Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,


energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan, dan/atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu hingga menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982).
Dengan meningkatnya pembangunan nasional dan juga terjadinya peningkatan
industrialisasi diperlukan saran-sarana yang mendukung lancarnya proses industrialisasi
tersebut, yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian. Kondisi pertanian di Indonesia di
masa mendatang banyak yang akan diarahkan untuk kepentingan agroindustri. Salah satu
bentuknya akan mengarah pada pola pertanian yang makin monokultur, baik itu pada
pertanian darat maupun akuakultur. Dengan kondisi tersebut, maka berbagai jenis penyakit
yang tidak dikenal atau menjadi masalah sebelumnya akan menjadi kendala bagi peningkatan
hasil berbagai komoditi agroindustri.
Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar
dapat dicapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional
dalam bidang pangan/sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan
mengekspor hasil ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang
pertanian ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia yang termasuk di
dalamnya adalah pestisida.
Di negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang yang mencukupi
kebutuhannya sendiri dalam bidang pangan/sandang, penggunaan bahan-bahan kimia
pertanian membantu pada kemajuan dan perkembangan pertanian selanjutnya. Tetapi di
negara-negara berkembang telah mengurangi penggunaan dari bahan-bahan kimia pertanian
karena merupakan salah satu penyebab utama dari pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan
bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia
pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian
lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian
tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida
terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.
Bagaimana cara untuk meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga
keseimbangan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan pestisida yang
dapat mengganggu stabilitas lingkungan pertanian.
Untuk itu perlu diketahui peranan dan pengaruh serta bagaimana penanggulangan dari
bahaya residu pestisida tersebut dan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan
pestisida pada lingkungan pertanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan gulma.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pestisida
Pestisida adalah zat beracun, apabila digunakan tidak bijaksana, maka akan
membahayakan tidak saja pada manusia tetapi juga hewan dan lingkungannya. Di dalam
menggunakan pestisida harus mengikuti peraturan perundang undangan di dalam negeri
sesuai dengan peraturan Pemerintah No. 7 th. 1973, yang dimaksud dengan pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad pernik dan virus yang dipergunakan untuk :
Memberantas hama.
Memberantas rerumputan tetentu yang tidak dikehendaki.
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak di inginkan.
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu bersifat biosoda yang tidak saja beracun pada organisme pengganggu tetapi
dapat juga meracuni manusia dan lingkungannya.
Dalam meningkatkan/pencegahan pencemaran perlu dilakukan usaha-usaha
pencegahan masalah pestisida :
- Peningkatan SDM pengguna maupun pengawas pestisida.
- Peningkatan kepedulian dan dedikasi dalam pengawasan pestisida.
- Peningkatan kerjasama lintas sektoral.
- Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada pengguna pest
Pestisida telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di
Indonesia. Penggunaan pestisida telah dilakukan sejak tahun 1965. Pada saat itu, jenis
pestisida yang banyak digunakan adalah jenis organoklorin, contohnya antara lain DDT
(Dichloro Diphenyl Trichloroethane) dan lindan. Pada tahun 1970-an penggunaan jenis
organoklorin dilarang digunakan, karena tingkat toksisitas dan persistensinya yang tinggi
(tahan lama hingga berpuluh-puluh tahun bahkan bisa mencapai seratus tahun). Sejak saat
itu, barulah dimulai era jenis pestisida organofosfat dan karbamat. Pada tahun 2002 tercatat
sebanyak 813 formulasi dan 341 bahan aktif. Penggunaan pestisida tertinggi adalah di lahan
hortikultura dan diikuti pada lahan tanaman pangan. Frekuensi aplikasi pestisida bisa
mencapai 3-5 kali dalam seminggu. Dan jenis pestisida yang digunakan bisa lebih dari 2
jenis pestisida, bahkan bisa mencapai 7 jenis pestisida yang digunakan sekaligus/dioplos.
Salah satu dampak dari penggunaan pestisida adalah tertinggalnya residu pestisida di
dalam produk pertanian dan di dalam tanah. Walaupun telah lama jenis organoklorin
dilarang/tidak digunakan, namun residunya masih ditemukan hingga kini baik di dalam tanah
maupun pada produk pertanian.

B. Dampak Negatif Residu Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.


Pengaruh residu pestisida terhadap kesehatan manusia adalah dapat mengganggu
metabolisme steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh terhadap spermatogenesis;
terganggunya sistem hormon endokrin (hormon reproduksi) atau yang lebih dikenal dengan
istilah EDs (Endocrine Disrupting Pesticides), disamping dapat merangsang timbulnya
kanker. Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala,
keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis pada manusia adalah kerusakan sel-sel hati,
ginjal, sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi.
Gejala kearacunan secara umum yang berkaitan dengan pestisida, yang mungkin
timbul sendiri atau bersama-sama, diantara gejala umum yang sering kita alami jika
mengalami keracunan pestisida yaitu kelemahan atau kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi,
terbakar, keringat berlebihan, perubahan warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida
pada mata ditandai dengan Iritasi, terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji
mata mengecil atau membesar.
Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida akan
ditandai dengan mulut dan kerongkongan yang terbakar, air ludah yang berlebihan, mual,
muntah, perut kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida dapat juga menimbulkan
gangguan pada sistem syaraf yang ditandai dengan gejala kesulitan bernapas, napas berbunyi,
batuk, dada sakit, atau kaku.
Pestisida golongan Organofospat berdampak apabila masuk kedalam tubuh, baik
melalui kulit, mulut, dan saluran pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida
organofosfat akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya
syaraf, yaitu kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat
melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah
kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak-
gerak tanpa dapat dikendalikan.
Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-oto tertentu, tanda dan gejala lain dari
keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyempit sehingga
penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur,
sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-
muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau
lumpuh dan pingsan.

C. Pengendalian Residu Pestisida dengan Arang


Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad
pengganggu tanaman. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai
teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta
usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali
diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad
penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan
tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu.
Dari aplikasi pestisida pada suatu tanaman di lahan pertanian, maka kurang lebih 60%
pestisida akan jatuh ke tanah. Pestisida yang jatuh ke tanah tersebut kemudian menjadi
permasalahan besar bagi kualitas lingkungan, karena akan terbawa aliran air dan akhirnya
akan masuk ke sungai sehingga akan berpotensi membahayakan hewan ternak bahkan
manusia.
Agar residu pestisida di dalam tanah tersebut tidak terbawa aliran air maka residu
tersebut perlu ditahan dengan suatu bahan yang dapat menyerap (imobilisasi). Bahan tersebut
adalah arang aktif yang memiliki kemampuan menyerap polutan. Arang aktif dapat dibuat
dari limbah pertanian yang melimpah yaitu sekam padi atau tempurung kelapa atau limbah
pertanian lainnya melalui proses pemanasan 500C selama 5 jam dan aktivasi pada tungku
listrik dengan suhu 900C selama 60 menit.
Berdasarkan hasil penelitian (Asep, 2008), menunjukkan bahwa arang aktif yang
berasal dari sekam padi dan tempurung kelapa memiliki daya serap yang tinggi (yang
diekspresikan dengan angka Iod) terhadap residu pestisida masing-masing sebesar. 460,4 dan
1191,8 mg/g.
Tabel 1. Karakteristik arang aktif tempurung kelapa dan sekam padi
Arang Aktif
Parameter Tempurung Kelapa Sekam Padi D.
Ph
H2O 10,1 9,6
HCl 8,0 7,8
Bahan organic
C (%) 6,5 2,3
N (%) 0,1 0,3
C/N 47 7
Nilai Tukar Kation
Ca (me/100g) 0,7 1,7
Mg (me/100g) 0,6 0,5

D. Upaya Penanggulangan Pencemaran Pestisida


Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan dan
kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan pestisida
tersebut. Kebijakan global pembatasan penggunaan pestisida sintetik yang mengarah pada
pemasyarakatan teknologi bersih (clean technology) yaitu pembatasan penggunaan pestisida
sintetik untuk penangan produk-produk pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport.
Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pestisida dan
mencegah pencemaran lebih lanjut lagi.
Untuk itu upaya penanggulan pencemaran pestisida bisa dilakukan sebagai berikut :
Peraturan dan pengarahan kepada para pengguna
Penelitian yang mendukung kepada Usaha Pelestarian Lingkungan
Pengendalian Hayati Biologi

Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi
yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan dan
rumput untuk mengisi persediaan, merawat tanah dengan pupuk dan kompos, serta
mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah
pencemaran adab pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai.

E. Mengatasi Limbah Pestisida dengan Biokatalis Amobil


Biokatalisis adalah proses yang menggunakan katalis alami (biokatalis), seperti
protein enzim, untuk melakukan transformasi kimia pada senyawa organik. Enzim yang
digunakan dalam biokatalisis dapat berupa enzim yang telah diisolasi atau enzim yang masih
terdapat dalam sel hidup. Biokatalisis merupakan teknologi yang relatif ramah lingkungan
karena reaksi enzimatis dapat berlangsung dalam pelarut air pada suhu ruangan, pH netral,
tidak membutuhkan tekanan tinggi dan kondisi yang sangat khusus. Kekhususan enzim dalam
struktur molekul dan gugus-gugus kimia spesifiknya memungkinkan berlangsungnya reaksi
yang bersih karena reaksi samping dapat diperkecil. Katalis yang digunakan dalam
biokatalisis dapat berupa enzim, sel utuh mikroba hidup yang bermetabolisme secara aktif,
atau berupa sel yang telah mati. Sel hidup digunakan bila reaksi yang dilakukan adalah reaksi
oksidoreduktasi yang membutuhkan adanya daur ulang kofaktor yang relatif mahal. Dari
kedua jenis sumber enzim di atas, biokatalis dapat digunakan dalam bentuk amobil atau
dalam bentuk bebas.
Enzim amobil adalah enzim yang secara fisik dijerap pada atau terlokalisasi dalam
suatu bahan penyangga dengan tetap dipertahankannya aktivitas katalitik, dan dapat
digunakan berulangkali ataupun secara terus menerus. Bahan penyangga akan menahan
enzim, tetapi masih dapat membiarkan substrat, produk, dan kofaktor menembusnya.
Amobilisasi enzim dapat mencegah terbukanya lipatan-lipatan protein enzim yang
dapat berakibat pada penurunan aktivitas enzim. Dengan kata lain amobilisasi enzim
meningkatkan kestabilan struktur enzim sehingga enzim dapat dipakai berulangkali.
Amobilisasi juga memudahkan pemisahan biokatalis dari produk. Kemudahan memisahkan
enzim dapat membantu proses ekstraksi produk dan menghasilkan produk yang lebih baik
kualitasnya.

F. Teknologi Pengendali Residu Pestisida Berbasis Arang Aktif


Teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian ini bisa
mengurangi kandungan residu pestisida hingga 50 persen. Melalui serangkaian kegiatan
penelitian yang telah dilakukan di Lab. Residu Bahan Agrokimia (Lab RBA), Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian di Bogor pada periode 2007-2009 telah didapatkan suatu
bahan amelioran arang aktif yang terbuat dari limbah pertanian yang diketahui memiliki daya
serap tinggi dan mampu menyerap/mengikat pencemar residu pestisida.

Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif


Arang aktif tersebut adalah arang aktif tempurung kelapa, sekam padi, tongkol
jagung dan tandan kosong kelapa sawit. Arang aktif tersebut kemudian digunakan sebagai
bahan pelapis pupuk urea dengan perbandingan (80 : 20) dan sebagai bahan pengisi/penyerap
pada alat Fio (Filter pada inlet dan outlet) di lahan sawah.
Produk teknologi pemanfaatan limbah pertanian menjadi arang aktif yang mampu
menyerap residu pestisida di lahan pertanian, teknologi pelapisan pupuk urea dengan arang
aktif, dan alat filter residu pestisida pada saluran inlet dan outlet di lahan sawah telah
didaftarkan hak patennya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 2009
dengan nomor pendaftaran masing-masing S00200900254, P00200900630 dan
S00200900253.
Pada tahun 2010, Lab RBA, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian bekerjasama
dengan PT. Delta Bumi Jaya (pemilik pupuk kombinasi urea dan zeolit - two in one)
mengembangkan pupuk tersebut menjadi pupuk three in one (urea-zeolit-arang aktif) yang
memiliki kemampuan untuk menangkap dan mendegradasi pencemar residu pestisida.
Berdasarkan hasil uji coba lapangan terlihat bahwa penggunaan urea berlapis arang
aktif (berasal dari tempurung kelapa) dan urea berlapis arang aktif dan Fio serta penggunaan
zeolit di rumah kaca dan lahan sawah menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut mampu
menurunkan kadar residu pestisida klorpirifos (organofosfat) dan lindan (organoklorin)
hingga > 50 %.

Kemampuan urea+AATK (1), Zeolit (2), dan Urea+AATK+Fio


dalam menekan residu organofosfat dan organoklorin
di tanah sawah hingga >50%

Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif dan Zeolit

Alat Fio (Filter Inlet dan Outlet)


Residu insektisida telah ditemukan di berbagai komponen lingkungan pertanian
(tanah, air dan tanaman) di berbagai lokasi sentra produksi padi dan sayuran di Pulau Jawa.
Tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di sentra produksi padi dan sayuran di daerah
lainnya. Residu pestisida sebagian besar akan terikat di tanah, dikarenakan sebanyak 60 %
dari pestisida yang disemprotkan ke tanaman akan jatuh ke tanah yang selanjutnya menjadi
residu pestisida, dan tentunya hal ini akan membahayakan kehidupan biota sungai bilamana
residu tersebut terbawa aliran air permukaan. Untuk itu, maka diperlukan suatu strategi untuk
mengikat/ imobilisasi residu pestisida agar tidak terbawa aliran air permukaan.
Ada 2 (dua) strategi yang diterapkan untuk mengikat residu pestisida tersebut
yaitu :
1. Pengikatan residu pestisida di tengah petakan oleh arang aktif yang dilapiskan pada pupuk
urea.
2. Pengikatan residu pestisida oleh alat Fio yang ditempatkan pada posisi inlet dan outlet di
petakan sawah.
Dengan dua strategi tersebut diharapkan efek residu pestisida terhadap produk
pertanian dan lingkungan dapat diminimalisir. Atas dasar pemikiran inilah Badan Litbang
Pertanian Kementerian Pertanian telah menemukan teknologi pengendali residu pestisida ini.
Manfaat Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif (+ Zeolit) yaitu:
1. Pupuk urea berlapis arang aktif dan zeolit akan bersifat slow release.
2. Zeolitnya akan berfungsi mengikat pupuk N dan K serta meningkatkan KTK tanah.
3. Pupuk urea akan tidak mudah menguap dan tidak mudah tercuci.
4. Arang aktifnya akan berfungsi untuk mengikat (imobilisasi) pencemar residu pestisida.
5. Arang aktif akan disenangi oleh mikroba pendegradasi residu pestisida sebagai "rumah
tinggalnya" sehingga populasinya meningkat.

H. Dampak Pestisida terhadap Lingkungan


Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar dari tanah
dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah bersama debu
atau air hujan. Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pestisida dapat
menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan atau
pengedapan debu adapun Dampak Pestisida terhadap Lingkungan
Peningkatan kegiatan Industri pertanian selain meningkatkan produksi pertanian juga
menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat
untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia.
Pestisida dan Pencemaran Udara
Pestisida berkontribusi sebagai polutan udara. Pestisida kimiawi yang tersuspensi ke dalam
udara yang akan dibawa oleh angin ke seluruh penjuru mampu menjadi kontaminan yang
berbahaya terhadap lingkungan. Kecepatan angin merupakan salah satu faktor pendukung
pendispersian polutan udara termasuk pestisida. Pestida umumnya bersifat volatil. Hal inilah
yang merupakan jalan bagi zat ini untuk terdipsersi kedalam udara. Faktor lain yang amat
mendukung adalah faktor cuaca seperti angin, suhu lingkungan, dan kelembaban udara.

Pestisida dan Pencemaran Air dan Tanah


Beberapa senyawa kimia penyusun pestisida adalah kontaminan tanah yang persiten dalam
arti bahwa sifat pencemarannya akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama bertahan
didalam tanah. Penggunaan pestisida menurunkan biodiversitas didalam tanah. Degradasi dan
penyerapan dua faktor yang sangat mempengaruhi sifat persisten pestisida dalam tanah.
Pestisida bergerak dari lahan pertanian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh
hujan atau penguapan, tertinggal, atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan
tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan bahan kimia yang berlebihan pada
permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh
pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya
untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel
tanah.

Fiksasi nitrogen dibutuhkan didalam pertumbuhan tanaman. Insektisida seperti DDT, methyl
parathion, dan pentachlorophenol elah menunjukkan pengaruh terhadap sinyal kimia
rhizobium yang berperan dalam pengikatan nitrogen didalam tanah. Reduksi terhadap sinyal
tersebut akan mengurangi fiksasi nitrogen sehingga berpengaruh pada menurunnya hasil
panen bila dibandingkan dengan tanah berkualitas tanpa polutan pestisida, dimana fiksasi
nitrogen berlangsung normal.

BAB III
KESIMPULAN

Penanggulangan residu pertisida pada pertanian dapat dilakukan dengan beberapa


cara, diantaranya adalah :
1. Imobilisasi langsung dengan arang aktif baik dari sekam padi maupun tempurung kelapa.
2. Amobilisasi dengan biokatalis yaitu penyerapan residu pestisida dengan memanfaatkan
biokatalis berupa protein enzim, dan sel utuh mikroba hidup yang bermetabolisme secara
aktif, atau berupa sel yang telah mati.
3. Penggunaan pupuk urea berlapis arang aktif (+ zeolit) yang dikombinasikan dalam alat Fio
(Filter Inlet dan Outlet) yang ditempatkan pada petakan sawah.
DAFTAR PUSTAKA

Akhriwal Yulandra. 2010. Kunjungan Lapangan Di Merapi Golf Cangkringan Sleman. Online
(http://www.lingkunganbumi.blogspot.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Asep Nugraha. 2008. Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan
Pertanian. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Online
(http://www.asena.blogdrive.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Diana Sofia. 2010. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Makalah Lingkungan.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

Nina Hermayani. 2009. Biokatalis Amobil Untuk Mengatasi Limbah Pestisida.Online


(http://www.limnologi.lipi.go.id). Diakses tanggal 8 Januari 2011
MAKALAH

MASALAH PERTANIAN DENGAN

LIMBAH PESTISIDA DAN PENANGGULANGANNYA

Dosen pengajar : Purwo Sudirjo, ST.,MM

DI SUSUN OLEH :

Belita Mega Musfita (16611021)


Selly Nurdianti Khasanah (16611034)
Ahmad Makhruz Zamharir (16611040)
Setyo Dwi Fathur Rochman (16611037)

Universitas Muhammadiyah Gresik

Tahun Ajaran 2016

Anda mungkin juga menyukai