Oleh :
Pertahanan tubuh nonspesifik dan system imun melindungi tubuh terhadap agens lingkungan
yang asing bagi tubuh. Agens asing di lingkungan eksternal dapat berupa pathogen (virus,
bakteri, jamur, protozoa, atau produknya), produk tumbuhan atau hewan (makanan tertentu,
serbuk sari, atau rambut, atau bulu binatang), atau zat kimia (obat atau polutan).
A. Pertahanan non spesifik
Memberikan perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Oleh beberapa ini
dimasukkan dalam pertahanan non-imun. Ahli lain menyebutnya sebagai pertahanan imun
bawaan lahir atau imunitas alami.
1. Pertahanan nonspesifik terdiri dari semua barier fisik, mekanik, dan kimia sejak lahir
yang melawan benda asing.
2. Berier tersebut meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagositik, dan zat yang dilepas
leukosit.
B. Pertahanan spesifik
Imunitas didapat adalah pertahanan spesifik, yang diinduksi (didapat) melalui pajanan
terhadap agen infeksius spesifik. Jaringan limfatik atau organ tubuh membentuk sistem imun.
1. Komponen sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang dan
kelenjar timus), jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak
peyer pada usus halus, dan apendiks), juga beberapa sel lain dan produk sel.
2. Ada dua jenis respon imun, imunitas humoral dan imunitas selular (diperantarai sel).
1) Imunitas humoral dengan perantara antibody, diproduksi limfosit yang berasal dari
sumsum tulang (sel-sel B) dan ditemukan dalam plasma darah.
2) Imunitas selular diperantarai limfosit yang berasal dari timus (sel-sel T).
A. RIWAYAT
1. Data Demografi
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pekerjaan, ras, status perkawinan,
alamat, nama anggota keluarga atau orang yang dapat dihubungi, sumber pembiayaan.
b. Riwayat Alergi
Kaji tentang riwayat alergi, meliputi tipe alergi : serbuk, debu, tanaman, kosmetik,
makanan, obat-obatan, vaksin), gejala alergi yang dialaminya dan variasi cuaca yang
berkaitan dengan terjadinya atau beratnya gejala. Riwayat pemeriksaan dan pengobatan
yang pernah atau sedang dijalani oleh pasien untuk mengatasi kelainan alergi dan
efektivitas pengobatan tersebut. Semua riwayat alergi terhadap obat dan makanan harus
dicatumkan pada stiker waspada alergi serta ditempelkan di depan catatan rekam medis
dan kartu berobat pasien untuk mengingatkan kepada orang lain mengenai kemungkinan
alergi tersebut.
d. Penyakit Neoplasma
Riwayat kanker dalam keluarga harus ditanyakan. Jika terdapat riwayat kanker dalam
keluarga, kita harus memperhatikan tipe kanker tersebut, usia pasien pada saat awitan dan
hubungan pasien (maternal atau paternal) dengan angota keluarga yang menderita kanker.
Riwayat kanker pada pasien sendiri juga harus diketahui bersama-sama dengan tipe,
stadium dan tanggal penegakan diagnosisnya. Semua terapi yang pernah sedang dijalani
oleh pasien dicatat; bentuk terapi seperti radiasi dan kemoterapi akan mensupresi fungsi
imun dan menempatkan pasien dalam risiko infeksi. Tanggal dilakukan pemeriksaan
skrining kanker dan hasil pemeriksaan tersebut harus didokumentasikan.
5. Riwayat Sosial
Identifikasi faktor-faktor risiko secara social sehingga pasien bisa mengalami penyakit
gangguan sistem imunitas. Orientasi seksual: pria, wanita, heteroseksual, homoseksual,
multipartner. Perilaku penggunaan obat-obatan terlarang, alcohol serta gaya hidup dan
pergaulan pasien.
6. Pola Kesehatan
Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama
(Smeltzer, 2010), seperti dibawah ini:
a. Status Respiratorius
Status Respiratorius dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk,
produksi sputum, nafas pendek, takipneu, dyspneu, suara nafas abnormal: crackles,
ronkhi, wheezing, orthopnoe, batuk produktif, penumpukan secret, usaha batuk yang
kurang baik, penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkostalis, nafas cuping
hidung, penggunaan oksigen tambahan, kelainan foto thorak, rendah kepatuhan minum
obat TB.Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto rontgent torak, hasil
pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru
b. Status Sirkulasi
Tekanan darah dapat normal (normotensi) atau di bawah normal (hipotensi), peningkatan
nadi perifer (takikardi), abnormalitas suara jantung (disritmia, terdengar suara jantung
tambahan, penurunan fungsi otot jantung akibat asidosis/ ketidakseimbangan elektrolit,
terjadi vasodilatasi (kulit teraba hangat, kering, kemerahan) atau vasokonstriksi (pucat,
dingin, lembab) pembuluh darah.
c. Status Nutrisi dan Metabolisme
Status nutrisi dan metabolisme dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali
faktor-faktor yang dapat menggangu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri
oral atau kesulitan menelan, penurunan berat badan, keram abdomen. Disamping itu,
kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai.
Penimbangan berat badan, pengukuran antropometrik, pemeriksaan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen), protein serum, albumin dan transferin akan memberikan parameter status
nutrisi yang obyektif.
d. Status Cairan dan Elektrolit
Status cairan dan elektronik dinilai dengan memeriksa kulit serta membran mukosa untuk
menentukan turgor dan kekeringannya. Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin,
tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan darah yang rendah dan penurunan
tekanan sistolik antara 10-15 mmHg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi
ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat, dan berat jenis urin sebesar
1,025 atau lebih, menunjukan dehidrasi. Ganguan keseimbangan elektrolit seperti
penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara
khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai
tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit, tanda-tanda ini mencakup penurunan status
mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus, dan
pernafasan yang dangkal.
e. Status Neurologis
Status Neurologis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya
terhadap orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang. Pasien harus dinilai untuk
mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parastesia
pada ekstermitas) serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralisis)
dan serangan kejang. Kehilangan sensori, apasia, kehilangan konsentrasi, kehilangan
memori (ADC=AIDS Dementia Complex), apatis, depresi, paralysis.Sakit kepala, pusing,
pingsan, kelelahan, cemas,bingung, disorientasi, delirium/coma, penurunan ketajaman
penglihatan, fotofobia, penurunan sensasi kecap dan raba, penumpukkan Ciaran pada
telinga, peningkatan sekresi dari area hidung menyebabkan penurunan fungsi penciuman
f. Status Eliminasi
Diare persisten bahkan kronis, nyeri saat BAK, status urogenital di nilai dengan
mengamati tanda-tanda infeksi saluran kemih (sering kencing atau terasa terbakar saat
buang air kecil, hematuria, dan pengeluaran sekret dari uretera, Infeksi saluran kemih,
penurunan urine output (oliguri-anuri), urine keruh dan berbau, inkontinensia alvi.
g. Status Aktifitas dan olah raga
Umum ditemuinya respon pasien terhadap stressor yaitu fatigue, malaise, perubahan
status mental, kelelahan kronik, kelemahan otot, kesulitan berjalan, batuk, sesak nafas,
kemampuan melakukan ADL (tingkat1-3), penurunaan kadar Hb menyebabkan
peningkatan denyut nadi (tachicardia) dan dispnoe saat beraktivitas, aktivitas sehari-hari
banyak dibantu, atropi otot sering ditemukan (Muscle wasting), penipisan lapisan lemak
pada kasus wasting syndrome. Papular pruritic eruption (PPE) pada lengan, tungkai
Papular pruritic eruption (PPE) pada lengan, tungkai, kelemahan otot sering ditemukan.
Nyeri tekan dan panas pada area sendi menunjukkan sinovitis.
h. Status Istirahat tidur
Insomnia, sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur, terbangun lebih awal, perasaan
tidak segar saat bangun tidur, fasilitas penunjang istirahat tidur kurang.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan
Abdomen empuk, nyeri/ketidaknyamanan terlokalisasi, urticaria, pruritus, nyeri kepala
hebat pada kasus meningitis, nyeri dada terutama saat batuk, nyeri menelan, nyeri saat
BAK, manajemen nyeri pasien yang kurang baik, nyeri skala lebih dari 5, berteriak,
gelisah, menangis, merintih, memegang area yang nyeri
j. Seksualitas
Gatal-gatal di daerah perineal, maserasi vulva, drainase vaginal purulent, ketakutan
berhubungan seksual, ketakutan penularan penyakit, penurunan libido,
impotensi.Ketakutan pasangan untuk melakukan hubungan seksual, larangan menikah.
k. Kognitif dan persepsi
Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus
dievaluasi. Di samping itu, tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai.
Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis HIV/AIDS merupakan informasi penting
yang harus digali. Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan lainnya dan
mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dari pergaulan sosial
dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stress
utama yang pernah dialami sebelumnya kerap kali bermanfaat. Sumber-sumber yang
dimiliki pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi
l. Sosialisasi dan Konsep Diri
Mekanisme koping destruktif, harga diri rendah, isolasi social, depresi, perasaan
dikucilkan, ketakutan, keputusasaan, takut meninggal, kecemasan tentang masa depan,
apatis, mudah marah, Ketidakmampuan individu memenuhi tugas perkembangan.
Pertumbuhan yang terhambat, perkembangan yang terganggu, kematangan fungsi tubuh,
penurunan fungsi tubuh, gangguan hormonal.
m. Kebutuhan klinis pasien:
1) Obat-obatan: alergi, riwayat pengobatan sekarang, cara memperoleh ARV.
2) Nutrisi: membutuhkan oral/enteral/parenteral
3) Terapi rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara
4) Perawatan khusus: apakah membutuhkan perawatan khusus karena mengalami mis.
Dekubitus, inkontensia, oksigen atau suction
5) Alat bantu: walker, cructh,kursi roda, handled shower, seat bath, urinal.
6) Suplai barang-barang habis pakai: pampers, diapers, kasa, infus, kateter dan tube
feeding
7) Follow up medis: dokter/laboratorium
2. Telinga
Inspeksi bentuk, kebersihan dan fungsi pendengaran. Otitis media sering ditemukan,
perhatikan jenis serumen telinga. Pengkajian lanjut dengan alat untuk menntukan fungsi
pendengaran pasien.
3. Mata
Inspeksi kebersihan mata, skelera ikterik pada kasus infeksi oportunistik hepatitis, kehijauan
pada infeksi saluran empedu, adanya conjungtivitis, insfeksi warna conjungtiav anemis,
adanya ulserasi pada membrane mukosa mata, retinitis, peningkatan sekresi air mata.
4. Hidung
Kesimetrisan bentuk hidung, nafas cuping hidung pada kondisi dispnoe, ulserasi pada
mukosa hidung, kemerahan pada hidung, ekresi lender hidung berlebihan (pada flu kronis).
6. Leher
Inspeksi dan palpasi kesimetrisan bentuk leher: adanya ketidak simterisan dan terjadinya
pembesaran pada nodul lympe menunjukan adanya Lymphadenopathy persistent.
7. Dada
Inspeksi: bentuk dan kesimetrisan dada, pergerakan dada: adanya retraksi interkostalis
menunjukan IO pneumonia (PCP), bentuk dada (barel/chenystokes/funnel chest).
Auskultasi: ronchi menunjukkan penumpukkan secret, wheezing pada IO pneumocystic
carnii pneumonia (PCP), TB paru
Palpasi: taktil fremitus tidak simetirs menunjukkan adanya keganasan, atau efusi pleura.
8. Abdomen
Inspeksi bentuk abdomen: adanya distensi abdomen, abdomen lemas pada kasus diare
kronis, ascites pada IO yang mengarah ke cirosis hepatis.
Auskultasi bising usus: hiperperistaltik pada kasus diare kronis, auskultasi bruit aorta (jarang
terjadi pada kasus HIV-AIDS).
Palpasi empat kuadran abdomen, nyeri tekan pada simpisi dan kuadran bawah kiri dan kanan
menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (sistitis, prostatitis, urethritis). Palpasi dalam:
pembesaran kuadran kiri atas menunjukkan adanya splenomegaly, kuadran kanan atas
hepatomegaly, pankreastitis.
Perkusi: hipertympani menunjukkan distensi abdmonen
10. Ektremitas
Inspeksi kesimetrisan bentuk dan warna, atropi otot sering ditemukan (Muscle wasting),
penipisan lapisan lemak pada kasus wasting syndrome. Papular pruritic eruption (PPE) pada
lengan, tungkai Papular pruritic eruption (PPE) pada lengan, tungkai.
Palpasi untuk menentukan kekuatan otot, kelemahan otot sering ditemukan. Adanya nodul
pada area interpalang menunjukkan rheumatoid artritis. Nyeri tekan dan panas pada area
sendi menunjukkan sinovitis.
11. Kulit, membran mukosa, dan kuku
Kulit dan membran mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi,
ulserasi atau infeksi. turgor kulit tidak elastis menunjukkan dehidrasi dan status nutris
kurang, sarkoma Kaposi, Furunkulosis rekuren, Dermatitis seboroik berat, Eksaserbasi
psoriasis, Herpes zoster, Sarkoma Kaposi, clubbing fingers.
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Imunoglobulin A (IgA)
Menurun: leukemia limfositik, malignansi
Meningkat: gangguan autoimune, demam rematik, infeksi kronis, penyakit hati
2. Imunoglobulin M (IgM)
Menurun: leukemia limfositik, amiloidosis
Meningkat: limfosarcoma, infeksi mononukleus, infeksi virus Rubella
3. Imunoglobulin (IgE)
Meningkat: reaksi alergi astma, sensitivitas pada obat, toxoid, antitoksin tetanus
4. Pemeriksaan CRP (Protein C Reaktif)
a. Timbul apabila terjadi inflamasi
b. CRP (+): selalu terjadi pada demam rematik, infeksi bakteri akut, infeksi hepatitis
c. CRP (+): sering terjadi pada TB aktif, Gout, tumor ganas, lepra, luka bakar, peritonitis
d. CRP (+): kadang terjadi pada varicella, paska bedah, KB intrauterine
5. Pemeriksaan Rheumatoid Factor
a. Bereaksi terhadap IgG
b. RF (+) biasa terjadi pada 80% pasien Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis
a. Pemeriksaan adanya antibodi IgM, IgG, IgA terhadap penyakit RA (radang sendi
reumatik)
b. Nilai titer kurang dari 1 : 20 normal
c. Nilai titer antara 1:20 1:80 reumatoid atau kondisi lain
d. Nilai titer lebih dari 1:80 positif reumatoid
6. Pemeriksaan Rhesus Factor
a. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya amtigen D
b. Rhesus + jika ditemukan antigen D pada eritrosit
c. Apabila Transfusi darah Rh+ diberikan pada pasien Rh-, akan terbentuk antigen D &
mengakibatkan terjadi hemolisis hebat. Namun hanya 20% ibu Rh- membentuk antigen D
pada bayi Rh+. Antigen D bisa di ketahui pada awal kehamilan.
d. 85% caucasian Rh-
7. ANA Test (Antibody Anti Nuclear)
a. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya proses autoimun didalam tubuh pasien, e.g.
syndrome Steven Johnson, SLE (Syndrome Lupus Erytromatosus)
b. Reaksi autoimun terjadi karena reaksi antibodi sel tubuh dengan antigen dari sel itu
sendiri.
c. Hasil (-): tak ada reaksi autoimun/LE, kelainan kulit karena alergi
d. Hasil (+): reaksi kulit dari reaksi autoimun
8. Antibody Rubella
a. Dapat ditularkan melalui urin maupun pernafasan
b. Virus dapat menulari dewasa, anak, ataupun janin
c. Infeksi pda janin kecacatan
d. Pemeriksaan antibodi rubella melalui pengukuran hemaglutinasi inhibitor (HI)
9. Pemeriksaan CEA (Carcino Embrionic Antigen)
a. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya Ca Colon dan pankreas
b. Peningkatan CEA juga terjadi pada Ca lain: Ca esofagus, lambung, usus halus, rektum,
hepar, paru-paru, mamae, serviks, prostat, kandung kemih, testis, ginjal dan leukemia.
c. Peningkatan CEA juga terjadi pada penyakit lain: radang usus, perokok berat, kolitis
ulseratif, sirosis hati, pneumonia bakteri, emfisema paru, pankreatits akut, gagal hinjal
akut dan MCI.
d. Nilai normal;
Tidak merokok : <2,5 mg/ml
Perokok: <3,5 mg/ml
Inflamasi akut: >10 mg/ml
Neoplasma: >12 mg/ml
10. Anti HIV
a. Tes antibodi HI bertujuan untuk mendeteksi kadar imunoglobulin (IgG tipe 1-4, IgA, IgM,
IgD).
b. IgM muncul pertama kali pada bulan ke 6 & berumur pendek
c. IgG muncul stlh IgM & berumur sampai bbrp tahun
d. IgA muncul & menetap, di liur, bronkhus, & permukaan mukosa
ELISA enzyme link immunosorbent assay, (+) jika terjadi ikatan antigen dan
antibodi HIV pada serum ODHA
Western Blot, pemeriksaan konfirmatif stlh ELISA (+)
Rapid test
11. Pemeriksaan CD4
a. Cluster Designation (CD) adalah pengelompokan lekosit berdasarkan penanda
permukaan sel.
b. CD merupakan sistem kekebalan humoral, subpopulasi sel T limfosit
c. CD4 (T4) dan CD8 merupakan sel T limfosit yang tidak homolog tapi memiliki fungsi
sama. CD4 adalah sel yg menginisiasi penyerangan terhadap infeksi. CD8 adalah
supressor yang dapat mengakhiri reaksi imun jika sudah teratasi.
d. CD4 = sel T helper
CD4 = 500-1600, normal
CD4 <500, TBC, diare, kandidiasis oral , limfadenopati
CD4 <200, gejala AIDS, disertai gangguan susunan syaraf pusat
CD4 <50, peningkatan probabilitas mortalitas
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Buku 3.
Jakarta : Salemba Medika
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC