A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Rumah Sakit merupakan tempat
kerja yang padat karya, padat pakar, padat modal, dan padat teknologi sehingga bahaya
potensial di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, faktor kimia, faktor fisik, faktor
ergonomi, faktor psikososial dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi
pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit.
Tenaga kerja salah satu aset perusahaan terutama di rumah sakit berhadapan dengan
berbagai potensi bahaya kesehatan maupun kecelakaan ditempat kerjanya oleh karena itu
tenaga kerja perlu mendapat perlindungan yang memadai dalam hal keselamatan dan
kesehatannya untuk mempertahankan produktifitas kerjanya.
Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain,
bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi
atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
B. Tujuan
Rumah Sakit Budi Asih selaku institusi pelayanan kesehatan dalam menjalankan kegiatan
berlandaskan visi yang telah ditetapkan yaitu :
Pelayanan yang berkualitas dan menyenangkan bagi semua.
Dalam upaya pencapaian visi tersebut, RS memiliki misi sebagai berikut :
1. Meyelenggarakan pelayana kesehatan paripurna dan responsive
2. Menciptakan kualitas kerja yang baik
3. menjadi pusat pendidikan dan pengembangan pelayanan kesehatan di Jakarta
Sejalan dengan visi dan misi tersebut, maka pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di lingkungan Rumah Sakit Budi Asih disesuaikan dengan Undang-Undang No. 1 tahun
1970 mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dan mengingat bahwa di rumah sakit
berisiko untuk terjadinya gangguan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja, serta dalam
upaya meningkatkan perlindungan maupun pelestarian lingkungan dalam segala aktivitas,
maka dibutuhkan tindakan pencegahan.
Berikut ini adalah manfaat diterapkannya buku pedoman K3RS di RSUD Budhi Asih :
1. Bagi RSUD Budhi Asih :
a. Meningkatkan mutu pelayananan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c. Meningkatkan citra RS
2. Bagi karyawan RSUD Budi Asih :
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
Bagi pasien dan pengunjung:
a. Mutu layanan yang lebih baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
C. Ruang Lingkup
Pedoman K3RS Rumah Sakit Budi Asih mencakup: prinsip, program dan kebijakan
pelaksanaan K3RS, standar pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS,
pengelolaan barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan,
pencatatan dan pelaporan. Ruang Lingkup kegiatan K3RS Rumah Sakit Budi Asih mencakup
seluruh area rumah sakit dan berlaku terhadap:
1. Bagi pekerja/ karyawan Rumah Sakit Budi Asih,
2. Pengunjung rumah sakit
3. Pasien rawat inap maupun rawat jalan
4. Masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit.
Sebagai wujud pelaksanaan Program Kerja Sub Komite Keselamatan dan Kesehatan
Kerja maka perlu kiranya ditentukan ruang lingkup fungsi dan tanggung jawab yang jelas dan
tegas sebagai berikut:
a. Kewaspadaan, upaya pencegahan dan pengendalian bencana
b. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
c. Keamanan pasien
d. Keselamatan kerja seluruh pegawai
e. Kesehatan kerja bagi pegawai
D. Landasan Hukum
Landasan hukum/ Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan sistem manajemen K3
di rumah sakit adalah sebagai berikut :
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
b. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
e. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-51/Men/1999 Menteri Tenaga Kerja RI
Nomor: Kep-51/Men/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat kerja.
f. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-187/Men/1999 Tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
h. Surat Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung
Diri.
i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. j. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang
Penyakit yang timbul Akibat hubungan Kerja.
k. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK7IX/VIII/2001 tentang Pedoman
teknis analisis dampak lingkungan.
l. Keputusan Menteri kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK7IX/2001 tentang pedoman
penanganan dampak radiasi, m. Keputusan Menteri kesehatan Nomor
315/Menkes/SK/III/2003 tentang komite kesehatan dan keselamatan kerja sektor
kesehatan.
Organisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) Umum Daerah Budi Asih
berbentuk Tim Kesehatan Keselamatan Kerja yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
Ketua komite K3 adalah seorang dokter yang memiliki pengetahuan tentang K3RS melalui
beberapa pelatihan dan seminar tentang K3RS baik yang diselenggarakan oleh DepKes maupun
beberapa rumah sakit yang ada di Jakarta, ketua komite K3RS di Budhi Asih adalah seorang dokter
umum yang sudah senior dan berpengalaman dibidangnya. Sekretaris K3RS adalah seorang
tenaga kerja yang membidangi keselamatan dan kesehatan kerja yang mempunyai latar belakang
pendidikan K3 dan pelatihan K3RS, sedangkan anggota Komite K3 adalah perwakilan unit kerja
yang kemudian dibagi dalam empat bidang, yaitu
1. Bidang Penanggulangan Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana
2. Bidang Keselamatan Kerja
3. Bidang Kesehatan Kerja
4. Bidang Kesehatan Lingkungan
Keanggotaan tenaga kerja dalam struktur organisasi komite K3 diganti setiap 3 tahun sekali.
Dengan bergantinya pengurus komite K3, maka akan semakin banyak tenaga kerja yang
memahami K3, sehingga dapat menjadi simpul-simpul komunikasi upaya pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Berikut struktur organisasi Komite K3 Rumah Sakit Budi Asih :
Direktur RS
Ka.Bid JangMed
Bidang
Penangguhan Bidang Bidang Bidang Kesehatan
Kebakaran dan Keselamatan Kerja Kesehatan Kerja Lingkungan
Kewaspadaan
Bencana
Anggota
Wewenang :
1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila
Ketua K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui
telepon.
2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada
karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian
sehingga membahayakan kesehatan, keselamatan
kerja diri sendiri maupun rekan kerja lainnya.
Tanggung Jawab:
Wewenang :
1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent
apabila Ketua K3 tidak ada setelah dikonfirmasi
melalui telepon.
2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada
karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian
sehingga menimbulkan kecelakaan kerja
Tanggung Jawab :
1. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kegiatan
keselamatan di rumah sakit kepada Ketua K3
- Eksternal Eksternal:
1. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat
2. Organisasi K3 Eksternal
3. Pihak vendor/supplier terkait dengan standar fasilitas
dan peralatan keselamatan kerja
Wewenang :
1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila
Ketua K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui
telepon.
2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada
karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian
sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan
Tanggung Jawab :
1. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kegiatan
kesehatan lingkungan di rumah sakit kepada Ketua
K3
- Eksternal Eksternal:
1. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangsel dan
Provinsi Banten
2. Dinas Kesehatan setempat
3. Dinas Kebersihan setempat
4. Pihak vendor/supplier terkait dengan standar fasilitas
dan peralatan terkait dengan pembuangan dan
pengolahan limbah
E. Uraian Tugas Penanggung Jawab Bidang Kesehatan Kerja Komite K3 Rumah Sakit
Budi Asih
1 Posisi dalam struktur Atasan Langsung : ketua K3
Wewenang :
1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila
Ketua K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui
telepon.
2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada
karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian
sehingga timbulnya penyakit akibat kerja
Tanggung Jawab :
1. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kegiatan
kesehatan kerja di rumah sakit kepada Ketua K3
4 Kriteria Jabatan 1. Pendidikan minimal Dokter
2. Memiliki sertifikat pelatihan Hiperkes bagi Dokter
Perusahaan
- Eksternal Eksternal:
1. Dinas Kesehatan Setempat
Wewenang :
1. Mengambil keputusan yang bersifat urgent apabila
Ketua K3 tidak ada setelah dikonfirmasi melalui
telepon.
2. Memberi teguran baik lisan maupun tulisan kepada
karyawan rumah sakit yang melakukan kelalaian
sehingga terjadinya penyimpangan aspek K3
A. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi yang digunakan di RS yaitu :
- Telepon dengan menggunakan sistem PABX
- Handy Talky yang digunakan oleh Petugas Keamanan, Petugas Unit Pemeliharaan dan
Petugas Kebersihan.
- Pagging yang dioperasikan oleh operator
A. Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik di rumah sakit terdiri dari kebisingan, pencahayaan, getaran, iklim kerja,
radiasi dan listrik.
1. Kebisingan
Secara umum, kebisingan diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan
karena mengganggu kenyamanan. Dalam kesehatan kerja bising diartikan sebagai suara
yang dapat menurunkan daya pendengaran baik secara kuantitatif (penyempitan spektrum
pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan
faktor intensitas kebisingan, frekuensi, durasi pemaparan kebisingan dan kepekaan
individu. Kebisingan akan lebih berbahaya jika dipengaruhi oleh jarak, temperatur udara,
kelembaban, jenis dan jumlah sumber suara.
Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan di rumah sakit Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa persyaratan kebisingan untuk masing-masing
ruangan atau unit seperti di bawah ini:
Tabel Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit Kerja
No Ruangan atau Unit Maksimum Kebisingan (Waktu
pemaparan 8 jam Stauan dBA)
1 Ruang Pasien
Saat Tidak Tidur 45
Saat tidur 40
2 Ruang operasi dan umum 45
3 Anestesi dan pemulihan 45
4 Endoscopy dan Laboratorium 65
5 Radiologi 40
2. Pencahayaan
Merupakan penyebaran cahaya dari sumber cahaya (buatan/alami) tergantung pada
konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan pada konstruksi kulit pelindung yang
digunakan.
Dampak negatif pencahayaan yang buruk
Risiko pencahayaan yang buruk pada kesehatan berupa sakit kepala, kelelahan mata,
iritasi mata, penglihatan rangkap, ketajaman penglihatan terganggu, serta akomodasi dan
konvergensi menurun. Selain itu, pencahayaan yang buruk juga dapat menyebabkan
3. Getaran
Getaran merupakan faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan gerakan osilasi.
Getaran biasanya ditimbulkan oleh mesin atau peralatan kerja yang bergetar misalnya
hand piece unit gigi, mesin potong rumput atau mesin bor.
Efek negatif getaran pada tubuh
- Pada sistem peredaran darah, yaitu Raynaud atau White Finger Syndrome.
- Pada sistem Tulang, sendi dan otot
- Pada sistem saraf misalnya kesemutan, mempengaruhi ketajaman penglihatan dan
mengganggu fungsi keseimbangan.
4. Listrik
Bergabungnya dua ion yang bermuatan positif dan negatif. Peralatan listrik banyak
digunakan di rumah sakit dalam menunjang kegiatan operasionalnya.
Bahaya listrik :
Kurangnya perawatan peralatan listrik merupakan salah satu penyebab timbulnya bahaya
akibat listrik seperti tersengat aliran listrik bahkan kebakaran.
6. Radiasi
2. Formaldehid/Formalin (CH2O5)
3. Ethylene oxide
Digunakan sebagai fumigant dan zat untuk sterilisasi peralatn medis dan gigi. Efek
negatif Ethylene oxide pada kesehatan berupa dermatitis kontak dan alergi serta luka
bakar kimiawi (pada kulit); asma dan iritan (pada an pernafasan); dan sakit kepala,
gangguan motorik dan sensorik (pada saraf pusat).
4. Debu
Merupakan partikel yang dihasilkan oleh proses mekanik seperti pada penghancuran
benda-benda padat. Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia berkisar
antara 0,1-10 mikron.
Macam-macam debu di rumah sakit, seperti : debu obat-obatan dalam bentuk puyer, debu
kotoran dalam ruangan dan gudang, debu detergen di Laundry, dan debu kapas. Selain itu,
juga ada debu yang berasal dari ruang poli gigi akibat dari kegiatan pemotongan, gerinda
bongkahan dan serbuk dan pematrian.
Efek negatif debu terhadap kesehatan, yaitu berupa batuk, sesak nafas dan alergi (akut),
dan menyebabkan kapasitas paru menurun, bronchitis kronik dan bissinosis.
4. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah setiap ucapan atau perbuatan yang menjurus ke tindak
pelecehan dan biasanya disertai ancaman terselubung atau nyata.
Pelecehan seksual ini pada umumnya merugikan seseorang dalam pandangan masyarakat,
dan dapat menimbulkan penurunan kinerja, gangguan jiwa dan gangguan psikosomatik.
Pada akhirnya akan menimbulkan penurunan produktivitas. Hal ini umumnya dialami
oleh tenaga kerja wanita oleh rekan kerja, pasien maupun pengunjung rumah sakit.
Seringkah pelecehan yang dialami tidak dilaporkan kepada atasan dan hanya dibiarkan
saja.
F. Kecelakaan Kerja
Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan berpotensi
mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelakaan kerja yang terjadi di rumah sakit
dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung, dan kerusakan aset rumah sakit.
Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit:
- Bahaya peledakan dan kebakaran
Misalnya : ledakan pada Boiler atau tabung gas di dapur, kebakaran korsleting listrik atau
peralatan kerja lainnya atau bahan kimia yang mudah terbakar.
- Terpeleset/jatuh
Disebabkan keadaan lantai yang licin, basah, berlubang atau penerangan yang buruk.
- Tertimpa benda atau material
- Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter berisiko tertusuk jarum
suntik yang kemungkinan dapat menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus Hepatitis
maupun penyakit menular lainnya.
- Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda - benda tajam saat bekerja,
misalnya terkena pisau dan geiinda.
- Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya
pemeliharaan terhadap peralatan listrik.
Potensi bahaya yang ada di rumah sakit berisiko terhadap gangguan keselamatan dan
kesehatan berupa kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko gangguan terhadap keselamatan dan
kesehatan untuk masing-masing ruang / unit kerja berbeda satu sama lainnya tergantung pada
bahan, peralatan yang digunakan dan jenis pekerjaan. Agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja maka dibuat upaya pengendalian terhadap potensi bahaya yang ada.
Dikenal tiga macam tipe pengendalian bahaya yang utama, yaitu :
1. Engineering Control, yaitu upaya untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang ada secara teknik
atau dengan kata lain menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja yang antara lain
dilakukan dengan cara substitusi (mengganti bahan yang berbahaya dengan yang tidak
berbahaya), eliminasi (menghilangkan bahaya yang ada), isolasi, ventilasi dan lain sebagainya.
2. Administrative Control, yaitu pengendalian dengan membuat peraturan tertulis yang akan
mengatur tenaga kerja dalam menghadapi factor bahaya yang ada yang antara lain dilakukan
dengan cara pengaturan jam kerja, memberikan pelatihan dan lain sebagainya.
3. Personal Protective Equipment atau alat pelindung diri (APD), yaitu cara pengendalian dan
pencegahan bahaya yang paling sederhana. Alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai
dengan jenis dan cara kerja yang dilakukan serta jenis potensi bahaya yang ada.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja di beberapa ruang / unit kerja rumah sakit adalah :
A. Radiologi
Risiko bahaya pelayanan radiologi:
Bahaya potensial terutama terjadinya kebocoran bahan radioaktif yang dikategorikan sebagai
Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Pada petugas dapat menyebabkan gangguan sistem saraf
pusat, gastrointestinal, leukemogonosis, karsinogenesis dan kerusakan genetik.
Upaya pengendalian :
a. Karyawan yang menjalankan alat rontgen harus menggunakan alat monitoring (film
1badge) dan secara periodik dilakukan pemeriksaan kesehatan,
b. Membentuk tim pemantau radiasi dan melakukan monitoring secara berkala.
c. Tenaga radiologi (Radiogrcipher) yang sedang hamil hanya ditempatkan pada bagian
administrasi di ruang Radiologi dan tidak diperbolehkan bekerja / terpapar langsung sinar
radioaktif karena paparan yang diterima tidak boleh dari 0,5 rem selama kehamilan.
d. Membuat rambu-rambu larangan masuk ruang radiologi bagi yang tidak berkepentingan.
B. Ruang CSSD
Risiko bahaya :
Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi antara lain : gangguan pendengaran, peledakan,
panas / peningkatan suhu ruangan, pancaran sinar ultraviolet, tangan / jari terpotong gunting.
Upaya pengendalian :
Untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dilakukan :
a. Pencahayaan yang cukup
b. Cara kerja yang baik sesuai ergonomic
c. Ada tempat penyimpanan yang cukup untuk instrumen
d. Ada termometer dan hygrometer yang tercatat secara teratur
e. Alur lalu lintas, ruangan dan ventilasi diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
kontaminasi
D. Kamar Bedah
Risiko bahaya di ruang Bedah :
Potensi kecelakaan kerja di kamar bedah antara lain : tertusuk jarum, jari tangan terpotong
pisau bedah, terpercik specimen / secret pasien infeksius, gas anestesi bocor / meledak, dan
terinfeksi penyakit pasien.
Kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik,
mental dan sosial yang setinggi - tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi
pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan
dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis
dan psikologis.
Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja diharapkan dapat memberikan
pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja, maka tidak hanya masalah kesehatan yang
berkaitan dengan pekerjaan, tetapi juga masalah kesehatan umum yang mempengaruhi
produktivitas kerja.
Kegiatan di Rumah Sakit berpotensi menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi ergonomik,
dan psikososial yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja,
pasien, pengunjung maupun masyarakat di lingkungan Rumah Sakit, dan dapat menurunkan citra
Rumah Sakit.
Bahwa untuk mencegah dan mengurangi bahaya kesehatan dan keselamatan khususnya
terhadap pekerja perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan dan keselamatan kerja dengan
menetapkan Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Budi
Asih sehingga tercapai derajat kesehatan kerja dan produktivitas kerja yang optimal.
Adapun tujuan kesehatan kerja di RS Budi Asih adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan karyawan serta mengetahui secara dini bila terdapat gangguan kesehatan pada
karyawan Rumah Sakit Budi Asih , secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk analisa pola kesehatan karyawan, sehingga dapat dilakukan pengurangan risiko
gangguan kesehatan pada karyawan bila didapatkan pola penyebab terjadinya gangguan
kesehatan.
2. Sebagai rekomendasi dalam penerimaan calon karyawan Rumah Sakit Budi Asih .
3. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
A. Pemeriksaan Kesehatan:
Dibagi menjadi:
1. Pemeriksaan Kesehatan Awal
1) Bekerjasama dengan Divisi SDM membuat standar pemeriksaan Uji kesehatan
Pemeriksaan Kesehatan Awal.
2) Bekerjasama dengan Divisi Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Laboratorium,
Radiologi, dll) untuk pelaksanaan pemeriksaan kesehatan (MCU). Pemeriksaan
meliputi Pemeriksaan Visus dan Fisik, HBsAG dan Darah Lengkap, BHCG (wanita),
Urine Lengkap, Thorax Photo, EKG, Anal Swab (Gizi), Kerokan Kuku (Gizi).
2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
1) Bekerja sama dengan Divisi SDM membuat standar pemeriksaan uji kesehatan
berdasarkan unit kerja karyawan.
2) Bekerjasama dengan Divisi Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Laboratorium,
Radiologi, dll) untuk pelaksanaan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan
disesuaikan dengan jenis dan unit kerja karyawan.
3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus
1) Bekerja sama dengan Divisi SDM membuat standar pemeriksaan uji kesehatan
khusus.
2. Manfaat
Manfaat vaksin yang digunakan pada orang dewasa di Indonesia datanya amat terbatas.
Data di negara maju menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Hepatitis B dalam mencegah
penyakit 80% sampai 95%. Efektivitas ini menurun pada kelompok lanjut usia. Vaksin
influenza dapat menurunkan insidens influenza 70% sampai 90%. Sedangkan efektivitas
vaksin pnemokok 60% sampai 64%. Pada kelompok usia di atas 65 tahun efektivitas
vaksin ini 44% sampai 61%. Vaksin campak akan menimbulkan imunitas yang bertahan
lama pada sekitar 95% orang yang divaksin. Jika vaksinasi diulang maka imunitas akan
timbul pada 90% nonresponder. Vaksin gondongan akan menurunkan insidens penyakit
75% sampai 95% dan begitu pula rubella efektivitasnya hampir menyamai campak.
Vaksin tetanus jika digunakan secara benar dapat mencegah tetanus 100% dan vaksin
difteri 85%.
4. Hepatitis B
Karyawan rumah sakit yang merupakan dewasa adalah populasi yang berisiko terinfeksi
Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan
- Perbandingan Jumlah Karyawan dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi:
Jumlah Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
1 s.d 20 1 1
21 s.d 40 2 2
41 s.d 70 3 3
71 s.d 100 4 4
Setiap Penambahan 40 tempat tidur tambah 1 toilet dan 1 km. mandi
3. Pengolahan Limbah
G. Perlindungan Radiasi
Radiasi adalah emisi energi radiasi pengion yang dilepaskan dari bahan atau alat radiasi
yang digunakan oleh unit di rumah sakit.
Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi di ruang kerja dan
tingkat pemaparan pada pekerja.
Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis laboratorium terhadap
dosimeter, analisis hasil laboratorium penyelidikan/pemeriksaan terhadap unit dan tindak
lanjut.
A. Sanitasi Makanan
1. Pengertian
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala
bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pendistribusian sampai pada saat
makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.
2. Tujuan
Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit bertujuan untuk :
a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen.
b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui
makanan.
c. Terwujudnya prilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.
b. Eksternal
Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau mendadak untuk
menilai kualitas.
5. Pelaksanaan dalam penyelenggaraan Makanan
a. Memasuki Area Dapur
Memasuki area dapur adalah serangkaian kegiatan sebelum melakukan aktifitas di
area dapur yang bertujuan menghindari terjadinya kontaminasi terhadap makanan.
Setiap petugas yang memasuki area dapur wajib memakai alat pelindung diri
sebelum melakukan aktifitas di area dapur, petugas yang sedang sakit (yang
penularannya melalui mulut) wajib menggunakan masker.
b. Ruang Pengolahan (Dapur)
Ruang dalam dapur senantiasa dijaga kebersihannya, tersedia tempat sampah
sementara yang diberi kantong plastik yang kemudian dibuang dengan plastiknya ke
tempat pengumpulan sampah di luar rumah sakit
c. Bangunan
1) Pintu - pintu dibuat membuka / menutup sendiri (self closing door) dilengkapi
dengan air curtain, lampu anti lalat dll
2) Fasilitas Cuci Tangan
3) Tersedia air yang mengalir
C. Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan erat dengan
kejadian yang disebabkan akaibat kelalaian petugas yang dapat mengakibatkan kontaminasi
bakteri terhadap makanan.
Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan terjadinya kecelakaan dalam proses
penyelenggaraan makanan yaitu dikarenakan pekerjaan yang terorganisir dengan baik,
dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang aman dan terjamin kebersihannya serta
istirahat yang cukup.
Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya terjadi dengan tiba-tiba dan tidak
direncanakan sehingga menyebabkan kerusakan pada peralatan, makanan maupun dapat
melukai petugas.
1. Pengertian
Keselamatan Kerja (Safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan
dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas
ataupun kelalaian dan kesengajaan.
2. Tujuan
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja tahun 1970, Syarat-syarat keselamatan
kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan.
b. Mesin pemotong
Jangan mencoba menggunakan mesin bila belum mengetahui dengan
pasti tata-cara pemakaiannya.
Katup pengaman harus selalu terpasang baik.
Jangan memasukkan sesuatu oleh tangan atau dengan benda lain
untuk menekan barang yang akan dipotong ataupun digiling.
Jangan mencoba untuk membuka pengaman bila mesin sedang atau
dalam keadaan hidup atau bekerja.
Matikan mesin dan cabut kontak listriknya setelah selesai
menggunakannya dan bila akan membersihkan mesin tersebut.
c. Barang pecah belah (dari gelas dan porselen)
Pergunakan alas (baki) bila membawa barang pecah belah.
Pergunakan sap dan dustpan untuk membersihkan pecahan yang
besar dan gunakan lap yang basah untuk pecahan kecil.
Pisahkan sampah pecahan gelas dengan sampah lainnya.
Jangan menggunakan gelas sebagai skop es.
Jangan memakai gelas atau alat lain yang sudah retak maupun pecah.
d. Tulang atau duri dan bahan makanan beku
Pecahan tulang bisa membuat infeksi bila pecahan tulang daging, dari
udang, sisik ikan dan sejenisnya dalam keadaan beku, maka keadaannya
menjadi tajam, kaku dan membahayakan sekali. Daging atau ikan
sebaiknya dipotong dalam keadaan lembek. Bila beku, biarkan lebih
dahulu dalam suhu ruangan karena bila kita mencoba memotongnya,
kemungkinan pisau meleset dan akan melukai.
a. Klasifikasi Kebakaran
Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media pemadam api
sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran berdasarkan
klasifikasi. Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan dalam Permenaker
No. 04/Men/1980 mengacu pada NFPA sebagai berikut:
1. Kelas A : Bahan padat kecuali logam (Kayu, arang, kertas, plastik dan lain-lain)
2. Kelas B : Bahan cair dan gas (Bensin, Solar, minyak tanah, alkohol, elpiji, dll.)
3. Kelas C : Peralatan listrik yang bertegangan
4. Kelas D : Bahan logam (Magnesium, Almunium, Kalium, dll.)
g. Keselamatan Pemadam
Dalam pemadaman perlu diperhatikan :
1. Arah angin
2. Jenis bahan yang terbakar
3. Volume dan potensi bahan yang terbakar
4. Letak dan situasi lingkungan
5. Lamanya terbakar
6. Alat pemadam yang tersedia
2. Kewaspadaan Bencana
a. Gempa Bumi
Pada saat gempa bumi jangan panik, lindungi diri sesegera mungkin dengan
berlindung di bawah meja, menjauh dari lemari atau benda- benda berat lainnya.
Dekatakan tubuh sedekat mungkin di lantai, tunduk dan berpegangan di bawah
meja atau pintu.
Jangan lupa saat terjadi gempa agar menekan Emergency Stop pada gas elpiji.
Pada saat guncangan jangan berusaha untuk lari keluar dari gedung.
Kebanyakan kecelakan terjadi pada saat orang tidak berusaha untuk berlindung
d. Evakuasi
Sarana evakuasi bertujuan agar para penghuni/orang yang berada dalam
bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke tempat yang aman
pada saat terjadi bencana atau kebakaran. Sarana evakuasi terdiri dari:
Penerangan darurat
Denah evakuasi
Rambu penunjuk arah keluar (EXIT)
Pintu keluar darurat (EMERGENCY EXIT)
Tempat berkumpul (Muster Point)
Terdapat dua lokasi, yaitu di area parkir belakang Gedung Utama (Utara) atau
di area depan Gedung B (Barat)
Bila di Ruang Dapur, tempat berkumpul darurat terdekat adalah di Parkir
Utara (belakang Gedung Utama). Untuk menuju area tersebut gunakan jalan
miring (ram) dekat Loading Dock
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat terjadi bila:
a. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan di bagian penyimpanan rekam medis:
f. Peraturan keselamatan harus terpampang dengan jelas disetiap bagian penyimpanan.
g. Harus dicegah jangan sampai terjadi, seorang petugas terjatuh ketika mengerjakan
penyimpanan pada rak-rak terbuka yang letaknya diatas. Harus tersedia tangga anti
tergelincir.
h. Ruang gerak untuk bekerja selebar meja tulis, harus memisahkan rak-rak
penyimpanan.
i. Penerangan lampu yang cukup baik, menghindarkan kelelahan penglihatan petugas.
j. Harus tersedia rak-rak penyimpanan yang dapat diangkat dengan mudah atau rak-rak
beroda.
k. Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu, dan
pencegahan bahaya kebakaran
Pemanfaatan radiasi pengion dilakukan pada berbagai bidang yang bertujuan untuk
kesejahteraan manusia, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Pemanfaatan ini,
terutama di bidang diagnostic, memberikan kontribusi paparan yang berasal dari sumber
radiasi buatan kepada suatu populasi. Setiap individu yang bekerja dengan menggunakan
radiasi pengion harus selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan keselamatan
radiasi.
Pemanfaatan tenaga nuklir ataupun radiasi pengion wajib dilaksanakan dengan .
memenuhi persyaratan proteksi radiasi yaitu: justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir atau
radiasi pengion, limitasi dosis dan optimisasi proteksi serta keselamatan radiasi. Justifikasi
harus didasarkan pada manfaat yang diperoleh harus lebih besar daripada resiko yang
ditimbulkan.
Limitasi dosis wajib diberlakukan untuk paparan masyarakat melalui penerapan
nialai batas dosis yang ditetapkan oleh BAPETEN dan tidak boleh dilampaui, kecuali
dalam kondisi khusus. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi adalah upaya agar
besarnya dosis yang diterima serendah mungkin. Pembatasan dosis tidak boleh melampaui
NBD (Nilai Batas Dosis) bila dalam satu rumah sakit terdapat lebih dari satu fasilitas alat
X-ray dan pekerja radiasi bekerja lebih dari satu alat X-ray.
Rumah Sakit Budi Asih BSD memiliki perlengkapan untuk program proteksi radiasi,
berupa:
1. TLD badge yang dihitung secara oleh BATAN !
2. Baju apron,
3. Gonad shield
4. Thyroid shield
5. Kaca mata goggle
6. Sarung tangan Pb.
7. Tirai Pb
2. Keadaan Darurat.
Keadaan darurat atau kecelakaan adalah kejadian diluar dugaan yang
memungkinkan terjadinya bahaya radiasi atau kontaminasi bagi pekerja maupun
masyarakat. Tindakan pertama apabila teijadi kecelakaan adalah mengevakuasi
dan mengisolasi tempat kejadian untuk menghindari adanya penerimaan dosis
berlebih dan mempersiapkan rencana penanggulangannya. Kemudian meninjau
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi serta mencatat semua kejadian
kecelakaan untuk dilaporkan ke BAPETEN oleh petugas proteksi radiasi serta
diketahui oleh pengusaha instansi.
E. Tindakan Pencegahan/Pengawasan
Kecelakaan radiasi dapat dicegah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengurangan tingkat bahaya radiasi.
Pemanfaatan tenaga nuklir (bahan nuklir, radio isotop, sinar-X) memiliki potensi
bahaya radiasi, oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan analisa agar dampak
yang menyertai pemanfaatan tersebut dapat dikurangi menjadi seminimal
mungkin. Salah satu cara adalah dengan melakukan kalibrasi dan maintenan alat
sinar-X secara rutin.
2. Pengendalian bahaya radiasi.
Pengendalian bahaya radiasi ekstema dapat dilakukan dengan menerapkan 3
prinsip proteksi radiasi, yaitu jarak, waktu dan penahan radiasi.
3. Pengamanan pekerja radiasi.
Untuk menjamin agar pekerja dapat bekerja dengan aman, perlu dipenuhi hal-hal
sebagai berikut:
c. Bahaya Infeksius
Bahaya infeksius merupakan masalah di laboratorium yang menangani
mikroorganisme atau bahan yang terkontaminasi mikroorganisme (virus, jamur,
bakteri). Bahaya-bahaya ini biasanya muncul di laboratorium penelitian klinis dan
penyakit menular Penilaian risiko bahan bahaya infeksius perlu
mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain organisme yang dimanipulasi,
perubahan yang dilakukan terhadap organisme tersebut, dan kegiatan yang akan
dilakukan dengan organisme tersebut.
Tabel 7.1 Jenis dan Simbol Bahan Berbahaya dan Bcracun (B3) di
Laboratorium Rumah Sakit Budi Asih
Jenis B3 SIMBOL
Bahan iritan
Bahan beracun
Bahan Oksidator
Container untuk membuang sampah jarum suntik dan lanset yang aman
Lemari B3 (untuk bahan yang mudah terbakar) dan Lemari Asam
Dalam menangani tumpahan B3 maupun cairan tubuh diperlukan beberapa peralatan dan
bahan (sipil kit) antara lain:
NO JENIS BARANG JUMLAH
Perlengkapan tersebut (spill kit) tersedia di masing-masing janitorial troli petugas cleaning
service, namun khusus untuk di Farmasi dan Laboratorium, spill kit tersedia tersedia di
dekat tempat penyimpanan B3. Isi dari spill kit tersebut antara lain:
G. Limbah Berbahaya
Hampir setiap laboratorium menghasilkan limbah. Limbah adalah bahan yang dibuang
atau hendak dibuang, atau tidak lagi berguna berdasarkan peruntukannya. Sebuah
bahan dianggap limbah jika dibiarkan atau jika dianggap seperti limbah, seperti
bahan tumpah. Limbah diklasifi kasikan sebagai bahan berbahaya atau tidak
berbahaya dan bisa meliputi barang-barang seperti bahan laboratorium sekali pakai,
media filter, larutan cair, dan bahan kimia berbahaya. Limbah yang berpotensi
berbahaya memiliki satu atau beberapa sifat berikut ini: daya sulut, korosivitas,
reaktivitas, atau toksisitas.
Semua limbah dari laboratorium dipisahkan oleh petugas laboratorium dan setelah
terkumpul akan diambil oleh petugas kebersihan.
Adapun limbah tersebut adalah : ,
1. Limbah cair B3
Ditampung menggunakan wadah tertutup rapat dan tidak bocor (jerijen) lalu
diberi label identitas limbah berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal -
usul limbah, identitas limbah serta kuantifikasi limbah dalam kemasan suatu
kemasan limbah B3. Label identitas limbah berukuran minimal 15 cm x 20 cm
atau lebih besar, dengan warna dasar kuning dan tulisan serta garis tepi berwarna
hitam, dan tulisan PERINGATAN ! dengan huruf yang lebih besar berwarna
merah
PERINGATAN !
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Penghasil :
Alamat :
Telp :
Fax :
Nomor penghasil :
Tanggal Pengemasan :
Kode Limbah :
Jumlah limbah :
a. Klasifikasi Kebakaran
Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media
pemadam api sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran
berdasarkan klasifikasi. Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan
dalam Permenaker No. 04/Men/1980 mengacu pada NFPA sebagai berikut :
1. Kelas A : Bahan padat kecuali logam (Kayu, kertas, plastik dan lain- lain)
2. Kelas B : Bahan cair dan gas (Bensin, alkohol, dll.)
d. Penggunaan APAR
Sebelum melakukan pemadaman dengan APAR harus ditest terlebih dahulu
dengan membuka kunci pengaman dan mengarahkan nozzle ke atas.
1. Jenis tepung kimia : lakukan test di tempat pengambilan APAR dan
arahkan selang ke atas, tuas ditekan/dipukul.
2. Jenis C02 : lakukan test di tempat pengambilan APAR arahkan selang ke
atas jangan memegang corong (horn) saat memadamkan kebakaran.
3. Selesai pemadaman pancaran selang/nozr/e harus selalu diarahkan ke
bawah.
f. Keselamatan Pemadam
Dalam pemadaman perlu diperhatikan :
1. Arah angin
2. Jenis bahan yang terbakar
3. Volume dan potensi bahan yang terbakar
4. Letak dan situasi lingkungan
5. Lamanya terbakar
2. Kewaspadaan Bencana
a. Gempa Bumi
Pada saat gempa bumi jangan panik, lindungi diri sesegera mungkin
dengan berlindung di bawah meja, menjauh dari lemari atau benda-
benda berat lainnya. Dekatakan tubuh sedekat mungkin di lantai, tunduk
dan berpegangan di bawah meja atau pintu.
Matikan peralatan listrik
Pada saat guncangan jangan berusaha untuk lari keluar dari gedung.
Kebanyakan kecelakan terjadi pada saat orang tidak berusaha untuk
berlindung
Jangan memasuki gedung yang telah rusak akibat gempa bumi sampai
tim penanganan kedaruratan mengumumkan keadaan aman
Tindakan yang harus dilakukan oleh Unit Laboratorium adalah 15 menit setelah
pemberitahuan siaga, petugas laboratorium datang ke IGD untuk tugas yang
diarahkan oleh dokter (mengambil sample untuk pemeriksaan laboratorium dan
melaporkan/menyerahkan ke IGD)
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit diperlukan agar
tenaga kerja dapat terhindar dari gangguan keselamatan dan kesehatan dalam bentuk
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Untuk itu, Buku K3 diperlukan sebagai pegangan atau pedoman dalam pelaksanaan
K3 di rumah sakit. Diharapkan dengan adanya buku pedoman ini, maka penerapan K3 di
RS dapat lebih ditingkatkan hasilnya.
Bagi karyawan, diharapkan buku pedoman ini dapat membantu mereka dalam
memahami masalah-masalah K3 di rumah sakit dan dapat melakukan upaya-upaya
antisipasi terhadap potensi bahaya yang" ada di lingkungan rumah sakit sehingga tercapai
budaya sehat dalam bekerja.
Namun, tentu saja Buku K3 ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu diperlukan
saran dari berbagai pihak demi sempurnanya buku pedoman ini.
Depkes. 2010. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Depkes. 2010. Modul Pelatihan Kesehatan Kerja bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Depkes. 2001.Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Depnaker. 2009. Himpunan Peraturan Perundangan - undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: Direktorat Pengawasan Norma K3.