Anda di halaman 1dari 18

Anemia Defisiensi G6PD

McGirt Lamberth Robert Uniplaita


102011088

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi per tama
jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk
tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-
sel bertahan dari stress oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan
menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi.Penyakit ini merupakan penyakit enzimopati
yang paling sering terjadi.Defisiensi G6PD merupakan kelainan X-linked dan memiliki
polimorfisme yang tinggi dengan 300 variasi.1

Anamnesis
Identitas pasien
Keluhan utama, apa saja yang dialami pasien.
Keluhan tambahan:
1. Apakah terdapat ikterus (kuning) pada kulit dan sklera.
2. Apakah warna kencingnya coklat gelap hingga kehitaman.
3. Apakah gatal-gatal pada kulit.
4. Apakah ada nyeri perut atau perut makin lama makin membesar (pikirkan sudah
terjadinya splenomegali).
5. Apakah ada nyeri pinggang (pikirkan sudah terjadinya gagal ginjal akut).
6. Apakah mual muntah, menggigil, demam.
7. Apakah bayi mengantuk, tonus otot, kejang dan perubahan karakter menangis?
Riwayat penyakit dahulu:
1. Apakah dulu pernah menderita penyakit infeksi seperti malaria, TBC, atau yang
lainnya.
2. Apakah menderita diabetes ketoasidosis (penyakit diabetes ketoasidosis dapat
memicu terjadinya krisis hemolitik akut).

1
3. Selain lemas, pucat, dan pingsan saat mencium kamfer apakah mengalami hal
yang serupa pada keadaan tertentu, misalnya sehabis makan fava bean/ broad
bean (fava bean juga memicu krisis hemolitik akut).
Riwayat penyakit keluarga:
1. Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa.
2. Apakah ibu minum obat penambah darah? (Jika ibu menderita anemia, biasanya
anak juga menderita anemiadiagnosis banding).

Riwayat pengobatan:
1. Sudah pernah berobat sebelumnya dan minum obat apa.
2. Apakah sebelumnya pernah berpergian ke daerah endemis malaria (Papua) dan
minum obat antimalaria.
3. Dulu saat anak sakit pernah mendapat obat-obatan apa saja (golongan
sulfonamida, aspirin).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian:
1. Pemeriksaan fisik yaitu keadaan umum, tingkat kesadaran (sadar, delirium, somnolen, sopor/
stupor, koma), tanda-tanda vital: nadi, tensi, suhu, frekuensi pernapasan. Pada penderita
defisiensi G6PD didapatkan pasien pucat, takikardi, frekuensi pernapasan menurun bahkan
bisa sampai sesak nafas.2
2. Pemeriksaan bagian abdomen untuk melihat apakah ada pembesaran limpa dan juga
pemeriksaan pada mata untuk melihat apakah sklera tampak kuning. Dan juga perhatikan
warna konjungtiva, kuku, bibir, mukosa mulut, dan lipatan telapak tangan yang pucat.

Pemeriksaan Penunjang

Anemia yang terjadi karena krisis hemolitik beragam dari moderat hingga sangat berat
dan biasanya normositik normokromik.Morfologi sel darah merah dari defisiensi G6PD normal
kecuali pada saat episode hemolitik.Perubahan morfologi selama episode hemolitik beragam
tergantung dari seberapa besar hemolisisnya. Pada beberapa pasien, perubahan tidak terlalu
tampak, namun pada individu lain yang dengan varian yang berat dapat terjadi anisocytosis,
poikilocytosis, spherocytosis dan schistocytosis. Bite cell dapat terlihat pada kasus jarang di
pasien yang mengalami hemolisis akibat obat, tapi bukan berarti tanda ini merupakan ciri khas
defisiensi G6PD. Heinz body tidak bisa dilihat dengan pewarnaan wright, namun harus
2
menggunakan pewarnaan supravital seperti crystal violet.Hitung retikulosit meningkat hingga
30% dari sel darah merah.Hemolisis intravaskluar yang terus menerus, level serum haptoglobin
menurun dan timbul hemoglobinemia dan hemoglobinuria.Bilirubin indirek juga meningkat.sel
darah putih meningkat dan hitung trombosit bervariasi.

Hitung asai aktivitas enzim G6PD dapat dilakukan untuk menetukan derajat defisiensi
dari G6PD, namun test screening biasanya lebih adekuat. Kedua test dinilai berdasarkan
pengurangan pyridine nukleotida yang teroksidasi. Pada kuatitatif assay, hemolisa darah pasien
dimasukkan ke dalam campuran reagen. Aktivitas enzim dihitung dengan melihat perubahan di
absorban di 340nm. Prinsip screening test sama dengan test sebelumnya, kecuali daripada
menghitung absorban dari reduksi NADPH, tetapi dengan observasi visual dari flourensi
nukleotida yang tereduksi saat terktivasi dengan cahaya ultraviolet untuk mengevaluasi apakah
NADP telah tereduksi. Hal ini dilakukan dengan mencampurkan darah dengan reagen, kemudian
diletakkan di kertas penyaring dan mengobservasi kertas saring dibawah cahaya ultraviolet.

Karena retikulosit memiliki kadarG6PD yang lebih tinggi daripada eritrosit matur, tes
assay atau screening sebaiknya tidak dilakukan pada sampel yang diambil setelah mengalami
krisis hemmolisis berat, karena kadar G6PD dapat meningkat palsu akibat retikulosit. Tes
dilakukan setelah retikulosit dan hitung eritrosit sudah kembali normal.Pasien normal yang tidak
memiliki defisiensi G6PD diperkirakan memiliki aktivitas G6PD yang tinggi pada saat episode
retikulositosis.Sedangkan aktivitas yang normal bukan tinggi saat episode retikulositosis
merupakan tanda bahwa pasien mungkin defisiensi G6PD.3

Working Diagnosis
Diagnosis defisiensi G6PD dapat ditegakkan berdasarkan penilaian aktivitas enzim,secara
kuantitatif dengan analisa spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP serta tes Heinz
bodies.2 Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negatif jika eritrosit tua akibat defisiensi G6PD
telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim perlu diulang 2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang
tua sesudah krisis hemolitik berlalu.Selain itu pada kasus juga dikatahui bahwa adanya salah satu
pencetus yaitu paparan terhadap kapur barus.

Diagnosis Diferensial
1. Anemia hemolitik drug induced

3
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu:
hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks
ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi
terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.4
Pada mekanisme hapten/absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi
terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit yang
teropsonisasi oleh obattersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit
hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (misal
penisilin).4
Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat, tempat
ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktifasi komplemen.Antibodi melekat pada
neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah,
dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat ataupun membran eritrosit.
Beberapa antibodi tersebut memiliki spesifisitas terhadap antigen golongan darah tertentu seperti
Rh, Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coomb biasanya positif.Setelah aktivasi komplemen terjadi
hemolisis intravaskuler, hemoglobinemia, dan hemoglobinuria.Mekanisme ini terjadi pada
hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamida, sulfonylurea, dan thiazide.4
Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti
contoh methyldopa. Methyldopa yang bersirkulasi dalam plasma akan menginduksi autoantibodi
spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada
permukaan sel darah merah adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana
induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui.4
Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif.Oleh karena hemoglobin mengikat
oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.Eritrosit
yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses oksidasi
adalah dengan ditemukannya methemeglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz bodies, blister cell,
bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah
nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid.4
Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coomb positif karena absorpsi
nonimunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen dan plasma protein lain pada
membran eritrosit.4

4
Gambaran klinis: riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien yang timbul hemolisis
melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan
sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan terjadi secara berat,
mendadak dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka
hemolisis sudah dapat terjadi pada pemaparan dengan dosis tunggal.4
Laboratorium: anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif. Leukopenia,
trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang
diperantarai kompleks ternary.4
2. Thalasemia
Thalassemia adalah kelompok anemia hipokromik herediter yang disebabkan tidak adanya
sintesis satu atau lebih rantai polipeptida globin yang bergabung membentuk hemoglobin.
Sindrom -talesemia biasanya disebabkan oleh delesi satu gen globin atau lebih. -talesemia
depat juga kerena delesi gen, tetapi lebih lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau
pemoresesan DNA. Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar
hemoglobin atau nilai hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah. 5

WHO menetapkan kriteria anemia untuk keperluan penelitian lapangan pandang seperi yang
terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Anemia Menurut WHO

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)


Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita dewas hamil < 11 g/dl

5
Genotip dan fenotip talasemia

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai thalassemia yang merupakan penyakit yang diturunkan
dan dibawa oleh kedua gen orang tua, maka perlu dibahas mengenai genotip dan fenotip dari
thalassemia.

Genotip dan fenotipe thalassemia tipe

Individu normal memiliki dua alel gen globin- , sehingga genotype thalassemia tipe dapat
muncul dalam bentuk heterozigot atau homozigot. Kedua bentuk genotype ini dapat melahrikan
berbagai bentuk fenotipe thalassemia-. Heterozigositas thalassemia- disebut sebagai
thalassemia- trait. Homozigositas atau heterozigositas ganda siebut thalassemia mayor.

Tabel 2. Genotipe dan Fenotipe Thalassemia-


Bentuk thalassemia- Genotip Fenotip
Thalassemia-0 Thalassemia homozigot Bervariasi (ringan-berat)
(0 0)
Thalassemia-+ Mutasi gen bervariasi Bervariasi (ringan-berat)
heterozigot
Thalassemia-0 dan Heterozigot ganda:
thalassemia- + 2 0 berbeda atau 2
+ berbeda
Atau 0 dan+

Thalassemia-0, thalassemia-+, thalassemia homozigot dan heterozigot thalassemia- 0


(zero thalassemia)
Thalassemia seperti ini dapat terjadi karena gen normal tidak dieskpresikan atau bentuk
lebih jarang terjadi karena delesi gen. pada thalassemia homozigot (0 0) rantai-0 tidak
diproduksi sama sekali dan hemoglobin A tidak dapat diproduksi(hemoglobin A adalah
hemoglobin yang terbentuk dari sepasang rantai globin dan sepasang rantai globin )1.
Pada thalassemia- + ( plus thalassemia) ekspresi gen menurun namun tidak
menghilang sama sekali, dengan demikian HbA tetap diproduksi walaupun akan

6
menurun. Hingga saat ini banyak ditemukan mutasi dari + - thalassemia dengan berat
gangguan dalam sintesis rantai- yang bervariasi, hal ini juga mengakibatkan gejala yang
ditimbulkan juga bervariasi berat ringannya.2
Thalassemia- dengan genotip yang homozigot juga menunjukkan fenotip yang
bervariasi, dari yang ringan sampai yang sangat berat. Thalassemia- heterozigot ganda
dapat memiliki dua gen thalassemia- + atau thalassemia-0 yang berbeda atau dapat pula
kombinasi dari gen 0 atau gen +.2
Thalassemia-trait
Thalassemia- trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia-, sering disebut
juga sebagai thalassemia minor. Fenotip kelainan ini sering kali asimptomatik.
Thalassemia mayor
Thalassemia mayor, dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda thalassemia-,
menunjukkan fenotip klinis berupa kelainan yang sangat berat dan penderita bergantung
sepenuhnya pada transufi darah untuk memperpanjang usia.
Thalassemia intermedia
Thalassemia-intermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia- mayor dan
thalassemia- minor. Penderita thalassemia- intermedia secara klinis dapat
asimptomatik namun disaat tertentu memerlukan transufi darah. Transufi darah pada
thalassemia intermedia tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup. Thalassemia
intermedia merupakan kelompok kelainan yang heterogen dan mencakup:
- Homozigot dan heterozigot ganda thalassemia- minor, atau
- Heterozigot thalassemia- yang diperberat dengan faktor pemberat genetik berupa
triplikasi alfa baik dalam bentuk heterozigot maupun homozigot.
Thalassemia- dominan
Thalassemia- dominan dikaitkan dengan fenotip klinis yang abnormal dari bentuk
heterozigot.
Genotip dan Fenotip Thalassemia-
Thalassemia- u dikelompokkan kedalam empat bentuk genotip dengan fenotip yang berbeda
yang akan dijabarkan dibawah ini
Thalassemia-2- trait (- / )

7
Ditemukan delesi satu rantai (-), yang didapatkan dari salah satu orang tuanya. Sedangkan
rantai lainnya yang lengkap (), diwarisi dari pasangan orang tuanya dengan rantai-
normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa fenotip yang asimptomatik atau silent
carrier state. Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.
Thalassemia-1- trait (-/- atau /--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dua lokus. Delesi ini daoat berbentuk thalassemia-2a-
homozigot (-/-) atau thalassemia-1a- heterozigot (/ --). Fenotip thalassemia-1- trait
menyerupai fenotip thalassemia- minor.
Hemoglobin H disease (--/-)
Pada penderita ditemukan delesi tiga lokus, berbentuk heterozigot ganda untuk thalassemia-
2- dan thalassemia 1- (--/-). Fetus yang menderita keadaan ini dapat kita temukan
akumulasi beberapa rantai yang tidak berpasangan (unpaired chains). Sedangkan pada
orang dew
asa yang menderita hemoglobin H akumulasi unpaired chains lebih mudah larut dan akan
membentuk tetramer 4, yang disebut HbH. HbH membentuk sejumlah inklusi kecil di
eritroblast, tetapi tidak ditemukan pada eritrosit yang sudah matang dan beredar di darah tepi.
Delesi tiga loki ini memberikan fenotip yang lebih berat. Fenotipe HbH diseasemirip dengan
anemia hemolitik sedang-berat, namun disertai dengan inefektivitas eritropoeisis yang lebih
ringan.
Hydrops Fetalis dengan Hb Barts (--/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dari 4 loki. Pada keadaan embrional sama sekali tidak
diproduksi rantai globin . Keadaan ini kemudian akan mengakibatkan dibentuknya rantai
globin yang berlebihan dan membentuk tetramer globin 4, yang disebut Hb Barts.
Tetramer ini mempunyai afinitas terhadap oksigen yang sangat tinggi, hal ini mengakibatkan
oksigen tidak dapat mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema
(hydrops fetalis), gagal jantung kongsetif dan meninggal dalam uterus. 5

Secara ringkas genotip dan fenotip dari berbagai mutasi gen pada thalassemia- akan
dipersingkat dalam bentuk tabel di bawah ini

8
Tabel 3. Genotip dan fenotip thalassemia-
Bentuk thalassemia- Genotip Fenotip
Thalassemia-2- trait (-/ ) Asimptomatik
Thalassemia-1- trait:

Thalassemia-2a- homozigot (-/ -)

Menyerupai thalassemia-
Thalassemia-1a
minor
heterozigot ( / - -)
Hemoglobin H disease ( - - / - ) Thalassemia intermedia
Hydrops fetalis dengan Hb (- - / - -) Hydrops fetalis
Barts meninggal in utero

Gambaran klinis:

Thalassemia- minor (trait)


a. Gambaran klinis
Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali ditemukan pada sedikit
penderita.
b. Gambaran laboratoris
Pada penderita talasemia- minor biasanya ditemukan anemia hemolitik ringan yang
tidak bergejala. Kadar hemoglobin terentang antara 10 13 g/dl dengan jumlah eritrosit
normal atau sedikit meningkat.
Darah tepi menunjukkan gambaran mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target dan
eliptosis, termasuk kemungkinan ditemukannya peningkatan eritrosit stippled. Sumsum
tulang menunjukkan hiperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang
sedikit tidak efektif.
Umumnya kadar HbA2 tinggi (antara 3,5 8%). Kadar HbF biasanya terentang antara 1 -
5%.5

9
Thalassemia- mayor (anemia cooley)
a. Gambaran klinis
Talasemia- mayor, biasanya ditemukan pada anak-anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun
dengan klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi
(transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi peningkatan
hepatosplenomegali, ikhterus, perubahan tulang yang nyata, karena rongga sumsum
tulang mengalami ekspansi akibat hiperplasia eritroid yang ekstrim.
b. Gambaran radiologis
Radiologi menunjukkan gambaran khas hair on end. Tulang panjang menjadi tipis
akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis. Wajah menjadi
khas, berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan fisik dan
perkembangannya terhambat.
c. Gambaran laboratoris
Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g/dl. eritrosit hipokrom, sangat poikolositosis,
termasuk sel target, sel teardrop dan eliptosis. Fragmen erotrosit dan mikrosferosit terjadi
akibat ketidakseimbangan sintesis rantai globulin. Pada darah tepi ditemukan eritrosit
stippled dan banyak sel eritrosit bernukleus.
MCV terentang antara 50 60 fL. Sel darah merah khas berukuran kecil dan tipis. Rantai
globin- yang berlebihan dan merusak membran sel merupakan penyebab kematian
prekursor sel darah merah intramedula, sehingga menimbulkan eritopoiesis inefektif.
Elektroforesis Hb menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi pada HbF, sedikit
peningkatan HbA2, HbA dapat tidak ada sama sekali atau menurun.
Besi serum sangat meningkat, tetapi total iron binding capacity (TIBC) normal atau
sedikit meningkat. Saturasi transferin 80% atau lebih. Ferritin serum menigkat.
Thalassemia- intermedia
a. Gambaran klinis
Gambaran klinik bervariasi dari bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang sampai
dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur patologis.
Manifestasi besi berlebihan dijumpai, walaupun tidak mendapat transfusi darah.
Eritopoiesis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan
turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan besi dari saluran cerna.

10
Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10 20 tahun kemudian apabila tidak
mendapat transfusi darah.
b. Gambaran laboratoris
Morfologi eritrosit menyerupai talasemia mayor. Kadar Hb 7 1- g/dl. Elektroforesis Hb
dapat menunjukkan peningkatan HbF dan HbA2.
Thalassemia trait (minor)
Thalassemia trait memiliki genotip yang dapat berupa bentuk homozigot + (- / -)
atau heterozigot ( - - / ). Gejala klinis yang timbul dapat normal, anemia ringan
dengan peningkatan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat postnatal dapat
ditemukan HbH Barts 2 10 %. Pada waktu dewasa tidak ditemukan adanya HbH (4).
HbH disease
HbH disease disebabkan oleh keadaan yang mengakibatkan hanya ada satu gen yang
memproduksi rantai globin ( - - / - ) atau dapat juga disebabkan oleh kkombinasi gen
0 dengan Hb Constant Spring ( - - / CS) 5
.Penderita HbH disease pada umumnya
mengalami anemia hemolitik kronik yang ringan sampai sedang. Dari pemeriksaan fisik
dapat ditemukan adanya pembesaran limpa dan terdapat kelainan skeletal. Pemeriksaan
laboraturium dapat ditemukan kadar Hb antara 7 10 g%, dan dapat ditemukan retikulosit
5 10%. Eritrosit menunjukkan mikrositik hipokromik dengan poikilositosis yang nyata,
termasuk sel target dan gambaran beraneka ragam. HbH mudah teroksidasi dan in vivo
secara perlahan ke bentuk Heinz-lika bodies dari hemoglobin yang terdenaturasi. Inclusion
bodies mengubah bentuk dan sifat viskoelastika dari eritrosit, menyebabkan umur eritrosit
menjadi lebih pendek. Dalam keadaan ini splenektomi sering memberikan perbaikan.
Retradasi mental juga dapat terjadi bila lokus dekat cluster gen pada kromosom 16
bermutasi atau ko-delesi dengan cluster gen . Suatu keadaan serius berupa krisis
hemolitik dapat terjadi pada penderita yang mengalami infeksi, hamil atau terpapar obat-
obat oksidatif. Krisis hemolitik dapat menjadi penyebab terdeteksinya kelainan HbH
disease karna pada umumnya HbH disease sering bersifat asimptomatik.5

Pemeriksaan penunjang: screening test, pemeriksaan darah seri anemia, elektroforesa hb, rontgen
tulang.7

11
Epidemiologi

Defisiensi G6PD tersebar luas di seluruh dunia, baik beriklim tropis dan subtropis
(Afrika, Eropa selatan, timur tengah, Asia Tenggara dan Oceania) dan dimanapun orang yang
bermigrasi dari daerah tersebut. Di Amerika paling sering ditemukan pada laki-laki kulit
hitam.Diperkirakan setidaknya terdapat 400 juta orang yang memiliki gen defisiensi G6PD.
Prevalensi dari daerah yang sering ditemukan kelainan ini dapat berkisar antara 5-20%.Biasanya
prevalensi ini berkolerasi dengan distribusi malaria. Defisiensi G6PD mempengaruhi semua
suku.Prevalensi terbesarnya pada orang Afrika, Asia dan Mediteranian.Keparahan dari kelainan
ini beragam tergantung dari ras.Variasi dengan defisiensi paling parah biasanya ditemukan pada
populasi mediterania.Populasi di Afrika memiliki keparahan hemolisis yang sedang karena
jumlah enzim yang lebih tinggi. Defisiensi G6PD adalah penyakit keturunan x-linked yang
mempengaruhi terutama pada laki-laki.Wanita dapat terkena apabila homozigot dan terjadi pada
populasi dengan frekuensi defisiensi G6PD cukup tinggi.Wanita yang heterozigot dapat
menglami manifestasi klinis sebagai akibat dari inaktivasi kromosom x, gene mosaicism atau
hemizygosity.

Etiologi
Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untukmempertahankan
bentuk, volume, kelenturan (fleksibilitas), dan regulasi pompanatrium-kaliumnya. Energi ini
diperoleh dari glukosa melalui dua jalurmetabolisme yaitu, 80% dari proses glikolisis anaerobik
(jalur Emden-Meyerhof)dan 20% proses glikolisis aerobik (jalur Pentosa Fosfat). Peran enzim
G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merahserta menghindarkan kejadian
hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalurpentosa fosfat.
Gen G6PD memiliki panjang 18 kb terdiri 13 ekson dan 12 intron yang tersebar pada
daerahseluas lebih 100 kb pada ujung terminal lengan panjang kromosom X dan membentuk
enzim yang terdiri dari 515 asam amino.1Defisiensi G6PD terjadi akibat mutasi gen G6PD yaitu
pada Xq28, suatu penyakit yang diturunkan secara X-linked resesif.Laki-laki hanya mempunyai
1 kromosom X, sehingga jika terjadi mutasi makadefisiensi G6PD akan muncul atau
bermanifes.2 Wanita mempunyai 2 kromosomX, sehingga jika terdapat 1 gen yang abnormal
karena mutasi, pasangan atau alel-nya dapat menutupi kekurangannya tersebut, sehingga
defisiensi G6PDbisa bermanifes namun dapat pula tidak.2 Defisiensi G6PD meliputi

12
berbagaimutasi gen G6PD yang berbeda-beda dan tidak bereaksi sama, hal inimenjelaskan
mengapa individu defisiensi G6PD menunjukkan reaksi berbedadengan faktor pencetus yang
sama.

Gambar 1. Lokasi gen G6PD pada kromosom X

Pemeriksaan PCR(polymerase chain reaction) dapat membantu mengidentifikasi adanya


mutasi.Saat ini telah diketahui lebih 40 mutasi yang tersebar sepanjang pada seluruhpengkode
gen, masing-masing berbeda-beda dan mempunyai ciri khas tersendiri. Telah dilaporkan lebih
400 varian G6PD, dengan disertai penampilan klinis dan atau fenotif yang beragam.1 Varian
tersebut dibedakan berdasaraktifitas enzim residual, mobilisasi elektroforetik, afinitas dan analog
substrat,stabilisasi terhadap panas dan pH optimum.WHO membuat klasifikasi berdasarkan
varian yang ditemukan di setiapnegara, subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino yaitu:1
Kelas I: Anemia hemolitik non sferositosis. Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD
yang jarang ditemukan.Kelompok ini mempunyai kelainan fungsional yang berat
(varianHarilaou). Sel darah merah tidak mampu mempertahankan diri darioksidan
endogen, sehingga terjadi hemolisis kronik. Adanyapemaparan dengan faktor
pencetus akan menyebabkan terjadinyaeksaserbasi anemia hemolitik akut.
Kelas II: defisiensi berat (aktifitas residual G6PD 1-10%).Kelompok defisiensi enzim
G6PD berat (varian G6PD Mediteranian).Pemaparan dengan faktor pencetus
(eksogen) akan menimbulkanhemolisis akut dan proses tersebut akan terus berlanjut
selama masihterdapat pemaparan dengan faktor pencetus. Hal ini

13
disebabkanrendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah yang
tuamaupun muda.
Kelas III: defisiensi sedang (aktifitas residual G6PD, 10-60%).Kelompok defisensi
enzim G6PD ringan (varian G6PDA, G6PD-canton). Padakelompok ini, hemolisis
yang timbul akibat pemaparan dengan faktorpencetus akan berhenti dengan
sendirinya walaupun pemaparan masihterus berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas
enzim G6PD pada seldarah merah yang muda masih cukup tinggi untuk menahan
oksidandan hanya sel darah merah yang tua saja yang mengalami hemolisis.
Kelas IV: normal (aktifitas residual G6PD 60-150%).Kelompok yang tidak
mengalami gejala-gejala defisiensi G6PD.
Kelas V: aktivitas meningkat (aktifitas residual G6PD, >150).2,3

Manifestasi Klinis

Kebanyakan orang dengan defisiensi G6PD tidak menimbulkan gejala sepanjang


hidupnya, namun penderita memiliki risiko yang meningkat untuk timbulnya neonatal jaundice
(NNJ) dan risiko menderita anemia hemolitik anemia saat terpapar oleh berbagai agen
oksidatif.Neonatal jaundice yang berhubungan dengan defisiensi G6PD sangat jarang muncul
setelah lahir.insiden tertinggi munculnya gejala anatara hari ke 2 sampai 3 dan pada kebanyakan
kasus anemianya tidak berat. Namun, NNJ dapat menjadi berat pada beberapa bayi dengan
defisiensi G6PD, terutama yang berasosiasi dengan prematuritas, infeksi dan faktor lingkungan
(seperti bola kampher untuk pakaian pada bayi) dan juga risiko NNJ berat meningkat dengan
adanya mutasi monoalel atau bialel pada gen uridyl transferase. Jika tidak ditangani dengan
dengan baik, NNJ yang disertai defisiensi G6PD dapat mengakibatkan kern ikterus dan
menyebapkan kerusakan neurologis permanen.

Anemia hemolitik akut(AHA) dapat timbul karena tiga pencetus yang pertama adalah
kacang koro (zat oksidan vicine, divicine, convicine dan isouramil), infeksi dan obat-obatan.
Secara khas, serangan anemia hemolitik dimulai dengan malaise, kelemahan dan sakit pada perut
atau lumbal.Setelah interval beberapa jam hingga 2-3 hari, timbul jaundice dan kadang urin
menjadi gelap karena hemoglobinuria. Onset dapat terjadi secara tiba-tiba , terutama favism pada
anak-anak. Anemia yang timbul beragam dari sedang hingga sangat berat.Pada pemeriksaan

14
didapatkan sel darah merah dengan normositik dan normokromik, hal ini disebapkan karena
hemolisis intravascular yang sebagian. Oleh karena itu, anemia ini disertai hemoglobinemia,
hemoglobinuria, kadar LDH yang tinggi dan kadar yang rendah atau tidak ada haptoglobin
plasma. Pada film darah menunjukan anisocytosis, polychromasia dan spherosit.Ciri khas
ditemukannya poikilosit, sel darah merah dengan persebaran hemoglobin yang tidak merata dan
sel darah merah yang tampak bagiannya tergigit. Tes klasik yang sekarang jarang dipakai,
pewarnaan supravital dengan metal violet yang apabila dilakukan dengan benar dapat
menunjukan Heinz bodies, yang terdiri dari denaturasi hemoglobin presipitat dan diaggap
merupakan tanda kerusakan oksidatif sel darah merah. LDH dan bilirubin yang tidak
terkonjunggasi, menandakan adanya ekstravaskular hemolisis.Ancaman yang paling serius dari
AHA pada orang dewasa adalah terjdinya gagal ginjal akut. Setelah ancaman anemia akut
berakhir dan tidak ditemukan komorbiditas, maka pasien AHA dengan defisiensi G6PD dapat
pulih total.3,6

Patofisiologi

Enzim G6PD merupakan bagian dari pentose monophospate shunt.Enzim ini


mengkatalase oksidasi dari glukosa 6 fosfat dan mereduksi NADP+ menjadi NADPH.NADPH
mempertahankan glutation dalam keadaan bentuk tereduksi, yang bertugas sebagai scavenger
hasil metabolit oksidatif yang berbahaya.

Pentose monophospate shunt merupakan satu-satunya sumber NADPH di sel darah


merah. Karena itu sel darah merah bergantung pada aktivitas G6PD untuk menghasilkan
NADPH untuk perlindungan. Selain itu, sel darah merah lebih rentan terhadap stress oksidatif
daripada sel lain. Pada orang dengan defisiensi G6PD, stress oksidatif dapat mendenaturasi
hemoglobin dan menyebabkan hemolisis intrabaskular. Hemoglobin yang denaturasi dapat
dilihat sebagai Heinz bodies di sediaan hapus darah tepi dengan pewarnaan supravital.

Gen G6PD merupakan gen x-linked resesif dan mempunyai arti penting. Pertama, laki-
laki hanya memiliki satu gen G6PD, sehingga laki-laki pasti memiliki gen G6PD yang normal
atau defisien. Lain halnya dengan perempuan yang memiliki 2 gen G6PD, yang bisa normal atau
defisien (homozigot) atau intermediet (heterozigot). Sebagai hasil dari kejadian inaktivasi
kromosom x, wanita heterozigot memiliki gen mozaik.3,6

15
Obat Risiko Terjadi Besar Risiko mungkin Masih diragukan
Antimalarials Primaquine Chloroquine Quinine
*
Dapsone/chlorproguanil

Sulphonamides/sulphones Sulfamethoxazole Sulfasalazine Sulfisoxazole


Others Sulfadimidine Sulfadiazine
Dapsone
Antibacterial/antibiotics Cotrimoxazole Ciprofloxacin Chloramphenicol
Nalidixic acid Norfloxacin p-Aminosalicylic
acid
Nitrofurantoin
Niridazole
Antipyretic/analgesics Acetanilide Acetylsalicylic acid Acetylsalicylic acid
high dose (>3 g/d) (<3 g/d)
Phenazopyridine Acetaminophen
Phenacetin
Other Naphthalene Vitamin K analogues Doxorubicin
Methylene blue Ascorbic acid >1 g Probenecid
Rasburicase
Tabel 4. Obat yang dapat mencetuskan AHA pada defeisiensi G6PD

Tatalaksana

Terapi untuk pasien dengan defisiensi G6PD meliputi pencegahan manifestasi umum dari
anemia hemolitik dan neonatal jaundice.Kebanyakan episode hemolitik, terutama pada individu
dengan G6PD-a- self limited. Pasien dengan tipe berat seperti G6PD-mediteranian, harus lebih
berhati-hati dan bila diperlukan dapat diberikan transfuse darah. Karena hiperbilirubinemia pada
neonatus tidak dapat dicegah, maka harus dilakukan pencarian pada populasi yang beresiko
tinggi dan dirawat segera mungkin. Pencegahan dari anemia hemolitik akut sulit, karena adanya
banyak pencetusnya, akan tetapi pada beberapa kasus AHA dapat dicegah seperti menghindari
memakan kacang fava di keluarga yang memiliki riwayat sensitivitas terhadap kacang ini.

Favism adalah penyakit yang cukup berbahaya dan fatal sebelum adanya layanan
transfuse darah. Pencegahan penyakit yang disebapkan induksi oleh obat dapat dicegah dengan
menggunakan obat alternative yang mungkin.Pada beberapa kasus dimana obat yang dapat

16
menginduksi harus dipakai, pengcualian pada tipe G6PD-A-, dosis dapat diturunkan untuk
mengurangi hemolisis hingga batas paling aman.Hemolisis diinduksi oleh infeksi sulit untuk
dicegah tetapi dapat dideteksi lebih awal pada saat episode penyakit dan ditangani bila
diperlukan.

Ikterus neonatorum akibat defi siensi G6PD diterapi seperti ikterus neonatorum kausa
lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk
mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi darah mungkin
diperlukan.Pasien anemia hemolitik nonsferosis kongenital terkadang mengalami anemia
terkompensasi yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika adaeksaserbasi akibat stres
oksidatif yang dapat memperburuk anemianya.Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital
biasanya mengalami splenomegali tetapi tindakan splenektomi jarang memberi keuntungan.Batu
empedu juga merupakan komplikasi akibat hemolisis karena defisiensi G6PD.

Prognosis
Defisiensi G6PD tampaknya tidak mempengaruhi angka harapan hidup, kualitas hidup
atau aktivitas individu.Sebagian besar individu dengan defisiensi G6PD tidak memerlukan
pengobatan.

Komplikasi
Karena gejala klinis dari defisiensi G6PD adalah hemaglobinuria maka hati-hati akan
terjadinya gagal ginjal akut.
Dapat terjadi kernikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah, dan nukleus di dasar ventrikel IV karena kurangnya albumin.Gejala klinis pada
permulaanya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau
menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.

Kesimpulan

Defisiensi G6PD merupakan kelainan X-lingked yang resesif. Hal ini menyebapkan
berkurangnya produksi dari enzim G6PD yang berfungsi sebagai penghasil NADPH di dalam sel

17
darah merah untuk mencegah kerusakan sel darah merah dari oksidan. Kekurang dari enzim ini
dapat tidak bergejala hingga anemia hemolitik akut (AHA) dan pada bayi dapat timbul kern
ikterus tergantung dari varian. Apabila menderita gangguan ini penting untuk mengetahui
pencetus yang dapat menyebapkan AHA seperti fava bean, obat-obatan, infeksi dan bahan kimia
seperti kapur barus.

Daftar Pustaka

1. Kurniawan LB. Skrining, diagnosis dan aspek klinis defisiensi glukosa 6 fosfat
dehidrogenase. CDK-222. Vol 41 no 11.2014.
2. CappelliniMD, Fiorelli G. Glucosa-6-phosphate dehidrogenase deficiency. Lancet371;
2008.hal.64-74.
3. Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Hematology: clinical principle and applications.
Missouri: Elsevier sauders.2012.h.328-31.
4. Lichtman MA,Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ. Drug induced hemolytic anemia.
WilliamsManual of Hematology. 6thEdition. McGraw Hill; 2003.p.137-42.
5. Williams,William J., Lichtman,Marshall A., Beutler,Ernest., Kipps,Thomas J. Williams
manual of hematology 6th edition : the thalassemias. Mcgrawhill: USA; 2003. p. 91-8

6. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrisons principles of internal


medicine. 18th edition. USA: McGraw-Hill Companies.2012.

7. Atmakusuma,Djumhana. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi V : manifestasi


klinis, pendekatan diagnosis dan thalassemia intermedia. Internapublishing: Jakarta;
2009. h. 1387-93

18

Anda mungkin juga menyukai