1
DAFTAR ISI
2
A. Latar Belakang
Keberhasilan upaya kesehatan ibu diantaranya dapat dilihat dari
indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama
masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain
seperti kecelakaan, terjatuh dan lain-lain disetiap 100.000 kelahiran hidup.1
Tingginya AKI masih menjadikan salah satu permasalah utama yang
saat ini dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia. 2 AKI di
Indonesia menunjukan penurunan dari 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2012 menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) tahun 2015.1
Jawa barat masih menjadi salah satu provinsi teratas sebagai
penyumbang angka kematian ibu dan bayi, berdasarkan hasil data dari dinas
kesehatan jawa barat jumlah kasus kematian ibu karena kehamilan, persalinan
dan nifas meningkat dari 748 kasus di tahun 2014 menjadi 823 kasus di tahun
2015.1 Di daerah Kabupaten Bogor sendiri rata-rata setiap tahunnya mencapai
300 kasus persalinan dan dari angka tersebut tercatat AKI sebesar 64 ibu di
tahun 2015.3
Penyebab kematian ibu dan kematian bayi bisa terjadi karena adanya
komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas.1 Komplikasi
kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan
atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk
penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa dan atau
janin.4 Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya
perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi disetiap usia kehamilan, pada kehamilan muda
sering dikaitkan dengan kejadian abortus.5 Abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram istilah abortus dipakai untuk menunjukan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.6
Kejadian abortus dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, di Indonesia
adalah sebesar 1,6% pada tahun 2012 dan di Provinsi Jawa Barat adalah
sebesar 0,12% pada tahun 2012.7 Abortus menjadi salah satu dari 10 besar
kasus kegawatdaruratan maternal yang terjadi di RSUD Cibinong selama
1
tahun 2016, abortus sendiri menempati urutan ke 3 dengan jumlah kejadian
sebanyak 169 kasus.8
Usia menjadi faktor resiko untuk terjadinya abortus. Dimana usia yang
dimaksud yaitu usia aman akan kehamilan dan persalinan pada usia 20-35
tahun. Berdasarkan Ners Jurnal Keperawatan volume 9 no 2 mengenai
Analisis Faktor Resiko Kejadian Abortus di RSUD Dr. M.Djamil Padang,
jika dilihat dari sisi umur yang menyebabkan abortus terdapat 57.7 % ( 30
orang), artinya ibu-ibu yang mengalami abortus sebagian besar berada pada
rentang umur yang kurang baik untuk kehamilan yaitu 20 tahun dan 35
tahun.9
Berdasarkan penelitian Rahmani, Silmi lisani dalam judul penelitian
Faktor-faktor risiko kejadian abortus di RS Prikasih jakarta selatan pada
tahun 2013 adanya hubungan yang signifikan antara paritas dan riwayat
abortus sebelumnya dengan kejadian abortus, dimana ibu yang paritasnya <1
dan >5 mempunyai peluang 2,287 kali untuk mengalami abortus dan ibu yang
memiliki riwayat abortus sebelumnya mempunya peluang 2,188 kali untuk
mengalami abortus.10
Faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan abortus adalah status
pernikahan. Dimana menurut penelitian Halim, Rizqiana dkk dalam judul
penelitian Karakteristik Penderita Abortus Inkompletus di RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan Tahun 2010-2011 didapatkan bahwa abortus banyak
terjadi pada ibu dengan status pernikahan sudah menikah sebanyak 96%.11
Secara teoritis, status sosial ekonomi ditentukan oleh tingkat pendidikan
dan pekerjaan yang akan berpengaruh terhadap kesempatan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal termasuk dalam hal ini ANC
dan pelayanan keluarga berencana. Sebab mendasar kematian fetal-neonatal
antara lain status gizi wanita yang rendah, pernikahan usia muda, tingginya
fertilitas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Usia pernikahan yang terlalu
muda akan membatasi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan status
ekonomi serta menyebabkan kehamilan usia muda.12
Berdasarkan Jurnal Kesehatan dan Kebidanan mengenai Studi Deskriptif
Tingkat Pekerjaan Ibu pada Kejadian Abortus di RS Mardi Rahayu Kudus,
didapatkan data bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu
yang mempunyai beban kerja yang berat karena wanita yang mempunyai
2
beban kerja tinggi terkadang memiliki resiko yang tinggi mengalami trauma
didaerah perut yang menyebabkan hasil konsepsi dapat keluar.13
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya abortus, dari beberapa
penelitian bisa dilihat menurut karakteristik ibu pada faktor resiko terjadinya
abortus diantaranya usia, paritas, riwayat abortus, status pernikahan,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi dan riwayat penyakit. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran
kejadian abortus berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten
Bogor.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
kejadian abortus berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten
Bogor.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dalam penelitian ini diantaranya adalah :
a. Diketahuinya usia sebagai faktor resiko terjadinya abortus
b. Diketahuinya paritas sebagai faktor resiko terjadinya abortus
c. Diketahuinya riwayat abortus sebelumnya sebagai faktor resiko
terjadinya abortus
d. Diketahuinya status psikososial ekonomi sebagai faktor resiko
terjadinya abortus
e. Diketahuinya status pendidikan sebagai faktor resiko terjadinya
abortus
f. Diketahuinya pekerjaan sebagai faktor resiko terjadinya abortus
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai gambaran kejadian abortus
berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor.
2. Bagi Institusi
3
Untuk menambah studi kepustakaan mengenai gambaran kejadian
abortus berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor.
3. Bagi Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai gambaran kejadian
abortus berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor.
D. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Berdasarkan variasi berbagai
batasan yang ada tentang usia atau berat lahir janin viable (yang mampu
hidup diluar kandungan) akhirnya ditentukan suatu batasan abortus
sebagia pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau
usia kehamilan 20 minggu.6
Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin
dapat hidup di dunia luar tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO
abortus berarti keluarnya janin dengan berat badan janin <500 gram atau
usia kehamilan <22 minggu.14
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokatus. Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat
intrvensi tertentu dengan bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan.5
Abortus provokatus ini di bagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus
medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila
didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini
pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis
kebidanan dan kandungan , spesialis penyakit dalam dan spesialis jiwa.
Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama yang terkait.
Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan
suaminya tidak terkena trauma psikis di kemudian hari.5
2. Patofisiologi Abortus
Umunya abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin, diikuti
oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Selanjutnya, terjadi perubahan
4
nekrotik di daerah implantasi, infiltrasi sel-sel perdangan akut dan berakhir
dengan perdarah pervaginam. Pelepasan hasil komsepsi, baik seluruhnya
maupun sebagian, diinterpretasi sebagai benda asing dalam rongga rahim,
sehingga uterus mulai berkontraksi untuk mendorong benda asing keluar
rongga rahim (Ekspulsi).14
Pada awal abortus terjadi perubahan perdarahan desisua basalis diikuti
nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
menegluarkan benda asing tersebut.6
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, vili korialis belum menembus
desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam
hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih
dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk
seperti kantong kosong amnion atau benda kecil tak jelas bentuknya
(lighted ovum), jalan lahir mati, janin masih hidup, mola krueta, fetus
kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.15
3. Etiologi Abortus
Abortus dapat terjadi karena beberapa penyebab, yaitu :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah :
1) Kelianan kromosom, terutama trisomo autosom dan monosomi X
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3) Pengaruh teatogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau
atau alkohol.6
b. Faktor maternal, berupa :
1) infeksi, beresiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama
pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyebab
kematian janin tidak diketahui secara pasti akibat infeksi janin
atau oleh toksin yang dihasilkan mikroorganisme penyebab
infeksi. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus
antara lain :
a) virus rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks, varicella
zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, ensefalomielitis.
5
b) bakteri, salmonella typhi
c) parasit, toxoplasma gondii, plasmodium.
2) penyakit vaskular, hipertensi, penyakit jantung
3) kelainan endokrin, abortus spontan dapat terjadi bila produksi
progesteron tidak mencukupi, terjadi disfungsi tiroid atau
defisiensi insulin.
4) imunologi, ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA
(human leukocyte antigen), SLE (Systemic lupus ertythematosus,
lupus eritematosus sistemik)
5) trauma, jarang terjadi, umumnya segera setelah trauma, misalnya
trauma akibat pembedahan :
a) pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
graviditium sebelum minggu ke 8
b) Pembedah intraabdominal dan pembedahan uterus pada saat
hamil
c) kehamilan uterus, hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma
submukosa), serviks inkompeten atau retroflekxio uteri
gravidi incarcerata
d) psikosomatik, pengaruh faktor ini masih dipertanyakan14
c. Faktor janin, kelainan yang paling sering dijumpai adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio janin atau plasenta, kelainan tersebut
biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa :
1) Kelainan telur-telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,
kelaian kromosom (monosomi, trisomi atau polipploidi)
merupakan sekitar 50% penyebab abortus
2) Trauma embrio, pasca sampling vili korionik, amniosentesis
3) Kelainan pembentukan plasenta, hipoplasia trofoblas.14
d. faktor eksternal, berupa :
1) Radiasi, dosis 1-10 Rad dapat merusak janin berusia 9 minggu
dosis lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran
2) obat-obatan, antagonis asam folat, antikoagulan dll. Sebaiknya
tidak menggunakan obat-obatan ketika usia kehamilan <16
minggu kecuali obat terbukti tidak membahayakan janin atau
indikasi penyakit ibu yang parah
3) zat kimiawi lain, bahan yang mengandung arsen, benzena, dll14
6
a. Usia
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap
mental untuk menerima kehamilannya. akibatnya, selain tidak ada
persiapan, kehamilannya tidak dipelihara denga baik. Kondisi ini
menyebabkan ibu menjadi sterss. Dan akan meingkatkan resiko
terjadinya abortus.5
Abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 15 %
pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 56% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun.10
b. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu tertegang oleh adanya janin. Bila terlalu
sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah
melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya
gangguan pada waktu kehamilan, pesalinan dan nifas. Risiko abortus
spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.10
c. Riwayat abortus sebelumnya
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi
terjadinya abortus berulang. Kejadian sekitar 3-5%. Data dari
beberapa studi menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan
punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi. Sedang bila
pernah 2 kali, risikonya meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan
bahwa resiko aboruts setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%.
Penderita dengan riwayat abortus satu kali atau dua kali menunjukan
adanya pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya
melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali
atau lebih ternyata terjadi pertubuhan janin yang terhambat,
prematuritas.5
d. Status psikososial ekonomi
Seorang wanita berstatus menikah yang melakukan abortus masih
tinggi dengan alasan tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, dengan kata lain bisa
diartikan kehamilan ini direncanakan atau tidak. Namun, tidak
7
menutupi kecenderungan kalangan wanita yang belum menikah untuk
melakukan abortus. Kejadian abortus pada usia muda dengan status
belum menikah mungkin saja lebih banyak dari angka yang tercatat
dikarenakan faktor psikologi.11
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan
pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan
kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh
pada kondisi saat kehamilan yang beresiko pada kejadian abortus.
Selain itu pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam
mengakses pelayanan kesehatan sehingga adanya kemungkinan risiko
terjadinya abortus dapat terdeteksi.10
e. Pendidikan
Martadisoebarata dalam wahyuni (2015) menyatakan bahwa
pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengenbangan diri dan
meningkatkan kematangan intelektual akan berpengaruh pada
wawasan dan cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan
keputusan maupun dalam membuat kebijakasanaan dalam
menggunakan pelayanankesehatan. Pendidikan yang rendah membuat
seorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga mereka
tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana
kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka mau
menggunakannya. 14
f. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian kasmini 2011 didapatkan data bahwa
sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang
mempunyai beban kerja yang berat karena wanita yang mempunyai
beban kerja tinggi terkadang memiliki resiko yang tinggi mengalami
trauma didaerah perut yang menyebabkan hasil konsepsi dapat
keluar.13
5. Macam-macam Abortus
a. Abortus iminens
8
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.15
Diagnosis berupa iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri
janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan
berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin
diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis.5
Bila hasil konsepsi masih utuh dan terdapat tanda-tanda
kehidupan janin, biasanya ibu diminta tirah baring dan tidak
melakukan aktivitas seksual sampai gejala perdarahan hilang atau
selama 3 x 24 jam. pemberian preparat progesteron masih
diperdebatkan karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos,
termasuk otot uterus. Beberapa penelitian menunjukan efek buruk
progesteron, yakni meningkatkan risiko inkomplit sehingga hanya
diberikan bila terdapat gangguan fase luteal, dosisnya 5-10 mg.14
b. Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
telah mendasar dan ostium uteri telah membuka akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus
dan umur kehamilan. besar uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dengan tes kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan
USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan
umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal. Biasanya terlihat penipisan
9
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya
pelepasan plasenta dan dinding uterus.5
Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan
tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.15
c. Abortus inkompletus
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagai hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Biasanya ciri-cirinya perdarahan yang banyak
disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.15
Dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih
terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada
ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya
pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa.
Yang menyebabkan sebagai placental site masih terbuka sehingga
perdarahan terus berjalan. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia
atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk
kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya
dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus
sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit
dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya
tidak beraturan.5
Bila terjadi abortus inkompletus, lakukan perbaikan keadaan
umum, syok harus dilatasi bila muncul, bila Hb <8 gr% maka transfusi
darah segera dilakukan.14
d. Abortus kompletus
Bila hasil konsepsi lahir lengkap, abortus disebut komplet dan
kuretase tidak diperlukan. Pada setiap abortus, jaringan yang terlahir
harus selalu diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan
kelainan trofoblas (mola hidatidosa). Pada abortus komplet,
perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
berhenti total selambat-lambatnya setelah 10 hari, karena dalam masa
ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga
segera menutup kembali.14
10
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osternum uteri telah
menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar
uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. pemeriksaan USG tidak
perlu dilakukan pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada
pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus, pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus
ataupun pengobatan.5
Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi
antibiotika, ataupun apabila khawatir akan infeksi dapat diberi
antibiotika profilaksis.16
e. Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi selurunya masih tertahan dalam kandungan. Penderita
missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.5
Bila kehamilan di atas 16 minggu sampai 20 minggu penderita
justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang kadang kali
missed abortion juga diawal dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti.5
Disekitar janin yang sudah mati terkadang terdapat sedikit
perdarahan pervaginam, sehingga menimbulkan gambaran seperti
abortus iminens. Namun, rahim selanjutnya tidak membesar tetapi
malah mengecil karena ait ketuban terabsorpsi dan janin megalami
maserasi.14
Mised abortus seharusnya ditangani di rumah sakit atas
pertimbangan : karena plasenta dapat melekat sangat erat di dinding
rahim, sehingga prosedur kuretase akan lebih sulit dan risiko perforasi
lebih tinggi dan pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan
tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria
selama 15 jam.10
f. Abortus habitualis
11
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak
sulit untuk menjadikan hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir
dengan keguguran/abortus secara berturut-turut.14
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkopetensia
serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima
beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati
trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka
(inkompeten) tanpa disertai rasa mules/ kontraksi rahim dan akhirnya
terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan. Robekan serviks yang luas
sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.5
g. Abortus infeksius, abortus septik
Abortus infeksius ialah abortus yang disertai komplikasi infeksi.
Adanya penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum
peritoneum dapat menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis.16
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus
yang paling sering terjadi apabila dilakukan kurang memperhatikan
asepsis dan antisepsis.5
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera
mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi
yang lebih luas selain disekitar alat genetalia juga ke rongga
peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan
dapat jatuh dalam keadaan syok septik. 5
h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologik
dimana mudgah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi
tetap terbentuk. Disamping mudgah, kantong kuning telur juga tidak
ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang
baru terdeteksi setelah berkembangnya USG. Bila tidak dilakukan
tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada
janin di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 16-16 minggu akan terjadi
abortus spontan.5
12
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, kerangka konsep penelitian ini
adalah :
13
Kehamilan kehamilan baik 2.Tidak
direncanakan atau
tidak berhubungan
mengenai kesiapan
ibu dalam
menghadapi proses
kehamilan
G. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang
terjadi di dalam masyarakat.17 Alasan menggunakan desain ini karena pada
penelitian ini mencoba untuk menyelidiki gambaran kejadian abortus
berdasarkan faktor resiko di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor, dengan
variabel yaitu faktor resiko kejadian abortus : Usia, paritas, Riwayat abortus
sebelumnya, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, riwayat sosial
ekonomi dan riwayat penyakit.
Penelitian ini menggunakan desain survei, yaitu metode survei adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala
yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang
institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu
daerah.17
14
2. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Cibinong. Pemilihan
tempat penelitian berdasarkan RSUD Cibinong merupakan rumah sakit
tipe B dan sudah ada pelayanan emergensi obstetrik dan komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau secara tepat waktu oleh masyarakat di
sekitar wilayah kabupaten bogor.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada April 2017 sampai dengan Mei
2017.
Keterangan :
15
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi.
Perbedaan bisa 0,01, 0,05 dan 0,10.
16
Peneliti kemudian memasukan data ke dalam tabel yang sesuai
dengan kriteria kedalam Microsoft Excel 2010 dan kemudian
dipindahkan ke dalam SPSS versi 23.
5. Cleaning
Peneliti mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada
kesalahan atau tidak, dan membuang data yang tidak terpakai.
b. Analisi Data
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data. Sehingga data tersebut dapat ditarik menjadi suatu
kesimpulan. Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase dari tiap variabel.17
H. Jadwal
Adapun jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian mengenai Gambaran
Kejadian Abortus berdasarkan Faktor Resiko di RSUD Cibinong Kabupaten
Bogor adalah sebagai berikut :
Tabel Jadwal Kegiatan
I. Referensi
1. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jendral Profil Kesehatan
17
2. Walyani, Elisabeth siwi.2015.Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Sarwono Prawirohardjo
6. Maternity,Dainty dkk.2014.Asuhan Kebidanan Patologis.Jakarta:Binarupa
Aksara.
7. Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Tahun 2016
8. Capaian Indikator Maternal RSUD Cibinong Tahun 2016
9. Fajria, Lili.2013.Analisis Faktor Resiko Kejadian Abortus di RSUP
Kedokteran.
11. Halim, Rizqiana.dkk.2011.Karakteristik Penderita Abortus Inkompletus di
Kebidanan : 39-43.
14. Martaadisoebrata,Djamhoer.dkk.2013.Obstetri Patologi.Jakarta:EGC.
15. Rukyah,Ayi.dkk.2007.Asuhan Kebidanan Kehamilan.Jakarta:Trans Info
Media.
16. Saifuddi, Abdul Bahri.2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.
18
J. Instrumen
KUESIONER
GAMBARAN KEJADIAN ABORTUS BERDASARKAN FAKTOR RESIKO
Petunjuk Pengisian :
Isilah/berilah tanda () pada Kotak yang sudah disediakan dibawah ini :
A. Identitas Responden
1. Nama (Inisial) :
2. Usia : 20 tahun 21 tahun 35 tahun 36 tahun
3. Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP SMA
Diploma Sarjana
4. Alamat : Bogor Luar Bogor
19
13. Jika ada, riwayat penyakit apa yang ibu derita?
Infeksi Hipertensi Diabetes milletus Penyakit jantung
Lainnya,sebutkkan...................
14. Sejak kapan ibu mengidap penyakit tersebut?
Sekarang 5 tahun lalu Sudah sejak lama, tahun......
15. Apakah ibu mendapatkan pengobatan sampai sembuh?
20
K. Informent Consent dan PSP
PENJELASAN PENELITIAN
21
Jl. Dr. Sumeru No.116 .Bogor - 16111
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai studi
Gambaran kejadian abortus berdasarkan faktor resiko di RSUD
Cibinong Kabupaten Bogor yang dilakukan oleh peneliti dari Prodi
Kebidanan Bogor. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dilakukan secara
sukarela dan dapat menolak atau mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa
sanksi apapun.
22
KUISIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian :
Isilah/berilah tanda () pada Kotak yang sudah disediakan dibawah ini :
C. Identitas Responden
5. Nama (Inisial) :
6. Usia : 20 tahun 21 tahun 35 tahun 36 tahun
7. Pendidikan : Tidak Sekolah SD SMP SMA
Diploma Sarjana
8. Alamat : Bogor Luar Bogor
23
Infeksi Hipertensi Diabetes milletus Penyakit jantung
Lainnya,sebutkkan...................
29. Sejak kapan ibu mengidap penyakit tersebut?
Sekarang 5 tahun lalu Sudah sejak lama, tahun......
30. Apakah ibu mendapatkan pengobatan sampai sembuh?
Iya Tidak, alasan....
24
BIODATA PENELITI
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Nurullita Ulfa Yulianie
A. 2. Jenis Kelamin Perempuan
3. NIM P17324214004
4. Tempat dan Tanggal Lahir Cianjur, 13 Juli 1996
5. E-mail nurullita13@gmail.com
6. Nomor Telepon/HP 085770888608
7. Alamat Kp. Pintu Air rt 03/17 Des.Citepus
Kec.Palabuhanratu Kab. Sukabumi
Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA
Nama SDN WR Supratman SMPN 1 SMAN 1
Sekolah Palabuhanratu Palabuhanratu
Tahun 2002-2008 2008-2011 2011-2014
Masuk-Lulus
25
Lampiran7. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
Mengesahkan,
Direktur Poltekkes
26
LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN
27