Kebutuhan protein pada masa anak termasuk tinggi karena pertumbuhan terjadi dengan cepat. Selama
masa bayi, kebutuhan setiap harinya sekitar 2,5-3,5 gr/kgBB/hari, pada masa anak lebih lanjut
kebutuhannya sebesar 2-3 gr/kgBB/hari. Masalah gangguan gizi pada umumnya cenderung
bermanifestasi dengan protein. Ada perbedaan antarnegara, hal ini disebabkan oleh variasi yang besar
dalam nilai zat gizi. Malnutrisi Energi Protein (PEM) termasuk salah satu rentang keadaan potologis yang
diakibatkan oleh kekurangan protein dan kalori dalam berbagai perbandingan. Keadaan ini lebih sering
terjadi pada bayi dan anak-anak muda dan juga berkaitan dengan infeksi. Tiga bentuk kurang energy
protein yaitu marasmus, kwashiorkor, dan bentuk campuran marasmik-kwasiokor. Bentuk marasmus
terjadi karena kekurangan gizi terutama karena kekurangan zat protein. Kurang gizi dan infeksi memiliki
hubungan yang sangat erat, kedua hal tersebut akan membentuk suatu lingkaran sebab akibat. Anak
yang terkena infeksi akan kehilangan nafsu makan sehingga asupan gizi kurang dari kebutuhan dan
menyebabkan proses katabolisme meningkat. Status gizi pada anak yang mengalami penyakit infeksi,
umumnya kondisi anak menurun karena umumnya anak dengan gizi kurang memiliki ketahanan tubuh
yang lemah sehingga mudah terkena infeksi kuman-kuman.
Kekurangan karbohidrat
Kekurangan karbohidrat terjadi jika intake karbohidrat rendah atau di bawah kebutuhan tubuh, sebagai
kompensasi dari kekurangan tersebut, maka asam amino dan lemak dimetabolisme untuk energy dan
diubah menjadi glikogen. Hal ini akan mengakibatkan ketosis yang diakibatkan dari pemecahan lemak
tersebut. Pemecahan protein akan membentuk urea dan untuk menyekresikannya membutuhkan air.
Apabila makanan yang dikonsumsi sama sekali tidak mengandung karbohidrat, maka segera muncul
adanya gejala seperti dehidrasi, ketosis, kehilangan protein tubuh, kelelahan, serta kehilangan energy.
Defisiensi Vitamin
Vitamin A (Retinol)
Defisiensi vitamin A ditandai dengan kebutaan pada malam hari, kreatinisasi (pengerasan dan
pembentukan kalus) pada epitel, xeroftalmia (pengerasan atau pembentukan kalus kornea dan
konjungtiva), frinoderma (kulit katak), pengeringan saluran pernapasan, gastrointestinal dan saluran
genitourinarius, email gigi rusak, pertumbuhan terhambat, kerusakan pembentukan tulang, serta
penurunan pembentukan tiroksin. Terdapat hubungan antara kekurangan vitamin A dengan frekuensi
kejadian infeksi dan kurang energy-protein. Vitamin A membantu melindungi tubuh dari rabun senja
(xeroftalmia), campak, infeksi saluran pernapasan, dan diare.
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ seluruh
tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran secara langsung dapat
terlihat pada mata. Kelaian kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan
atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan
karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak esensial, kurang vitamin golongan B,
atau kurang energy protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.
Menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG (1996) sebagaimana dikutip Depkes (2003), tanda-
tanda dan gejala klinis KVA pada mata adalah sebagai berikut:
XN, X1A, X1B dan X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Stadium X2
merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah
menjadi X3, X3A, dan X3B. Bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas, sehingga menutupi
seluruh kornea (optic zone cornea).
Vitamin B1 (Tiamin/Aneurin)
Vitamin B1 memiliki sifat larut dalam lemak, berfungsi sebagai koenzim (dengan fosfor) dalam
metabolism karbohidrat, serta diperlukan juga untuk system saraf yang sehat.
Adanya kekurangan vitamin B1 akan berakibat pada gastrointestinal, neurologis, serta kardiovaskular.
Gangguan gastrointestinal berupa anoreksia, konstipasi, dan tidak bias mencerana, sedangakan pada
neurologis berupa apatis, keletihan, ketidakstabilan emosi, polyneuritis, nyeri tekan pada otot betis,
anestesi, kelemahan otot, penurunan atau tidak adanya reflex tendon, konvulsi, koma (pada bayi), serta
timbul serak karena paralisis nervus laringeus. Pada system kardiovaskuler akan terjadi palpitasi, gagal
jantung, vasodilatasi perifer, dan edema.
Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 (Riboflavin) berfungsi sebagai koenzim (dengan fosfor) dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak, serta mempertahankan kesehatan kulit, khususnya disekitar mulut, hidung, serta
mata.
Kekurangan Vitamin B2 berakibat parsial berupa kelemahan otot, parestesia, hiperestesia, penurunan
atau tidak adanya reflex tendon, kebingungan, dan koma (pada bayi). Pada system kardiovaskular maka
akan timbul palpitasi, gagal jantung, vasodilatasi perifer, dan edema. Akibat lain ari defisiensi vitamin B2
adalah keilosis, stomatitis angularis, glositis (lidah licin), keratitis, dan lesi kulit sebore dapat juga terjadi
fotofobia.
Niasin berfungsi sebagai koenzim (dengan riboflavin pada proses metabolism protein dan karbohidrat).
Juga diperlukan untuk kesehatan system saraf, kulit, sertapencernaan normal.
Defisiensi niasin (pellagra) berakibat pada system neurologi, kelainan yang didapat terjadi antara lain
terjadi apatis, ansietas, bingung, depresi, serta dimensia, bahkan kematian. Pengobatan defisiensi niasin
dapat dilakukan dengan pemberian niasin 0,02 g/KgBB/hari, dapat diberikan peroral, subkutan, atau
intramuscular.
Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 memiliki fungsi sebagai koenzim pada proses metabolism protein dan lemak, diperlukan
sebagai pembentuk antibody dan hemoglobin, diperlukan untuk penggunaan tembaga dan besi, serta
membantu dalam proses pengubahan triptofan menjadi niasin.
Defisiensi vitamin B6 akan menimbulkan masalah dermatitis kalus, penurunan berat badan, anemia,
pertumbuhan terhambat, peka rangsang, bingung, serta neuritis perifer.
Defisiensi asam folat akan berdampak pada terjadi animea makrositik, depresi susum tulang, glottis, dan
malabsorbsi usus.
Vitamin B12 bersifat larut dalam air, berfungsi sebagai koenzim pada sintesis protein serta efek tidak
langsung pada pembentukan sel darah merah (terutama pada pembentukan asam nukleat dan
metabolisme asam folat). Peran lain dari vitamin B12 adalah diperlukan untuk fungsi jaringan saraf
normal.
Defisiensi vitamin B12 akan menimbulkan anemia pernisiosa (salah satu bentuk dari defisiensi akibat
tidak adanya factor intrinsic pada sekresi asam lambung), karena getah lambung orang normal
mengandung substansi yang disebut factor intrinsik yang bereaksi dengan factor ekstrinsik yang
terdapat dalam daging, susu, atau bahan makanan lain untuk membuat subtansi antianemia, factor
antianemia tersebut diserap dan disimpan dalam hati. Akibat lain dari defisiensi vitamin B12 adalah
tanda umum dari anemia berat, adanya bercak kuning lemon pada kulit, degenerasi medulla spinalis,
serta terjadi perlambatan pertumbuahan otak.
Biotin
Biotin berfungsi sebagai koenzim pada proses metabolism karbohidrat, protein, serta lemak.
Defisiensi biotin tidak umum terjadi karena zat ini disintesis oleh flora bacterial.
Asam Pantotenat
Asam Pantotenat berfungsi sebagai koenzim pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Asam
Pantotenat juga berfungsi menyintesis asam lemak, asam amino,serta steroid.
Defisiensi asam pantotenat tidak umum terjadi karena sumber makanan ini banyak dan disintesis oleh
flora bacterial.
Defisiensi vitamin c menyebabkan Scurvy, yaitu suatu bentuk kelainan pembentukan kolagen yang
jarang terjadi. Terdapat cukup vitamin C dalam ASI untuk mencegah scurvy pada bayi, asalkan ibunya
sendiri tidak kekurangan.
Akibat dari defisiensi vitamin C juga dapat menyebabkan masalah sebagai berikut:
1. Penyakit kudisan
2. Kulit kering, kasar, petekie, papula hyperkeratosis perifolikular atau area menonjol di sekitar
folikel rambut.
3. Perdarahan otot dan sendi, pseudoparalisis karena nyeri, pembengkakan sendi, beading
kostokondral Rosario skorbutik.
4. Gusi mengembung, rapuh, bengkak, kebiruan tau hitam, gigi goyang dan lepas.
5. Disposisi umum : peka rangsang, cemas, ketakutan, nyeri, menolak untuk bergerak, memilih
posisi seperti katak bila terlentang atau pose skorbutik.
6. Tanda-tanda anemia
7. Penurunan penyembuhan luka
8. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
Vitamin D
Vitamin D larut dalam lemak, diperlukan untuk pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi
pada bayi dan anak, serta untuk pemeliharaan bentuk tulang normal pada ornag dewasa. Lebih lanjut
vitamin D berfungsi dalam proses absorpsi kalsium dan fosfor serta penurunan ekskresi fosfor ginjal.
Defisiensi vitamin D menyebabkan riketsia (rakhitis dan kadang-kadang tetani). Defisiensi vitamin D yang
dijumpai setah masa pertumbuhan dapat menimbulkan osteomalasia. Akibat dari defisiensi vitamin D
akan menimbulkan kalsifikasi tulang yang abnormal, hal ini karena rendahnya saturasi cairan tubuh
dengan kalsium serta fosfor, selain itu, reabsorpsi tulang melebihi pembentukannya, sehingga
menyebabkan demineralisasi umum dari rangka. Keadaan ini menyebabkan tulang menjadi lunak
dengan disertai deformitas toraks, terjadi rosary rakhitis (pembesaran sambungan iga kostokondrial)
tulang punggung, Harrison groove (depresi horizontal pada bagian bawah iga), dada burung (penajaman
sternum tajam), pelvis, dan tulang-tulang panjang.
Vitamin E (Tokoferol)
Fungsi utama vitamin E adalh sebagai antioksidan biologis (untuk mencegah oksidasi spontan dari
berbagai asam lemak tidak jenuh) seperti berbagai hormone. Fungsi vitamin E merupakan hal penting,
yaitu sebagai pelindung terhadap oksidasi vitamin A dan karotin, baik dalam traktus digestivus maupun
dalam sel. Vitamin E mungkin memiliki peranan pada enzim pernapasan dan memiliki peran penting
sebagai penguat dinding sel dan bahan pembuatan bahan mitokondria dalam sel.
Defisiensi vitamin E akan mengakibatkan anemia hemolitik karena hemolisis yang disebabkan oleh
pemendekan usia sel darah merah, khususnya pada bayi premature, dan nekrosis fokal pada jaringan.
Vitamin K
Vitamin K berperan sebagai katalis untuk produksi protombin dan factor pembekuan darah II, VII, IX, dan
X dengan bantuan organ hati. Waktu pembekuan darah akan memanjang pada defisiensi vitamin K dan
dapat menimbulkan perdarahan kulit, selaput lender, dan organ lain dalam tubuh.
Defisiensi Mineral
Natrium
Mineral natrium diperlukan dalam mempertahankan tekanan osmotic dan pH cairan tubuh, serta
sebagai pembawa impuls saraf. Fungsi lain dari natrium adalah mempertahankan keseimbangan asam
basa dan cairan (kation cairan ekstraselular mayor). Natrium juga berperan dalam fungsi permeabilitas
sel dengan cara mempertahankan absorbs glukosa dan membantu kontraksi otot.
Kekurangan natrium dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, dehidrasi,
hipotensi, bingung, kram otot, bahkan kematian. Kebutuhan akan mineral natrium bergantung pada
keperluan untuk pertumbuhan, kehilangan akibat sekresi, dan kadar kalium dalam diet. Natrium
memiliki sifat mudah diserap dari lambung dan usus kecil.
Kalium
Kalium berperan dalam mempertahankan tekanan osmotic serta memungkinkan reaksi beberapa enzim
seperti fosforilase kreatinin dan sebagainya. Selain itu kalium juga diperlukan pada absorbsi asam amino
netral oleh sel dan juga mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kalium juga berfungsi
mempertahankan keseimbangan asam-basa dan cairan (area cairan ekstraseluler mayor), konduksi
saraf, kontraksi otot (khususnya otot jantung), dan melepaskan energy.
Defisiensi kalium dapat menimbulkan disritmia jantung, kelemahan otot, letargi, gagal ginjal,
pernafasan, dan gagal jantung.
Kalsium
Kalsium memiliki fungsi dalam perkembangan serta pemeliharan tulang dan gigi (dalam kombinasi
dengan fosfor), kontraksi otot terutama otot jantung, pembekuan darah, absorpsi vitamin B12, aktivitas
enzim, konduksi saraf, serta integritas substansi elemen intraseluler dan berbagai membrane.
Keadaan defisiensi kalsium akan berakibat riketsia, tetanus, dan gangguan pertumbuhan (khususnya
tulang serta gigi).
Fosfor
Fosfor berfungsi dalam perkembangan tulang dan gigi (kombinasi dengan kalsium), terlibat dalam
banyak reaksi kimia (termasuk metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak) dan keseimbangan asam-
basa.
Adanya defisiensi fosfor menyebabkan kelemahan, anoreksia, malaise, dan nyeri tulang.
Besi
Zat besi berfungsi dalam pembentukan hemoglobin dan mioglobin, dan bagian esensial dari banyak
enzim dan protein.
Tembaga
Tembaga memiliki fungsi produksi hemoglobin dan komponen esensial dari banyak system enzim.
Yodium
Yodium diperlukan dalam menjalankan fungsi kelenjar tiroid, saat lahir kelenjar ini beratnya 1,5-2 gram.
Apabila terjadi defisiensi yodium, maka akan mengakibatkan pembesaran pada kelenjar tiroid sampai 10
gram atau bahkan lebih. Bayi membutuhkan yodium dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan orang
dewasa membutuhkan 0,002-0,004 mg/kgBB/hari. Defisiensi yodium yang terjadi pada wanita hamil
akan memberikan akibat tertentu pada fetus yang sedang dikandungnya.
Flour (Flourin)
Flourin berfungsi dalam pembentukan gigi agar tahan karies dan perkembangan tulang yang kuat. Flour
bersumber dari air terfluoridasi dan makanan atau sayuran yang disiapkan dengan air tersebut, ikan dan
the. Jika terjadi defisiensi flour, maka akan terjadi peningkatan kerentanan kerusakkan gigi.
Selenium
Selenium berfungsi sebagai antioksidan (terutama protektif vitamin E), melindungi dari toksisitas logam
berat dan berhubungan dengan metabolisme lemak. Defisiensi selenium akan berpengaruh terhadap
status kesehatan anak. Defisiensi mineral selenium berakibat penyakit Keshan (kardiomiopati pada anak,
hal ini ditemukan di Negara Cina). Defisiensi selenium dapat terjadi pada pasien dengan alimentasi
parental total yang berkepanjngan, pada kasus ini diperlukan suplementasi.
Zink (Seng)
Zink berfungsi sebagai komponen dari kira-kira 100 enzim, sintesis asam nukleat dan protein dalam
system imun dan koagulasi, pelepasan vitamin A dari hati, dan memperbaiki penyembuhan luka
bersama dengan vitamin C. Seng mempunyai efek positif dalam mengurangi penyakit diare dan sangat
penting untuk pertumbuhan anak. Mineral ini juga mencegah pneumonia pada anak, menyembuhkan
luka lebih cepat, dan bantu memperkuat system kekebalan tubuh.
Adanya defisiensi mineral seng akan menyebabkan kehilangan nafsu makan, penurunan sensasi rasa,
pelambatan proses penyembuhan, lesi kulit (yang disertai eritema dan lesi pecah di sekitar lubang-
lubang tubuh), alopesia, diare, gagal tumbuh, dan kelambatan maturitas seksual.
Kromium
Mineral kromium berfungsi dalam metabolisme glukosa dan produksi energy. Defisiensi kromium
berakibat proses metabolisme glukosa abnormal.