id
Disusun Oleh:
ANNA NUR HIDAYATI I 8307051
KARINA MEY PRASTANTRI I 8307067
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat
dan anugerahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi
Diploma Tiga Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laporan Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diambil
sebagai hasil percobaan.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
menbantu sehingga dapat menyelesaikan laporan ini :
1. Ibu Dwi Ardiana Setyawardani, S.T.,M.T., selaku Ketua Program Diploma
III Teknik Kimia UNS
2. Ibu Ir. Endang Mastuti selaku dosen pembimbing tugas akhir.
3. Bapak dan ibu yang telah memberikan dorongan kepada kami.
4. Semua pihak yang telah membantu atas tersusunnya laporan tugas akhir
ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan dan pembaca yang memerlukan.
Surakarta, 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1. Hasil Percobaan Ekstraksi Batch pada Volume Pelarut ................. 23
Tabel IV.2. Hasil Percobaan Ekstraksi Batch pada Variasi Waktu ................... 24
Tabel IV.3. Hasil Percobaan Ekstraksi Batch pada Variasi Suhu ...................... 25
Tabel IV.4. Hasil Uji Organoleptik .................................................................... 28
INTISARI
ANNA NUR HIDAYATI, KARINA MEY PRASTANTRI, 2011, LAPORAN
TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KAYU
SECANG (Caesalpinia sappan Linn) UNTUK PEWARNA MAKANAN,
PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK KIMIA, FAKULTAS TEKNIK,
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) adalah salah satu pewarna alami
untuk bahan makanan sebagai alternatif bahan tambahan pangan. Sebagian
masyarakat mengolah kayu secang hanya dengan merebus kayunya untuk
mendapatkan warna kecoklatan untuk pewarna minuman atau makanan. Hal ini
tidak praktis dalam pengolahan dan penyimpanan zat warna yang terkandung
dalam kayu secang tersebut, sehingga perlu dilakukan pengolahan hasil zat warna
dari kayu secang menjadi bentuk bubuk.
Kandungan kimia kayu secang adalah tanin (asam tanat), asam galat, resin,
brazilin dan minyak atsiri. Brazilin dengan struktur C16H14O5 yang larut dalam air
dan berasa manis, akan tetapi jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa
brazilein yang berwarna merah kecoklatan.
Pengambilan zat warna alami dari kayu secang diperoleh secara langsung
yaitu ekstraksi secara batch. Sebelumnya dilakukan percobaan pendahuluan untuk
menentukan kondisi operasi meliputi volume pelarut, waktu dan suhu proses.
Kondisi optimum yang diperoleh dari percobaan adalah 50 gram kayu secang
diekstrak dengan 700 ml aquadest, diaduk dengan kecepatan 200 rpm, pada suhu
didih selama waktu 3 jam. Hasil yang diperoleh dari proses tersebut adalah 3,322
gram bubuk zat warna kayu secang.
Pada pelaksanaan dengan ukuran industri rumah tangga, digunakan panci
kapasitas 10 liter. Bahan yang digunakan 500 gram kayu secang diekstrak dengan
7 liter air dengan pengadukan manual selama 3 jam pada suhu didih larutan. Hasil
yang diperoleh adalah 32,422 gram bubuk zat warna kayu secang. Pewarna alami
tersebut apabila diujicobakan pada makanan yang dikukus misalnya bolu kukus
akan memberikan warna merah kecoklatan dan bakpao akan memberikan warna
kuning kecoklatan. Pada pembuatan jelly tanpa tambahan perasa buah (fruit acid)
akan nampak warna ungu tua, tetapi bila jelly tersebut ditambahkan dengan (fruit
acid), warna jelly tersebut akan berubah menjadi kuning. Penambahan pewarna
pada rengginan akan memberikan warna coklat, sedangkan pada pembutan es
krim juga akan memberikan warna coklat.
Uji organoleptik dilakukan terhadap 21 responden meliputi kategori warna,
rasa, dan aroma. Untuk kategori warna, sebagian besar para responden menilai
makanan (jelly, rengginan, bolu kukus dan es krim) tampak menarik kecuali pada
bakpao, sebagian besar responden menilai warna makanan tersebut kurang
menarik. Untuk kategori rasa, sebagian besar responden menilai makanan tersebut
enak. Sedangkan untuk kategori aroma, sebagian besar responden menyukai
aroma dari makanan yang diwarnai dengan zat warna kayu secang tersebut.
ABSTRACT
Secang wood (Caesalpinia sappan Linn) is one of natural dyes for food as
an alternative food additives. Some people are process the secang wood with just
of boiling the wood to get a brown color for drinks or food dyeing. It is not
practical in the processing and storage of dyes contained in the secang wood, so
that the necessary processing product dye from a secang wood into powder.
The chemical constituents of secang wood are tannin (tannat acid), galat
acid, resins, brazilin and essential oil. Brazilin with structure C16H14O5 are soluble
in water and sweet taste, but when oxidized will produce brazilein compound a
red-brown colored.
Taking the natural pigments from secang wood obtained directly is batch
extraction. Previously conducted preliminary experiments to determine the
operating conditions include the volume of solvent, time and temperature process.
The optimum condition obtained from the experiment was 50 grams a secang
wood extracted with 700 ml of aquadest, stirred with a speed of 200 rpm, at
boiling temperature for 3 hours. The result of this process is 3,322 grams of
secang wood powder pigment.
The implementation of the domestic industry size, used pan capacity 10
liters. Materials used 500 grams of secang wood in extracts with 7 liters of water
with manual stirring for 3 hours at the boiling temperature of solution. The result
is 32,422 grams of secang wood powder pigment. These natural dyes is tested on
a steamed food such as bolu kukus cake will give red-brown color and bakpao
cake will give yellow-brown color. In making jelly without added flavor of fruit
(fruit acid) will give dark purple color, but if the jelly is added to fruit acid, it will
change to yellow color. The addition of dye in rengginan and ice cream will give a
brown color.
Organoleptic test carried out on 21 respondents include the categories of
color, flavor, and aroma. For the color category, the majority of the respondents
rated food (jelly, rengginan, bolu kukus cake and ice cream) looks
attractive,except for bakpao cake the majority of respondents rated the food color
is less attractive. The category of taste, most respondents rated the food is
delicious. As for the aroma category, most respondents liked the aroma of food
colored with pigment of the secang wood.
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Metode apakah yang digunakan untuk mengambil zat warna alami dari
kayu secang?
2. Bagaimanakah kondisi operasi yang digunakan untuk mengambil zat
warna alami dari kayu secang agar diperoleh rendemen yang paling
banyak?
3. Berapakah rendemen zat warna alami dari kayu secang yang diperoleh dari
kondisi optimum?
C. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan metode yang digunakan untuk mengambil zat warna alami
dari kayu secang.
2. Menentukan kondisi operasi yang digunakan untuk mengambil zat warna
alami dari kayu secang agar diperoleh rendemen yang paling banyak.
3
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
3. Menentukan rendemen zat warna alami dari kayu secang yang diperoleh
dari kondisi optimum.
D. MANFAAT
Bagi mahasiswa :
a. Mahasiswa mampu melakukan proses pengambilan zat warna dari kayu
secang.
b. Dapat menerapkan ilmu teknik kimia yang telah diperoleh.
Bagi masyarakat :
Dapat menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan tentang cara
pembuatan zat warna alami dari kayu secang.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. ZAT WARNA MAKANAN
Pewarna makanan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori: pewarna
sintetik, pewarna menyerupai pewarna alami, dan pewarna alami. Pewarna
alami untuk makanan berasal dari sumber yang dapat diperbaharui.
Pewarna alami diekstraksi menggunakan air atau alkohol konsentrasi
rendah untuk pigmen larut air dan pelarut organik untuk pigmen lipofilik.
Pembuatan undang-undang membatasi jenis pewarna yang diperbolehkan,
sumber yang boleh digunakan untuk bahan baku pewarna, pelarut yang
dapat digunakan untuk ekstraksi, dan kemurnian pigmen. Warna
ditambahkan ke dalam makanan untuk beberapa alasan:
Mengganti warna yang hilang selama proses berlangsung
Menegaskan warna yang sudah ada
Meminimalkan variasi warna
Mewarnai makanan yang belum diwarnai.
Pewarna alami adalah Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen)
yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral.
Zat warna ini digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman
dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.
Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk
mewarnai makanan adalah:
1. Karoten
2. Biksin
3. Karamel
4. Klorofil
5. Antosianin
(Nur Hidayat dan Elfi, 2006)
5
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
2. KAYU SECANG
Klasifikasi tanaman
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicolyledonae
Bangsa : Resales
Suku : Cesalpiniaceae
Marga : Caesalpinia
Jenis : Caesalpinia sappan L
(Dirjen Perkebunan, 2010).
6
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
(Gambar 2.1. Tanaman Kayu Secang) (Gambar 2.2. Kayu Secang yang
telah diserut)
Deskripsi
Secang (Caesalpinia
Caesalpinia sappan Linn)) merupakan salah satu tanaman obat yang
dimanfaatkan kayunya sebagai simplisia, meskipun kayu secang juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pewarna karena mengandung zat warna yang disebut
sappanin
Tanaman ini berupa perdu berbatang tegak yang tingginya antara 4-8
4 m,
memiliki duri-duri
duri yang sangat tajam. Daunnya
aunnya berupa daun majemuk menyirip,
panjang mencapai 50 cm,
cm dengan 8-16 pasang sirip daun, anak daun berbentuk
lonjong, kecil
cil berwarna hijau. Bunga majemuk, tumbuh diketiak daun, lebar 2-2,5
cm, berwarna kuning.
Tanaman secang kemungkinan berasal dari India bagian Selatan
Selatan, Burma,
Thailand sampai Indo--Cina. Di Indonesia ,secang umumnya ditanam sebagai
tanaman pagar di kebun-
kebun kebun atau juga dijumpai sebagai tanaman liar di tepi
tepi-
tepi hutan. Tanaman secang tumbuh baik ditanah berlempung atau sedikit
mengandungg pasir mulai dari daratan rendah
rendah sampai tinggi dan tidak cocok
ditanam ditanah basah.
(Yuli W.S
W.S., 2004)
Tanaman kayu secang memiliki nama daerah yang bermacam-
bermacam-bermacam
antara lain secang (Sunda), kayu secang (Jawa Tengah), kayu secang (Madura),
7
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
cang (Bali), sepang (Sasak), kayu sema (Manado), sapang (Makasar). Tanaman
ini banyak tumbuh di pekarangan daerah Jawa, juga dijumpai di pegunungan
berbatu pada daerah yang tidak terlalu dingin di Sulawesi Selatan (Arief hariana,
2008).
Kayu secang yang telah dibelah merupakan irisan-irisan kecil tidak
menunjukkan bau yang khas. Belahan-belahan kecil tadi tampak berwarna merah,
dengan keadaan keras dan padat. Ternyata mempunyai kandungan brazillin yaitu
zat warna merah sappan, asam tanat, dan asam galat (G.Kartasapoetra, 1996).
8
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Brazilin (C16H14O5)
Brazilin merupakan komponen terbesar dari kayu secang.
a. Sifat fisik Brazilin :
Bentuk kristal berwarna kuning sulfur
Dalam larutan asam brazilin akan tampak kuning, namun dalam
persiapan basa akan muncul warna merah
Berat molekul : 286,3 gram/mol
(Morsingh et al, 1970)
Brazilin kayu secang mempunyai aktifitas sebagai antibakteri dan
bakteriostatik (Sundari dkk,1998).
9
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
10
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
a. Sifat Fisik :
Berat molekul : 170.12 g/mol
Densitas : 1.7 g/cm3 (anhidrat)
Penampilan Putih, putih-kekuningan atau kristal berwarna coklat-
kekuningan pucat
Kelarutan dalam air : 1.1 g/100 ml air @ 20 C (anhidrat)
1.5 g/100 ml air @ 20 C (anhidrat)
b. Sifat Kimia :
Merupakan sub unit dari galotanin, yaitu polimer heterogen yang
mengandung berbagai molekul asam galat yang saling terkait dengan asam
galat lain serta dengan sukrosa dan gula lainnya
Bereaksi dengan basa membentuk garam yang laut dalam air.
(Salisbury, 1995)
Minyak atsiri
Minyak atsiri atau minyak eteris merupakan minyak yang memiliki sifat
volatil atau mudah menguap yang disuling dari komponen tanaman. Minyak atsiri
tidak hanya didapatkan dari bunga, tetapi dapat didapatkan dari bagian tanaman
yang lain seperti daun, akar (Bhuiyan, 2010).
a. Sifat Fisik :
Minyak atsiri yang disuling dari tanaman berbentuk cairan, ada yang
kental, encer, bahkan pekat, biasanya mengandung resin dan berwarna merah
kecoklatan, kuning cerah, maupun putih bening
Minyak atsiri sangat sensitif terhadap panas dan cahaya
(Kazaz, 2009)
b. Sifat kimia:
Komponen utama minyak atsiri adalah terpene, alkohol, fenol, aldehid,
keton, dan ester (Guenther 1949).
Mudah larut dalam pelarut organik (benzen, toluene, alkohol)
(Dongmo, 2011)
11
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Saponin
a. Sifat fisik :
Memiliki rasa pahit menusuk
Berbuih saat dikocok dengan air
(Teguh hartono, 2009)
b. Sifat kimia :
Terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin
(Prihatman, 2001).
Mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Teguh hartono, 2009).
3. EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa komponen dari suatu bahan
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut yang sesuai. Pemisahan terjadi atas
dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran.
Suatu ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut :
a. Mencampur bahan yang diekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya
saling berkontak, dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi
pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut.
b. Pemisahan larutan ekstrak dari rafinat (sisa bahan setelah ekstraksi)
kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi.
c. Mengisolasi solute dari pelarut dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu, larutan
ekstrak dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
(Bernasconi, 1995)
c. Ekstraksi Padat-Cair
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut
dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan
secara teknis dalam skala besar terutama bidang industry bahan alami dan
makanan, misalnya untuk memperoleh bahan-bahan yang diinginkan dari
tumbuhan dan organ binatang untuk keperluan farmasi (Mc Cabe dkk, 1993).
12
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Suhu
Suhu ekstraksi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap proses
ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan difusi. Kelarutan zat
terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam pelarut akan naik
bersamaan dengan kenaikan suhu sehingga laju ekstraksi menjadi lebih
tinggi dan hasil yang diperoleh lebih besar.
Waktu
Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan hasil yang
diperoleh lebih besar, karena kontak antara pelarut dan bahan yang
diekstraksi juga akan semakin lama sehingga akan menyebabkan pelarut
semakin diperkaya oleh solute.
Rasio bahan padatan dan pelarut
Semakin besar perbandingan pelarut terhadap bahan padatan yang
diekstraksi maka hasil yang diperoleh semakin besar, karena distribusi
partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas
permukaan kontak. Selain itu, perbedaan konsentrasi solute dalam pelarut
dan padatan semakin besar.
(Gamse,2002)
Kecepatan Pengadukan
Semakin besar kecepatan pengadukan maka hasil yang diperoleh
akan semakin baik. Sedangkan jika kecepatan pengadukan kecil maka
hasil yang diperoleh juga tidak baik, karena kontak antara pelarut dengan
zat terlarut tidak sering.
14
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Proses Pengambilan Zat Warna Alami
Metode Ekstraksi Secara Batch
Kayu secang
Ekstraksi
Air
Ampas
Penyaringan Ampas kayu secang
Pengeringan
Gambar 2.6. Diagram Alir Proses Pembuatan zat warna alami dengan
Ekstraksi secara batch
BAB III
METODOLOGI
B. LOKASI
Tempat pelaksanaan dan penelitian dalam proses pembuatan Zat Warna
Alami dari kayu secang ini dilakukan di Laboratorium Proses dan
Laboratorium Aplikasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
17
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Pendingin bola
4. Lubang air masuk
5. Lubang air keluar
6. Soxhlet
7. Bahan yang diekstraksi (50 gram kayu secang serut)
8. Labu leher satu berisi 400 mL air
9. Pemanas mantel
18
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
6 1
9 8
10 5
4 11
7
Keterangan :
1. Klem
2. Statif
3. Motor Pengaduk
4. Impeller
5. Labu Leher tiga berisi kayu secang serut + Aquadest
6. Pengaduk Merkuri
7. Pemanas Mantel
8. Pendingin Bola
9. Termometer
10. Karet Penyumbat
11. Stop Kontak
19
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
2
3
Keterangan :
1. Pengaduk kayu
2. Panci dengan kapasitas 10 liter
3. Kompor
20
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
D. CARA KERJA
1. Persiapan Bahan Dasar Kayu Secang
1. Membeli kayu secang yang berbentuk serutan
2. Memotong-motong serutan kayu secang dengan panjang 1 cm.
2. Analisa Bahan Dasar
2.1. Analisa Kadar Air
2.2. Analisa Kadar Zat Warna Total Menggunakan Alat Soxhlet
3. Percobaan Pendahuluan Untuk Mendapatkan Kondisi Proses
Pembuatan Zat Warna
3.1. Menentukan Rasio Bahan,gram kayu/ml pelarut
3.2. Menentukan Waktu Proses
3.3. Menentukan Suhu Proses
4. Proses Pembuatan Zat Warna
Ekstraksi Secara Batch Dalam Skala Industri Rumah Tangga
1. Mempersiapkan 500 gr bahan baku kayu secang.
2. Memasukkan bahan baku tersebut ke dalam panci. Menambahkan 7
Liter pelarut aquadest (sesuai hasil percobaan pendahuluan).
3. Menghidupkan kompor dan merebus kayu secang sampai mendidih
(1000C) (sesuai hasil percobaan pendahuluan) dengan pengadukan
secara manual selama 3 jam (sesuai hasil percobaan pendahuluan)
dihitung sejak larutan mendidih.
4. Mematikan kompor kemudian menyaring larutan hasil perebusan
tersebut dengan saringan plastik.
5. Mengambil filtrat dan memanaskan dalam panci sampai volume
berkurang menjadi 250 ml.
6. Memasukkan larutan pekat hasil nomor 5 kedalam loyang yang telah
dilapisi kertas alumunium foil kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 59 - 600C.
7. Mengulangi percobaan nomor 6 hingga diperoleh zat warna dengan
berat konstan.
21
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
BAB IV
Percobaan pengambilan zat warna alami dari kayu secang untuk pewarna
makanan diperoleh secara langsung yaitu ekstraksi secara batch dengan pelarut
aquadest. Hasil zat warna alami diperoleh dengan memekatkan hasil ekstraksi
dengan cara evaporasi, pengeringan dalam oven dan penghalusan zat warna.
Pada percobaan ini dilakukan juga pengambilan zat warna alami dengan cara
ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet bertujuan untuk mengambil keseluruhan kadar
zat warna alami dalam 50 gram kayu secang. Dalam proses ekstraksi ini dilakukan
sampai tetesan uap yang diembunkan dari kolom soxhlet bening. Proses ini
berlangsung selama 12 sirkulasi. Setelah itu hasil zat warna diuapkan sampai
volumenya menjadi 25 ml, lalu dioven dalam suhu 59 60 0C sampai didapat
berat zat warna konstan. Berat zat warna alami total dari hasil ekstraksi soxhlet
adalah 3,836 gram untuk setiap 50 gram kayu secang atau kadar zat warna dalam
kayu secang adalah 7,672%. Kadar air kayu secang hasil percobaan adalah
13,16%.
Pengambilan zat warna alami dari kayu secang untuk pewarna makanan ini
dilakukan dengan memperhatikan ratio berat bahan dengan volume pelarut, waktu
perebusan, dan suhu sebagai parameter / variable yang diteliti untuk merumuskan
kondisi optimum.
23
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
3,000
Hasil Zat Warna Alami
2,500
2,000
( gram)
1,500
1,000
500
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Volume Pelarut (ml)
Dari Tabel IV-1 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa yang menghasilkan
rendemen zat warna alami optimum adalah pada jumlah volume pelarut 700
ml karena rendemen zat warna alami yang diperoleh paling besar. Persentase
brasillin yang terambil pada volume pelarut 700 ml adalah :
berat zat warna hasil
% Zat warna yang terambil= 100%
berat zat warna total
2,756 gram
= 100% = 71,845 %
3,836 gram
24
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
4,000
3,500
Hasil Zat Warna Alami
3,000
2,500
( gram)
2,000
1,500
1,000
500
0
0 50 100 150 200 250
Waktu (menit)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Waktu (menit) vs Hasil
Zat Warna Alami (gram)
Dari Tabel IV-2 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada waktu 180
menit (3 jam) diperoleh rendemen zat warna alami sebesar 6,644 %,
sedangkan pada waktu 210 menit (3,5 jam) rendemen zat warna alami turun
25
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
menjadi 6,184 %. Untuk itu pada percobaan selanjutnya dipilih waktu 180
menit (3 jam).
C. Variasi Suhu
Kondisi suhu perebusan juga berpengaruh pada berat zat warna alami
yang dihasilkan, pada percobaan ini suhu perebusan yang diambil adalah
suhu didih 1000C. Hal ini karena pada suhu didih rendemen zat warna alami
yang diperoleh lebih besar (Tabel IV-3).
IV
Tabel IV-3. Hasil Percobaan Ekstraksi Batch pada Variasi Suhu
Berat Suhu Kecepatan Volume Waktu Berat Zat Rendemen
Bahan Pengadukan pelarut Warna
(0C) (menit) (%)
(gr) (rpm) (ml) (gr)
50 60 200 700 180 1,993 3,986
50 70 200 700 180 2,360 4,72
50 80 200 700 180 2,661 5,322
50 90 200 700 180 3,026 6,052
50 100 200 700 180 3,322 6,644
26
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Gambar 4.
4.4. Bolu kukus dan bakpao
Gambar 4.5. Jelly dengan fruit acid Gambar 4.6. Jelly tanpa fruit acid
28
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
perasa buah (fruit acid) yang memberi rasa asam (seperti pada nutri jel), warna
jelly tersebut akan berubah menjadi kuning. Penambahan pewarna pada rengginan
akan memberikan warna coklat, sedangkan pada pembutan es krim juga akan
memberikan warna coklat.
F. Uji Organoleptik
Zat warna dari kayu secang yang telah diujicobakan pada makanan seperti
bolu kukus, bakpao, jelly, rengginan, dan es krim, kemudian dilakukan penilaian
oleh 21 responden meliputi kategori warna, rasa, dan aroma. Untuk mengetahui
hasil uji organoleptik, maka para responden yang telah terlebih dahulu mencicipi
rasa dari jenis makanan yang telah disiapkan lalu mengisi polling yang telah
disediakan. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel IV- 4.
Tabel IV- 4. Hasil Uji Organoleptik
Dari Tabel IV- 4 dapat dilihat bahwa untuk kategori warna, sebagian besar
para responden menilai makanan (jelly yang diberi perasa (fruit acid), jelly tanpa
perasa (fruit acid), rengginan, bolu kukus, dan es krim) tampak menarik kecuali
pada bakpao, sebagian besar responden menilai makanan tersebut kurang menarik.
Untuk kategori rasa, sebagian besar responden menilai makanan tersebut enak.
29
Laporan Tugas Akhir
Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Secang untuk Pewarna Makanan
Sedangkan untuk kategori aroma, sebagian besar responden menyukai aroma dari
makanan yang diberi pewarna dari kayu secang.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Metode yang digunakan untuk mengambil zat warna alami dari kayu
secang dengan cara ekstraksi secara batch.
2. Kondisi operasi yang digunakan pada pengambilan warna alami dari kayu
secang agar diperoleh rendemen yang paling banyak adalah 500 gram kayu
secang diekstrak dengan 7 liter air dengan pengadukan manual selama 3
jam pada suhu didih larutan (100oC).
3. Rendemen zat warna alami dari kayu secang yang diperoleh dari kondisi
optimum yaitu 6,484 %.
B. Saran
1. Perlu alat untuk menghaluskan hasil zat warna agar serbuk zat warna yang
dihasilkan lebih halus dan ukuran seragam.
2. Perlu pembuatan alat ekstraksi yang dilengkapi pendingin agar hasil yang
diperoleh lebih maksimal.
3. Perlu analisa lanjutan untuk mengetahui kandungan senyawa-senyawa
yang terikut dalam zat warna alami dari kayu secang yang sudah menjadi
bubuk.