Anda di halaman 1dari 35

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
No. RM : 545419
Usia : 49 tahun
Alamat : Watupawon RT 06 / RW 05
Kawengen
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Status : Sudah menikah
Tempat/tanggal pemeriksaan : IGD RSUD Ungaran, 27 Juli 2017

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama : sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ungaran dengan keluhan
sesak sejak 2 hari yang lalu, sesak terjadi terus menerus tanpa
dipengaruhi aktivitas. Pasien merasa tidak nyaman terutama
saat malam hari karena keluhan tersebut mengganggu tidurnya.
Pasien juga mengeluh batuk terus menerus yang disertai dahak
berwarna putih kental dan demam 3 hari. Pasien tidak

1
mengeluh adanya keluhan pilek, keringat dingin pada malam
hari, nyeri dada maupun nyeri ulu hati.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : diakui
Riwayat TB : diakui, pasien sempat
menjalani pengobatan rutin selama 6 bulan dan selesai pada
awal tahun 2016
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat HT : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat TB : diakui, ayah pasien
meninggal dunia setelah pernah terdiagnosa TB
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat HT : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh. Sebelumnya pasien
merupakan perokok aktif namun sejak 2 bulan terakhir ini
pasien telah berhenti merokok. Pasien berobat dengan
menggunakan fasilitas kesehatan BPJS kelas II. Kesan
ekonomi cukup.

2
III. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
c. Vital Sign :
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Suhu : 38,3 C
- RR : 34 x/menit
d. Mata :
- Conjungtiva anemis (-/-)
- Sklera Ikterik (-/-)
- Edema palpebra (-)
- Eksoftalamus (-)
- Pupil isokor (+)
- Reflek cahaya (+)
e. Hidung
- Bagian luar hidung tidak ada kelainan
- Septum dan tulang dalam perabaan baik
- Selaput lendir dalam batas normal
- Epistaksis (-)
f. Telinga
- Kedua meatus arcusticus normal
- Pendengaran baik
- Tidak ada discharge

3
g. Mulut
- Sariawan (-)
- Pembesaran tonsil (-)
- Gusi berdarah (-)
- Lidah pucat (-)
- Lidah kotor (-)
- Tepi lidah hiperemis (-)
- Atrofil papil (-)
- Bau pernafasan yang khas (-)
h. Leher
- Perbesaran kelenjar getah bening (-)
- Pembesaran kelenjar tyroid (-)
i. Thoraks :
- Cor
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC kuat angkat
Perkusi :
o Kanan atas : SIC II Linea Parasternalis Dextra
o Kanan bawah : SIC VIII Linea Parasternalis Dextra
o Kiri atas : SIC II Linea Parasternalis Sinistra
o Kiri bawah : SIC VI Linea Axillaris Sinistra
Auskultasi : S1 > S2. S3(-) Murmur (-), Gallop (-)
- Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

4
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Rhonki +/+,
Wheezing -/-
j. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU (+) 4x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, CVA (-/-)
k. Extremitas
- Sup edema : -/-
- Inf edema : -/-
- Sianosis : -/-
- Akral hangat
- Capilla refil (dbn)
- Motorik 5/5 5/5

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium (27 Juli 2017)

DARAH RUTIN HASIL NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 16.7 13.0 17.5
Leukosit 24.18 4.0 11
Trombosit 207 150 -440
Hematokrit 50.21 39.0 54.0
Eritrosit 5.63 4.4 5.9

5
HITUNG JENIS
Granulosit 89.1 50 -70
Limfosit 6.4 20- 40
Monosit 4.2 28
INDEX ERITROSIT
MVC 89 82 92
MCH 29.7 27 31
MCHC 33.2 32 36
RDW 16.0 11.6 14.8
WIDAL
Widal S typhi O negatif < 1/160
Widal S thypi H negatif < 1/160
Widal S thypi A H negatif < 1/160

b. EKG

6
Kesan : sinus takikardi
c. Rontgen Thorax

7
Hasil :
Cor : bentuk dan letak normal
Pulmo :
corakan paru meningkat
tampak bercak infiltrat
batas sebagian tak tegas pada lapang atas paru
kanan dan kiri
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Diafragma kanan setinggi kosta 11 posterior

Kesan :
cor tak membesar
susp. Gambaran Pneumonia

V. Diagnosis
Observasi dyspnea dd. Pneumonia

VI. Penatalaksanaan
O2 canule 3 l/mnt
Infus RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr i.v. skin test
Inj. Ranitidine 2 x 1 ampul i.v.
Inj. Metil prednisolone 2 x 62,5 mg i.v.
Inj. Ondancetron 2 x 1 ampul i.v.
Paracetamol 3 x 500 mg

8
VII. Prognosis
Dubia

VIII. Follow Up

Tanggal S O A P
27 Juli - Sesak GCS : - Susp. Kanul O2 3L/menit
2017 nafas E4M6V5 Pneumonia Infus RL 30 tpm
- Batuk TTV dd. Proses Inj. Meropenem 3 x
- TD : spesifik TB 1 gr (i.v.)
140/80 kambuh Inj. Omeprazole 2 x
- N : 90x - Sepsis 1 ampul i.v
- T : 36 Paracetamol 3 x
- SPO2 : 500 mg
99% OBH syr 3 x C1
Pulmo Salbutamol 3 x 2
SDV : +/+, mg
Rh : +/+, Diet lunak 1700
Wh : -/- kkal
Cek :
Urin rutin
SGOT, SGPT,
albumin,
sputum BTA 2x
28 Juli - Sesak GCS : - Susp. Kanul O2 3L/menit
2017 nafas E4M6V5 Pneumonia Infus RL 30 tpm
- Batuk TTV dd. Proses Inj. Meropenem 3 x
berkura - TD : spesifik TB 1 gr (i.v.)
ng 140/90 kambuh Inj. Omeprazole 2 x

9
- N : 90x - Sepsis 1 ampul i.v
- T : 36,1 Paracetamol 3 x
- SPO2 : 500 mg
99% OBH syr 3 x C1
Pulmo Salbutamol 3 x 2
SDV : +/+, mg
Rh : +/+, Diet lunak 1700
Wh : -/- kkal
29 Juli - Batuk GCS : - Susp. Kanul O2 3L/menit
2017 berkurang E4M6V5 Pneumonia Infus RL 30 tpm
TTV dd. Proses Inj. Meropenem 3 x
- TD : spesifik TB 1 gr (i.v.)
130/80 kambuh Inj. Omeprazole 2 x
- N : 94x - Sepsis 1 ampul i.v
- T : 36,1 Paracetamol 3 x
- SPO2 : 500 mg
99% OBH syr 3 x C1
Pulmo Salbutamol 3 x 2
SDV : +/+, mg
Rh : +/+ Diet lunak 1700
Wh : -/- kkal
30 Juli - Batuk GCS : - Susp. Kanul O2 3L/menit
2017 sedikit E4M6V5 Pneumonia Infus RL 30 tpm
TTV dd. Proses Inj. Meropenem 3 x
- TD : spesifik TB 1 gr (i.v.)
130/80 kambuh Inj. Omeprazole 2 x
- N : 89x - Sepsis 1 ampul i.v
- T : 36,0 Paracetamol 3 x
- SPO2 : 500 mg

10
99% OBH syr 3 x C1
Pulmo Salbutamol 3 x 2
SDV : +/+, mg
Rh : +/+ Diet lunak 1700
Wh : -/- kkal
31 Juli - Batuk GCS : - Susp. Cefadroxyl 2 x 500
2017 E4M6V5 Pneumonia mg
TTV dd. Proses Paracetamol 3 x
- TD : spesifik TB 500 mg
130/80 kambuh OBH syr 3 x C1
- N : 92x - Sepsis Salbutamol 3 x 4
- T : 36,1 mg
- SPO2 : Neurodex 1 x 1 tab
99% FDC merah 1 x 2
Pulmo tab (malam)
SDV : +/+,
Rh : +/+
Wh : -/-

Hasil laboratorium 28 Juli 2017

URIN RUTIN HASIL NILAI RUJUKAN


Makroskopis
Warna Kuning Kuning muda - kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Kimia Urin
pH 5.0 4.6 8.5

11
Berat jenis 1.030 1.005 1.030
Protein negatif negatif
Reduksi negatif negatif
Leukosit esterase negatif negatif
Bilirubin negatif negatif
Urobilinogen negatif negatif
Nitrit negatif negatif
Keton negatif negatif
Blood negatif negatif
Mikroskopis
Leukosit sedimen 1-2 0 10
Epitel 0 03
Silinder 2-3 0 - 10
Kristal negatif negatif
Bakteri negatif negatif
Jamur negatif negatif
Px. Hati Sederhana
Albumin 3.8 3.5 5.5
SGOT 40 5 37
SGPT 20 5 - 40

Hasil Pemeriksaan BTA :

S/P/S = -/-/-

12
13
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis. (2).

Gambar 1. Penyakit Pneumonia

2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan
bersifat endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai

14
biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur yang
dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari
satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu
batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah
antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah,
asrama, pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari
90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.
Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia
sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk
pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris,
kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk
setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75
tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap
1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak
pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit
perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah
sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki
episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di
rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk
pneumonia. (1)

15
2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di
rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif.
(2)

Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme
Gram Positif atau Gram Negatif seperti: Streptococcus
pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella,
Haemophilus influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes
simpleks, Hanta virus. (7)
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis,
Histoplasma kapsulatum. (7)

16
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas
tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang
baik untuk bakteri berkembang biak di paru, dan
menimbulkan penyakit. Bermacam-macam bakteri dapat
menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) dapat
disebarkan apabila orang yang terinfeksi batuk, bersin,
atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat
menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan
pneumonia akibat virus.
Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes
simplex, and respiratory syncytial virus (RSV). Virus
dapat ditularkan antar manusia ke manusia lain melalui
batuk, bersin atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang
yang terinfeksi.
Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.
Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara

17
luar/ lingkungan.
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan
dalam lambung atau benda asing terhirup masuk ke
saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau
penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko


yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara :
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun
dikarenakan penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma,
PPOK, dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk
diabetes dan penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV,
transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke,
obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius
atas oleh virus (7)

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret


bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak
dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri

18
dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu
patogen. Patogen penyebab pneumonia bervariasi tergantung :
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)

Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada


peneumonia selain diatas (4) adalah :

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh


infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B,
Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria
monocytogenes, Chlamydia trachomatis: tersering, Sifilis

19
congenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase
transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP.
2. Usia > 2 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak
sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak
dengan pertusis.
3. Usia 1 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup
A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia
5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma
(8).
pneumonia (pneumonia atipikal) terbanyak. Ada beberapa
factor lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi oleh
(4)
pathogen tertentu pada pneumonia komunitas seperti
dibawah ini :

20
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan
menimbulkan penyakit. (2)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel
saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan :
a. Inokulasi langsung
b. Penyebaran melalui pembuluh darah
c. Inhalasi bahan aerosol
d. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah
secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse) (2)

21
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret
(0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang
tinggi dan terjadi pneumonia (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara
inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat
disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian
bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

22
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. (3)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)

23
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat
lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. (3)

2.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured
pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan
penatalaksanaan(2)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang
yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella
dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
lemah (immunocompromised) (2)

24
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial,
jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan. Di bawah ini gambar
foto radiologi pada pneumonia lobaris:

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat


pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria
maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Di bawah ini
gambar foto thorax bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial (2)

25
2.6. Diagnosa
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk
dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman
penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi:
Evaluasi faktor predisposisi :
PPOK : H. Influenza
Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
Penurunan imunitas : gram negatif
Kecanduan obat bius : staphylococcus
Bedakan lokasi infeksi
PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
Rumah jompo
PN : Staphylococcus aureus
Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
Awitan
Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S.
Pneumoniae
Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae

26
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi (2)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan
"air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara
khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada
pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto
toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 12 minggu.

27
2. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul
kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang
tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia
dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik (2)

2.7. Diagnosa Banding


1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk
organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan
hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru
yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada
bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. (4)

28
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih
sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD
juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga
ada faktor yang dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran
udara ke paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat
ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit
jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronchitis bisa bersifat serius. (4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan
penyempitan saluran pernapasan, sehingga pasien yang
mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru
dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang
tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (9)

2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan
tetapi karena beberapa alasan yaitu :

29
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)

Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain :


a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit
jantung paru dan tanpa adanya faktor peubah (resiko
pneumokokkus resisten, infeksi gram negatif, resiko infeksi
P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit
jantung paru dengan atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit
jantung pare dan tidak ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU (a. Tanpa resiko
persisten P. Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).

b. Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia
nosokomial yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen
resisten jamak, dengan onset dini pada semua tingkat berat
sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas :

30
Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :

31
Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin.
Jika ada faktor resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara
kombinasi, jika tidak ada resiko maka diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat
hasil bakteriologik dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap
antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

2.9. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari
penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura,
empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. (2)
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa
menimbulkan komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi
pada beberapa pasien terutama penderita yang termasuk ke dalam
kelompok resiko tinggi (faktor risiko).
Akumulasi cairan : cairan dapat menumpuk diantara pleura
dan bagian bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat
pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah)
mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan. (1)
Abses : pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi
pneumonia disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi
antibiotik, namun meskipun jarang terkadang membutuhkan
tindakan bedah untuk membuangnnya.

32
Bakteremia : Banteremia muncul bila infeksi pneumonia
menyebar dari paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan
komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar dengan
cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain. (1)
Kematian : walaupun sebagian besar penderita dapat
sembuh dari pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal.
Kurang dari 3% penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang
dari 1% penderita yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh
peneumonia atau komplikasinya. (1)

2.10. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik,
tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang
tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. (4)
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan
20% di antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka
kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%,
namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang
buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan
penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas
pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%.
Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah
yang ada pada pasien. (4)

33
2. Pneumonia nasokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa
mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit
dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah
akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau
Acinobacter spp. (4).

34
DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults


with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of
severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care
Med; 163: 1730-54.
Fauci, et al,. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17th Edition. By The
Mc Graw-Hill Companies In North America.
Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-
helmi3.pdf.
Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau.
Pekanbaru. http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-
dewasa/.
Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan
Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit
FK UI.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI,
Jakarta 2002.

35

Anda mungkin juga menyukai