Anda di halaman 1dari 6

Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap

Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah Cibeunying


Kotamadya Bandung Tahun 2015

Algiza Gauthfa,1 Kuswinarti,2 Deni Kurniadi Sunjaya,3


1
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
2
Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran,
3
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran

Abstrak

Tahun 2014 Pemerintah Indonesia melakukan perubahan sistem pembiayaan kesehatan yang disebut dengan
Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan Jaminan
Kesehatan Nasional adalah ketersediaan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi
dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap ketersediaan obat Jaminan Kesehatan Nasional di apotek
rujukan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Pengambilan data
menggunakan wawancara mendalam terhadap 8 informan yang dianggap memiliki pengalaman dalam perubahan
sistem pembiayaan kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Desember tahun 2015. Tempat yang
dijadikan objek penelitian adalah 2 apotek di Wilayah Cibeunying Kotamadya Bandung. Perubahan pembiayaan
kesehatan berdampak pada 4 aspek, yaitu: regulasi terkait obat; manajemen apotek dan BPJS Kesehatan;
penyediaan obat; dan permintaan obat. Keempat hal tersebut kemudian berdampak kepada ketersediaan obat,
yang akan mempengaruhi: kepuasan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan apotek; dan keuntungan apotek.
Perubahan sistem pembiayaan kesehatan dapat berdampak pada apotek yang belum disiapkan untuk berubah.
Apotek akan mampu beradaptasi apabila memiliki komitmen untuk terus belajar dan memiliki sumber daya yang
memadai. Kesimpulan, Dampak dari perubahan sistem pembiayaan kesehatan perlu disertai dengan kesiapan
sektor pemerintah maupun swasta.

Kata kunci: Apotek, Jaminan Kesehatan Nasional, obat, sistem kesehatan

Impact implementation of Jaminan Kesehatan Nasional to drugs availability


at Pharmacy Referral in Cibeunying Region Bandung 2015
Abstract

In 2014 the Government of Indonesia implemented a new health financing system, called Jaminan Kesehatan
Nasional. One important factor that must be considered to achieve the objectives of the Jaminan Kesehatan
Nasional is the availability of drugs. This study aims to identify and explore the impact of changes in health
financing system to the Jaminan Kesehatan Nasional drugs availability in pharmacies. This study design used
a qualitative method with a grounded theory approach. In-depth interview was applied to 8 informants who are
considered to have experience in the health financing system changes.This study conducted in March-December
2015 at 2 pharmacies located in Cibeunying Region Bandung City. The results showed that changes in health
financing system have an impact on four major aspects: drug-related regulations; management of pharmacy and
BPJS Kesehatan; supply of drugs; and demand of drugs. These fourth aspects will affect; the satisfaction of
Jaminan Kesehatan Nasionals participants and pharmacies; and pharmacys profit margin.Changes in health
financing system can impact pharmacies that have not prepared for the change. Pharmacies will be able to adapt
if it is committed to learn and have adequate resources. The impact of changes in health funding system needs to
be accompanied by the readiness of the Government and the private sector.

Keywords: Drugs, health system, Jaminan Kesehatan Nasional, National Health Insurance, pharmacy

Korespondensi:
Algiza Gauthfa
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Jalan : Prof. Eyckman No.38 Bandung 40161
Mobile : 085794738273
Email : gizagauthfa@gmail.com

159 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016


Algiza Gauthfa : Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah
Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

Pendahuluan Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan


penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
Pemerintah negara Republik Indonesia pada dan mengeksplorasi dampak perubahan sistem
bulan Januari tahun 2014 melakukan sebuah pembiayaan kesehatan terhadap ketersediaan obat
transformasi pada sistem kesehatan di Indonesia terpilih pada era Jaminan Kesehatan Nasional di
dengan mulai diselenggarakannya program apotek rujukan wilayah Cibeunying Kotamadya
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Bandung.
Kesehatan Nasional merupakan sebuah program
pemerintah yang terdapat dalam program Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan merupakan Metode
implementasi dari Universal Health Coverage.
Program JKN bertujuan untuk memberikan Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-
jaminan manfaat pemeliharaan kesehatan dan Desember tahun 2015. Tempat penelitian di
perlindungan finansial bagi pesertanya. Hal yang wilayah Cibeunying Kotamadya Bandung
dicakup oleh JKN merupakan manfaat promotif, karena ini merupakan penelitian multi senter.
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk Diwilayah ini terdapat 2 apotek yang dijadikan
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai objek penelitian yaitu 1 apotek yang masih
sesuai dengan kebutuhan medis.1 Obat-obatan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan
menjadi salah satu faktor penting yang harus 1 apotek yang pernah bekerjasama dengan
diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan JKN. BPJS Kesehatan tetapi kemudian memutuskan
Penyediaan obat dalam JKN telah diatur dalam untuk tidak melanjutkan kerjasama tersebut.
Formularium Nasional (Fornas) yang merupakan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
daftar obat-obatan yang disusun oleh Komite kualitatif dengan pendekatan induktif. Teknik
Nasional (Komnas) Penyusunan Fornas. Fornas pengambilan data dilakukan dengan wawancara
berfungsi sebagai pedoman bagi penyedia layanan mendalam terhadap subjek penelitian.
kesehatan untuk menyediakan obat-obatan yang Instrumen yang digunakan dalam penelitian
terjamin mutu, aman, dan terjangkau sehingga adalah pedoman wawancara mendalam.
dapat meningkatkan standar mutu pelayanan Subjek penelitian terdiri dari 8 informan
dalam JKN. Program JKN dalam pelaksanaannya yang dianggap memiliki pengalaman dalam
melibatkan pihak pemerintah dan swasta. Salah perubahan sistem pembiayaan kesehatan, yaitu
satu pihak swasta yang tergabung dalam program apoteker, asisten apoteker, administrasi apotek,
ini adalah apotek swasta yang menjadi apotek peserta BPJS Kesehatan yang pernah menjadi
rujukan. Sampai saat ini dampak perubahan peserta Askes, peserta BPJS Kesehatan yang
sistem pembiayaan kesehatan ketersediaan tidak pernah menjadi peserta Askes, apoteker
obat-obatan terpilih Fornas pada apotek rujukan apotek yang berhenti bekerjasama dengan BPJS
masih belum diketahui. Artikel di media massa Kesehatan, asisten apoteker apotek yang berhenti
bahkan mengeluhkan bahwa penyediaan obat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dan pihak
dalam program JKN dinilai mengecewakan, BPJS Kesehatan Kota Bandung. Metode yang
terlebih bagi pasien penderita penyakit kronis.2 digunakan dalam menentukan subjek penelitian

Tabel 1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian

Subjek Penelitian Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi


Apoteker, Asisten Apoteker, dan Masih terdaftar sebagai pegawai Menolak mengikuti penelitian
petugas administrasi Apotek tetap
Rujukan
Apoteker dan Asisten Apoteker Pernah bekerja pada saat Menolak mengikuti penelitian
Apotek Non BPJS apotekmasih bekerjasama dengan
BPJS
Peserta BPJS Non Askes Belum pernah menjadi peserta Menolak mengikuti penelitian
Askes
Peserta BPJS dari Askes Masih terdaftar sebagai peserta Menolak mengikuti penelitian
BPJS
Pernah menjadi peserta Askes
Petugas BPJS Kota Bandung Masih terdaftar sebagai petugas Menolak mengikuti penelitian
BPJS kota Bandung

160 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016


Algiza Gauthfa : Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah
Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

adalah purposive sampling. Beberapa kriteria keuntungan yang lebih dari harga obat, namun
yang harus dipenuhi untuk menjamin kepercayaan praktik di lapangan tidaklah demikian. Terjadi
(trustworthiness) dalam penelitian kualitatif, mismatching antara harga obat yang disepakati
yaitu kredibilitas (credibility), transferabilitas oleh PBF dan BPJS Kesehatan dengan harga obat
(transferability), dependabilitas (dependability), yang dijual oleh PBF ke apotek. Hal tersebut
dan konfirmabilitas (confirmability)3. Untuk berimbas terhadap jumlah nilai (harga) klaim yang
menjamin kredibilitas penelitian, peneliti tidak sesuai, karena BPJS Kesehatan menetapkan
melakukan pengujian kredibilitas dengan harga klaim menggunakan e-catalogue sedangkan
cara melakukan triangulasi sumber data (data apotek melakukan pembelian dengan harga
source triangulation) dan member checking. Askes atau harga normal, sehingga terjadilah
Kemudian untuk menjamin transferabilitas kerugian pada saat melakukan klaim. Masalah
dalam penelitian, peneliti menjelaskan hasil selanjutnya terkait regulasi obat adalah mengenai
wawancara dengan deskripsi mendetil agar dapat persyaratan mendapatkan obat. Di dalam JKN,
dibandingkan dengan fenomena yang ada. Untuk terdapat obat-obat yang peresepannya harus
menjamin dependabilitas dalam penelitian ini disertai pemeriksaan penunjang misalnya hasil
peneliti menjelaskan secara mendalam metode pemeriksaan laboratorium, namun seringkali
yang digunakan dalam penelitian, sehingga informasi mengenai syarat-syarat yang dibutuhkan
memungkinkan penelitian untuk dilakukan untuk peresepan obat terlambat sampai ke apotek
kembali di masa mendatang. Kemudian, untuk agar selanjutnya dapat diklaim oleh apotek,
menjamin konfirmabilitas dalam penelitian Keterlambatan informasi tersebut sering terjadi
ini peneliti melakukan triangulasi dan audit bahkan mencapai 20 hari kerja sehingga obat-obat
terhadap proses penelitian. Proses yang diaudit yang sudah terlanjur diberikan kepada pasen tidak
dalam penelitian ini dimulai dari pengambilan dapat di klaim dan menimbulkan kerugian apotek
data sampai dengan penarikan kesimpulan. karena tidak adanya pemeriksaan penunjang. Hal
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik inilah yang terjadi pada apotek yang berdampak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. pada pemutusan kerja sama dengan BPJS
karena menderita kerugian yang cukup besar.
Dampak selanjutnya yang ditimbulkan oleh
Hasil perubahan sistem pembiayaan kesehatan terjadi
pada manajemen pihak-pihak yang terkait dengan
Data hasil wawancara terhadap beberapa subjek penyediaan obat di apotek. Dengan berubahnya
dianalisis dengan menggunakan teknik koding sistem pembiayaan kesehatan, maka terjadi juga
terbuka dan digunakan kategori-kategori untuk perubahan-perubahan di tingkat manajerial guna
menjelaskan mengenai dampak perubahan sistem menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
pembiayaan kesehatan terhadap ketersediaan obat Namun, pada kenyataannya, pihak-pihak yang
Jaminan Kesehatan Nasional di apotek rujukan terkait di antaranya adalah BPJS Kesehatan,
wilayah Cibeunying Kotamadya Bandung. Industri Farmasi pemenang tender penyedia obat
Hasil wawancara informan dikelompokkan dan distributor (PBF) dan apotek terkesan lambat
menjadi 2 kategori, yaitu: Dampak perubahan dalam beradaptasi terhadap perubahan yang ada.
sistem pembiayaan; Dampak ketersediaan obat. Dalam penyediaan obat berdasarkan fornas ini
Kategori tersebut kemudian dapat diuraikan maka mekanisme pengadaan obat oleh apotek dapat
menjadi tema-tema, yaitu: Dampak perubahan melalui e-purchasing berdasarkan e-catalogue.
sistem pembiayaan kesehatan: regulasi Apabila pengadaan obat melalui e-purchasing
terkait obat, manajemen pihak-pihak terkait, berdasarkan e-catalogue ini mengalami kendala
penyediaan obat, dan permintaan obat; Dampak operasional dalam aplikasi, pembelian dapat
ketersediaan obat: kepuasaan peserta dan apotek dilaksanakan secara manual. Pembelian manual
serta keuntungan yang didapatkan oleh apotek. dilaksanakan secara langsung kepada Industri
Pelaksanaan perubahan sistem pembiayaan Farmasi yang tercantum dalam katalog elektronik
kesehatan secara otomatis mengubah sistem (e-catalogue). Apotek Jejaring/rujukan atau
regulasi pengadaan obat di apotek yang tergabung apotek yang bekerja sama dengan BPJS dapat
dalam BPJS Kesehatan. Apotek melakukan melayani pelayanan obat untuk fasilitas kesehatan
pembelian obat pada distributor obat atau Pedagang tingkat pertama, yaitu untuk keperluan di klinik
Besar Farmasi (PBF) yang telah bekerjasama apabila klinik tidak memiliki apoteker. Selain itu
dengan BPJS Kesehatan melalui e-catalogue. juga melayani untuk praktek dokter, dokter gigi,
Harga yang disepakati antara PBF dan BPJS dokter spesialis dan dokter gigi spesialis layanan
Kesehatan jauh lebih murah dibandingkan primer. Penyediaan obat untuk praktek dokter ini
dengan harga Askes atau harga umum, sehingga mengacu kepada fornas yang dilaksanakan oleh
seharusnya apotek dapat menghasilkan apotek sebagai jejaring pelayanan kesehatan.

161 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016


Algiza Gauthfa : Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah
Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

Untuk fasilitas kesehatan tingkat kedua dan ketiga paling lama yang pernah terjadi pada obat
di rumah sakit penyediaan obat dilaksanakan adalah obat amlodipine yang mencapai waktu
oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui 3 bulan. Selanjutnya, permintaan obat di
e-catalogue. Dalam pelaksanaannya, di tingkat apotek juga mengalami peningkatan semenjak
fasilitas kesehatan tingkat ketiga di Rumah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Apotek
Sakit, Instalasi Farmasi Rumah Sakit hanya yang sebelumnya hanya melayani Askes bisa
memberikan obat untuk 7 hari yang diresepkan, mengalami peningkatan pasien sampai 6x
sedangkan yang 23 hari diambil di apotek jejaring. lipat. Hal itu dikarenakan program JKN yang
Dari hasil wawancara dengan petugas apotek memang bertujuan untuk memberikan jaminan
didapat informasi bahwa BPJS Kesehatan kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
sebagai penyelenggara JKN kurang sigap/ Berbagai hal di atas memberikan pengaruh
cepat dalam memberikan informasi-informasi terhadap ketersediaan obat di apotek rujukan.
terkait program JKN kepada pelaksana program. Secara umum ketersediaan obat di era JKN
Selain itu BPJS sentral di rumah sakit yang menimbulkan ketidakpuasan dari peserta
bertugas untuk melakukan verifikasi, elijibilitas program karena tidak lengkap dari segi jenis
terhadap resep obat (jenis dan jumlah obat) dan jumlah. Kekosongan obat dari Industri
kadangkala tidak teliti ketika memberikan Farmasi pemenang tender maupun sikap PBF
persetujuannya sehingga berdampak pada yang tidak mau melayani pemesanan obat
kekecewaan pasien karena tidak diberikannya oleh apotek dengan harga e-catalogue sering
obat yang diresepkan dokter oleh apotek. menjadi masalah dalam penyediaan obat JKN ini.
Perubahan sistem pembiayaan juga Dampak dari ketersediaan obat juga
memberikan dampak terhadap manajemen berpengaruh terhadap keuntungan yang didapat
apotek. Perubahan manajemen yang terjadi oleh apotek. Pada masa awal transisi Askes
adalah penyiapan modal dan penyediaan jumlah menjadi JKN apotek sempat menanggung
obat. Terjadi peningkatan mencapai 3x lipat kerugian yang cukup besar. Namun, seiring
dalam modal yang disiapkan apotek untuk berjalannya waktu dan perbaikan-perbaikan
bergabung dalam JKN. Salah satu penyebab yang dilakukan oleh pihak apotek maupun BPJS
utama peningkatan modal tersebut adalah untuk Kesehatan kerugian tersebut dapat berkurang dan
mempersiapkan ketika terjadi keterlambatan berangsur menjadi keuntungan.
proses pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan
yang kerap terjadi. Hal ini merupakan sebuah
masalah besar ketika apotek yang bekerjasama Pembahasan
tidak memiliki modal yang cukup besar. Untuk
menyiasati hal tersebut, pelanggaran peraturan Dengan melakukan analisis hasil-hasil temuan
terkadang dilakukan apotek guna menanggulangi penelitian, maka peneliti dapat merumuskan
kerugian yang ditimbulkan. Pelanggaran- sebuah model teori bernama Adaptation Theory
pelanggaran tersebut diantaranya adalah cost- in Ill-prepared Agent, seperti yang tercantum
sharing dan pemberian jumlah obat tidak sesuai dalam gambar 1. Sebuah perubahan dapat terjadi
resep. Cost-sharing adalah sebuah cara dimana pada agen perubahan yang tidak disiapkan
pasien atau peserta JKN diminta untuk membayar untuk menjalani perubahan tersebut. Apabila hal
selisih antara harga obat yang tertera pada tersebut terjadi, maka agen perubahan tersebut
e-catalogue dengan harga obat yang diberikan akan mengalami kegagalan untuk beradaptasi
oleh distributor. Hal lain yang juga dilakukan dengan perubahan yang ada. Sebaliknya, agen
adalah dengan memberikan jumlah obat yang tidak perubahan tersebut akan mampu beradaptasi,
sesuai resep guna menutupi selisih harga tersebut. apabila memiliki keinginan untuk belajar
Untuk penyediaan terjadi peningkatan jumlah menyesuaikan dengan perubahan yang ada,
obat yang cukup signifikan, yaitu mencapai serta didukung oleh sumber daya, seperti
2-3x lipat dari sebelum bergabung dengan BPJS sumber daya manusia, materi, dan informasi.
Kesehatan. Peningkatan jumlah pemesanan Perubahan sistem pembiayaan kesehatan dapat
tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan berdampak pada apotek yang belum disiapkan
peningkatan permintaan obat. Selain itu, apotek untuk berubah. Apotek akan mampu beradaptasi
melakukan pemesanan yang banyak untuk apabila memiliki komitmen untuk terus belajar dan
berjaga-jaga agar tidak terjadi kekosongan stok memiliki sumber daya yang memadai. Sebaliknya,
obat di apotek dikarenakan waktu pemesanan apabila tidak memiliki kedua hal tersebut, apotek
obat yang lama. Hal lain terkait penyediaan obat akan gagal beradaptasi dengan program JKN atau
adalah sering terjadinya kekosongan obat dari memutuskan kontrak dengan BPJS Kesehatan.
distributor. Hal itu terjadi apabila pembelian Kesiapan sebuah organisasi menjadi faktor
dilakukan secara e-catalogue. Kekosongan penting yang menentukan keberhasilan sebuah

162 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016


Algiza Gauthfa : Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah
Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

perubahan.4-6 Teori mengenai kesiapan organisasi dari teori Control Knobs, masalah yang timbul
telah disampaikan oleh Weiner, yang menyatakan merupakan manifestasi dari knop pembayaran,
bahwa kesiapan organisasi untuk sebuah organisasi, regulasi, dan perilaku. Perubahan
perubahan terdiri dari 2 hal, yaitu perubahan sistem pembiayaan kesehatan menuntut apotek
komitmen dan perubahan efektifitas.7 Perubahan atau pihak yang terkait melakukan perubahan
komitmen dapat diartikan bahwa setiap unsur untuk menyesuaikan dengan sistem yang
yang terlibat dalam sebuah perubahan harus ada. Perubahan tersebut perlu didukung oleh
mengerti akan pentingnya perubahan itu sendiri. sumber daya, baik itu sumber daya manusia,
Sehingga setiap agen perubahan memiliki barang, maupun modal. Apabila hal tersebut
motivasi untuk menjalani sebuah perubahan. Hal mampu dipenuhi oleh suatu apotek maka
tersebut perlu diiringi oleh perubahan efektivitas, apotek tersebut akan mampu beradaptasi
yaitu bagaimana melakukan manajemen sumber dengan perubahan yang ada. Sebaliknya,
daya yang ada, termasuk sumber daya manusia, apabila tidak ada usaha yang dilakukan untuk
keuangan, materi, dan informasi.8, 9 Faktor lain melakukan penyesuaian, apotek tersebut akan
yang juga memengaruhi kesiapan organisasi untuk mengalami kegagalan dalam beradaptasi.
melakukan adalah kondisi kontekstual. Suasana Keterbatasan penelitian ini terdapat pada jumlah
lingkungan kerja yang kondusif, pengalaman terwawancara yang berjumlah 8 orang. Pihak
yang positif dalam mengalami perubahan, serta yang dianggap dapat memberikan informasi
fleksibilitas aturan atau prosedur dalam organisasi terkait ketersediaan obat namun belum bisa
turut membantu meningkatkan kesiapan organisasi dilibatkan dalam penelitian ini adalah manajemen
dalam melakukan perubahan.10 Sebuah reformasi rumah sakit dan PBF atau distributor obat.
sistem kesehatan perlu disertai dengan perubahan Kesimpulan dari dampak perubahan sistem
control knobs, yang terdiri dari pembiayaan pembiayaan kesehatan terhadap ketersediaan obat
(financing), pembayaran (payment), organisasi di apotek rujukan wilayah Cibeunying, adalah:
(organization), regulasi (regulation), dan perilaku Apotek masih mengalami hambatan dalam
(behavior).11 BPJS sebagai pelaksana program penyediaan obat fornas disebabkan kesulitan
seharusnya memerhatikan kelima aspek tersebut mendapatkan obat dengan e-catalogue dari
dalam implementasi program JKN. Kelima aspek Industri Farmasi sehingga obat kadang-kadang
tersebut harus diawasi secara seimbang, sehingga kosong atau apotek terpaksa membeli dari pihak
dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya lain dengan harga normal. Selain itu lamanya
kerugian yang ditimbulkan dari perubahan yang ada mendapatkan klaim dan penolakan terhadap
Perubahan sistem pembiayaan kesehatan klaim obat karena ketidak lengkapan persyaratan
merupakan langkah besar yang dilakukan oleh yang disebabkan informasi BPJS yang terlambat
pemerintah Republik Indonesia. Sayangnya, hal menjadi faktor yang cukup merugikan pihak
tersebut tidak disertai dengan persiapan sektor apotek; Peserta BPJS merasa dirugikan karena
pemerintah dalam hal ini BPJS Kesehatan dan tidak mendapatkan obat dengan jumlah yang sesuai
sektor swasta (apotek) serta komitmen yang kuat atau harus membayar sebagian harga obat karena
dalam menjalankan program JKN. Apabila dilihat kebijakan apotek untuk cost-sharing; Kesiapan

Adaptation
failure

Driving Ill-prepared
change Lack of
Forces
agents resources

Willingness Successful
to learn adaptation

Gambar 1 Adaptation Theory in Ill-prepared Agent

163 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016


Algiza Gauthfa : Dampak Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Rujukan Wilayah
Cibeunying Kotamadya Bandung Tahun 2015

semua pihak yang terkait harus ditingkatkan 4. Amatayakul M. EHR? Assess readiness first.
yaitu BPJS Kesehatan Industri Farmasi Healthc Financ Manage. 2005;59:112 - 3.
apotek jejaring demi kepuasan peserta JKN. 5. Kirch D, Grigsby R, Zolko W,
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti Moskowitz J, Hefner D, Souba W, et
memberikan saran untuk BPJS kesehatan al. Reinventing the academic health
melakukan evaluasi terhadap alur pemberian center. Acad Med. 2005;80:980 - 9.
informasi mengenai JKN, guna meminimalisasi 6. OConnor E, Fiol C. Creating readiness and
terjadinya keterlambatan informasi, dan BPJS involvement. Physician Exec. 2006;32:72 - 4.
Kesehatan melakukan peninjauan kembali 7. Weiner B. A theory of organizational
kontrak yang telah dibuat dengan pihak-pihak readiness for change. Implementation
yang terkait, seperti apotek dan Industri Farmasi Science. 2009;4(1):67.
termasuk PBF, guna meminimalisasi kerugian 8. Weiner B, Lewis M, Linnan L. Using
yang ditimbulkan akibat pelanggaran peraturan. organization theory to understand the
determinants of effective implementation
of worksite health promotion programs.
Daftar Pustaka Health Educ Res. 2009;24:292 - 305.
9. Weiner B, Amick H, Lee S. Conceptualization
1. Kementerian Kesehatan Republik and measurement of organizational readiness
Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi for change: a review of the literature in
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam health services research and other fields.
Sistem Jaminan Sosial Nasional. 2013. Med Care Res Rev. 2008;65:379 - 436.
2. Putra RS. Malangnya Nasib Peserta 10. Jones R, Jimmieson N, Griffiths A.
BPJS Pada Era JKN2014. Available The Impact of Organizational Culture
from:http://kesehatan.kompasiana.com/ and Reshaping Capabilities on Change
medis/2014/06/20/malangnya-nasib- Implementation Success: The Mediating
peserta-bpjs-pada-era-jkn-663298.html. Role of Readiness for Change. Journal of
3. Schwandt TA, Lincoln YS, Guba EG. Management Studies. 2005;42:361 - 86.
Judging interpretations: But is it rigorous? 11. Roberts M, Hsiao W, Berman P, Reich
trustworthiness and authenticity in M. Getting health reform right: a guide to
naturalistic evaluation. New Directions improving performance and equity: Oxford
for Evaluation. 2007;2007(114):11-25. university press; 2008.

164 JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai