Anda di halaman 1dari 9

Presiden Soekarno mengeluarkan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi sebagai berikut.

Pembubaran Konstituante.
Beriakunya Kembali UUD 1945.
Tidak berlakunya UUDS 1950.
Pembentukan MPRS dan DPAS.

Piagam Atlantik adalah sebuah deklarasi bersama yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri
Inggris Winston Churchill dan Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt pada tanggal 14
Agustus 1941 di atas kapal perang Kerajaan Inggris HMS Prince of Wales (53) di perairan
Samudera Atlantik, tepatnya di wilayah Argentia, Newfoundland, Kanada.
Dalam Piagam Atlantik terdapat 8 poin penting mengenai:
1. tidak ada lagi wilayah yang dicari oleh Amerika Serikat atau Inggris;
2. pengaturan sebuah wilayah harus sesuai dengan kehendak masyarakat bersangkutan;
3. hak untuk menentukan nasib sendiri;
4. pengurangan rintangan perdagangan;
5. memajukan kerjasama ekonomi dunia dan peningkatan kesejahteraan sosial;
6. kebebasan berkehendak dan bebas dari kekhawatiran;
7. menciptakan kebebasan di laut lepas;
8. pelucutan senjata di seluruh dunia pasca perang
Isi Perjanjian San Fransisco ( 8 September 1951
Perjanjian ini diadakan antara sekutu dengan Jepang pada Tahun 1945 dan dibuat di Jepang.
Pada mulanya perjanjian ini hanya bersifat sementara. Kemudian perjanjian San Fransisco
disahkan pada tanggal 8 September 1951. rusia tidak ikut menandatangani perjanjian ini
sehingga tidak mengakuinya.. Isi Perjanjian Tersebut Ialah....
Isi Perjanjian San Fransisco (8 September 1951)
1. Jepang harus membayar kerugian perang kepada sekutu
2. Kepulauan Jepang di bawah pengawasan Amerika Serikat.
3. Tokoh-tokoh fasis diadili sebagai penjahat perang dan harus dihukum di bawah
pengawasan internasional
4. Kepulauan Kurile dan Sakhalin Selatan diberikan kepada Rusia, Sedangkan
Mantsyuria dan Taiwan diberikan kepada Tiongkok.
Konferensi meja bundar merupakan salah satu upaya bangsa Indonesia dalam upaya untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, diantara banyak perundingan dan perjanjian.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus 2
November 1949. Konferensi Meja Bundar dilaksanakan sebagai kelanjutan dari konflik
Indonesia-Belanda setelah Kemerdekaan Indonesia.
Tokoh Konferensi Meja Bundar
Delegasi yang hadir dalam KMB.
a. Delegasi RI : Drs. Moh. Hatta
b. Delegasi BFO : Sultan Hamid
c. Delegasi Belanda : Mr. Van Maarseven
d. Wakil UNCI : Chritchley
Isi Konferensi Meja Bundar
Isi Konferensi Meja Bundar adalah sebagai berikut.
a. Indonesia menjadi negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
b. Hutang bekas pemerintah Hindia Belanda ditanggung oleh RIS.
c. RIS dan kerajaan Belanda bergabung yang merupakan Uni Indonesia-Belanda di bawah Ratu
Belanda sebagai Kepala Uni.
d. Pengakuan kedaulatan dilaksanakan akhir tahun 1949.
e. Penyerahan Irian Barat dilaksanakan satu tahun setelah KMB.
Hasil Konferensi Meja Bundar
-Serah terima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat,
kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi
daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah
karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini
akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia,
dengan monarch Belanda sebagai kepala Negara -Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh
Republik Indonesia Serikat. Dalam KMB terdapat masalah-masalah yang sulit dipecahkan,
beberapa masalah itu adalah sebagai berikut.
a. Masalah istilah pengakuan kedaulatan dan penyerahan kedaulatan. Indonesia menghendaki
penggunaan istilah pengakuan kedaulatan, sedangkan Belanda menghendaki istilah penyerahan
kedaulatan.
b. Masalah Uni Indonesia-Belanda. Indonesia menginginkan agar sifatnya hanya kerja sama
yang bebas tanpa adanya organisasi permanen. Sedangkan Belanda menginginkan kerja sama
yang luas dengan organisasi yang luas pula
c. Masalah hutang. Indonesia hanya mengakui hutang-hutang Hindia-Belanda sampai
menyerahnya Belanda kepada Jepang. Sebaliknya Belanda berpendapat bahwa Indonesia harus
mengambil alih semua kekayaan maupun hutang Hindia belanda sampai saat itu, termasuk biaya
perang kolonial terhadap Indonesia.
Latar Belakang Perjanjian Renville
Diadakannya perjanjian Reville atau perundingan Renville yang bertujuan untuk menyelesaikan
segala pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. perundingan ini dilatarbelakangi
adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia yang sebut dengan Agresi Militer
Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947. Diluar negeri
dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, menimbulkan
reaksi keras.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan keduanya untuk
menghentikan tembak menembaj. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda
mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama. Agresi militer pertama
disebabkan adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan bedanya penafsiran yang ada dalam
persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina
pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta
akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat merugikan Indonesia.
Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum
agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah
pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi militer Belanda yang pertama. Perundingan pihak Belanda dan
pihak Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 diatas kapal Renville yang tengah
berlabuh diteluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran KTN dengan pokok-
pokoknya yakni pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook serta perjanjian
pelatakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville
ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 dan disusul intruksi untuk menghentikan aksi
tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948.
Tokoh Perjanjian Renville
Yang hadir pada perundingan diatas kapal Renville ialah sebagai berikut:
Frank Graham ketua, paul van Zeeland anggota dan Richard Kirby annggota
sebagai mediator dari PBB.
Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin ketua, Ali
Sastroamidjojo anggota, Haji Agus Salim anggota, Dr. J. Leimena anggota, Dr.
Coa Tik len anggota dan Nasrun anggota.
Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo ketua, Mr. H.A.L van
Vredenburgh anggota, Dr.P.J.Koets anggota dan Mr. Dr. Chr. Soumokil anggota.
Isi Dari Perjanjian Renville
Berikut merupakan pokok-pokok isi perjanjian Renville yaitu:
Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia
Belanda.
Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal sementara, sebelum
RIS terbentuk.
Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
Enam bulan sampai satu tahun, akan diadadakan pemilihan umum pemilu dalam
pembentukan Konstituante RIS.
Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke
daerah Republik Indonesia.
Dampak Perjanjian Renville
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan Indonesia yaitu:
Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik
Indonesia telah dikuasai pihak Belanda.
Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin
berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda.
Republik Indonesia harus memaksa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya
untuk ke wilayah Republik Indonesia.
Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka antara lain
negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur.
Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari perudingan setelah
terjadinya Agresi Militer Belanda pertama, berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan.
Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain
Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikart diwakili
Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan Belanda oleh Abdul kadir
Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak Belanda. Dalam hal ini perjanjian ini
menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang
kedua.
Perjanjian New York ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 1962 oleh Subandrio selaku
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dengan Schuurman dan Van Royen yang mewakili
pemerintah Belanda.
Proses penandatanganan perjanjian ini disaksikan oleh Sekertaris Jenderal PBB U Thant dan
Ellsworth Bunker di markas besar PBB.
Langkah Pembebasan Irian Barat
Sebelum adanya perjanjian New York, perjuangan memperebutkan Irian Barat ditempuh dengan
beberapa langkah, yaitu: langkah diplomasi, langkah konfrontasi dan operasi militer.
Cara Diplomasi
Perundingan Langsung dengan Belanda
Langkah diplomasi untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda sudah dilakukan jauh-
jauh hari dari kabinet Natsir dan kabinet selanjutnya.
Namun langkah diplomasi ini mengalami kegagalan karena Belanda bersikeras untuk menguasai
Irian barat. Bahkan Belanda secara sepihak memasukan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan
kerajaan Belanda pada bulan Agustus 1952.
Perisitiwa ini mengakibatkan Indonesia menghapus Misi Militer Belanda pada April 1953.
Diplomasi PBB
Upaya diplomasi ini dilakukan setelah perundingan langsung dengan Belanda tidak berhasil.
Kabinet Ali Sastoramidjojo I membawa masalah Irian Barat ini ke forum PBB namun tidak
membuahkan hasil.
Selanjutnya kabinet Burhanuddin melanjukan usaha kabinet sebelumnya untuk membawa
masalah Irian Barat ini ke dalam sidang Majelis Umum PBB.
Belanda menanggapi usaha ini dengan cara meyakinkan PBB bahwa persoalan Irian Barat
merupakan masalah bilateral antara Indonesia dan Belanda.
Tentunya pernyataan Belanda ini dikecam oleh Indonesia, sehingga pada masa kabinet Ali
Sastroamidjojo II, seluruh isi dari Konferensi Meja Bundar dibatalkan.
Diplomasi di PBB gagal karena Indonesia belum mendapat dukungan dari 2/3 anggota Majelis
Umum PBB yang hadir pada sidang tersebut.
Langkah Konfrontasi
Pada tahun 1956 Belanda tetap tidak ingin mengembalikan Irian Barat dan bersikeras ingin
menguasainya, karena itu Indonesia mencoba menghadapi sikap Belanda melalui langkah
konfrontatif secara bidang ekonomi.
Indonesia lalu mengirim wakilnya yaitu Anak Agung Gede Agung untuk merundingkan masalah
Finansial Ekonomi dengan perwakilan Belanda di Jeneva pada tanggal 7 Januari 1956.
Namun, persetujuan ini ditolak oleh Belanda, sehingga pada tanggal 13 Februari 1956 Kabinet
yang dipimpin oleh burhanuddin Harahap membubarkan uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Ini terpaksa dilakukan karena Belanda menolak persetujuan Finansial Ekonomi di Jeneva.
Operasi Militer

Operasi Militer ditempuh karena cara damai yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
semuanya gagal. Operasi Militer dilakukan dengan dibentuknya Trikora dan pembentukan
Komando Mandala dalam rangka pembebasan Irian barat. Tugas komando Manda adalah sebagai
berikut:
1. Merencenakan persiapan untuk operasi militer dalam rangka mengembalikan irian barat
ke tangan Indonesia.
2. Mengembangkan kondisi militer di Irian barat.
Isi Perjanjian New York

Sepeti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perjanjian dilakukan dalam rangka menghentikan
peperangan yang terjadi antara Indonesia dan Belanda dalam rangka membebaskan Irian Barat.
Perjanjian New York ini ditandatangani oleh Subandrio yang menjabat sebagai Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia dengan Van Royen dan Schuurman sebagai delegasi dari Belanda.
Penandatanganan perjanjian bersejarah ini disaksikan oleh sekjen PBB saat itu U Thant dan
Elssworth Bunker di markas besar PBB.
Berikut isi dari Perjanjian New York:
1. Paling lambat pada tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Irian Barat kepada
United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA).
2. Pemerintah sementara PBB akan menggunakan tenaga asal Indonesia, baik dari kalangan
sipil maupun kalangan militer, bersama dengan putra-putra Irian Barat.
3. Tentara Belanda meninggalkan Irian Barat secara bertahap.
4. Pasukan Indonesia yang ada di Irian Barat tetap tinggal di Irian Barat, namun di bawah
pemerintah sementara PBB.
5. Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas seperti pada
daerah lainnya.
6. Sejak tanggal 31 Desember 1962 bendera Indonesia akan berkibar di samping bendera
PBB.
7. Paling lambat tanggal 1 Mei 1963 UNTEA atas nama PBB akan menyerahkan Irian Barat
ke tangan Indonesia.
Belanda merupakan negara penjajah yang kejam dan ingkar janji. Untungnya masalah ini telah
berlalu dan sekarang Indonesia dalam keadaan damai. Semoga informasi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Perjanjian Linggarjati juga merupakan upaya diplomatik pemerintah Indonesia untuk
memperjuangkan wilayah kesatuan Republik Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda.
Para tokoh dari Indonesia dan Belanda duduk bersama untuk membuat kesepakatan yang
dirangkum dalam beberapa poin persetujuan. Peristiwa ini kelak dikenal dengan nama perjanjian
Linggarjati.
Perjanjian ini telah berhasil mengangkat permasalahan antara Indonesia dan Belanda ke ranah
international dengan melibatkan PBB (persatuan bangsa bangsa).
Perjanjian ini disebut dengan perjanjian Linggarjati karena lokasi terjadinya ialah di Desa
Linggarjati yang terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November
1946.
Sejarah dan Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
Konflik yang terus terjadi antara Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya Perjanjian
Linggarjati. Konflik ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui kemerdekaan bangsa
Indonesia yang baru saja dideklarasikan.
Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya
akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak.
Untuk itu, Inggris berusaha mempertemukan Indonesia dengan Belanda di meja perundingan
guna membuat sebuah kesepakatan.
Perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda ini akhirnya terlaksana di Linggarjati,
Cirebon pada tanggal 10 November 1946.
Tokoh yang Terlibat dalam Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu
Indonesia, Belanda dan Inggris.
Berikut tokoh-tokoh yang hadir dalam Perjanjian Linggarjati:
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan
Syahrir dan Mohammad Roem.
Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer.
Pemerintah Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Isi Perjanjian Linggarjati

Karena terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, maka perjanjian Linggarjati
baru ditanda tangani oleh Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947,
Perjanjian Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947
dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.
Berikut ini merupakan isi dari Perjanjian Linggarjati:
Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan
meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah
de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan
nama RIS.
Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan.
Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Belanda dan RIS sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
sebagai ketua.
Perjanjian Linggarjati ini memiliki dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia.
Dampak Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan pengakuan
secara de facto oleh Belanda.
Dampak Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui seluruh
wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada pulau Jawa, Madura
dan Sumatera.
Pro dan Kontra Perjanjian Linggarjati
Terjadi pro dan kontra dalam penandatangan perjanjian Linggarjati, namun akhirnya Indonesia
setuju untuk menandatangani perjanjian ini pada tanggal 25 Maret 1947, ini terjadi karena:
1. Cara damai merupakan cara terbaik demi menghindari jatuhnya korban jiwa, ini
dikarenakan kemampuan militer Indonesia masih jauh dibawah militer Belanda.
2. Cara damai dapat mengundang simpati dari dunia international.
3. Perdamaian dengan gencatan sejata dapat memberi peluang bagi pasukan militer
Indonesia untuk melakukan berbagai hal diantaranya dalah konsolidasi.
Pasca terjadinya perjanjian ini hubungan kedua negara tidaklah menjadi baik, ini dikarenakan
adanya perbedaan dalam menafsirkan isi dari perjanjian.
Belanda menganggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Belanda, sehingga semua urusan
eksternal diurus oleh Belanda.
Belanda juga menuntut untuk dibuatnya pasukan keamanan gabungan. Karena hal inilah Belanda
melakukan aksi bersenjata yang disebut dengan Agresi Militer Belanda, aksi ini sekaligus
membatalkan perjanjian Linggarjati.
Pada tanggal April 4 April 1949 dilaksanakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle
Cochran, anggota komisi dari Amerika serikat. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr.
Mohammad Roem.

Dalam perundingan Roem Royen, pihak Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa
pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci pembuka
untuk perundingan selanjutnya. Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya
oleh Republik Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949 berhasil dicapai persetujuan antara
pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian disepakati kesanggupan kedua belah pihak
untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB tertanggal 28 Januari 1949 dan
persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949. Pernyataan pemerintah Republik Indonesia dibacakan
oleh Ketua Delegasi Indonesia Mr. Mohammad Roem yang berisi antara lain sebagai berikut.
1. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2. Kedua belah pihak bekerja sama dalam hai mengembalikan perdamaian dan menjaga
keamanan serta ketertiban.
3. Belanda turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat
penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia
Serikat.
Pernyataan Delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain sebagai
berikut.
1. Pemerintah Belanda menyetujui bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan
leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik
Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
3. Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Republik Indo-nesia akan menjadi bagian dari
Republik Indonesia Serikat (RIS).
4. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah
pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Dampak Perjanjian Roem Royen
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk
mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI
dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu. Namun, Panglima Besar Jenderal
Sudirman memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-
masalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa
Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan lapangan dapat membedakan
gencatan senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer. Pada umumnya kalangan
TNI tidak mempercayai sepenuhnya hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan
perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara
Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah
pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga
keputusan, yaitu sebagai berikut.
1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada
tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik
Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.
Pasca Perjanjian Roem Royen
Setelah tercapainya perundingan Roem Royen, pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik
Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para
pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Sudirman tiba
kembali di Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali
ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan siding cabinet. Dalam siding tersebut
Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandate kepada wakil presiden Moh Hatta. Dalam
siding tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri
pertahanan merangkap koordinator keamanan.

Anda mungkin juga menyukai