Anda di halaman 1dari 4

Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek yang cerah untuk

dikembangkan. Zat-zat yang terkandung dalam kedelai bermanfaat untuk pertumbuhan kesehatan
jasmani. Kedelai mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena bahan makanan ini mengandung protein nabati
dan asam amino yang cukup tinggi. Meskipun kedelai mempunyai protein mempunyai protein nabati dan
asam amino yang cukup tinggi akan tetapi kedelai sukar dicerna oleh tubuh secara optimal. Agar kedelai
mudah dicerna maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya cerna kedelai, misalnya dengan
fermentasi.
Tempe kedelai sebagai salah satu macam bahan makanan olahan kedelai yang dibuat dari hasil
fermentasi kedelai oleh kapang berupa padatan dan berwarna putih keabu-abuan dan permukaannya
diselubungi oleh miselium kapang Rhizopus oligoporus dan Mucor sp. yang sangat digemari oleh
sebagian besar masyarakat indonesia. Tempe kedelai dihasilkan dari kedelai yang diolah secara
fermentasi dengan menggunakan kapang jenis Rhizophus sp dan Mucor sp. Kapang ini diperoleh dari
ragi tempe, yang berbentuk laru daun waru (usar) maupun laru tempe kedelai atau tepung ragi.
Penggunaaan kapang dalam proses fermentasi sangat menguntungkan, karena protein yang terdapat
dalam bahan makanan hasil fermentasi telah disederhanakan, sehingga lebih mudah dicerna bila
dibandingkan dengan protein semula dalam bahan asalnya. Peningkatan nilai mutu protein ini tidak lain
karena kapang yang digunakan dalam proses fermentasi terutama Rhizopus sp dalam aktivitasnya
menghasilkan enzim proteolitik yang berperan dalam penyederhanaan protein. Selama proses fermentasi
tempe kedelai mengalami perubahan yang menguntungkan karena terjadi asam-asam amino bebas dan
nitrogen terlarut, sehingga bila dikonsumsi akan mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh.
Berdasarkan nilai cerna protein dan susunan asam aminonya, mutu protein tempe sudah mampu
memenuhi peluang kebutuhan protein tubuh manusia karena mengandung asam amino esensial, yang
mempunyai daya cerna yang tinggi. Untuk membuat tempe yang berkualitas tinggi atau tempe yang kaya
akan kandung asam amino, teknik pengerjaan selama proses pembuatannya akan sangat berpengaruh.
Perlakuan yang kurang teliti dalam proses pembuatan tempe, seperti pemilihan bahan baku (biji kedelai),
perendaman, pemberian ragi, dan jenis pembungkusnya akan menyebabkan tempe yang dihasilkan
memiliki kualitas yang rendah.
Pada pembuatan tempe, ragi memegang kunci berhasil tidaknya pembuatan tempe dengan kualitas yang
baik serta penggunaan dosis ragi, sebab bila penggunaan ragi dalam jumlah yang berlebihan akan
mengakibatkan waktu fermentasi terlalu singkat, dan sebaliknya dalam jumlah yang sedikit akan
mengakibatkan mikrooganisme kontaminan tumbuh. Menurut Faradiaz, S (1992) kebanyakan kapang
membutuhkan kadar air minimum untuk pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan bakteri. Zat gizi
yang tersedia juga berperan dalam pertumbuhan kapang, oleh karena itu zat gizi dalam jumlah yang
cukup sangat diperlukan agar pertumbuhan kapang berlangsung secara optimum. Unsur karbon sebagai
sumber energi dan nitrogen untuk pengaturan pertumbuhan kapang dalam fermentasi ini diperoleh dari
karbohidrat, protein,dan lemak yang terdapat dalam kedelai. Untuk meningkatkan pertumbuhan kapang
dalam pembuatan tempe diperlukan tambahan nutrisi dalam metabolismenya.
Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia dan
banyak digunakan sebagai bumbu dalam makanan tradisional. Beberapa macam rempah-rempah yang
digunakan dalam kegiatan pengolahan makanan seperti bawang putih, ketumbar, merica, kunyit.
Rempah-rempah ini juga dapat dicampurkan sebagai bumbu penyedap rasa dalam pengolahan kedelai
menjadi tempe. Rempah-rempah merupakan bahan yang dapat digunakan dalam penambahan nutrisi.
Rempah-rempah yang ditambahkan dalam proses fermentasi kedelai menjadikan tempe kedelai akan
menambah cita rasa, aroma, dan nilai gizi. Dalam rempah-rempah terkandung senyawa-senyawa yang
dapat meningkatkan cita rasa dan aroma tempe dan mengaktifkan pertumbuhan miselium kapang.

PEMBAHASAN

Ragi merupakan starter/inokulum tradisional Indonesia untuk membuat berbagai


macam makanan fermentasi seperti tempe, tape ketan/singkong, brem cair/padat dan
lain-lain. Mikroba yang terkandung dalam ragi umumnya berupa kultur campuran
(mixed culture) terdiri dari kapang, khamir dan bakteri. Penambahan atau pengurangan
jumlah inokulum pada kondisi fermentasi (media dan suhu) yang sama akan
mempersingkat atau memperpanjang masa fermentasi. Pada proses fermentasi, kapang
membutuhkan oksigen yang cukup untuk memacu pertumbuhannya, apabila kadar
oksigen kurang maka pertumbuhan kapang pada substrat menjadi lambat.
Menurut Sarwono (2004), inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang
tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Laru
mengandung spora-spora kapang yang pada pertumbuhannnya menghasilkan enzim
yang dapat mengurai substrat yang lebih kecil, lebih mudah larut serta menghasilkan
flavour dan aroma yang khas. Laru tempe mengandung paling sedikit 3 jenis spesies
kapang, yaitu kapang Rhizopus oligosporus, R. oryzae, dan R. stolonifer. Menurut
Koswara (1995), jenis kapang yang berperan utama dalam pembuatan tempe adalah R.
oligosporus.
Pada praktikum yang dilakukan, kapang yang ditumbuhkan dalam laru merupakan
jenis Rhyzopus oligosporus dan R. oryzae. Kapang ini ditumbuhkan dari pencampuran
antara tempe kering yang telah dihaluskan dan nasi dengan perbandingan 1 : 1.
Penambahan nasi bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dari tempe, dimana
kandungan lisin pada kedelai dapat ditingkatkan dan kadar methionin yang dikandung
oleh nasi dapat meningkatkan methionin dalam kedelai. Selain itu, nasi juga berfungsi
untuk meningkatkan kandungan karbohidrat.
Menurut Anonim (2011), miselium pada R. oryzae lebih panjang disbanding R.
oligosporus, sehingga tempe yang dihasilkan R. oryzae lebih padat. Namun, apabila
yang diutamakan peningkatan nilai gizi protein kedelai maka digunakan R.
oligosporus. Selama proses fermentasi R. oligosporus mensintesa enzim protease
(pemecah protein) lebih banyak, sedangkan R. oryzae lebih banyak mensisntesis enzim
amylase (pemecah pati). Oleh karena itu digunakan R. oryzae dan R.
oligosporus dengan kadar 1:2, untuk mendapatkan tempe dengan kualitas baik.
Pembuatan laru tempe biasanya mengunakan daun jati. Menurut Sarwono (2005), pada
daun waru dan daun jati, spora kapang tempe mudah sekali melekat pada permukaan
karena berbulu lebat. Benih itu sulit dijamin kemurniannya karena besar kemungkinan
ternoda oleh benih kapang atau mikroorganisme lainnya. Tepung nasi yang telah
diperoleh harus ditambahkan terigu dengan perbandingan 1 : 18. Jumlah tepung terigu
yang ditambahakan lebih banyak dari pada tepung nasi sehingga kandungan
karbohidratnya lebih tinggi dan dapat mempengaruhi pertumbuhan kapang. Semakin
banyak kapang yang tumbuh, maka semakin baik pula laru tempe yang dihasilkan.
Kadar air dalam tepung juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kapang. Menurut
Sarwono (2005), pertumbuhan kapang juga memerlukan suhu dan kelembaban yang
cocok. Apabila terlalu kering akan mengakibatkan substrat sukar ditembus oleh kapang,
tetapi jika terlalu lembab maka pertumbuhan kapang sulit berkembang. Oleh karena
itu, pengurangan kadar air dalam tepung harus tepat. Kadar air yang rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan kontaminan
pada laru tempe.

Starter yang digunakan untuk produksi tape disebut ragi, yang umumnya berbentuk
bulat pipih dengan diameter 4 6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Tidak diperlukan peralatan
khusus untuk produksi ragi. Proses pembuatan ragi tape pada praktikum ini melibatkan
rempah-rempah atau bumbu dan air kelapa yang ditambahkan bertujuan untuk
mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan. Masing-masing rempah
dihaluskan. Organisme akan tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang
dalam waktu 2 5 hari.

Pada ragi tape tumbuh berbagai mikroorganisme seperti kapang dan khamir walaupun
umumnya didominasi oleh pertumbuhan khamir. Namun demikian, ragi yang dibuat
pada musim hujan akan dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam jumlah yang lebih
banyak dan dibutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama. Ragi untuk tape
merupakan campuran mikrobia dari genus Saccharomyces, Candida, Aspergilllus yang
hidup secara sinergik. Ragi merupakan starter atau inokulum tradisional untuk
membuat berbagai macam makanan fermentasi seperti tape singkong. Menurut Rialita
(2004), beragamnya bumbu rempah yang digunakan dalam pembuatan ragi
menjadikannya jenis, populasi dan keaktifan mikroba dalam ragi sangat beragam
sehingga sulit mendapatkan ragi dengan kualitas yang seragam. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh perbedaan mikroba yang tumbuh pada setiap jenis bumbu rempah.
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik
yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih
sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan
sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula
sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada
tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya. Pada beberapa
daerah, seperti Bali dan Sumatera Utara, cairan yang terbentuk dari pembuatan tape
tersebut diambil dan diminum sebagai minuman beralkohol. Adanya gula menyebabkan
mikrobia yang mengunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan
alkohol. Yang masuk dalam kelompok ini adalah Saccharomyces dan Cabdida yang
menybabkan tape berubah menjadi alkoholik. Adannya alkohol juga memacu
tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah
alkohol menjadi asam asetat dan menyebakan rasa masam pada tape yang dihasilkan.
Produk fermentasi lainnya yaitu tape.
Pada pembuatan biakan Achetobacter xylinum digunakan ampas nanas matang yang
diperoleh dari penghancuran nanas kemudian diperas airnya. Ampas nanas tersebut di
tambahkan 3 bagian air dan 1 bagian gula, dan dinkubasi dalam keadaan tertutup
selama 3 minggu. Namun, setelah diinkubasi tidak terdapat biakan Achetobacter
xylinum yang diinginkan. Satu dari 2 sampel yang digunakan terjadi kontaminasi
dimana tumbuh jamur dan busuk, sedangkan sampel yang lain tercium aroma asam
namuntidak tampak lapisan putuh pada permukaan ampas nanas yang menunjukan
tumbuhnya biakan Achetobacter xylinum. Hal ini terjadi karena kurangnya control
pada saat inkubasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Ragi merupakan starter/inokulum tradisional untuk membuat berbagai macam
makanan fermentasi seperti tempe, tape ketan/singkong, brem cair/padat dan lain-
lain.
2. Beragamnya bumbu/rempah yang digunakan dalam pembuatan ragi menjadikan
jenis, populasi dan keaktivan mikroba dalam ragi sangat beragam.
3. Penambahan atau pengurangan jumlah inokulum pada kondisi fermentasi (media
dan suhu) yang sama akan mempersingkat atau memperpanjang masa fermentasi.
4. R. oryzae dan R. oligosporus adalah mikroba pada ragi tempe dengan kadar 1:2
untuk mendapatkan tempe dengan kualitas baik.
5. Pertumbuhan kapang memerlukan suhu dan kelembaban yang cocok.

Anda mungkin juga menyukai