Anda di halaman 1dari 15

INTERAKSI OBAT PADA PROSES METABOLISME

Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya

bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki

sebelumnya. Interaksi bisa terjadi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan

herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infuse.

Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya innteraksi

obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga interaksi yang

sengaja dibuat, misal pemberian probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah

besar. Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat adalah pemberian

bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat

antiParkinson dan untuk menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak

termetabolisme. Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak,

sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek samping. Namun,

karena karbidopa menghambat metabolisme levodopa di perifer, lebih banyak levodopa

mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme sehingga risiko efek samping lebih kecil.

Mekanisme Interaksi Obat

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua

mekanisme berikut:

1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan

(interaksi farmakodinamik).

2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).


a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya,

pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan

sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga

perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara

substansial).

c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi

plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan

peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit,

interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,

antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.

Menurut jenis mekanisme kerja, interaksi obat dibedakan menjadi 2 bagian :

a) Interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas)

Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat

secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi

(invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi

karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi

presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.

b) Interaksi farmakodinamik.

Interaksi ini hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling mempengeruhi bekerja sinergis

atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ membran atau pada suatu rangkaian

pengaturan. Jika sifat-sifat farmakodinamika yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang
diberikan secara bersamaan diperhatikan interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik

apabila menguntungkan atau dapat dicegah apabila tidak diinginkan.

Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi

obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan

penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam

tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan

yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari

interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula

fatal.

c) Interaksi Farmakokinetika

Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam

farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME)

obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat

tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang

sama.

a. Interaksi pada proses absorpsi

Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui

beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum absorpsi; (2) terjadi perubahan pH cairan

gastrointestinal; (3) penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan flora

usus, (5) efek makanan, dan (6) motilitas saluran cerna.

1. Interaksi langsung; yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat

yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan
absorpsi. Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang

menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.

2. Perubahan pH

Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau

menurukan absorpsi obat kedua. Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat

meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G

3. Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal misalnya grapefruit

juice, yakni suatu inhibitoprotein transporter uptake pump di saluran cerna akan menurunkan

bioavailabilitas beta-bloker dabeberapa antihistamin (misalnya, fexofenadinjika diberikan

bersama-sama. Pemberian digoksibersama inhibitor transporter efflux pumpglikoprotein (a.l.

ketokonazol, amiodaronequinidin) akan meningkatkan kadar plasmdigoksin sebesar 60-80% dan

menyebabkaintoksikasi (blokade jantung derajat-3) menurunkan ekskresinya lewat empedu,

dapat menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjaproksimal

4. Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika berspektrum luas yang

mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif.

Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan absorpsi penisilin, rifampisin,

INH, atau peningkatan absorpsi HCT, fenitoin, nitrofurantoin, halofantrin, albendazol,

mebendazol karena pengaruh adanya makanan.

5. Makanan juga dapat menurunkan metabolism lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan

hidralazine sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat, dan makanan berlemak

meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol
6. Motilitas saluran cerna. Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna

dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan. Contoh: antikolinergik yang

diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat parasetamol.

b. Interaksi pada proses distribusi

Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam

akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan 1-glikoprotein. Jika 2 obat

atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan

protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat

kejaringan). Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan

distribusi klorpropamid.

Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan

protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1)

obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan

memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat

ikatan (finding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk

menempati dan menjenuhkan binding-site nya. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser

warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12

I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon

juga menghambat metabolisme warfarin dan tolbutamid.

c. Interaksi pada proses metabolism

Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu sistem yang

terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandungcytochrome P450
oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon.

Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini

merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan

kadar metadon secara bermakna

d. Interaksi pada proses eliminasi

1. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat. jika suatu obat yang ekskresinya

melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi

akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik. Contoh: digoksin diberikan

bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan

kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.

2. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara

obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan

sekresi. Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens

penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.

3. Perubahan pH urin. Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens

ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah,

sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.

Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida

maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan

mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari

pseudoefedrin juga meningkat.

Interaksi Obat pada Proses Metabolisme


Interaksi pada proses metabolisme merupakan kasus yang paling banyak terjadi, dimana

sekitar 50-60% obat yang digunakan dalam terapi dapat slaing berinteraksi pada enzim yang

sama. Diantara enzim metabolisme yang lebih banyak terlibat adalah enzim-enzim mikrosomal

pada fase-1, yaitu yang melakukan proses oksidasi, reduksi, dan hidroksilasi obat khususnya

isoform CYP3A. enzim CYP lainnya juga terlibat dalam interaksi obat, namun presentasinya

lebih kecil dibandingkan keterlibatan CYP3A. ada dua mekanisme interaksi pada enzim

metabolisme-inhibisi dan induksi enzim, dan hal ini dapat terjadi di saluran usus dan hati sebagai

organ-organ utama metabolisme obat. Efek inhibisi atau induksi enzim terhadap obat lain akan

bermakna klinik.

1. Jika inhibitor atau induser diberikan dalam waktu yang cukup misalnya beberapa hari untuk

inhibitor, dan lebih dari satu minggu untuk inducer untuk menampakkan aksinya. Normalisasi

enzim ke keadaan semula setelah penghentian inhibitor atau inducer memerlukan waktu yang

relative lebih cepat untuk inhibitor, dan lebih lama untuk induser enzim-tergantung beberapa

lama induksi enzim berlangsung.

2. Jika inhibitor atau induser diberikan dengan dosis besar (refaltif terhadap jumlah enzim), akan

mempengaruhi aktivitas enzim memetabolismee secara signifikan.

3. Tergantung beberapa jenis enzim yang terlibat dalam metabolisme obat . jika suatu obat

(substrat) hanya dimetabolismee oleh satu jenis enzim saja, maka inhibisi atau induksi enzim

tersebut akan memberikan efek yang signifikan terhadap obat. Misalnya atorvastatin

dimetabolismee oleh CYP3A, dan inhibisi enzim oleh itrakonazol menyebabkan AUC

atorvastatin meningkat 3-4 kali lipat.

4. Penyesuaian kembali dosis obat, setelah diubah ketika proses inhibisi dan induksi berlangsung,

amat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi.


5. Efek inhibisi atau induksi enzim metabolisme terhadap hasil terapi sulit diperkirakan jika

terjadi pada pemetabolismee lambat, cepat, atau ultra cepat (poor, extensive, dan ultra rapid

metabolizer). Selain itu, karena kapasitas metabolisme dipengaruhi berbagai variabel (usia, jenis

kelamin, kehamilan, genetic, jenis, dan intensitas patologi) maka manifestasi klinik juga akan

tergantung seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap enzim metabolisme.

Metabolisme obat terdiri dari 2 jalur utama dari proses biokimia yang berbeda, yaitu

metabolisme fase I dan fase II. Sedangkan pengaruh terhadap CYP-mediated metabolism

adalah mekanisme utama dari interaksi dua obat satu sama lainnya. Interaksi ini diakibatkan oleh

pemacuan biosintesis atau penghambatan akitifitas enzim yang terlibat dalam metabolisme fase I.

Interaksi obat dengan makanan

Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi ketika makanan yang kita makan

mempengaruhi obat yang sedang kita gunakan, sehingga mempengaruhi efek obat tersebut.

Interaksi antara obat & makanan dapat terjadi baik untuk obat resep dokter maupun obat yang

dibeli bebas, seperti obat antasida, vitamin dll.

Kadang-kadang apabila kita minum obat berbarengan dengan makanan, maka dapat

mempengaruhi efektifitas obat dibandingkan apabila diminum dalam keadaan perut kosong.

Selain itu konsumsi secara bersamaan antara vitamin atau suplemen herbal dengan obat juga

dapat menyebabkan terjadinya efek samping.

Beberapa contoh interaksi obat dan makanan

Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi

oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya. Berikut adalah beberapa contohnya:
Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga

mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin

kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan

memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa

menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat

penurunkolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan

otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi

atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.

Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya

dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.

Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus

dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin),

untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan

risiko trombosis (pembekuan darah).

Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin,

ciprofloxacin, norfloksasin).Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor, berkeringat atau

halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.

Interaksi obat dengan obat

Interaksi Famakokinetik

1. Interaksi pada proses absorpsi

Interaksi dala absorbs di saluran cerna dapat disebabkan karena


a. Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat

yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan

absorpsi.

Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan

jumlah absorpsi keduanya turun.

b. Perubahan Ph

Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau

menurukan absorpsi obat kedua.

Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G

c. Motilitas saluran cerna

Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi

absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.

Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat

parasetamol.

2. Interaksi pada proses distribusi

Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan

berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan 1-glikoprotein. Jika 2 obat atau

lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga

proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan).

Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi

klorpropamid.

3. Interaksi pada proses metabolisme

a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat

terjadi gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah satu obat dalam plasma,

sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.

Cotoh: pemberian S-warfarin bersamaan dengan fenilbutazon dapat menyebabkan mengkitnya

kadar Swarfarin dan terjadi pendarahan.

b. Inductor enzim

Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat

terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam plasma, sehingga

menurunkan efeknya atau toksisitasnya.

Contoh: pemberian estradiol bersamaan denagn rifampisin akan menyebabkan kadar estradiol

menurun dan efektifitas kontrasepsi oral estradiol menurun.

4. Interaksi pada proses eliminasi

a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat

jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat

merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.

Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida,

siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.

b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal

Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif

yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi.

Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin

turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.

c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH

urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga

pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.

Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida

maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan

mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari

pseudoefedrin juga meningkat.

Inhibisi enzim metabolisme

Merupakan mekanisme utama dari interaksi obat pada fase metabolisme yang mampu

mengakibatkan pengaruh klinik yang signifikan. Inhibisi enzim menurunkan kecepatan

metabolisme obat, yang kemudian dapat meningkatkan jumlah obat dalam tubuh yang

berdampak terjadinya akumulasi dan berpotensi mengakibatkan efek toksik. Bersifat reversibel -

irreversibel. Penghambatan Reversibel dapat dikelompokkan pada mekanisme inhibisi

kompetitif, noncompetitif, atau uncompetitif. Penghambatan enzim secara kompetitif ditandai

dengan terjadinya kompetisi antara substrat dan inhibitor pada sisi aktif enzim yang sama.

Penghambatan enzim secara nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi

substrat. Pada inhibisi noncompetitive, inhibitor terikat pada bagian lain dari enzim, yang dapat

mengakibatkan komplek enzim substrat tidak dapat menghasilkan produk hasil metabolisme.

Penghambatan secara uncompetitive terjadi ketika inhibitor terikat pada sisi aktif komplek enzim

substrat yang belum jenuh (jarang terjadi). Pada irreversible inhibition, bentuk intermediate

dari ikatan adalah berupa ikatan kovalen dengan CYP protein atau pada komponen heme, yang

dapat mengakibatkan inaktifasi yg bersifat permanen. ontoh dari irreversible inhibitors adalah
antibiotik macrolide (erythromycin and troleandomycin), yang dapat menghambat secara

irreversibel CYP3A4 dengan membentuk komplek inhibitor-metabolit yg sangat stabil.

Induksi enzim metabolisme

Induksi biosintesis enzim akan meningkatakan clearence (intestinal dan heppar) dari obat yang

dimetabolisme oleh enzim yang dipacu, yang selanjutnya akan mepengaruhi konsentrasi dalam

plasma. Pada banyak kasus, peningkatan biosintesis enzim diakibatkan oleh peningkatan

transkripsi genetik dari enzim yang dipacu melalui aktifasi nuclear reseptor. Rifampin sering

digunakan sebagai model/prototype dalam penelitian interaksi obat, terutama untuk obat-obat

yang dimetabolisme oleh CYP3A4, yang kemudian untuk diamati profil metabolismenya.

Contoh efek klinik signifikan yang dihasilkan oleh interaksi obat akibat peacuan enzim ini

adalah resiko kegagalan terapi dan berkembangnya resistensi virus pada pasien HIV yang

diterapi dengan protease inhibitor(ritonavir/CYP3A4 substrate) dan efavirenz (CYP3A4 inducer)

tanpa penyesuaian dosis.

Profil Kurva Kadar Obat Dalam Darah karena Pengaruh Induksi dan Inhibisi Enzim
Penatalaksanaan Interaksi Obat

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang

memperoleh obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Langkah berikutnya

adalah memberitahu dokter dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat diambil untuk

meminimalkan berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam penataan obat

ini meliputi :

1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi.

Jika risiko interaksi obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk

memakai obat pengganti.

2. Menyesuaikan dosis

Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilaksanakan

modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek

obat tersebut.

3. Memantau pasien

Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan diperlukan.

4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya

Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut

merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan

(Fradgley, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Jung D. 1985. Clinical Pharmacokinetics. Moduls Yogyakarta

Melader A, Dabielson K, Schereten B, et al. Enhancement by food of Canrenone biovailability

form spironolactone. Clin Pharmacol Ther 199; 22:100-103.

Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit ITB, Bandung

Sulistia, dkk, 2007, Famakologi dan Terapi, 862-872, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai