Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan sesak nafas sejak sebelum masuk

rumah sakit. Pasien mengeluhkan adanya rasa penuh dan tertekan pada daerah

leher dan dada. Pasien juga mengeluhkan rasa sulit menelan karena nyeri dan

pasien tidak dapat menelan makanan dan minuman sehingga pasien tidak nafsu

makan. Berat badan pasien juga turun sebanyak 5 kg. Pasien juga mengeluhkan

batuk berdahak. Dari pemeriksaan foto thoraks, dicurigai bahwa terdapat tumor

mediastinum. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tumour

marker yakni LDH dan CEA. Pasien juga direncanakan melakukan pemeriksaan

dengan CT Scan kontras dan OMD. Dari hasil pemeriksaan CT Scan kontras dan

OMD didapatkan gambaran akalasia esofagus dan tidak didapatkan gambaran

tumor mediastinum. Pasien kemudian dialih rawat ke bagian bedah digestif dan

direncanakan laparoscopy convensional (heller) myotomi dan fundoplication.

Diagnosis akalasia esofagus pada kasus ini ditegakkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis, terdapat trias klasik dari akalasia esofagus yang terdiri

atas disfagia, regurgitasi, dan penurunan berat badan. Diagnosis akalasia esofagus

seharusnya disuspekkan pada setiap pasien yang mempunyai keluhan disfagia

makanan padat dan cair disertai regurgitasi makanan dan saliva.3 Pada kasus,

disfagia digambarkan dengan "rasa penuh di dada" atau "sticking sensation" yang

35
terjadi setiap kali pasien makan. Pada pasien juga terdapat regurgitasi dan

penurunan berat badan.

Diagnosis akalasia sering dibingungkan dengan entitas yang lebih umum

seperti gastroesophageal reflux disease. Oleh sebab itu, diperlukan pemeriksaan

penunjang untuk menegakkan diagnosis akalasia esofagus.5 Pada kasus,

pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan foto thoraks, CT

Scan, dan OMD.

Pemeriksaan foto polos thoraks merupakan pemeriksaan awal pada pasien

dengan akalasia esofagus. Meskipun bukan pemeriksaan untuk tujuan diagnosis

dan evaluasi, akalasia esofagus kadang-kadang terdeteksi pada pemeriksaan foto

polos thoraks terutama pada kasus yang berat. Pemeriksaan foto polos thoraks

akalasia berat menunjukkan adanya pelebaran mediastinum yang disebabkan

esofagus yang membesar dan melebar dengan gambaran air fluid level di setinggi

arkus aorta atau diatasnya disertai adanya sisa makanan dan cairan di esofagus

yang melebar. Selain itu, pada akalasia tidak didapatkan gelembung udara di

lambung yang disebabkan karena kegagalan relaksasi LES.9

36
Pada kasus, didapatkan lesi opak pada paratracheal kanan disertai

pelebaran mediastinum dan tidak didapatkan gelembung udara di lambung. Pada

kasus, awalnya dicurigai terdapat adanya tumor mediastinum. Oleh sebab itu

diputuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang lanjutan yakni pemeriksaan

tumour marker. Tumour marker merupakan protein yang dihubungkan dengan

proses keganasan yang bisa mendeteksi tumor solid pada darah perifer, kelenjar

getah bening dan cairan tubuh lain. Salah satu tumour marker terutama yang

berkaitan dengan golongan tumor sel germinal mediastinum adalah LDH. Pada

kasus, tumour marker yang diperiksa adalah LDH dan CEA.20 Dari hasil

pemeriksaan tumour marker didapatkan kadar LDH dan CEA pasien normal.

Pemeriksaan penunjang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan CT Scan dan

OMD.

Pemeriksaan CT Scan tidak diindikasikan sebagai pemeriksaan rutin pada

pasien akalasia, tetapi beberapa kasus dengan komplikasi diperlukan pemeriksaan

CT Scan sebagai konfirmasi diagnosis atau untuk mengetahui tanda lain yang

mengarah adanya penyakit lain atau proses benigna maupun maligna.12 Dari hasil

pemeriksaan CT Scan pada kasus, didapatkan gambaran akalasia esofagus dan

tidak terlihat adanya gambaran tumor mediastinum atau pulmonal.

Pemeriksaan esofagografi merupakan metode yang sederhana dan obyektif

untuk menilai pengosongan esofagus secara kuantitatif dan kualitatif. Pada kasus,

dari hasil esofagografi, terdapat kekosongan parsial pada daerah esofagus yang

akhirnya memberikan gambaran birds beak yang menegakkan diagnosis akalasia

esofagus.

37
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik

esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Tujuan pengobatan akalasia adalah

mengurangi gejala, meningkatkan pengosongan esofagus dan mencegah

perkembangan megaesofagus.7 Pada kasus, pasien dilakukan operasi laparoskopi

convensional (heller) myotomi dan fundoplication. Suatu laparoskopik myotomi

Heller dan partial fundoplication adalah suatu prosedur pilihan untuk akalasia

esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (myotomi) dari

sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang

diikuti oleh partial fundoplication. Tambahan prosedur antirefluks parsial, seperti

Toupet atau Dor fundoplication, akan mengembalikan perlindungan terhadap

refluks dan menurunkan gejala-gejala postoperatif. Pasien dirawat di rumah sakit

selama 24-48 jam, dan kembali beraktivitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.

Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95%

dari pasien, dan insidensi refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%.5,19

38

Anda mungkin juga menyukai