Tumor ini biasanya tidak memungkiri asalnya, dengan mengeluarkan hormon
katekolamin. Tekanan darah tinggi yang merupakan akibat tumor ini jarang
menimbulkan keluhan, tetapi dapat berfungsi sebagai zat penanda tumor: di
dalam air kemih dapat dilihat hormon yang dikeluarkan, sehingga diagnosis
tumor menjadi jelas. Dengan dapat dipastikan, apakah tumornya
neuroblastoma atau nefroblastoma (Wim De Jong, 2005)
yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-
anak) berkaitan dengan orang tua atau selama hamil terpapar obat-obatan atau
zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll. (Willie , 2008). Kelainan
sitogenik
Etiologi
5. Defisit sensoris
3. Disfungsi pernafasan
4. Sakit kepala
6. Miosis
7. Ptosis
8. Eksoftalmos
9. Anhidrosis
Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung
dari lokasi metastasenya:
1. Neuroblastoma retroperitoneal
Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen,
pemeriksaan menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan
nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah.
Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen,
edema dinding abdomen.
2. Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di
mediastinum superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun
bila massa besar dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran
nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat
timbul parastesia dan nyeri lengan.
3. Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau
limfoma maligna. Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga
timbul syndrome paralisis saraf simpatis leher(Syndrom horner), timbiul
miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.
4. Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya
sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.
Stadium
1. Stadium I
Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh,
dengan atau tanpa residif mikroskopik. Kelenjar limfe regional
ipsilateral negative.
2. Stadium IIA
Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe
regional ipsilateral negative.
3. Stadium IIB
Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total,
kelenjar limfe regional ipsilateral positif.
4. Stadium III
Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau
tanpa kelenjar limfe regional ipsi atau tanpa kelenjar limfe regional
ipsilateral positif.
5. Stadium IV
Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum
tulang, hati, kulit atau organ lainnya.
6. Stadium IVS
Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi
tanpa metastasis tulang(Willie, 2008).
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara
lain :
Penatalaksanaan
Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor
primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran
dibagi menjadi tahap IV dan IV (S untuk spesial ), tergantung dari adanya
keterlibatan tulang kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan
gambaran tumor primer. Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan
pengobatan, pengobatan minimal, atau banyak reseksi. Reseksi dengan tumor
tahap I. Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah cukup, tetapi kemoterapi
juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan radioterpi lokal.
Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi, dan
penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan
observasi ketat. Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif,
termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan, transplantasi sumsum tulang
autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang, metaiodobenzilquainid
(MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal yang spesifik terhadap
neuroblastoma. Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara
simultan atau bergantian.
Jenis terapi :
Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke
berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke
sum-sum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke
tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri
ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang
menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008).
Prognosis
Penyakit kanker pada anak membutuhkan penanganan dengan keahlian, sarana dan
prasarana khusus.
Apabila kanker menimpa pada anak, maka akan merupakan beban yang kompleks
bukan hanya bagi orang tua tetapi juga pada saudara-saudaranya, dokter, perawat,
sekolah dan masyarakat serta lingkungannya.
Kanker pada anak diperkirakan mencapai 1% dari jumlah penyakit kanker secara
menyeluruh, namun kanker pada anak dapat disembuhkan bila dideteksi secara
dini dan pengobatan serta perawatannya dilaksanakan dengan sarana/prasarana yang
memadai.
Leukimia
Leukimia adalah kanker pada anak yang paling banyak dijumpai pada anak-
anak. Leukimia mempunyai harapan sembuh dengan pengobatan yang tepat
dan benar. Gejala yang perlu diwaspadai dan sering ditemukan pada leukimia
antara lain pucat, demam atau pendarahan yang tidak jelas sebabnya, nyeri
tulang dan pembengkakan perut.
Tumor Otak
Tumor pada otak dapat mengganggu fungsu dan merusak struktur sususan
saraf pusat, karena terletak di dalam rongga yang terbatas(rongga tengkorak).
Gejala yang harus diwaspadai pada tumor otak adalah sakit yang disertai mual
sampai muntah-muntah. Dapat pula disertai daya penglihatan berkurang,
penurunan kesadaran atau perubahan perilalku.
Pada bayi biasanya ubun-ubun besar menonjpol. Hal lain yang perlu dicurigai
adalah bila terdapat gangguan bicara dan keseimbangan tubuh, anggota gerak
melemah atau kejang.
Retinablastoma
Retinablastoma adalah kanker mata yang sering dijumpai pada anak. Gejala
yang perlu duawasi ialah adanya bercak putih di bagian tengah mata yang
seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing. Hal lain yang perlu
diperhatikan ialah penglihatan yang terganggu, mata menjadi juling dan bila
telah lanjut maka bola mata menonjol keluar.
Limfoma
Limfoma Maglia adalah kanker kelenjar getah bening, kanker ini biasanya
ditandai dengan pembesaran dan pembengkakan kelenjar getah bening yang
cepat tanpa disertai rasa nyeri. Pembesaran kelenjar getah bening yang cepat
tanpa disertai rasa nyeri. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher,
ketiak dan atau selangkangan serta usus tanpa disertai rasa nyeri.
Bila timbulnya di kelenjar getah bening dalam usus maka dapat menyebabkan
sumbatan pada usus dengan gejala sakit perut, muntah, tidak bisa buang air
besar dan demam. Bila tumbuh di daerah dada maka dapat mendorong atau
menekan saluran nafas. Menyebabkan sesak nafas dan muka membiru.
Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah suatu gejala jenis kanker saraf yang dapat
menunjukkan banyak gejala, tergantung pada lokasinya. Neuroblastoma dapat
terjadi di daerah leher atau rongga dada dan mata. Bila terdapat di daerah
mata dapat menyebabkan bola mata menonjol, kelopak mata turun dan pupil
melebar.
Bila terdapat di tulang belakang dapat menekan saraf tulang belakang dan
mengakibatkan kelumpuhan yang cepat. Tumor di daerah perut akan teraba
bisa sudah besar. Penyebaran pada tulang dapat menyebabkan patah tulang
tanpa sebab, tanpa nyeri sehingga penderitanya pincang mendadak.
Tumor Wilms
Tumor Wilms adalah kanker ginjal yang paling sering dijumpai pada
anak.Kanker ini dapat ditandai dengan kecing berdarah, rasa tidak enak di
dalam perut dan bila sudah cukup besar teraba keras, biasanya diketahui
ketika anak dimandikan.
Rabdomiosarkoma
Kanker ini dijumpai pada otot di mana saja, biasanya pada anak di daerah
kepala, leher, kandung kemih, prostat(kelenjar kelamin pria) dan vagina.
Gejala yang ditimbulkan bergantung pada letak kanker.
Pada rongga mata menyebabkan mata menonjol keluar. Di telinga
menyebabkan nyeri atau keluarnya darah dari lubang telinga. Di tenggorokan
menyebabkan sumbatan jalan nafas, radang sinus(rongga sekitar hidung),
keluar darah dari hidung (mimisan) atau sulit menelan. Di saluran kandung
kemih menyebabkan gangguan buang air kecil atau air seni berdarah. Bila
mengenai saluran pencernaan dapat mengalami gangguan buang air besar.
Bila mengenai otot anggota gerak akan membengkak.
Osteosarkoma
Osteosarkoma adalah kanker pada tulang. Pembengkakan yang cepat apabila
disertai rasa nyeri perlu diwaspadai sebagai kemungkinan adanya kanker
tulang. Kanker tulang dapat menyerang setiap bagian tulang, tetapi yang
terbanyak ditemukan pada tungkai lengan dan pinggul.Kadang-kadang
didahului oleh benturan keras seperti jatuh dan sebagainya.
http://www.ykaki.org/id/cancer/page/kanker-pada-anak
A. DEFINISI
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang terjadi pada system persarafan yang
berasal dari sel-sel saraf yang terdapat paa medula adrenal dan system saraf simpatik
(Sumadi. 2001).
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel kanker yang berasal dari medula adrenal dan system saraf simpatik
berploriferasi,menekan jaringan sekitarnya, kemudian menginfasi sel-sel normal
disekitarnya.
Tahap I : tumor terlokalisasi pada daerah asal tumor, nodus limfe belum terkna
Tahap III : tumor menginfiltrasi kearaah tengah, tumor unilateral dengan terkenanya
nodus limfe, tumor mengenai seluruh nodus limfe.
Tahap IV : tumor menginvasi nodus limfelebih jauh, mengenai tulang sumsum tulang,
hati dan organ lain.
Tahap IV-S : tumor dengan cirri tahap I atau II tetapi dngan metastase pada hati,
sumsum tulang atau kulit.simpatis
Neuroblastoma berasal dari sel Krista neuralis system saraf dan karena itu
dapat timbul dimanapun dari fossa kranialis sampai koksik. Secara histologis,
Neuroblastoma terdiri atassel bulat kecil dengan granula yang banyak
D. MANIFESTASI KLINIS
Neuroblastoma bisa tumbuh di berbagai bagian tubuh. Kanker ini berasal dari
jaringan yang membentuk sistem saraf simpatis (bagian dari sistem saraf yang
mengatur fungsi tubuh involunter/diluar kehendak, dengan cara meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah, mengkerutkan pembuluh darah dan merangsang hormon
tertentu).
Kulitnya pucat
Diare
Keringat berlebihan
Rewel.
E. KOMPLIKASI
- Metastase
- Prognosis buruk
F. PEMERIKSAAN FISIK
CT scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada, dan
abdomen.
Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
G. PENANGANAN
Pengobatan
Pemeriksaan fisik
Riwayat penyakit
Kaji adanya rasa nyeri, demam, kelemahan, berat badan menurun, anemia.
Kaji adanya masa diabdomen, inkontinensia atau retensi urin, ekimosis pada
supsaorbital, exoptalmus, paralysis akibat kompresi pada saraf spinal.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak
pengobatan.
C. INTERVENSI
1. Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak
pengobatan.
Kriteria hasil: > Anak akan sembuh dari penyakit baik secara sebagian maupun secara keseluruhan
dan anak tidak akan mengalami komplikasi dari kemoterapi
Perencanaan
Memberikan kemoterapi sesuai dengan anjuran
Perencanaan
Memberikan vaksinasi dari virus yang tidak diaktifkan (misalnya varicella, polio
salk, influenza)
Perencanaan
Perencanaan
Evalasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri secara teratur untuk mencegah
timbulnya nyeri yang berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
http://sixxmee.blogspot.com/2012/03/askep-neuroblastoma.html
Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua. Lelaki
dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan. Tidak terdapat
kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang menghubungkan
kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.
Penyebab
makanan (coklat),
malaria
Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik
Makanan Coklat
Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum
masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila
pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal
dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat
tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.
Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa,
penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.
Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang
dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan
penyebab.
PATOFISIOLOGI
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh
kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan
reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV)
adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA,
C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat
merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar.
Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel
obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab
tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi,
inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun beredar dapat mengendap di
daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi
komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang
dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit
dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta
produk inflamasi lainnya.
GEJALA KLINIK
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal,
sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi
dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh
tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna
merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan
meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran
utama.
DIAGNOSIS
Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala perdarahan.
Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis terdapat
peninggian eosinofil.
Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun, dan
dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.
DIAGNOSIS BANDING
Nekrosis epidermal toksik (NET) dimana
manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk
daripada SSJ.
Erythema Multiforme
Burns, Chemical
Burns, Ocular
Burns, Thermal
Dermatitis, Exfoliative
PENATALAKSANAAN
Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang
umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit,
serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan
tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi
melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di
mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.
Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan
gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik
selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit
dan darah.
Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat
dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow.
Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement.
Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik.
Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera
dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat
penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan
penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen
SSJ.
Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat
(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-
12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat
diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10
mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan
berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih
berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis
http://allergyclinic.wordpress.com/2012/02/17/sindrom-steven-johnson-manifestasi-klinis-
dan-penanganannya-2/
tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan
pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit
T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian
limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
1. Reaksi Hipersensitif tipe III.
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak
ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya.
Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan
terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III
mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut (Corwin, 2000: 72).
2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin
atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed)
memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
E.Test diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam
menegakkan diagnosa.
2. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang
normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat
mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
3. Determine renal function and evaluate urine for blood.
4. Pemeriksaan elektrolit
5. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
6. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan
kolonoskopi dapat dilakukan
7. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
8. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya
diagnosa.
G.Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone
30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus
diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan
digunakan deksametason intravena
Pendidikan terakhir
Alamat.
b. Riwayat Kesehatan lalu
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat pengobatan
f. Data sosial ekonomi
g. Aktifitas sehari-hari
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.
2. Diagnosa
a. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
KH: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan
lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi
terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan
menurunkan resiko infeksi
Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
Kolaborasi dengan tim medis
Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
KH: menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi
dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi
2. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Kamus kedokteran Dorland_EGC,
Kamus kedokteran _penerbitdjambatan,
Ilmu penyakit kulit kelamin_FK UI, saripati penyakit kulit_EGC
Ma_ni blog
http://weisaku.wordpress.com/2010/01/14/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
steven-johnson/