Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya
bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki
sebelumnya. Interaksi bisa terjadi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan
herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infuse.
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya innteraksi
obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga interaksi yang
sengaja dibuat, misal pemberian probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah
besar. Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat adalah pemberian
bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat
antiParkinson dan untuk menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak
termetabolisme. Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak,
sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun,
mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping lebih kecil.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua
mekanisme berikut:
(interaksi farmakodinamik).
pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga
perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi
plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit,
interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat
secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi
(invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi
karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi
b) Interaksi farmakodinamik.
Interaksi ini hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling mempengeruhi bekerja sinergis
atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ membran atau pada suatu rangkaian
pengaturan. Jika sifat-sifat farmakodinamika yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang
diberikan secara bersamaan diperhatikan interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi
obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan
penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam
tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan
yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari
interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula
fatal.
c) Interaksi Farmakokinetika
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME)
obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat
tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang
sama.
beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum absorpsi; (2) terjadi perubahan pH cairan
gastrointestinal; (3) penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan flora
1. Interaksi langsung; yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat
yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan
absorpsi. Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang
2. Perubahan pH
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau
menurukan absorpsi obat kedua. Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat
juice, yakni suatu inhibitoprotein transporter uptake pump di saluran cerna akan menurunkan
4. Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika berspektrum luas yang
mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif.
Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan absorpsi penisilin, rifampisin,
5. Makanan juga dapat menurunkan metabolism lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan
meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol
6. Motilitas saluran cerna. Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna
dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan. Contoh: antikolinergik yang
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam
akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan 1-glikoprotein. Jika 2 obat
atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan
protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat
distribusi klorpropamid.
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan
protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1)
obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan
memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat
ikatan (finding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk
warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12
I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu sistem yang
terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandungcytochrome P450
oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon.
Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini
merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan
1. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat. jika suatu obat yang ekskresinya
melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi
akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik. Contoh: digoksin diberikan
bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan
2. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara
obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan
sekresi. Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens
3. Perubahan pH urin. Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens
ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah,
sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida
mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari
sekitar 50-60% obat yang digunakan dalam terapi dapat slaing berinteraksi pada enzim yang
sama. Diantara enzim metabolisme yang lebih banyak terlibat adalah enzim-enzim mikrosomal
pada fase-1, yaitu yang melakukan proses oksidasi, reduksi, dan hidroksilasi obat khususnya
isoform CYP3A. enzim CYP lainnya juga terlibat dalam interaksi obat, namun presentasinya
lebih kecil dibandingkan keterlibatan CYP3A. ada dua mekanisme interaksi pada enzim
metabolisme-inhibisi dan induksi enzim, dan hal ini dapat terjadi di saluran usus dan hati sebagai
organ-organ utama metabolisme obat. Efek inhibisi atau induksi enzim terhadap obat lain akan
bermakna klinik.
1. Jika inhibitor atau induser diberikan dalam waktu yang cukup misalnya beberapa hari untuk
inhibitor, dan lebih dari satu minggu untuk inducer untuk menampakkan aksinya. Normalisasi
enzim ke keadaan semula setelah penghentian inhibitor atau inducer memerlukan waktu yang
relative lebih cepat untuk inhibitor, dan lebih lama untuk induser enzim-tergantung beberapa
2. Jika inhibitor atau induser diberikan dengan dosis besar (refaltif terhadap jumlah enzim), akan
3. Tergantung beberapa jenis enzim yang terlibat dalam metabolisme obat . jika suatu obat
(substrat) hanya dimetabolismee oleh satu jenis enzim saja, maka inhibisi atau induksi enzim
tersebut akan memberikan efek yang signifikan terhadap obat. Misalnya atorvastatin
dimetabolismee oleh CYP3A, dan inhibisi enzim oleh itrakonazol menyebabkan AUC
4. Penyesuaian kembali dosis obat, setelah diubah ketika proses inhibisi dan induksi berlangsung,
terjadi pada pemetabolismee lambat, cepat, atau ultra cepat (poor, extensive, dan ultra rapid
metabolizer). Selain itu, karena kapasitas metabolisme dipengaruhi berbagai variabel (usia, jenis
kelamin, kehamilan, genetic, jenis, dan intensitas patologi) maka manifestasi klinik juga akan
Metabolisme obat terdiri dari 2 jalur utama dari proses biokimia yang berbeda, yaitu
metabolisme fase I dan fase II. Sedangkan pengaruh terhadap CYP-mediated metabolism
adalah mekanisme utama dari interaksi dua obat satu sama lainnya. Interaksi ini diakibatkan oleh
pemacuan biosintesis atau penghambatan akitifitas enzim yang terlibat dalam metabolisme fase I.
Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan
mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut.
Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi baik untuk obat resep dokter maupun obat yang
Kadang-kadang apabila kita minum obat berbarengan dengan makanan, maka dapat
mempengaruhi efektifitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong.
Selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau suplemen herbal dengan obat juga
Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi
oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya. Berikut adalah beberapa contohnya:
Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga
kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan
memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa
menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat
otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi
atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.
Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya
Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus
untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan
halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.
Interaksi Famakokinetik
yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan
absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan
b. Perubahan Ph
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi
parasetamol.
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan
berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan 1-glikoprotein. Jika 2 obat atau
lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga
proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan).
klorpropamid.
a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat
terjadi gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah satu obat dalam plasma,
b. Inductor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat
terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam plasma, sehingga
Contoh: pemberian estradiol bersamaan denagn rifampisin akan menyebabkan kadar estradiol
jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat
merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida,
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif
Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin
c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH
urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga
Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida
mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari
Merupakan mekanisme utama dari interaksi obat pada fase metabolisme yang mampu
metabolisme obat, yang kemudian dapat meningkatkan jumlah obat dalam tubuh yang
berdampak terjadinya akumulasi dan berpotensi mengakibatkan efek toksik. Bersifat reversibel -
dengan terjadinya kompetisi antara substrat dan inhibitor pada sisi aktif enzim yang sama.
Penghambatan enzim secara nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi
substrat. Pada inhibisi noncompetitive, inhibitor terikat pada bagian lain dari enzim, yang dapat
mengakibatkan komplek enzim substrat tidak dapat menghasilkan produk hasil metabolisme.
Penghambatan secara uncompetitive terjadi ketika inhibitor terikat pada sisi aktif komplek enzim
substrat yang belum jenuh (jarang terjadi). Pada irreversible inhibition, bentuk intermediate
dari ikatan adalah berupa ikatan kovalen dengan CYP protein atau pada komponen heme, yang
dapat mengakibatkan inaktifasi yg bersifat permanen. ontoh dari irreversible inhibitors adalah
antibiotik macrolide (erythromycin and troleandomycin), yang dapat menghambat secara
Induksi biosintesis enzim akan meningkatakan clearence (intestinal dan heppar) dari obat yang
dimetabolisme oleh enzim yang dipacu, yang selanjutnya akan mepengaruhi konsentrasi dalam
plasma. Pada banyak kasus, peningkatan biosintesis enzim diakibatkan oleh peningkatan
transkripsi genetik dari enzim yang dipacu melalui aktifasi nuclear reseptor. Rifampin sering
digunakan sebagai model/prototype dalam penelitian interaksi obat, terutama untuk obat-obat
yang dimetabolisme oleh CYP3A4, yang kemudian untuk diamati profil metabolismenya.
Contoh efek klinik signifikan yang dihasilkan oleh interaksi obat akibat peacuan enzim ini
adalah resiko kegagalan terapi dan berkembangnya resistensi virus pada pasien HIV yang
Profil Kurva Kadar Obat Dalam Darah karena Pengaruh Induksi dan Inhibisi Enzim
Penatalaksanaan Interaksi Obat
Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang
memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah berikutnya
adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat diambil untuk
meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam penataan obat
ini meliputi :
Jika risiko interaksi obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk
2. Menyesuaikan dosis
Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilaksanakan
modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek
obat tersebut.
3. Memantau pasien
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan
(Fradgley, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Jung D. 1985. Clinical Pharmacokinetics. Moduls Yogyakarta
Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit ITB, Bandung