Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menghadapi era globalisasi ini, organisasi perlu meningkatkan kinerjanya agar
mampu bersaing dalam banyak konteks, yang bermakna bahwa kapasitas untuk berubah dari
sebuah organisasi penting sekali. Organisasi yang harus berubah adalah organisasi yang
menggabungkan pembelajaran dalam tempat kerjanya. Upayanya berupa kualitas adaptasi dan
aspek fundamental dimana individu harus melihat kedalam perubahan suatu paradigma. Dalam
kontek ini individu haruslah merubah sikap atau dengan kata lain menyesuaikan perkembangan
jaman karena individu dianggap sebagai penentu maju mundurnya suatu organisasi.

Dikarenakan individu adalah segalanya bagi perkembangan organisasi, mungkin bisa


dikata bahwa organisasi tanpa individu adalah suatu kebohongan belaka atau tak mungkin. Dari
hal ini maka kita lihat mengenai sebagian sifat dan pemikiran individu yang harus dimiliki demi
terwujudnya suatu organisasi yang baik. Walaupun tanpa meniadakan komponen-komponen lain
seperti teknologi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik biografis dalam perilaku keorganisasian?

2. Bagaimana kemampuan dalam perilaku keorganisasian?

3. Bagaimana kepribadian dalam perilaku keorganisasian?

4. Bagaimana pembelajaran dalam perilaku keorganisasian?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan karakteristik biografis.

2. Menjelaskan kemampuan dalam perilaku keorganisasian.

[1]
3. Menjelaskan kepribadian dalam perilaku keorganisasian.

4. Menjelaskan pembelajaran dalam perilaku keorganisasian.

[2]
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Biografis

Karakteristik biografis merupakan karakterisitik pribadi/perorangan, seperti usia, jenis


kelamin, ras, disabilitas dan lama bekerja yang bersifat objektif dan mudah diperoleh dari
catatan personel. Karakter-karakter ini merupakan perwakilan dari keragaman level
permukaan.

a. Usia

Hubungan antara usia dan kinerja diperkirakan akan terus menjadi isu yang penting
dimasa yang akan datang. Hal ini disebabkan setidaknya oleh 3 alasan, yaitu:

Keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot seiring dengan usia


Realita bahwa angkatan kerja menua
Mulai adanya perundang-undangan yang melarang segala macam bentuk pensiun yang
bersifat perintah.

Usia mempunyai hubungan positif dengan tingkat keluar masuknya pegawai,


produktifitas dan kepuasan kerja. Semakin tua usia, semakin kecil untuk keluar dari suatu
perusahaan, semakin produktif dan semakin menikmati kepuasan akan pekerjaan. Tetapi usia
berbanding terbalik dengan tingkat kemungkinan walaupun tidak mutlak. Riset terakhir
menemukan bahwa umur dan kinerja tidak memiliki hubungan. Mc Donald yang mengerjakan
karyawan yang sudah berumur di atas 55 tahun ternyata kinerja mereka tidak kalah dengan
yang lebih muda.

b. Jenis Kelamin

Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan
wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan

[3]
kompetitif, motivasi, sosiabilitas, produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja atau kemampuan
belajar. Namun hasil studi menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang,
dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki
pengharapan untuk sukses, namun tetap saja perbedaannya kecil.

Biasanya, yang membuat adanya perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai ibu yang
juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang mungkin menimbulkan anggapan bahwa
wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit, tentulah ibu yang akan
merawat dan menemani dirumah.

c. Ras dan Etnis

Ras merupakan sebuah isu kontroversial. Bukti menyatakan bahwa beberapa orang
mendapati interaksi dengan kelompok ras lainnya tidak nyaman apabila tidak ada skenario
perilaku yang jelas untuk memandu perilaku mereka. Ras dan etnis telah dipelajari terkait
dengan hasil perekrutan seperti keputusan perekrutan, evaluasi kinerja, gaji dan diskriminasi
tempat kerja. Kebanyakan riset berkonsentrasi pada perbedaan dalam hasil sikap antara Kulit
Putih dan Afrika.

d. Disabilitas

Dengan terbentuknya paragraf Undang-undang mengenai penduduk dengan disabilitas


atau disebut Americans with Disabilities Act (ADA) tahun 1990, perwakilan individu
penyandang cacat dalam tenaga kerja America Serikat meningkat cepat. Menurut ADA,
pemberi pekerja disyaratkan untuk menyediakan akomodasi yang sesuai sehingga tempat
kerjanya dapat diakses oleh individu dengan cacat fisik atau mental. Komisi Pemerataan
Peluang Kerja Amerika Serikat mengklasifikasi seseorang sebagai penyandang disabilitas
apabila ia memiliki kerusakan fisik atau mental yang secara substansial membatasi satu atau
lebih aktivitas utama. Contohnya, orang yang kehilangan anggota tubuh, gangguan kejang,
sindrom down, ketulian, skizofrenia, alkoholisme, diabetes dan sakit punggung kronis.
Kondisi-kondisi ini hampir tidak ada yang serupa, sehingga tidak ada generalisasi mengenai
bagaimana setiap kondisi terkait dengan pekerjaan. Beberapa pekerjaan jelas tidak dapat

[4]
diakomodasi untuk beberapa penyandang disabilitas. Misalnya, hukum dan akal mengakui
bahwa seorang buta tidak dapat menjadi supir bus.

Oleh karena prasangka negatif pemberi kerja, banyak penderita gangguan mental enggan
mengungkapkan keadaannya sehingga menyembunyikan masalah. Meskipun demikian,
kemajuan teknologi yang berkelanjutan telah meningkatkan lingkup ketersediaan pekerjaan
bagi penyandang disabilitas, memberikan peluang baru dan beragam.

c. Masa Kerja

Masa kerja adalah peramal yang cukup baik mengenai kecenderungan karyawan seperti
Karyawan yang telah menjalankan suatu pekerjaan dalam masa tertentu, produktivitas dan
kepuasannya akan meningkat, sementara tingkat kemangkiran berkurang dan kemungkinan
keluar masuk karyawan lebih kecil.

Masa kerja juga tidak mempunyai alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja
(senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. Senioritas/masa kerja berkaitan secara
negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.

Berikut ilustrasinya :

Masa kerja tinggi = tingkat absensi dan turnover rendah


Masa kerja rendah = tingkat absensi dan turnover tinggi

Kedua hal di atas berkaitan secara negatif

Masa kerja tinggi = kepuasan kerja tinggi


Masa kerja rendah = kepuasan kerja rendah

Kedua hal di atas berkaitan secara positif

2.2 Kemampuan

Kemampuan adalah suatu kapasitas yang dimiliki seorang individu untuk mengerjakan
berbagai tugas suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Ada dua jenis kemampuan, yaitu:
[5]
a. Kemampuan Intelektual

Kemampuan intelektual (Intellectual Ability) adalah kemampuan yang di butuhkan untuk


melakukan aktivitas mental-berfikir, penalaran, da memecahkan masalah. Pengujian
kecerdasan intelektual (Intelligentce Quotient [IQ]) adalah kontroversial. Tes IQ di rancang
untuk mengetahui kemampuan intelektual umum seseorang. Begiu juga tes penerimaan
kuliah populer, seperti SAT dan ACT serta tes penerimaan lulusan dalam bisnis (GMAT),
hukum (LSAT), dan kedokteran (MCAT). Tujuh dimensi yang paling sering disebut
membentuk kemampuan intelektual adalah kecerdasan angka,komprehensi verbal, kecepatan
perseptual, penalaran induktif, visualisasi spasial dan ingatan.

Terdapat faktor umum yang cukup dapat di akui oleh para ahli sebagai faktor kecerdasan
yaitu kemampuan mental general jadi kemampuan mental general adalah kecerdasan secara
keseluruhan yang di hasilkan oleh kolerasi positif antara dimensi kemampuan intelektual
spesifik.

Robbins (2001) mencatat 7 (tujuh) dimensi yang membentuk kemampuan intelektual, yakni:

Kecerdasan numerik adalah kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat


Pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau didiengar
Kecepatan perseptual, yaitu kemampuan mengenal kemiripan dan perbedaan visual
dengan cepat dan tepat
Penalaran induktif adalah kemampuan mengenal suatu urutan logis dalam satu masalah
dan pemecahannya
Penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari
suatu argument
Visualisasi ruang, yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak
seandainya posisi dalam ruang diubah
Ingatan, yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu

Beberapa profesi yang erat kaitannya dengan kemampuan intelektual diantaranya adalah
akuntan, periset.

[6]
b. Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik merupakan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut


daya stamina, kecekatan dan keterampilan. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang
dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang
tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik, yaitu yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh,
kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksibilitas luas, fleksibilitas dinamis, koordinasi tubuh,
keseimbangan dan stamina. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut secara
berbeda-beda. Kemampuan intelektual berperanan besar dalam pekerjaan yang rumit,
sedangkan kemampuan fisik hanya menguras kapabilitas fisik.

c. Peran Diabilitas

Pentingnya kemampuan dalam bekerja tampak menciptakan saat ini untuk


memformulasikan kebijakan tempat kerja yang mengikui keragaman dan disabilitas. Seperti
yang telah kita catat, mengakui bahwa individu memiliki bakat berbeda-beda yang dapat
dipertimbangkan dalam membuat keputusan perekrutan problematis. Meskipun demikian,
adalah diskriminatif untuk membuat asumsi atas dasar disabilitas. Juga mungkin
mengakomodasi penyandang disabilitas.

2.3 Kepribadian

Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang
mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang.
Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat oleh Gordon Allport hampir 70
tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah Organisasi dinamis dalam suatu
sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara
unik terhadap lingkungannya. Kepribadian juga dapat diartikan keseluruhan cara dimana
seorang individu bereaksi dan berinteraksi. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam
istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang menurut Robbins


disebutkan ada tiga, yaitu:

[7]
Faktor Keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk
wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis
adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua, yaitu komposisi biologis, psikologis dan
psikologis bawaan mereka. Pendekatan keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok
mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam
kromosom.

Terdapat tiga dasar penelitian berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas


terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan
kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan
temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan
sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan
dalam berbagai situasi.

Faktor Lingkungan

Faktor lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter
kita adalah lingkungan dimana kita tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga,
teman-teman, dan kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Faktor-
faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian kita.

Faktor Situasi

Faktor lainnya adalah situasi. Ini berarti, kepribadian sesorang yang banyak
ditentukan oleh bawaan lahir, lingkungan yang relatif stabil, akan dapat berubah karena
adanya kondisi situasi tertentu yang berubah.

[8]
2.3.1 Tipe-tipe Kepribadian

Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe kepribadian sebagai berikut:

a. Tipe Realistik

Mereka yang berada area ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki keengganan
sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik, polos, keras hati, praktis, suka
berterus terang, asli, maskulin dan cenderung atletis, stabil, tidak ingin menonjolkan diri,
sangat hemat, kurang berpandangan luas dan kurang mau terlihat.

b. Tipe Investigatif

Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu, mandiri,
intelektual, instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti, rasional, pendiam,
menahan diri dan kurang populer.

c. Tipe Artistik

Orang-orang yang masuk dalam tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya
sebagai orang yang Agak sulit (complicated), tidak teratur, emosional, tidak materaialistis,
idealistis, imaginitif, tidak praktis, impulsif, mandiri, instropektif, intuitif, tidak
menyesuaikan diri dan orisinil/asli.

d. Tipe Sosial

Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya
sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun, murah hati, agak
konservatif, idealistis, persuasif, bertanggung jawab, bersifat sosial, bijaksana dan penuh
pengertian.

[9]
e. Tipe Enterprising

Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai orang
yang gigih mencapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi), argumentatif, dominan,
energik, suka menonjolkan diri, suka spekulasi dan membujuk, impulsif, optimis, pencari
kesenangan, percaya diri, sosial dan suka bicara.

f. Tipe Kovensional

Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah menyesuaikan diri,
teliti, dipensif, efesien, kurang fleksibel, pemalu, patuh, sopan santun, teratur dan cenderung
rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang imajinasi dan kurang mengontrol diri.

2.3.2 Indikator Tipe Myers-Briggs

Indikator Tipe Myers-Briggs (Myers-Briggs Type Indicator [MBTI]) adalah instrument


penilaian kepribadian yang paling umum digunakan di dunia. MBTI adalah tes kepribadian
100 pertanyaan yang menanyakan orang-orang apa yang biasanya mereka rasakan atau
lakukan dalam berbagai situasi. Para responden diklasifikasikan sebagai ekstrover atau
introvert ( E atau I), perasa atau intuitif (S atau N), memikirkan atau merasakan (T atau F),
dan menilai atau menerima (J atau P):

a. Ekstrover (Ekstrovered-E) versus Introver (Introverted-I). Individu-individu ekstrover


ramah, pandai bersosialisasi, dan percaya diri. Introvert tenang dan pemalu.
b. Perasa (Sensi-S) versus Intuitif (N). Tipe perasa praktis seta memilih rutin dan urutan.
Mereka fokus pada detail. Intuitif bergantung pada proses tidak sadar dan melihat
pada Gambaran besar.
c. Memikirkan (Thinking-T) versus Merasakan (Feeling-F). tipe yang memikirkan
biasanya menggunakan penalaran dan logika untuk menangani masalah. Tipe yang
merasakan berpegang pada nilai-nilai dan emosi pribadi mereka.
d. Menilai (Judging-J) versus Menerima (Perceiving-P). Tipe yang menilai
menginginkan kendali dan memilih urutan dan struktur, tipe yang menerima fleksibel
dan spontan.

[10]
2.3.3 Model Kepribadian Lima Besar

MBTI mungkin kekurangan bukti pendukung, tetapi sebuah badan riset yang
mengesankan mendukung Model Lima Besar, lima dimensi dasar yang mendasari semua
yang lainnya dan mencakup hamper semua variasi signifikan dalam kepribadian manusia.
Lebih jauh lagi, skor tes dari karakteristik-karakteristik ini sangat baik dalam memprediksi
bagaimana orang berperilaku dalam berbagai situasi kehidupan nyata.

Faktor-faktor Lima Besar :

a. Ekstraversi. Dimensi ekstraversi menampilkan level kenyamanan kita dalam


hubungan. Ektrover cenderung eksfresif, percaya diri, dan mampu bersosialisasi.
Introvert cenderung pemalu, penakut, dan tenang.
b. Keramahan. Dimensi keramahan merujuk pada kecenderungan seorang individu
untuk memahami orang lain. Orang yang ramah kooperatif, hangat, dan
mempercayai. Orang yang berskor rendah dingin, tidak ramah, dan antagonis.
c. Kehati-hatian. Dimensi kehati-hatian adalah suatu ukuran reabilitas. Orang yang
sangat hati-hati bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan, dan persisten. Mereka
yang berskor rendah pada dimensi ini mudah dialihkan, tidak teraktur, dan tidak dapat
diandalkan.
d. Stabilitas emosional. Dimension stabilitas emosional sering dilabeli dengan
kebalikannya, uring-uringan menunjukkan kemampuan seseorang untuk menghadapi
stress. Orang dengan stabilitas emosional positif tinggi cenderung tenang, percaya
diri, dan aman. Mereka dengan skor negative tinggi cenderung gugup, cemas, depresi,
dan tidak aman.
e. Keterbukaan pada pengalaman. Dimensi keterbukaan pada pengalaman mencakup
kisaran minat dan ketertarikan atas inovasi. Orang yang sangat terbuka kreatif, ingin
tahu, dan secara artistic sensitif. Sebaliknya, mereka yang berada di ujung lainnya
dari kategori ini konvensional dan merasa nyaman dalam keadaan yang dikenal.

[11]
2.3.4 Dark Triad

Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial lainnya,
yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku organisasi,
yaitu: Machiavellianisme, narsisme dan psikopat.

a. Machiavellianisme

Karakteristik kepribadian, Machivellianisme (sering disingkat Mach) dinamai sesuai


nama Niccolo Machiavelli. Pekerja yang berkategori Mach, dengan memanipulasi orang lain
demi keuntungan diri, menang dalam jangka pendek, tapi mereka kehilangan kemenangan itu
dalam jangka panjang karena mereka tidak disukai.

Contohnya, Hao adalah manajer bank muda di Shanghai. Ia menerima tiga promosi
dalam lima tahun terakhir dan tidak meminta maaf atas taktik agresif yang digunakannya
untuk memajukan kariernya. Artinya nama saya adalah pintar, dan itulah saya. Saya
melakukan apa saja untuk maju, katanya. Hao dikategorikan sebagai Machiavellian.

b. Narsisime

Hal ini dinamai sesuai mitos Yunani tentang Narcissus, anak muda yang sombong dan
angkuh sampai ia jatuh sendiri dengan bayangannya. Dalam psikologi, narsisme menjelaskan
seseorang yang memiliki rasa berlebihan akan pentingnya diri, membutuhkan kekaguman
yang berlebihan, memiliki rasa kelayakan dan angkuh. Bukti menyatakan orang yang narsis
lebih karismatik daripada yang lain.

Contohnya, Sabrina suka menjadi pusat perhatian. Ia sering melihat dirinya di cermin,
memiliki mimpi besar dan menganngap dirinya orang dengan banyak talenta. Sabrina adalah
orang yang narsis.

c. Psikopat

[12]
Psikopat didefinisikan sebagai kurangnya kepedulian pada orang lain, dan kurangnya rasa
bersalah atau menyesal ketika tindakan mereka menyebabkan bahaya. Ukuran atas psikopat
mencoba untuk menilai motivasi seseorang untuk mematuhi norma sosial, kesiapan untuk
menipu untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan efektivitas usaha-usaha itu, imulsivitas
dan ketidakpedulian, yakni kurangnya kepedulian empati bagi orang lain.

2.3.5 Pendekatan dan Penghinadaran

Kerangka kerja pendekatan-penghindaran telah menggunakan karakteristik-karakteristik


kepribadian sebagai motivasi. Motivasi pendekatan dan penghindaran mewakili tingkat
dimana kita beraksi pada rangsangan positif dan motivasi penghindaran adalah respon kita
pada rangsangan negatif.

Satu studi menunjukan misalnya, bahwa motivasi pendekatan dan penghindaran dapat
membantu menjelaskan bagaimana evaluasi diri inti mempengaruhi kepuasan kerja. Kerangka
kerja itu juga mencakup beragam motif kita saat bertindak.

2.3.6 Sifat Kepribadian Lainnya yang Relevan dengan Perilaku Organisasi

a. Evaluasi Diri

Orang yang memiliki evaluasi inti diri (Core Self Evaluation [CSE]) positif menyukai
dirinya dan memandang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali atas lingkungannya.
Mereka dengan evaluasi diri negatif cenderung tidak menyukai dirinya, mempertanyakan
kemampuannya dan memandang dirinya tidak berdaya atas lingkungannya. Orang-orang
dengan evaluasi inti diri positif berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya karena
mereka menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan sasarannya dan
bertahan lebih lama dalam mencoba mencapainya.

[13]
b. Pengawasan Diri

Pengawasan diri menjelaskan kemampuan seseorang individu untuk menyesuaikan


perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Pengawasan diri yang tinggi
menunjukkan adaptabilitas yang mencakup dalam menyesuaikan perilakunya dengan
petunjuk-petunjuk eksternal dan dapat berperilaku berbeda dalam situasi yang berbeda,
kadang-kadang menampilkan kontradiksi yang berbeda anatara tampilan umum dengan cara
yang demikian.

c. Kepribadian Proaktif

Mereka dengan kepribadian proaktif mengidentifikasi peluang, menunjukkan inisiatif,


mengambil tindakan dan bertahan sampai perubahan yang berat terjadi dibandingkan yang
lain yang berekasi pasif terhadap situasi. Tidak mengejutkan, individu-individu yang proaktif
memiliki banyak perilaku yang diinginkan organisasi. Mereka juga memiliki level kinerja dan
kesuksesan karir yang lebih baik.

2.4 Pembelajaran

Definisi pembelajaran secara umum adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Ironisnya disini kita dapat mengatakan
bahwa perubahan perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi dan pembelajaran
adalah perubahan perilaku. Sedangkan definisi lain menurut Robbins (2001) mengatakan
pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang relatif
konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut Robbins
ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut:

a. Pengkondisian Klasik

Pengkondisian klasik tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing


mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering. Model ini diperkenalkan

[14]
oleh seorang ahli fisiolog Rusia bernama Ivan Pavlov pada tahun 1900-an. Pada dasarnya,
model ini mempelajari sebuah respons berkondisi mencakup pembangunan hubungan antara
rangsangan berkondisi dan rangsangan tidak berkondisi. Ketika rangsangan tersebut, yang
satu menggoda dan yang lainnya netral, dipasangkan rangsangan yang netral menjadi sebuah
rangsangan berkondisi dan dengan demikian mengambil sifat-sifat dari rangsangan tidak
berkondisi tersebut.

b. Pengkondisian Operant

Pengkondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-


konsekuensinya. Individu belajar berperilaku untuk mendapatkan sesuatu yang mereka
inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan. Perilaku operant berarti
perilaku secara sukarela atau yang dipelajari, kebalikan dari perilaku refleksi atau tidak
dipelajari. Kecendrungan untuk mengulangi perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan
demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan
perilaku tersebut diulangi. Psikolog Harvard, B. F. Skinner, mengemukakan bahwa
menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan
meningkatkan frekuensi perilaku tersebut. Ia mendemonstrasikan bahwa individu
berkemungkinan besar akan melakukan perilaku yang diharapkan jika mereka ditegaskan
secara positif untuk melakukannya, paling efektif, penghargaan diberikan segera setelah
respons yang diharapkan diperoleh dan perilaku yang tidak diberi penghargaan atau dihukum,
berkemungkinan lebih kecil untuk di ulang.

c. Pembelajaran Sosial

Seseorang dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada individu lain dan hanya
dengan diberi tahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari pengalaman langsung. Disini teori
pembelajaran sosial adalah sebuah perluasan dari pengkondisian operant. Teori ini berasumsi
bahwa sebuah fungsi dari konsekuensi teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran
melalui pengamatan atau observasi dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Individu

[15]
merespon pada bagaimana mereka merasakan dan mendefinisikan konsekuensi, bukan pada
konsekuensi objektif itu sendiri.

Ada empat model yang telah ditemukan oleh Robbins (2001) untuk menentukan pengaruh
sebuah model pada seorang individu, yaitu:
a. Proses perhatian. Individu berminat belajar dari suatu model bila model itu cukup dikenal,
cukup dapat menarik perhatiannya sedemikian rupa serta apa yang disajikan penting
buatnya.
b. Proses penyimpanan. Pengaruh dari suatu model bergantung kepada seberapa baik
individu mengingat tindakan model setelah model tersebut tidak lagi tersedia.
c. Proses reproduksi motor. Setelah seseorang melihat sebuah perilaku baru dengan
mengamati model, pengamatan tersebut harus diubah menjadi tindakan. Proses ini
kemudian menunjukkan bahwa individu itu dapat melakukan aktivitas yang dicontohkan
oleh model tersebut.
d. Proses penegasan. Individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang
dicontohkan jika tersedia insentif positif atau penghargaan. Perilaku yang ditegaskan
secara positif akan mendapat lebih banyak perhatian, dipelajari dengan lebih baik dan
dilakukan lebih sering.

[16]
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap Individu adalah pribadi yang unik. Manusia pada hakekatnya adalah kertas kosong
yang di bentuk oleh lingkungan mereka. Perilaku manusia merupakan fungsi dari interaksi antara
person atau individu dengan lingkungannya. Mereka berperilaku berbeda satu sama lain karena
ditentukan oleh masing-masing lingkungan yang memang berbeda.

Secara biografis individu memiliki karakteristik yang jelas bisa terbaca, seperti usia, jenis
kelamin, ras, disabilitas dan lama bekerja yang bersifat objektif dan mudah diperoleh dari catatan
personel. Karakter-karakter ini merupakan perwakilan dari keragaman level permukaan.
Karakteristik-karakteristik ini berpengaruh terhadap pekerjaan nantinya.

Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung
mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan
pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan berbeda di
karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran merupakan bukti dari
perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan relatif permanen yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.

Kepribadian dapat diartikan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan
berinteraksi. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang. Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe
kepribadian sebagai berikut: (1) Tipe Realistik, (2) Investigatif, (3) Artistik, (4) Sosial, (5)
Konvensional. Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial
lainnya, yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku
organisasi, yaitu: Machiavellianisme, narsisme dan psikopat. Sifat Kepribadian Lainnya yang
Relevan dengan Perilaku Organisasi yaitu: (1) Evaluasi Diri, (2) Pengawasan Diri, (3)
Kepribadian Proaktif.

[17]
Pembelajaran dalam prespektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang
relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut
Robbins ada 3 teori untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut: (1) Pengkondisian Klasik, (2) Pengkondisian Operant, (3) Pembelajaran Sosial.

3.2 Saran

Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam
pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.

Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana
pembaca mempelajari tentang karakteristik biografis, kemampuan, kepribadian dan pembelajaran
dalam perilaku keorganisasian.

Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan.

[18]
DAFTAR PUSTAKA

Ardana (dkk). 2008. Perilaku Organisasi. Fakultas Ekonomi UNUD. Bali.

Ardiangsyah. 2013. Perilaku Individu dalam Organisasi dalam


http://ardiangsyah.blogspot.com/2013/01/perilaku-individu-dalam-organisasi.html.
Diakses pada 19 September 2016.

Stepphen P Robbins, Timothy A Judge. 2015. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta: Salemba
Empat.

[19]

Anda mungkin juga menyukai