Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Virus Chikungunya: Munculnya Target dan Peluang Baru untuk Kimia Obat-obatan

Disusun Oleh:

Marwah Utama (152210101114)

Meranti Bekti Pertiwi (152210101117)

Fara Sukma Farkha (152210101126)

Siti Nur Azizah H (152210101127)

Pergiwati Dewi R (152210101137)

Taffana Windy (152210101142)

Noer Sidqi M (152210101152)

Kelompok: 6

Dosen: Indah Purnama Sary, S.Si., Apt.

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 2


BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................................................. 12
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus Chikungunya (CHIKV) adalah Arbovirus arthrogenik yang muncul dan termasuk
dalam genus alphavirus, famili Togaviridae. Yang merupakan penyebab wabah besar penyakit
artritis pada manusia selama 5 tahun terakhir.
Demam Chikungunya yang disebabkan oleh virus ini pertama kali ditemukan pada tahun
1952, setelah terjadi wabah di Dataran Tinggi Makonde (dinamai dari nama sekelompok etnis
dari Afrika Timur), di sepanjang perbatasan antara Tanganyika dan Mozambik. Selama periode
ini, jumlah penduduk dari segala umur banyak dipengaruhi oleh penyakit yang khas dengan onset
nyeri sendi yang melumpuhkan, demam berat, dan ruam yang mencolok. Kata "Chikungunya"
diterjemahkan menjadi "membungkuk", yang berkaitan dengan postur bungkuk hasil peradangan
rheumatologic. Selanjutnya, hanya terjadi wabah kecil. Epidemi besar dilaporkan terjadi pada
tahun 1960an dan 1970an di India dan Asia Tenggara. Di Kenya terjadi wabah penyakit ini pada
tahun 2004. Ini mulainya penyebaran epidemi yang mencapai banyak pulau di Samudra Hindia,
India, dan Bagian Asia Tenggara dan selanjutnya terdeteksi di 18 negara di seluruh Asia, Eropa,
dan Amerika Utara melalui penularan dari orang yang terkena infeksi. Selama 5 tahun, lebih dari
2 juta kasus terjadi, dengan wabah di beberapa negara dimana virus tersebut belum pernah
ditemukan sebelumnya. CHIKV yang pertama terjadi di Eropa khususnya di Italia pada tahun
2007.
Saat ini tidak ada pengobatan antivirus tunggal untuk cikungunya. Baru-baru ini yang terjadi
di negara-negara Samudra Hindia, hanya tersedia pengobatan untuk gejala saja, atas dasar
antiinflamasi non steroid, non salisilat analgesik dan cairan. Olahraga ringan diyakini dapat
mengurangi kekakuan sendi, akan tetapi olahraga berat dapat meningkatkan nyeri reumatik.
Selama terinfeksi virus cikungunya kronis, kortikosteroid dapat digunakan untuk membantu
mengurangi peradangan. Status penemuan obat untuk virus cikungunya tanpa obat-obatan saat ini
masih dalam uji klinis. Model tikus pertama untuk mempelajari patofisiologi penyakit yang
dikembangkan pada tahun 2008 setelah beberapa model hewan dikembangkan untuk membantu
memahami interaksi obat-penyakit yang akan memudahkan perkembangan terapi yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana patogenesis virus chikungunya?
1.2.2 Bagaimana cara penambatan inhibitor pada virus chikungunya?
1.2.3 Bagaimana perkembangan kemoterapetik terhadap virus cikungunya?
BAB 2 PEMBAHASAN

Virus Chikungunya (CHIKV) adalah Arbovirus arthrogenik yang muncul dan termasuk
dalam genus alphavirus, famili Togaviridae. Gejala infeksi CHIKF umumnya dimulai dari 4-7
hari setelah gigitan nyamuk. Infeksi diklasifikasikan dalam dua fase, yang pertama adalah akut,
sementara tahap kedua bersifat persisten (kronis), yang menyebabkan penonaktifan Polyarthritis.
Infeksi akut berlangsung selama 1-10 hari dan ditandai dengan gejala polyarthralgia, demam
tinggi, astenia (lemah), sakit kepala, muntah, ruam, dan mialgia (otot terasa sakit).

CHIKV menyerang fibroblas, yang menjelaskan keterlibatannya dengan otot, persendian,


dan jaringan ikat kulit. Rasa sakit yang terkait dengan CHIKF disebabkan oleh banyaknya sinaps
di dalam sendi dan jaringan otot. Manifestasi neurologis juga telah dijelaskan selama terjadinya
wabah terakhir di India, termasuk gangguan seperti ensefalitis, perifer, neuropati, myelopathy,
myeloneuropathy, dan myopathy. CHIKV juga bisa menginfeksi kornea dan disebarkan melalui
rute okular.

Genom CHIKV (Gambar 2) adalah genom RNA yang bermuatan positif, beruntai tunggal
berukuran sekitar 11,8 kb. Yang terdiri dari dua open reading frame (ORF) yang satu di ujung 5'
yang mengkodekan prekursor protein non struktur berikut:

nsP1, memiliki fungsi membatasi mRNA virus melalui aktivitas enzimatik guanin-7-
methyltransferase dan guanylyltransferase
nsP2, bertindak sebagai protease dan helicase;
nsP3, bagian dari unit replikase dan protein lainnya yang terlibat dalam sintesis RNA;
nsP4, RNA-dependent-RNA polymerase

Prekursor nsP123 dan nsP4 berfungsi sebagai bagian kompleks untuk sintesis untai RNA
negatif virus. ORF 3' menguraikan protein struktural, kapsid (C), envelope glikoprotein E1 dan
E2, dan memecah dua produk (E3, 6K). Daerah persimpangan yang tidak diterjemahkan (J)
(Gambar 2) berisi promotor internal, 21 urutan nukleotida yang dilindungi, untuk transkripsi
mRNA subgenomik pada alphavirus lainnya (virus sindbis).

Permukaan CHIKV terdiri dari 80 trimerik spike yang terdiri dari heterodimer dari
envelope glikoprotein (E1 dan E2) di lapisan lipid bilayer. CHIKV memulai siklus hidupnya
(Gambar 3) dengan memasuki sel target dengan cara endositosis yang tergantung pada pH
vesikula berlapis clathrin melalui interaksi yang dimediasi oleh reseptor, namun mekanisme
pastinya tetap tidak jelas. CHIKV menunjukkan telah mereplikasi jenis sel dalam jumlah besar
termasuk sel epitel, endotel, dan sel somatik serta monosit makrofag. Sebuah penelitian terbaru
mengenali prohibitin (PHB) sebagai sel mikroglial yang mengekspresikan protein pengikat
CHIKV. PHB adalah protein yang tampak dan terlindungi yang terdiri dari dua protein homolog
dengan berat molekul yang berbeda. PHB1 memiliki massa sekitar 30 kDa, sedangkan PHB2
sekitar 37 kDa. Kedua protein tersebut mengandung oligomerisasi, dan hetero-oligomerisasi yang
sangat penting untuk stabilitas protein. PHB telah terbukti terdapat di beberapa kompartemen sel
termasuk mitokondria, sitoplasma, dan nukleus selain ekspresinya pada permukaan sel. PHB1
dapat dipastikan sebagai protein pengikat CHIKV E2 namun tidak untuk PHB2. PHB1
ditemukan terlibat dalam proses penggabungan baik tunggal atau sebagai bagian dari kompleks,
lebih jauh menunjukkan bahwa interaksi PHB-virus dapat dimediasi oleh molekul PHB spesifik
yang berinteraksi dengan virus. Pada percobaan, penurunan jumlah reseptor terhadap PHB1
secara signifikan mengurangi tingkat infeksi pada sel yang diuji. Namun, peneliti percaya bahwa
mekanisme ini mungkin hanya memiliki satu jalur dimana CHIKV dapat memasuki sel yang
rentan.

Setelah masuk ke dalam sel, lingkungan endosom yang asam memicu perubahan
konformasi dengan merombak envelope protein virus (E1 dan E2 kompleks), yang menyebabkan
disosiasi heterodimer E2-E1 dan pembentukan homotrimer E1. E1 memotong dan memasukkan
ke dalam membran target dengan peptida fusi hidrofobik (lingkaran fusi) dan membalik untuk
membentuk struktur seperti jepit rambut. Paparan peptida fusi E1 memediasi membran fusi sel
inang virus, melepaskan nukleokapsid ke dalam sitoplasma. Proses ini bergantung pada pH dan
kolesterol yang rendah, yang juga dibutuhkan untuk pertumbuhan selama infeksi alphavirus.

Dua prekursor protein nonstruktural diterjemahkan dari mRNA virus dan kemudian
diuraikan menghasilkan nsP1, -2, -3, dan -4. Selama penerjemahan, nsP123 berikatan dengan
nsP4 bebas dan beberapa protein sel membentuk kompleks replikasi yang mensintesis untai rantai
panjang RNA negatif yang dibutuhkan untuk replikasi. Bila konsentrasi nsP123 meningkat, maka
nsP1, nsP2, nsP3, dan nsP4 dipotong menjadi nsP1, nsP2, nsP3, dan nsP4 yang terbentuk
bersama dengan protein sel inang, ulangan untai positif menghasilkan RNA untai subgenom 26S
positif dan RNA genomik (49S). Promotor yang ada dalam untai negatif memulai transkripsi
RNA berantai positif 26S subgenomik yang mengkodekan prekursor protein struktural. Yang
terakhir dibelah oleh protease serin untuk menghasilkan kapsid (C) yang tersisa di sitoplasma
(Gambar 3), pE2, 6K, dan E1. Protein C mungkin bertanggung jawab atas aktivitas seperti
autoproteolitik, karena memiliki sejumlah urutan tetap yang memiliki aktivitas serupa dan umum
terjadi pada alphavirus lainnya.
PE2 dan E1 diterjemahkan di dalam retikulum endoplasma (Gambar 3) dan diproses di
Golgi dan kemudian dipindahkan ke membran plasma, di mana pE2 diurai oleh aktivitas protease
seperti furin di sel inang menjadi E2 dan E3. Perakitan partikel virus dimulai di sitoplasma sel, di
mana pembentukan nukleokapsid dengan 120 dimer protein C mulai terjadi. Ujung partikel yang
dirakit pada membran sel berbentuk seperti partikel sferis yang berdiameter 65-70 nm, tersusun
dari molekul RNA genomik dan protein kapsid dan diselimuti oleh selaput lipid yang berasal dari
host.

Ada kebutuhan mendesak untuk mengendalikan penyebaran CHIKV, namun, hanya ada
sedikit pemahaman tentang interaksi antara infeksi CHIKV kronis dan sistem kekebalan tubuh
dalam mempertahankan tubuh terhadap infeksi berulang berikutnya, sehingga peneliti
mengembangkan vaksin untuk CHIKV. Sejauh ini, belum ada vaksin CHIKV yang berlisensi,
beberapa percobaan menunjukkan respon imun yang tinggi tanpa efek samping. Pada tahun 2000
dilakukan uji coba klinis untuk memeriksa vaksin CHIKV yang diformulasikan dari sel induk
MRC-5. Subjek yang diberi vaksin tersebut ada yang mengembangkan antibodi penetralisir dan
ada yang menunjukkan nyeri sendi ringan sampai sedang. Pada tahun 2009 ditemukan respon
imun humoral yang ditandai dengan antibodi titer yang tinggi, sehingga dapat dijadikan vaksin
yang menjanjikan, aman, dan efektif yang dapat menghasilkan respon kekebalan protektif jangka
panjang.

Pada tahun 2011 vaksin CHIKV hidup dikembangkan, menghasilkan respon kekebalan
protektif tanpa penyakit yang terdeteksi pada tikus dan tidak dapat menginfeksi vektor nyamuk.
Namun hanya berlaku untuk primata bukan manusia. Dengan penelitian yang berkembang hingga
sekarang ini, dunia harus tetap waspada pada ancaman infeksi CHIKV yang dapat menyebar
dengan cepat. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan kemoterapi yang menargetkan virus
untuk dapat mengendalikan infeksi yang sudah ada.

Beberapa molekul yang telah diuji menunjukkan aktivitas rendah sampai sedang. Obat-
obatan tersebut sudah termasuk yang beredar dipasaran dan digunakan untuk penyakit lain,
misalnya 8,10,12, dan 15. seorang farmasis dituntut untuk dapat mengembangkan struktur yang
telah ada menjadi molekul baru dengan potensi yang lebih baik untuk mempertahankan kualitas
obat-obatan. Kandidat obat yang akan dibuat diprediksi dapat menghambat enzim protease putatif
(5, 6) dan menghambat fusi (27-30).
Namun, tantangannya terletak pada kemampuan untuk mengidentifikasi protokol uji
enzim spesifik untuk memastikan selektivitas protein virus spesifik. Kristalisasi protein dengan
inhibitor akan menjadi faktor yang berguna untuk memvalidasi penelitian tersebut. Bebrapa
senyawa lain yang diuji termasuk senyawa alami yang memiliki aktivitas yang baik sebagai anti
virus, seperti 16, 18, 19, dan 22. Hal ini akan menjadi tantangan bagi peneliti untuk dapat
menyederhanakan struktur kimia menjadi molekul yang lebih mirip obat, sehingga dapat
megalami proses ADME ketika digunakan.

Dari semua senyawa yang diuji sebagai anti-CHIKV hasil yang didapat adalah senyawa
19 memiliki aktivitas paling kuat yaitu dengan EC50=EC50 = 0,0029 M dan senyawa 20 yang
menunjukkan aktivitas terlemah dengan EC50 = 86 M, aktivitas serupa dengan Dari 10, EC50 =
83,3 M. Perlu dicatat bahwa zat aktif 19 dan 16 yang kurang aktif memiliki fitur struktural
umum yaitu struktur turunan benzo [e] azulena tersubstitusi (Gambar 28). Struktur 19 lebih
sederhana dari pada 16 yang tidak memiliki cincin fenil tambahan, dua atom klorin, empat
jembatan oksigen, dan rantai samping alkena (Gambar 28); Namun, 19 memiliki bagian ester
tetradecanoic yang bertanggung jawab atas aktivitasnya sebagai anti-CHIKV di atas 17 dan 18,
dua turunan yang bahkan kurang aktif dari pada 16.
BAB 3 KESIMPULAN

Virus Chikungunya (CHIKV) adalah jenis virus arbovirus yang menyebabkan masalah
bagi kesehatan penduduk dunia dalam beberapa tahun terakhir. Infeksi virus Chikungunya bisa
berkembang menjadi penyakit arthritis kronis. Nyamuk Ae. Albopictus merupakan vektor dari
CHIKV pada iklim sedang, Mutasi gen dari protein envelope virus dapat meningkatkan
kecocokan virus terhadap vektor nyamuk Ae. Albopictus. Imunisasi dengan vaksin yang sudah
berlisensi untuk virus jenis ini saat ini masih belum ada, sehingga imunisasi dilakukan dengan
pengembangan kemoterapi. Baru-baru ini telah ditemukan beberapa senyawa penuntun yang
memiliki aktivitas sebagai anti-CHIKV dan bisa menjadi titik awal menuju terapi yang lebih
efektif. Penemuan senyawa penuntun ini dilakukan dengan metode skrining obat secara acak
yang sudah beredar dipasaran, senyawa alami yang baru ditemukan dan evaluasi senyawa sintesis
antiviral.

Dalam dua tahun terakhir telah dilaporkan bahwa beberapa molekul, struktur kristal dan
enzim yang berperan penting dalam siklus hidup virus CHIKV, namun tidak diketahui senyawa
yang dapat menghambat hal tersebut. Suatu identifikasi telah dilakukan terhadap protein virus
dan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antivirus telah teridentifikasi, namun mekanisme
penghambatannya belum diketahui. Kimia medisinal memiliki peran penting dalam upaya
meningkatkan penemuan obat yang memiliki aktivitas lebih baik dan mengembangkannya
menjadi suatu obat. Selanjutnya, terlepas dari adanya beberapa metode pengujian anti-CHIKV
secara , penelitian dengan menggunakan metode SAR dapat membantu pengembangan uji enzim
CHIKV secara individu dan mengidentifikasi target penghambat yang baru ditemukan.
Mengingat kurang berminatnya para peneliti terhadap pengembangan senyawa antivirus CHIKV
maka kami ingin mengembangkan senyawa anti-virus CHIKV.

Anda mungkin juga menyukai