Lingkungan Pestisida
Lingkungan Pestisida
PENDAHULUAN
A. Pestisida
Pestisida adalah zat beracun, apabila digunakan tidak bijaksana, maka akan
membahayakan tidak saja pada manusia tetapi juga hewan dan lingkungannya. Di dalam
menggunakan pestisida harus mengikuti peraturan perundang undangan di dalam negeri
sesuai dengan peraturan Pemerintah No. 7 th. 1973, yang dimaksud dengan pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad pernik dan virus yang dipergunakan untuk :
Memberantas hama.
Memberantas rerumputan tetentu yang tidak dikehendaki.
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak di inginkan.
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu bersifat biosoda yang tidak saja beracun pada organisme pengganggu tetapi
dapat juga meracuni manusia dan lingkungannya.
Dalam meningkatkan/pencegahan pencemaran perlu dilakukan usaha-usaha
pencegahan masalah pestisida :
- Peningkatan SDM pengguna maupun pengawas pestisida.
- Peningkatan kepedulian dan dedikasi dalam pengawasan pestisida.
- Peningkatan kerjasama lintas sektoral.
- Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada pengguna pest
Pestisida telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di
Indonesia. Penggunaan pestisida telah dilakukan sejak tahun 1965. Pada saat itu, jenis
pestisida yang banyak digunakan adalah jenis organoklorin, contohnya antara lain DDT
(Dichloro Diphenyl Trichloroethane) dan lindan. Pada tahun 1970-an penggunaan jenis
organoklorin dilarang digunakan, karena tingkat toksisitas dan persistensinya yang tinggi
(tahan lama hingga berpuluh-puluh tahun bahkan bisa mencapai seratus tahun). Sejak saat
itu, barulah dimulai era jenis pestisida organofosfat dan karbamat. Pada tahun 2002 tercatat
sebanyak 813 formulasi dan 341 bahan aktif. Penggunaan pestisida tertinggi adalah di lahan
hortikultura dan diikuti pada lahan tanaman pangan. Frekuensi aplikasi pestisida bisa
mencapai 3-5 kali dalam seminggu. Dan jenis pestisida yang digunakan bisa lebih dari 2
jenis pestisida, bahkan bisa mencapai 7 jenis pestisida yang digunakan sekaligus/dioplos.
Salah satu dampak dari penggunaan pestisida adalah tertinggalnya residu pestisida di
dalam produk pertanian dan di dalam tanah. Walaupun telah lama jenis organoklorin
dilarang/tidak digunakan, namun residunya masih ditemukan hingga kini baik di dalam tanah
maupun pada produk pertanian.
Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi
yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan dan
rumput untuk mengisi persediaan, merawat tanah dengan pupuk dan kompos, serta
mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah
pencemaran adab pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai.
Fiksasi nitrogen dibutuhkan didalam pertumbuhan tanaman. Insektisida seperti DDT, methyl
parathion, dan pentachlorophenol elah menunjukkan pengaruh terhadap sinyal kimia
rhizobium yang berperan dalam pengikatan nitrogen didalam tanah. Reduksi terhadap sinyal
tersebut akan mengurangi fiksasi nitrogen sehingga berpengaruh pada menurunnya hasil
panen bila dibandingkan dengan tanah berkualitas tanpa polutan pestisida, dimana fiksasi
nitrogen berlangsung normal.
BAB III
KESIMPULAN
Akhriwal Yulandra. 2010. Kunjungan Lapangan Di Merapi Golf Cangkringan Sleman. Online
(http://www.lingkunganbumi.blogspot.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.
Asep Nugraha. 2008. Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan
Pertanian. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Online
(http://www.asena.blogdrive.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.
Diana Sofia. 2010. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Makalah Lingkungan.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.
DI SUSUN OLEH :