Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

KONJUNGTIVITIS VERNAL OCULI DEXTRA SINISTRA + MIOPIA


SIMPLEX ODS

Oleh :
Muhamad Ansori Bastian
1102013178

Preseptor :
dr. Hj. Elfi Hendriati, SpM.

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU MATA


PERIODE 11 SEPTEMBER 2017 - 13 OKTOBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
No. CM : 886577
Tanggal : 20 September 2017
Nama : An. In
Umur / Jenis kelamin : 7 tahun / Perempuan
Alamat : Sindang Palu
Pekerjaan : Pelajar

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan
pasien dan keluarga pada tanggal 20 September 2017 pukul 11.40 WIB di
Poliklinik Mata RSU dr.Slamet Garut

Keluhan Utama : Kedua mata merah


Anamnesa Khusus : Seorang anak 7 tahun diantar oleh ibunya ke RSU dr
Slamet Garut dengan keluhan kedua mata merah sejak 5 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan dirasakan hilang timbul. Keluhan pertama kali dirasakan
saat pasien pulang sekolah. Sebelumnya pasien pernah berobat dan sempat
sembuh namun kambuh kembali. Keluhan mata merah disertai dengan rasa gatal
dan perih pada kedua mata. Adanya penglihatan buram, demam, dan kotoran pada
kedua mata disangkal.

Keluhan keluhan sakit kepala dan sakit pada kedua mata disangkal, pasien
juga tidak mengluhkan penglihatan silau, riwayat trauma pada mata dan
pemakaian kacamata disangkal. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi, adanya
asma juga disangkal.

2
Anamnesa Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan
pasien. Riwayat asama, hipertensi, DM disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami mata merah sebelumnya, riwayat asma,
hipertensi, DM disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Kesan : Sosial ekonomi cukup

Riwayat Gizi
Kesan: Gizi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 20 September 2017 pukul 11.40 WIB di Poli Mata
RSUD Dr. Slamet Garut.

a) Status Praesens
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS=15
Tanda vital : TD : 110/80 mmHg Suhu : 36.70C
Nadi : 75 x/menit RR : 16 x/menit

Pemeriksaan fisik : Kepala : Normocephale


Thoraks/Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

3
b) Status Oftalmologis
Pemeriksaan Subjektif

Visus OD OS
SC 0,7 0,6
CC - -
STN 0,7 0,6
Koreksi
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia

Gerakan bola mata Versi baik, duksi baik ke Versi baik, duksi baik ke
segala arah segala arah
0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

Pemeriksaan Eksternal

OD OS
Palpebra superior Edema (), hiperemis (-), Edema (), hiperemis (-),
ptosis (-), lagopthalmus (-), ptosis (-), lagopthalmus (-),
simbleparon (-), ektropion (-), simbleparon (-), ektropion (-
entropion (-) ), entropion (-)
Palpebra inferior Edema (), hiperemis (-), Edema (), hiperemis (-),
lagopthalmus (-), simbleparon lagopthalmus(-),
(-), ektropion (-), entropion(-) simbleparon (-), ektropion (-
), entropion(-)
Silia Tumbuh teratur, madarosis(-), Tumbuh teratur, madarosis(-
krusta (-), squama (-) ), krusta (-), squama (-)
Sekret (-), trikiasis (-) Sekret (-), trikiasis (-)
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis Hiperemis (+), Folikel (-), Hiperemis (+),, Folikel (-),
superior papil (-) papil (-)
Konj. Tarsalis Hiperemis (+),, Folikel (-), Hiperemis (+),, Folikel (-),

4
inferior papil (-) papil (-)
Konj. Bulbi Injeksi siliaris (-), injeksi Injeksi siliaris (-), injeksi
konjungtiva (+) konjungtiva (+)
Kornea Jernih, sikatrik (-), ulkus (-) Jernih, sikatrik (-), ulkus (-)
COA Sedang, hipopion (-), Sedang, hipopion (-),
hifema (-) hifema (-)
Pupil Bulat, isokor, ditengah Bulat, isokor, ditengah
Diameter pupil 3 mm 3 mm
Reflex cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Berwarna coklat, Kripta (+), Berwarna coklat, Kripta (+),
koloboma (-) koloboma (-)
Lensa Jernih, subluksasi lensa (-), Jernih, subluksasi lensa (-),
luksasi lensa (-) luksasi lensa (-)

Pemeriksaan Biomikroskop (Slit Lamp)

OD OS
Silia Tumbuh teratur, madarosis(-), Tumbuh teratur, madarosis(-),
krusta (-), squama (-) krusta (-), squama (-)
Sekret (-), trikiasis (-) Sekret (-), trikiasis (-)
Konjungtiva Hiperemis (+), Hiperemis (+),
superior Folikel (-), papil (-) Folikel (-), papil (-)
Konjungtiva inferior Hiperemis (+), Hiperemis (+),
Folikel (-), papil (-) Folikel (-), papil (-)
Kornea Jernih, keratitis (-), edema (-) Jernih, keratitis (-), edema (-)
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor, sentral Bulat, isokor, sentral
Iris Coklat, kripta jelas, sinekia (- Coklat, kripta jelas, sinekia (-
) )
Lensa Jernih Jernih
Tonometri Schiotz 13,8 mmHg 15,6 mmHg
Palpasi Normal perpalpasi Normal perpalpasi

5
Pemeriksaan Funduskopi
Funduskopi OD OS
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Jernih Jernih
Fundus Bulat, reflex fundus (+) Bulat, reflex fundus (+)
Papil Bulat, batas tegas, Bulat, batas tegas,
warna kuning warna kuning
CDR 0,3-0,4 0,3-0,4
A/V retina sentralis 2/3 2/3
Retina Flat, perdarahan (-) Flat, perdarahan (-)
Macula Fovea Reflex (+) Fovea Reflex (+)

RESUME
Seorang anak 7 tahun diantar oleh ibunya ke RSU dr Slamet Garut dengan
keluhan kedua mata merah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien pulang
sekolah. Sebelumnya pasien pernah berobat dan sempat sembuh namun kambuh
kembali. Keluhan mata merah disertai dengan rasa gatal dan perih pada kedua
mata.

Status Oftalmologis :
Oculus Dexter Oculus Sinister

sc : 0,7 VISUS sc : 0,6

0,7 STN 0,6


Hiperemis Conjungtiva Tarsalis Hiperemis
Superior

Hiperemis Conjungtiva Tarsalis Hiperemis


Inferior

6
Injeksi Konjungtiva (+) Conjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (+)
Kornea Jernih, keratitis (-), Jernih, keratitis (-),
edema (-) edema (-)
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor, sentral Bulat, isokor, sentral
Iris Coklat, kripta jelas, Coklat, kripta jelas,
sinekia (-) sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Tonometri Schiotz 13,8 mmHg 15,6 mmHg
Palpasi Normal perpalpasi Normal perpalpasi

DIAGNOSIS BANDING
- Konjungtivitis Atopik
- Uveitis
- Dry eyes

DIAGNOSIS KERJA
- Konjungtivitis Vernal ODS + myopia simplex ODS

RENCANA PEMERIKSAAN
- Kultur
- RM (Refraktometer)

RENCANA TERAPI
Medikamentosa
o Anti histamin topical ED (Cendo conver)
o Kortikosteroid topikal ED (Cendo P-Pred)
o Anti histamin sistemik: Cetirizin 2 x 1 tab
Non Medikamentosa
o Memakai kacamata pelindung
o Kompres dingin pada kedua mata

7
PROGNOSIS
OD OS
Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad fungtionam Dubia ad bonam Dubia Ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi & Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva11

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :

9
Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-
sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa
kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.
Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada
di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas
tarsus atas.2

2.2 Definisi
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal
sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim
kemarau. Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau
sepanjang tahun di negeri tropis (panas).2,7

2.3 Etiologi dan Predisposisi


Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai
kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.7,8

10
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya
pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering
menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.1
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini
IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin.
Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut
Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks
imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan
terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah
kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis
karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada
keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal
sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan
antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi
penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan
keratitis diskiformis.14

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi
mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda
asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat
membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas
normal.6

11
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :
Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan
papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal
bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal.
Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan
yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral12

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal13

12
2.5 Patofisiologi
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan menular
ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di antara sel-sel
jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria
(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma,
eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang
berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar
pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan
tersebut adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak.
Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.6
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembang biakan
jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit, eosinofil
dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan
melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan beberapa observasi
tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel
sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan
komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva
normal.6
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6

2.6 Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :

- Gejala klinis1,2,4,6

Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair
dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini
disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau
keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan
penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.

13
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat
cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat
demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.

Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang
sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak terjadi pada
anak- anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan
pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul
perdarahan.

Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic
dan fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah
asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan
adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.

- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk


mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan
granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik
bebas.

2.7 Diagnosis Banding1

Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita
dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada
konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi
dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini
bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior.
Trantas dots juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada
konjungtivitis vernalis.

Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant


Papillary conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft.
Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya
papil raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu

14
sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak
ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan
dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.

Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan


trachoma stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil
dan granula eosinofilik bebas.9 Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan
peningkatan kadar serum IgE.3
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin tampak
dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan glutaraldehyde,
lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat memungkinkan untuk
menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel
per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel
secara maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk
mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka
jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis
vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung
spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-
sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien
konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi
yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua mata.
Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan
IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis
vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml)
dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata lebih
banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang
memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada air matanya.
Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil
pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara

15
mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis
lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada
orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih
banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal
(38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13
orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan
mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel
mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan yang menggunakan
mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air mata dengan level
histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya
banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap
pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak
ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini.6

2.9 Penatalaksanaan
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua
pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga
dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari
pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan
yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat
yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang
sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting
dalam timbulnya gejala. Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi
saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata.Dosisnya tergantung
pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala.Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat
ditoleransi daripada larutan 10%.Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat
dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif
sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis
vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik.Namun untuk pemakaian
dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak
diharapkan. Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical

16
prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan
dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada
kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet,
prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu.
Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin. Antihistamin, baik local maupun
sistemik dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk
mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor,
dapat memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan
reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang
tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan
kantuk.Pada anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari. Emedastine
adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah
sekresi sitokin.Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai
inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva. Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat
karena kemampuannya sebagai pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini
juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium
kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator
yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan
IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik.Titik tangkapnya,
diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat
pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi. Lodoksamid 0,1%
bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva.Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik
terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14
hari. 2,4,9,10

2.10 Prognosis
Penderita konjungtivitis vernal baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak
ditangani dengan baik. Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan
semakin memburuk selama musim-musim tertentu.8

17
BAB III

PEMBAHASAN

1. Mengapa pada pasien ini di diagnosa sebagai pasien Konjungtivitis


Vernal ODS ?
Seorang anak 7 tahun diantar oleh ibunya ke RSU dr Slamet Garut dengan
keluhan kedua mata merah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien pulang
sekolah. Sebelumnya pasien pernah berobat dan sempat sembuh namun kambuh
kembali. Keluhan mata merah disertai dengan rasa gatal dan perih pada kedua
mata.

Status Oftalmologis :
Oculus Dexter Oculus Sinister

sc : 0,7 VISUS sc : 0,6

0,7 STN 0,6


Hiperemis Conjungtiva Tarsalis Hiperemis
Superior

Hiperemis Conjungtiva Tarsalis Hiperemis


Inferior

Injeksi Konjungtiva (+) Conjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (+)

2. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien ini ?


Medikamentosa
o Anti hitamin topical ED (Cendo conver)
o Kortikosteroid topikal ED (Cendo P-Pred)
o Anti histamin sistemik: Cetirizin 2 x 1 tab
Non Medikamentosa
o Memakai kacamata pelindung
o Komres dingin pada kedua mata

18
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
Penderita konjungtivitis vernal baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak
ditangani dengan baik. Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan
semakin memburuk selama musim-musim tertentu

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2008,
hal 3, 133-134
2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115
3. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media
Aesculapius,2000, hal 54
4. Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta: Abadi
Tegal, hal 54
5. Anonim. Alergi Mata Merah (Allergic Conjunctivitis ). Dari:
http://forum.um.ac.id/index.php?topic=5087.0
6. Anonim. Konjungtivitis Vernal. Dari:
http://francichandra.wordpress.com/2010/04/07/konjungtivitis-vernal/
7. Anonim. Konjungtivitis Vernal. Dari:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Tips+Praktis+Mengenali+
Konjungtivitis+Vernal&dn=20080330030607
8. Anonim. Vernal Conjunctiviti Dari:
http://www.umm.edu/ency/article/001390.htm
9. Anonim. Konjungtivitis. Dari:
http://referatku.blogspot.com/2009/05/konjungtivits.html
10. Anonim. Konjungtivitis Vernal. Dari:
http://health.detik.com/read/2009/09/07/165651/1198534/770/kojungtivitis-
vernal
11. http://www.wisedude.com/images/eye_lid.gif&imgrefurl
12. www.atlasophthalmology.com/atlas
13. http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/70-Vernal-Keratoconjunctivitis-
Atopic-Asthma.htm
14. Anonim. Reaksi Hipersensitivitas. Dari:
http://urangbanua85.blogspot.com/2008/11/reaksi-hipersensitivitas.html

20

Anda mungkin juga menyukai