PENDAHULUAN
Dalam menghadapi era globalisasi ini, organisasi perlu meningkatkan kinerjanya agar
mampu bersaing dalam banyak konteks, yang bermakna bahwa kapasitas untuk berubah dari
sebuah organisasi penting sekali. Organisasi yang harus berubah adalah organisasi yang
menggabungkan pembelajaran dalam tempat kerjanya. Upayanya berupa kualitas adaptasi dan
aspek fundamental dimana individu harus melihat kedalam perubahan suatu paradigma. Dalam
kontek ini individu haruslah merubah sikap atau dengan kata lain menyesuaikan perkembangan
jaman karena individu dianggap sebagai penentu maju mundurnya suatu organisasi.
1.3 Tujuan
[1]
3. Menjelaskan kepribadian dalam perilaku keorganisasian.
[2]
BAB II
PEMBAHASAN
a. Usia
Hubungan antara usia dan kinerja diperkirakan akan terus menjadi isu yang penting
dimasa yang akan datang. Hal ini disebabkan setidaknya oleh 3 alasan, yaitu:
b. Jenis Kelamin
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan
wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan
[3]
kompetitif, motivasi, sosiabilitas, produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja atau kemampuan
belajar. Namun hasil studi menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang,
dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki
pengharapan untuk sukses, namun tetap saja perbedaannya kecil.
Biasanya, yang membuat adanya perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai ibu yang
juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang mungkin menimbulkan anggapan bahwa
wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit, tentulah ibu yang akan
merawat dan menemani dirumah.
Ras merupakan sebuah isu kontroversial. Bukti menyatakan bahwa beberapa orang
mendapati interaksi dengan kelompok ras lainnya tidak nyaman apabila tidak ada skenario
perilaku yang jelas untuk memandu perilaku mereka. Ras dan etnis telah dipelajari terkait
dengan hasil perekrutan seperti keputusan perekrutan, evaluasi kinerja, gaji dan diskriminasi
tempat kerja. Kebanyakan riset berkonsentrasi pada perbedaan dalam hasil sikap antara Kulit
Putih dan Afrika.
d. Disabilitas
[4]
diakomodasi untuk beberapa penyandang disabilitas. Misalnya, hukum dan akal mengakui
bahwa seorang buta tidak dapat menjadi supir bus.
Oleh karena prasangka negatif pemberi kerja, banyak penderita gangguan mental enggan
mengungkapkan keadaannya sehingga menyembunyikan masalah. Meskipun demikian,
kemajuan teknologi yang berkelanjutan telah meningkatkan lingkup ketersediaan pekerjaan
bagi penyandang disabilitas, memberikan peluang baru dan beragam.
c. Masa Kerja
Masa kerja adalah peramal yang cukup baik mengenai kecenderungan karyawan seperti
Karyawan yang telah menjalankan suatu pekerjaan dalam masa tertentu, produktivitas dan
kepuasannya akan meningkat, sementara tingkat kemangkiran berkurang dan kemungkinan
keluar masuk karyawan lebih kecil.
Masa kerja juga tidak mempunyai alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja
(senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. Senioritas/masa kerja berkaitan secara
negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.
Berikut ilustrasinya :
2.2 Kemampuan
Kemampuan adalah suatu kapasitas yang dimiliki seorang individu untuk mengerjakan
berbagai tugas suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Ada dua jenis kemampuan, yaitu:
[5]
a. Kemampuan Intelektual
Terdapat faktor umum yang cukup dapat di akui oleh para ahli sebagai faktor kecerdasan
yaitu kemampuan mental general jadi kemampuan mental general adalah kecerdasan secara
keseluruhan yang di hasilkan oleh kolerasi positif antara dimensi kemampuan intelektual
spesifik.
Robbins (2001) mencatat 7 (tujuh) dimensi yang membentuk kemampuan intelektual, yakni:
Beberapa profesi yang erat kaitannya dengan kemampuan intelektual diantaranya adalah
akuntan, periset.
[6]
b. Kemampuan Fisik
c. Peran Diabilitas
2.3 Kepribadian
Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang
mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang.
Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat oleh Gordon Allport hampir 70
tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah Organisasi dinamis dalam suatu
sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara
unik terhadap lingkungannya. Kepribadian juga dapat diartikan keseluruhan cara dimana
seorang individu bereaksi dan berinteraksi. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam
istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
[7]
Faktor Keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk
wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis
adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua, yaitu komposisi biologis, psikologis dan
psikologis bawaan mereka. Pendekatan keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok
mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam
kromosom.
Faktor Lingkungan
Faktor lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter
kita adalah lingkungan dimana kita tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga,
teman-teman, dan kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Faktor-
faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian kita.
Faktor Situasi
Faktor lainnya adalah situasi. Ini berarti, kepribadian sesorang yang banyak
ditentukan oleh bawaan lahir, lingkungan yang relatif stabil, akan dapat berubah karena
adanya kondisi situasi tertentu yang berubah.
[8]
2.3.1 Tipe-tipe Kepribadian
a. Tipe Realistik
Mereka yang berada area ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki keengganan
sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik, polos, keras hati, praktis, suka
berterus terang, asli, maskulin dan cenderung atletis, stabil, tidak ingin menonjolkan diri,
sangat hemat, kurang berpandangan luas dan kurang mau terlihat.
b. Tipe Investigatif
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu, mandiri,
intelektual, instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti, rasional, pendiam,
menahan diri dan kurang populer.
c. Tipe Artistik
Orang-orang yang masuk dalam tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya
sebagai orang yang Agak sulit (complicated), tidak teratur, emosional, tidak materaialistis,
idealistis, imaginitif, tidak praktis, impulsif, mandiri, instropektif, intuitif, tidak
menyesuaikan diri dan orisinil/asli.
d. Tipe Sosial
Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya
sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun, murah hati, agak
konservatif, idealistis, persuasif, bertanggung jawab, bersifat sosial, bijaksana dan penuh
pengertian.
[9]
e. Tipe Enterprising
Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai orang
yang gigih mencapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi), argumentatif, dominan,
energik, suka menonjolkan diri, suka spekulasi dan membujuk, impulsif, optimis, pencari
kesenangan, percaya diri, sosial dan suka bicara.
f. Tipe Kovensional
Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah menyesuaikan diri,
teliti, dipensif, efesien, kurang fleksibel, pemalu, patuh, sopan santun, teratur dan cenderung
rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang imajinasi dan kurang mengontrol diri.
[10]
2.3.3 Model Kepribadian Lima Besar
MBTI mungkin kekurangan bukti pendukung, tetapi sebuah badan riset yang
mengesankan mendukung Model Lima Besar, lima dimensi dasar yang mendasari semua
yang lainnya dan mencakup hamper semua variasi signifikan dalam kepribadian manusia.
Lebih jauh lagi, skor tes dari karakteristik-karakteristik ini sangat baik dalam memprediksi
bagaimana orang berperilaku dalam berbagai situasi kehidupan nyata.
[11]
2.3.4 Dark Triad
Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial lainnya,
yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku organisasi,
yaitu: Machiavellianisme, narsisme dan psikopat.
a. Machiavellianisme
Contohnya, Hao adalah manajer bank muda di Shanghai. Ia menerima tiga promosi
dalam lima tahun terakhir dan tidak meminta maaf atas taktik agresif yang digunakannya
untuk memajukan kariernya. Artinya nama saya adalah pintar, dan itulah saya. Saya
melakukan apa saja untuk maju, katanya. Hao dikategorikan sebagai Machiavellian.
b. Narsisime
Hal ini dinamai sesuai mitos Yunani tentang Narcissus, anak muda yang sombong dan
angkuh sampai ia jatuh sendiri dengan bayangannya. Dalam psikologi, narsisme menjelaskan
seseorang yang memiliki rasa berlebihan akan pentingnya diri, membutuhkan kekaguman
yang berlebihan, memiliki rasa kelayakan dan angkuh. Bukti menyatakan orang yang narsis
lebih karismatik daripada yang lain.
Contohnya, Sabrina suka menjadi pusat perhatian. Ia sering melihat dirinya di cermin,
memiliki mimpi besar dan menganngap dirinya orang dengan banyak talenta. Sabrina adalah
orang yang narsis.
c. Psikopat
[12]
Psikopat didefinisikan sebagai kurangnya kepedulian pada orang lain, dan kurangnya rasa
bersalah atau menyesal ketika tindakan mereka menyebabkan bahaya. Ukuran atas psikopat
mencoba untuk menilai motivasi seseorang untuk mematuhi norma sosial, kesiapan untuk
menipu untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan efektivitas usaha-usaha itu, imulsivitas
dan ketidakpedulian, yakni kurangnya kepedulian empati bagi orang lain.
Satu studi menunjukan misalnya, bahwa motivasi pendekatan dan penghindaran dapat
membantu menjelaskan bagaimana evaluasi diri inti mempengaruhi kepuasan kerja. Kerangka
kerja itu juga mencakup beragam motif kita saat bertindak.
a. Evaluasi Diri
Orang yang memiliki evaluasi inti diri (Core Self Evaluation [CSE]) positif menyukai
dirinya dan memandang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali atas lingkungannya.
Mereka dengan evaluasi diri negatif cenderung tidak menyukai dirinya, mempertanyakan
kemampuannya dan memandang dirinya tidak berdaya atas lingkungannya. Orang-orang
dengan evaluasi inti diri positif berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya karena
mereka menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan sasarannya dan
bertahan lebih lama dalam mencoba mencapainya.
[13]
b. Pengawasan Diri
c. Kepribadian Proaktif
2.4 Pembelajaran
Definisi pembelajaran secara umum adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Ironisnya disini kita dapat mengatakan
bahwa perubahan perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi dan pembelajaran
adalah perubahan perilaku. Sedangkan definisi lain menurut Robbins (2001) mengatakan
pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang relatif
konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut Robbins
ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut:
a. Pengkondisian Klasik
[14]
oleh seorang ahli fisiolog Rusia bernama Ivan Pavlov pada tahun 1900-an. Pada dasarnya,
model ini mempelajari sebuah respons berkondisi mencakup pembangunan hubungan antara
rangsangan berkondisi dan rangsangan tidak berkondisi. Ketika rangsangan tersebut, yang
satu menggoda dan yang lainnya netral, dipasangkan rangsangan yang netral menjadi sebuah
rangsangan berkondisi dan dengan demikian mengambil sifat-sifat dari rangsangan tidak
berkondisi tersebut.
b. Pengkondisian Operant
c. Pembelajaran Sosial
Seseorang dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada individu lain dan hanya
dengan diberi tahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari pengalaman langsung. Disini teori
pembelajaran sosial adalah sebuah perluasan dari pengkondisian operant. Teori ini berasumsi
bahwa sebuah fungsi dari konsekuensi teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran
melalui pengamatan atau observasi dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Individu
[15]
merespon pada bagaimana mereka merasakan dan mendefinisikan konsekuensi, bukan pada
konsekuensi objektif itu sendiri.
Ada empat model yang telah ditemukan oleh Robbins (2001) untuk menentukan pengaruh
sebuah model pada seorang individu, yaitu:
a. Proses perhatian. Individu berminat belajar dari suatu model bila model itu cukup dikenal,
cukup dapat menarik perhatiannya sedemikian rupa serta apa yang disajikan penting
buatnya.
b. Proses penyimpanan. Pengaruh dari suatu model bergantung kepada seberapa baik
individu mengingat tindakan model setelah model tersebut tidak lagi tersedia.
c. Proses reproduksi motor. Setelah seseorang melihat sebuah perilaku baru dengan
mengamati model, pengamatan tersebut harus diubah menjadi tindakan. Proses ini
kemudian menunjukkan bahwa individu itu dapat melakukan aktivitas yang dicontohkan
oleh model tersebut.
d. Proses penegasan. Individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang
dicontohkan jika tersedia insentif positif atau penghargaan. Perilaku yang ditegaskan
secara positif akan mendapat lebih banyak perhatian, dipelajari dengan lebih baik dan
dilakukan lebih sering.
[16]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap Individu adalah pribadi yang unik. Manusia pada hakekatnya adalah kertas kosong
yang di bentuk oleh lingkungan mereka. Perilaku manusia merupakan fungsi dari interaksi antara
person atau individu dengan lingkungannya. Mereka berperilaku berbeda satu sama lain karena
ditentukan oleh masing-masing lingkungan yang memang berbeda.
Secara biografis individu memiliki karakteristik yang jelas bisa terbaca, seperti usia, jenis
kelamin, ras, disabilitas dan lama bekerja yang bersifat objektif dan mudah diperoleh dari catatan
personel. Karakter-karakter ini merupakan perwakilan dari keragaman level permukaan.
Karakteristik-karakteristik ini berpengaruh terhadap pekerjaan nantinya.
Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung
mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan
pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan berbeda di
karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran merupakan bukti dari
perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan relatif permanen yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.
Kepribadian dapat diartikan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan
berinteraksi. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang. Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe
kepribadian sebagai berikut: (1) Tipe Realistik, (2) Investigatif, (3) Artistik, (4) Sosial, (5)
Konvensional. Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial
lainnya, yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku
organisasi, yaitu: Machiavellianisme, narsisme dan psikopat. Sifat Kepribadian Lainnya yang
Relevan dengan Perilaku Organisasi yaitu: (1) Evaluasi Diri, (2) Pengawasan Diri, (3)
Kepribadian Proaktif.
[17]
Pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang
relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut
Robbins ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut: (1) Pengkondisian Klasik, (2) Pengkondisian Operant, (3) Pembelajaran Sosial.
3.2 Saran
Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam
pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.
Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana
pembaca mempelajari tentang karakteristik biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran
dalam perilaku keorganisasian.
Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan.
[18]
DAFTAR PUSTAKA
Stepphen P Robbins, Timothy A Judge. 2015. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta: Salemba
Empat.
[19]