Anda di halaman 1dari 7

Analisis Pemilihan Bahan Penghambat Kebakaran Pada Dinding

Sentosa Limanto
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Petra Surabaya
Jl. Siwalankerto no. 121-131, Surabaya 60441, Telp 031-2983392
Email: leonard@ peter.petra.ac.id

Abstrak
Kebutuhan bahan tahan api sebagai bahan penghambat kebakaran sangat diperlukan pada gedung
/bangunan tertentu sehingga pemilihannya harus proporsional. Analisis ini bertujuan melakukan
perbandingan tingkat ketahanan api material Promat terhadap tingkat ketahanan api minimum berdasarkan
Standart Nasional Indonesia. Hasilnya menunjukkan pemakaian bahan jenis Promat yang terpilih
berdasarkan tingkat ketahanan api untuk dinding adalah Promatect-H . Bagian dinding biasa dan dinding
penahan api pada tipe bangunan A, bahan promat yang dipilih adalah jenis Promatect-H calcium silicate
board tebal 9 mm memakai mineral wool 50 mm yang mempunyai berat jenis 80 kg/m 3 dengan TKA
selama 120 menit adalah sesuai peraturan standart dari SNI 03-1736-2000 yang mempunyai TKA minimum
yang harus dicapai adalah selama 90 menit.

Kata kunci: ketahanan api; meneral wool; penghambat kebakaran; promat

Pendahuluan
Pemakaian bahan penghambat kebakaran secara tepat dapat menekan biaya pemakaian. Sehingga
dalam pemakaianya harus dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan. Artinya bahwa apabila menurut
peraturan Standart Nasional Indonesia (SNI) suatu bangunan harus mampu menahan kobaran api minimal
selama 60 menit, maka jangan menggunakan bahan dengan kemampuan ketahanan tehadap api selama 150
menit, karena akan terjadi pembengkakan biaya yang tidak perlu. Kebakaran adalah bahaya yang
diakibatkan oleh adanya ancaman potensial berupa terkena percikan api sejak dari awal terjadinya api hingga
penjalaran api dan asap lalu gas yang ditimbulkan (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2000).

Resiko kebakaran pada sebuah gedung menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Sehingga
teerbitlah peraturan yang mengatur mengenai keselamatan gedung dari bahaya kebakaran dan peraturan ini
akan disempurnakan secara berkelanjutan agar gedung-gedung menjadi semakin aman (Firestop product
data guide, 2004). Kemungkinan yang terburuk adalah kerusakan total struktur bangunan dan isinya.
Sedangkan penjalaran api kebangunan yang berdekatan akibat percikan api tergantung dari lokasinya
(Endangsih, 2007).

Pada bangunan gedung tinggi aspek pencegahan dan penanggulanganya terhadap kebakaran adalah
sangat vital, mengingat bahwa bangunan gedung tinggi harus memiliki suatu sistem yang kompleks dimana
unsur kemandirian gedung terhadap pengamanannya termasuk pengamanan terhadap kebakaran sangat
diutamakan. Kehilangan harta dan jiwa yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya api sudah diketahui banyak
orang, dan sudah banyak pula upaya yang dilakukan selama bertahun-tahun untuk mengetahui bagaimana
kebakaran dapat terjadi dan pola penjalarannya (Juwana,2005)

Pada awalnya hanya ada satu sistem proteksi kebakaran yaitu sistem proteksi kebakaran aktif, yang
berupa sistem springkle, smoke and heat detector, tabung pemadam api ringan. Dimana pada sistem tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena adanya kelemahan tersebut maka manusia mulai mencari solusi
untuk mengatasinya, yaitu dengan sistem proteksi kebakaran pasif. Karena sistem proteksi kebakaran pasif
dilihat begitu penting maka berdasarkan peraturan Standart Nasional Indonesia (SNI), sistem tersebut mulai
menjadi perhatian untuk digunakan dalam sebuah bangunan sebagai sistem yang melengkapi sistem proteksi
kebakaran aktif. Biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan material penghambat kebakaran pasif ini
tergolong tinggi. Sehingga penggunaannya harus tepat agar biaya yang dikeluarkan untuk sistem pencegahan
dan penaggulangan bahaya kebakaran harus seimbang dengan kemungkinan akan terjadinya kebakaran dan
kerugian yang disebabkannya (Juwana,2005).

Bahan dan Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk melakukan pemilihan material
penghambat kebakaran pasif berdasarkan pada SNI 03-1736-2000. Tingkat ketahanan api bahan produk dari
Promat dibandingkan dengan tingkat ketahanan api minimum yang diijinkan oleh SNI 03-1736-2000. Bahan
penghambat kebakaran pasif yang digunakan berasal dari perusahaan Promat. Penelitian ini mencakup
penggunaan bahan penghambat kebakaran pasif pada bagian bangunan untuk kelas bangunan dan tipe
konstruksi tertentu. Bagian bangunan yang dibahas merupakan bagian yang berada di dalam bangunan, yaitu
dinding. Standart tingkat ketahanan api minimum diambil dari SNI 03-1736-2000.
Ada dua macam sistem proteksi kebakaran, yaitu pertama sistem proteksi aktif adalah kemampuan
peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan
kebakaran . Yang kedua adalah sistem proteksi pasif adalah kemampuan stabilitas struktur dan elemennya,
konstruksi tahan api kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan
dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran (Peraturan Daerah, 2005). Proteksi api pasif
menekan kandungan api atau memperlambat penjalaran api. Semua ini harus sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan pada peraturan bangunan dan peraturan api. Tolok ukur proteksi api pasif adalah kemampuan
untuk mengendalikan kandungan api dalam kompartemen-kompartemen, hal ini berarti membatasi penjalaran
api dan asap dalam hal periode waktu yang telah dijelaskan dalam peraturan bangunan dan peraturan api.

Sistem Proteksi Pasif (SNI 03-1736-2000)


Adapun beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam mendesain ruangan dengan
menggunakan sistem proteksi pasif, bangunan harus dibedakan menurut tipe konstruksi dan kelas bangunan.
Dari penentuan kelas bangunan dan tipe konstruksi akan diperoleh persyaratan mengenai lamanya waktu
(Tingkat Ketahanan Api) yang harus didesain ketika terjadi kebakaran (SNI 03 -1736 2000). Tingkat
Ketahanan Api (TKA) diukur dalam satuan menit, yang ditentukan berdasarkan standart uji ketahanan api
dengan kriteria sebagai berikut ketahanan memikul beban (stability), ketahanan terhadap penjalaran api
(integrity) ketahanan terhadap penjalaran panas (insulation).

Tabel 1. Tingkat Ketahanan Api Berdasarkan SNI 03-1736-2000 Tipe A

Kelas TKA (menit)


Stability/Integrity/Insulation

Bagian bangunan Kelas 7


Kelas 2,3 Kelas 5,9 atau (selain
Kelas 6
atau 4 7 (parkir) parkir) atau
8

Dinding biasa
dan dinding - 90/90/90 120/120/120 180/180/180 240/240/240
penahan api

Memikul
90/90/90 120/120/120 180/120/120 240/120/120
Dinding saf Beban
pelindung lif Tidak
dan tangga Memikul -/90/90 -/120/120 -/120/120 -/120/120
Beban
Proteksi api pasif tidak membutuhkan proses elektrik ataupun elektronik. Ada dua tipe utama dari
proteksi api pasif, yaitu Intumescent fire protection dan vermiculite fire protection. Pada vermiculite fire
protection, bagian struktural bangunan akan dilapisi oleh bahan permaikulit, yaitu lapisan yang sangat tipis.
Pilihan ini lebih murah dibandingkan Intumescent fire protection, namun lebih tidak estetik. Pada lingkungan
yang korosif, bahan permaikulit bukan merupakan suatu pilihan yang tepat, karena bahan permaikulit
memungkinkan air masuk dan menyebabkan korosi. Intumescent fire protection adalah sistem proteksi api
pasif yang berupa lapisan coating. Bahan ini memiliki ketebalan tertentu, dapat di finishing dengan indah, dan
memiliki nilai estetik yang cukup tinggi, serta tahan pada kondisi lingkungan yang korosif (Wikipedia, 2009).
Dengan menggunakan sistem proteksi pasif, gedung didesain agar struktural stabil selama terjadi kebakaran,
(Departemen Pekerjaan Umum, 1998) sehingga cukup waktu untuk evakuasi penghuni secara aman, cukup
waktu bagi petugas pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api dan dapat menghindari
kerusakan pada properti lainnya
Klasifikasi pada klas bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada bangunan,
pembagiannya berdasarkan kelas bangunan disebut kelas bangunan 1 (bangunan sederhana) sampai dengan
kelas bangunan 10. Selanjutnya pembagian bangunan berdasarkan tipe konstruksi bangunan dibagi atas 3
macam, yaitu Tipe A, B dan C. Tipe A adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan
mampu menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah
pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang
mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan. Tipe B, konstruksi yang
elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-
ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar
bangunan. Kemudian Tipe C adalah konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang
dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.
Sedangkan penjelasan untuk kelas bangunan dari No. 1 sampai dengan 10 terdapat pada pedoman peraturan
SNI 03-1736-2000.

Tabel 2. Kelas Bangunan dan Tipe Konstruksi

Kelas Bangunan & Tipe Konstruksi


Jumlah Lantai Bangunan
Kelas 2,3,9 Kelas 5,6,7,8

4 atau lebih A A

3 A B

2 B C

1 C C

Tabel 2. digunakan untuk menentukan jenis konstruksi bangunan, yang dilihat berdasarkan jumlah
lantai bangunan dan tipe/kelas bangunan. Misalnya untuk bangunan kantor 4 lantai, bangunan kantor
termasuk dalam kelas bangunan 5, sehingga dapat dilihat pada Tabel 2. untuk kelas bangunan 5 dan jumlah
lantai 4 termasuk pada konstruksi bangunan Tipe A.

Hasil dan Pembahasan


Tingkat ketahanan api bahan didapatkan dari spesifikasi jenis promat dengan penggunaan pada
setiap bagian bangunan. Sedangkan untuk Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimum didapatkan dari SNI 03
17362000 yang dibagi dalam 3 tipe dan 10 kelas bangunan, dimana setiap tipe dan kelas bangunan memiliki
syarat tingkat ketahanan api dan bagian bangunan yang berbeda. TKA menurut data spesifikasi bahan jenis
promat yang dipergunakan pada bagian dinding adalah jenis Promatect-H calcium silicate board,
Promatect-S Cement/steel composite board dan Promaseal Grafitex.
Promatect-H calcium silicate board dan Promatect-S Cement/steel composite board dipergunakan
untuk dinding yang memikul beban dan yang tidak memikul beban. Sedangkan untuk Promaseal Grafitex
hanya dapat digunakan untuk bagian dinding yang tidak memikul beban. Berikut ini adalah tabel-tabel yang
menunjukkan tingkat ketahanan api jenis Promat untuk dinding.

Tabel 3. TKA Promatect-H untuk Dinding

Tingkat ketahanan api


Tebal Mineral wool
(menit)

6 mm 30 30 mm x 60 kg/m3

9 mm 60 30mm x 80 kg/m3

9 mm 120 50mm x 80 kg/m3

18 mm 240 100mm x 100 kg/m3

Tabel 4. TKA Promatect-S untuk Dinding

Tingkat Ketahanan Api


Mineral wool
Tebal (menit)

6 mm 120 50mm x 140 kg/m3

9.5 mm 240 100mm x 160 kg/m3

Data bahan jenis promat dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4. , yang menunjukkan tingkat
ketahanan terhadap api (integrity & insulation) dan tebal material. Gambar 1. adalah gambar dari TKA
bahan jenis promat untuk dinding.
Gambar 1. Grafik TKA Bahan Jenis Promat untukDinding

Gambar 1. Menunjukkan Promatect-S Cement/steel composite board dengan tebal 6 mm mampu


memberikan TKA selama 120 menit yang lebih lama jika dibandingkan dengan Promatect-H Calcium
Silacate Board dengan ketebalan yang sama namun TKA sebesar 30 menit, hal ini dikarenakan perbedaan
pada mineral wool yang dikandung. Kemudian, Promatect-H calcium silicate board dengan ketebalan 9 mm
memiliki dua macam TKA dikarenakan adanya perbedaan dalam penambahan mineral wool. Untuk tebal 9
mm dengan tingkat ketahanan api 60 menit menggunakan mineral wool dengan tebal 30 mm (berat jenis 80
kg/m3), sedangkan untuk 120 menit menggunakan mineral wool dengan tebal 50 mm (berat jenis 80 kg/m3).
Dan bila dibandingkan dengan Promatect-S Cement/steel composite board dengan tebal 6 mm menggunakan
mineral wool tebal 50 mm yang berat jenisnya sebesar 140 kg/m 3 maka pemilihan bahan promat jenis
Promatect-H calcium silicate board dengan TKA 120 menit adalah lebih baik karena berat jenisnya lebih
kecil (Chandra H.P., dkk).

Tingkat ketahanan api minimum pada bagian dinding biasa dan dinding penahan api terbagi dalam 3
tipe bangunan. Dimana pada tipe bangunan A memiliki tingkat ketahanan yang berbeda untuk kelas 2 sampai
kelas 9. Dinding biasa dan dinding penahan api ini dimaksudkan seperti dinding partisi, dimana dinding ini
tidak didesain untuk memikul beban, tetapi syarat tingkat ketahanan api yang harus dipenuhi juga terhadap
Stability. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar dinding ini tidak collapse dan menimpa manusia ketika
terjadi kebakaran. Karena apabila dinding ini runtuh dapat menghambat proses pelaksanaan evakuasi
manusia.
Gambar 2. Grafik TKA Berdasarkan SNI 03-1736-2000, Dinding Biasa dan Penahan Api Tipe Bangunan A

Pada Gambar 2. dapat dilihat syarat yang harus dipenuhi untuk dinding biasa dan dinding penahan
api tipe bangunan A yang dibagi dalam empat kelompok kelas bangunan. Kelompok pertama yaitu terdiri
dari kelas bangunan 2, 3 dan 4 yang mensyaratkan tingkat ketahanan api minimum mencapai 90 menit.
Kelompok kedua yaitu terdiri dari kelas bangunan 5, 9 dan 7 parkiran yang mensyaratkan tingkat ketahanan
api minimum mencapai 120 menit. Kelompok ketiga yaitu terdiri dari kelas bangunan 6 yang mensyaratkan
tingkat ketahanan api minimum mencapai 180 menit. Sedangkan yang terakhir adalah kelompok dengan kelas
bangunan 7 selain parkiran dan 8 yang mencapai tingkat ketahanan api minimum sebesar 240 menit.

Kesimpulan

Bagian dinding biasa dan dinding penahan api pada tipe bangunan A, bahan promat yang dipilih
adalah jenis Promatect-H calcium silicate board tebal 9 mm memakai mineral wool 50 mm yang
mempunyai berat jenis 80 kg/m3 dengan TKA selama 120 menit adalah sesuai peraturan standart dari SNI
03-1736-2000 yang mempunyai TKA minimum yang harus dicapai adalah selama 90 menit.

Daftar Pustaka

Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2000). Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Jakarta: Author.

Chandra H.P., Limanto S., Lauwmato D., Subandi A., 2009, Pemilihan Material Penghambat Kebakaran
Pasif Berdasarkan SNI 03-1736-2000, Skripsi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya.
Departemen Pekerjaan Umum. (1998). Persyaratan teknis bangunan gedung. Kebayoran Baru: PT.
Mediatama Saptakarya.
Endangsih, T. (2007). Pengaruh material terhadap bahaya kebakaran ditinjau dari desain bangunan dan
waktu evakuasi. Retrieved Feb. 22, 2009 from http://peneliti.bl.ac.id/wp-
content/uploads/2007/05/endang-sna2007.pdf

Firestop product data guide. (2004). Jakarta: PT. Laneg Manunggal

Juwana, J. S. (2005). Panduan bangunan tinggi untuk arsitek dan praktisi bangunan. Jakarta: Erlangga.

Peraturan Daerah. (2005). Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung. Retrieved Oct. 14, 2008
from http://pu.go.id/balitbang/sni/Pedoman Teknik/puskim/pd T-11-2005-C.pdf

Wikipedia. (2009). Pengertian passive fire protection. Retrieved Jun. 10, 2009 from
http://en.wikipedia.org/wiki/Passive_fire_protection.

Anda mungkin juga menyukai