Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


B. RUMUSAN MASALAH
C. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
D. MANFAAT PENELITIAN
E. KAJIAN PUSTAKA
F. METODE PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM KECAMATAN KUTA BARO


B. LETAK DAN GEOGRAFIS
C. KONDISI PENDIDIKAN, KONDISI EKONOMI, KONDISI SOSAL BUDAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
B. METODE PENGUMPULAN DATA
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
D. SIFAT PENELITIAN
E. ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENEITIAN

A. RELEVANSI KENDURI KEMATIAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM


B. TINJAUAN TRADISI KENDURI KEMATIAN DALAM HUKUM ISLAM
C. HUBUNGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT
D. RELEVANSI TRADISI KENDURI KEMATIN DENGAN URF DALAM ISLAM
E. TRADISI KENDURI KEMATIAN DALAM PANDANGAN PR FUQAHA

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kenduri kematian merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat
Kuta Baro dan merupakan salah satu budaya lokal yang terus dilestarikan. Tradisi adalah adat
kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat.1

Tradisi kenduri kematian di Kecamatan Kuta Baro biasanya dilakukan ketika salah
seorang dari anggota keluarga meninggal dunia. Secara bersama-sama setelah proses penguburan
selesai dilakukan, pada malam harinya seluruh keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar
berkumpul di Meunasah2 untuk menggelar samadiyah3. Setelah pembacaan samadiyah keluarga
mayit menghidangkan makanan serta minuman untuk menjamu orang-orang yang sedang
berkumpul di Meunasah tersebut. Kemudian setelahnya diikuti dengan penyajian seperangkat
makanan yang dihidangkan bagi peserta yang hadir. Inilah yang menjadi salah satu unsur ciri
kenduri kematian yang memiliki nuansa sedekah adalah adanya makanan yang di bagi-bagikan
secara suka rela tanpa harus melihat siapa yang menerima. Biasanya acara ini berlangsung selama
tiga hari tiga malam berturut-turut yaitu pada malam pertama, kedua dan ketiga. Kemudian
rangkaian kenduri ini dilanjutkan pada hari kesepuluh, keempat puluh, keseratus, bahkan sampai
tahunan.

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
hal. 956

2
Meunasah merupakan lembaga utama sebagai pusat pengkajian, pengembangan dan pembinaan kehidupan
budaya Aceh, yaitu pembinaan keutuhan budaya atau adat dan kehidupan agama dalam masyarakat gampoeng.
Sebagai logo budaya Aceh mengandung misi-misi nilai komunikasi abl min Allah, abl min al-Ns merupakan nilai
persatuan, damai, sumber ilmu dan sumber solusi musyawarah dan perdebatan sehingga dapat membangun hati
nurani orang Aceh dengan semangat rasa malu dan iman untuk mengabdi kepada Tuhannya dan berbuat baik sesama
manusia, kapan pun dan dimana pun. Lihat. Pemerintah Aceh, Budaya Aceh, Cet. I, (Yogyakarta: Polydoor Desain,
2011), hal. 39
3

Samadiyah berasal dari sifat Tuhan, yakni ash-shamad, tempat bergantung. Secara istilah, Samadiyah
digunakan masyarakat Aceh untuk menyebut tradisi doa bersama yang dikirimkan kepada orang yang telah
meninggal dunia. Disebut Samadiyah karena dalam doa tersebut selalu ditonjolkan pembacaan surat al-ikhlas,
dimana surat tersebut menyebut Allahus Samad, ayat kedua. Di Jawa dan tempat lain, Samadiyah diistilahkan dengan
tahlilan. Isi Samadiyah relatif sama dengan di tempat lain, hanya saja pembacaan surat al-ikhlas diperbanyak,
biasanya 33 kali atau 100 kali.

2
Kenduri kematian bagian dari budaya, hampir semua agama dan kebudayaan yang
berkembang di dunia mengenal ritual tertentu yang dikhususkan untuk menghadapi kematian dan
melepas kepergian ruh dari jasad seseorang. Ritual kenduri kematin merupakan salah satu
kenduri keagamaan. Kenduri keagamaan merupakan simbol-simbol sakral tertentu yang
mengandung makna dari hakikat dunia dan nilai-nilai yang diperlukan seseorang untuk hidup
4
dalam masyarakat . Clifford Geertz, salah seorang antropolog yang mengatakan kenduri
kematian terdapat unsur-unsur budaya hindu, sebagaimana dalam ungkapnya bahwa di pedesaan
dan kota-kota kecil perubahan-perubahan ideologis ini sebagian besar tampak dalam bayang-
bayang kesenjangan yang melebar, antara mereka yang menekankan segi-segi islam dari
singkretisme religious pribumi dan mereka yang menekankan unsur Hindu dan animistis.5

Dalam kajian keislaman pelaksanaan tradisi kenduri kematian pada suatu daerah atau
kelompok masyarakat, ada yang berdasarkan nilai-nilai ajaran agama islam tetapi terdapat juga
kebiasaan terhadap penyelenggaraan tradisi ini tidak berdasarkan pada ketentuan ajaran islam. Di
sinilah timbul problema ketika di dalam tradisi tersebut terdapat hal-hal yang tidak sejalan
dengan hukum islam, padahal pelaku tradisi sendiri adalah seorang muslim yang berpedoman
pada Alquran dan sunnah. Sehingga peneliti menganggap ini adalah hal yang penting untuk
dikaji.

Bagi masyarakat Kuta Baro salah satu ciri kenduri kematian yang mengandung unsur
ibadah adalah makanan yang dihidangkan, tanpa melihat siapa yang akan memakannya
(disedakahkan), dimana sedekah itu merupakan ajaran agama islam. Akan tetapi dalam Islam
tidak didapati ajaran seperti ini, bahkan terdapat larangan bagi yang melakukannya. Ini di perkuat
dengan adanya argument naqli berupa hadis mauquf muttashil (atshar)dari sahabat Jarir bin
Abdullah al-Bajaly berkata: (yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah) yaitu

Kami menganggap berkumpul di kediaman si mayit dan makanan yang dibuat (oleh
keluarga mayit) setelah penguburannya merupakan bagian dari nihayah (meratapi mayit).6

4
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1992), hal. 71.
5
Clifford Geertz, Kebudayaan .., hal. 78.
6
Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Majjah (no. 1612) dan Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya (no 2/204)
3
Dalam pemahaman Abu Mahdi yaitu salah satu ulama dayah di Kuta Baro, dia
menganggap kenduri kematian merupakan tradisi masyarakat Kuta Baro yang tidak bertentangan
dengan syariat, bila ditinjau dari sudut mazhab, hal ini memang tidak ada anjuran dan larangan
dalam mazhab. Namun ini murni praktek adat yang tidak bertentangan dengan syariat. Agama
menganjurkan berlomba dalam kebaikan, karena adat masyarakat ingin menghibur yang tertimpa
musibah dengan cara mengunjungi dan berdoa, lalu yang tertimpa musibah mengeluarkan
sedekah semampunya untuk berdoa yang diniatkan pahala bagi si mayit.7

Fenomena tersebut merupakan bagian dari berbagai macam fenomena yang


menggambarkan adanya konflik dan ketegangan antara hukum islam dan budaya. Muncul satu
hal yang menjadi persoalan, yaitu apakah budaya yang berkembang dalam masyarakat harus
tunduk dalam ekspresi hukum islam ataukah hukum islam haruslah melakukan proses mutasi
untuk beradaptasi dalam naungan budaya yang hidup di masyarakat?

Dari ulasan di atas perlu dikaji lebih jauh mengenai tradisi kenduri kematian, dikarenakan
terjadinya pergumulan antara ketetapan hukum adat dan hukum islam, sehingga peneliti tertarik
ingin tahu lebih jauh apa yang melatar belakangi kebiasaan pelaksanaan tradisi kenduri kematian
yang dilaksanakan oleh masyarakat Kuta Baro Apakah hanya hanya sebagai warisan budaya,
ataupun sudah menjadi bagian dari ketetapan hukum islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini terpusat pada dua pertanyaan:

1. Bagaimana pelaksanaan tradisi kenduri kematian oleh masyarakat di Kecamatan Kuta


Baro?
2. Bagaimana relevansi tradisi kenduri kematian di Kecamatan Kuta Baro dalam hukum
islam?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan.

Sebuah karya ilmiah dapat dikategorikan telah sempurna dari apa yang telah digaris
bawahi apabila memiliki maksud dan tujuan yang akan dicapai lebih terarah dan tidak

7
Wawancara dengan Abu Mahdi M. Daud Pimpinan Dayah Darul Muarif di Kecamatan Kuta Baro,
Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 23 Mai 2013.
4
menyimpang. Dengan adanya rumusan masalah di atas maka penelitian ini bermaksud
mengetahui :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tradisi kenduri kematian yang dilakukan oleh
masyarakat Kuta Baro.
2. Untuk mengetahui relevansi tradisi kenduri kematian di Kecamatan Kuta Baro terhadap
hukum islam.

Sedangkan tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang kenduri kematian yang
dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Kuta Baro, kemudian menjelaskan makna tradisi
kenduri kematian bagi masyarakat Kuta Baro, yang terakhir menjelaskan bagaimana status tradisi
kenduri kematian ini dalam kacamata hukum islam.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan terhadap proses pelaksanaan kenduri


kematian di Kecamatan Kuta Baro.
2. Diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti budaya dan juga peneliti hukum tentang
kedudukan kenduri kematian.

Dari segi praktis :


1. Hasil penelitan ini dapat menjadi referensi oleh masyarakat agar mereka mengetahui
proses pelaksanaan kenduri kematian dalam masyarakat Kuta Baro.
2. Hasil penelitian ini dapat memberi pencerahan sehingga kedepan masyarakat bisa
menentukan sikap ketika dihadapkan dengan pelaksanaan kenduri kematian ini apakah
hanya sebagai warisan budaya dari nenek moyang atau ada ketetapan khusus dalam ajaran
islam.

E. Kajian Pustaka

Guna mendukung penetapan masalah penelitian dan pembahasan yang akan diungkapkan
maka diperlukan tinjauan pustaka, dengan demikian akan mendasari pengungkapan masalah dan
pembahasan hasil penelitian yang menyeluruh. Penelitian terdahulu perlu disebutkan dalam
penelitian ini untuk menegaskan dan mempermudah pembaca melihat dan menilai perbedaan
5
teori yang digunakan peneliti dengan peneliti yang lain dalam melakukan pengkajian serupa.
Hanya saja dengan mengacu terhadap beberapa titik pembahasan yang berbeda tentu mengalami
perbedaan pula, terutama perbedaan terhadap objek kajian.

Kenduri kematian memang telah banyak diperbincangkan dan juga permasalahan yang
menarik untuk dikaji, mengingat pelaksanaan kenduri ini sudah sangat mentradisi dalam
masyarakat. Berdasarkan atas penelusuran dan pembacaan literatur yang penulis lakukan,
setidaknya ada beberapa kajian yang ditemukan mengenai topik yang yang berkaitan dengan
penelitian ini.

Penelitian tentang kenduri kematian ini telah pernah ditulis oleh Harry Yuniardi 8pada
tahun 2004 dalam skripsi yang telah dibukukan yaitu santri NU Menggugat Tahlilan, namun ini
masih sangat bersifat umum. Dalam buku tersebut hanya dipaparkan gambaran umum tentang
ritual yang memperingati hari kematian yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia,
kemudin dihubungkan dengan pendapat ahli fiqh yang menolak kenduri kematian dengan
menganalisa argumen aqli dan naqli yang dijadikan sebagai landasan penolakan dan pelarangan
pelaksanaan kenduri kematian. Ternyata pendapat yang menolak atau melarang kenduri kematian
ini tidak memiliki argumen yang kuat, baik dari segi naqli maupun aqli.

Karya Ilmiah yang ditulis oleh Husnaini Hasbi dengan judul Realitas Mazhab Syafii
dalam Masyarakat Aceh (analisa teori dan praktek masyarakat). Karya Ilmiahnya menguraikan
tentang bagaimana amalan praktek masyarakat Aceh salah satunya adalah tradisi kenduri
kematian sebagai bentuk pengamalan dalam pandangan masyarakat Aceh yang diasumsikan
bersumber dari mazhab Syafii, kemudian dijelaskan juga bagaimana pandangan ulama dayah
mengenai praktek kenduri kematian yang intinya mereka membolehkan pelaksanaan kenduri
kematian.

Dari kedua penelitian di atas, penelitian pertama lebih menekankan tentang kedudukan
hukum kenduri kematian dalam pandangan ulama mazhab kemudian pada penelitian kedua
menguraikan praktek tradisi masyarakat Aceh salah satunya kenduri kematian yang bertentangan
dengan teori mazhabnya yaitu mazhab iman Syafii. sedangkan penelitian ini difokuskan
mengenai deskripsi kenduri kematian yang ada di Kecamatan Kuta Baro, kemudian dihubungkan

8
Harry Yuniardi, Santri NU Menggugat Tahlilan, (Bandung, Mujahid, 2004)
6
dengan hukum Islam karena terjadi ketegangan antara tradisi kenduri kematian dalam kajian
budaya dan hukum Islam.

F. Kerangka Teori

Untuk mengulas kajian ilmiah digunakan pendekatan antropologi. Yaitu pendekatan yang
dilakukan terhadap budaya manusia yang meliputi asal usul, kepercayaann secara ritual9. Dalam
rangka memahami hakikat aturan tradisi budaya bagi kehidupan masyarakat ini akan dilakukan
dengan pendekatan antropologi. Pendekatan ini dilakukan sebagai acuan yang bercorak empiris.
Pendekatan atropologi dalam meneliti suatu wacana keagamaan dilakukan melalui pendekatan
kebudayaan, yaitu melihat agama dalam kehidupan masyarakat, juga melihat konteks lingkungan
hidup dan kebudayaan masing-masing.

Dengan pendekatan ini akan dipaparkan situasi dan kondisi masyarakat yaitu lokasi,
kondisi pendidikan, kondisi ekonomi, kondisi sosial dan budaya, kependudukan, keagamaan juga
memberikan konsep-konsep tentang latar belakang sejarah dan pelaksanaan kenduri kematian
yang menjadi bahan pokok penelitian ini.

Di samping itu juga menggunakan pendekatan sosiologis, untuk melihat gejala sosial,
melihat perilaku sosial yaitu perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan
bersama, karena terkadang perilaku tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam
pendekatan sosiologis ini dapat dilihat sejauh mana norma-norma dan nilai-nilai budaya
berpengaruh terhadap perilaku sosial. Pendekatan sosiologis yang dilakukan adalah untuk
menggambarkan pengaruh fenomena sosial masyarakat, sebagaimana tradisi ritual kenduri
kematian adalah sebagai alat untuk memperkuat solidaritas sosial masyarakat.

Menurut R. Hertz yang dikutip oleh Koentjaraningrat, upacara kematian selalu dilakukan
manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial dalam masyarakat. 10Bahkan ada pendapat
lain yang mengatakan bahwa ritual upacara kematian adalah ritual yang paling penting dalam
upacara dunia. Masyarakat masih ada yang melestarikan tradisi ritual kematian yang diturunkan
nenek moyang terdahulu.

Kenduri kematian biasanya diselenggarakan selepas jenazah dikebumikan, kemudian


terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh, lalu diselenggarakan lagi pada hari keempat
9
Koenjaraningrat, Sejarah Teori Antrologi I, (Jakarata: Universitas Indonesia, 1987, hal. 35-36
10
Koenjaningrat, Sejarah Teori, hal. 71
7
puluh, keseratus, sampai tahunan. Walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat
lain tetapi hakikatnya sama. Pada dasarnya, pihak yang membolehkan kenduri kematian ini,
mereka tidak memiliki dalil melainkan dalil yang umum sifatnya, karena berdalil mengenai
berzikir, berdoa, dan memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan sedekah.
Tetapi banyak yang lupa bahwa amalan itu tidak hanya bersandar kepada baiknya niatan saja.
Niat yang baik harus diiringi dengan amalan yang baik, amalan yang baik adalah amalan yang
mencontoh Nabi Muhammad Saw.

Dalam teori ini yang akan digunakan adalah teori fungsionalisme structural yang
dipelopori oleh Radcliffe-Brown yang dikutip oleh Suwardi Endraswara. Ia berpendapat bahwa
analisa budaya hendaknya sampai budaya pada makna dan dalam kaitannya kebutuhan dasar
semua masyarakat yang disebut coaptation artinya penyesuaian mutualistik kepentingan para
anggota masyarakat. Dalam konteks ini Radcliffe Brown berpendapat bahwa sistem budaya dapat
dipandang memiliki kebutuhan sosial.istilah fungsi dan struktur sosial adalah fenomena sosial
yang dilihat dalam masyarakat, manusia bukanlah semata-mata keadaan individu tetapi dilihat
sebagai hasil struktur sosial yang menyatukan mereka.11

Tradisi ini dalam kajian keislaman diistilahkan dengan istilah urf atau dalam bahasa
sederhananya adalah tradisi yang sudah sangat familiar di kalangan masyarakat karena telah
dilakukan secara berulang-ulang menjadi salah satu bagian konsentrasi kajian yang sangat
penting. Karena urf merupakan salah satu hujjah yang memiliki pengaruh besar terhadap proses
penerapan standar buku rumusan fiqh. Para fuqaha secara umum pasti menerima keberadaannya.
Penerapan urf ini didasarkan pada suatu kondisi dimana secara global terdapat suatu aturan atau
tuntunan syara. Sementara secara terminologis belum ditemukan rumusan maupun batasan
bakunya, maka penentuan standar bakunya adalah dikembalikan pada urf, dengan catatan bahwa
urf tersebut sarat(penuh) dengan maslahah, berlaku stabil dan berkesinambungan, telah banyak
dan lumrah dilakukan, telah terbentuk saat tindakan hukum dilakukan, serta tidak berlawanan
atau bertentangan dengan nas-nas syari.

Dari faktor itulah, Islam dalam berbagai bentuk ajaran yang ada di dalamnya,
menganggap adat-istiadat atau urf sebagai pamer dan elemen yang harus diadopsi secara selektif
dan proporsional, sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat penunjang hukum-hukum

11
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Jokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006),
hal.109
8
syara, bukan sebagai landasan hukum yuridis yang akan berdiri sendiri dan akan melahirkan
produk hukum baru, akan tetapi ia hanya sebagai suatu ornament untuk melegitimasi hukum-
hukum syarasesuai dengan perspektifnya yang tidak bertentangan dengan nas-nas syara.

G. Metode Penelitian

Metode pada dasarnya berarti cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Tujuan penelitian
adalah suatu pernyataan yang menggambarkan apa yang hendak dicapai dari suatu aktifitas
penelitian.12 Tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua sumber. Pertama,
sumber primer yaitu penelitian lapangan (field research) berupa hasil observasi dan
wawancara dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan para pelaku kenduri
kematian di Kecamatan Kuta Baro. Kedua, sumber kajian merujuk ke sumber
kepustakaan (library research), dengan melakukan telaah berbagai literature yang
dihimpun dan menganalisa sumber-sumber pustaka terutama buku-buku yang
berkenaan dengan kenduri kematian dan relevansinya dengan hukum Islam.

2. Teknik Pengumpulan Data


a. Metode Observasi Partisipatif
Metode observasi partisipatif adalah merupakan sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti berada atau melibatkan diri
dalam objek yang akan diteliti. Dalam hal ini peneliti tidak hanya terjun
langsung ke lapangan tetapi juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilakukan masyarakat. Dengan cara ini diharapkan data yang didapat
berdasarkan sumber valid dan terpercaya. Metode ini digunakan sejak awal
hingga akhir kegiatan penelitian guna mengumpulkan data lapangan dengan
cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian sehingga dapat
digambarkan aspek yang diteliti. Walaupun demikian penelitian dengan
teknik ini hanya dapat dilakukan apabila ada orang yang meninggal di suatu
tempat di Kecamatan Kuta Baro dan menjalankan tradisi kenduri kematian.
b. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah metode yang berkaitan dengan tanya jawab dalam
kegiatan dan pengumpulan data yang sistematis dan berlandaskan pada tujuan

12
Sayuthi Ali,Metode Penelitian AgamaPendekatan Teori dan Praktek(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002),
hal, 151
9
penyelidikan.13 Dalam menentukan informan, seorang informan harus paham terhadap
budaya yang dibutuhkan.14
Penelitian lapangan ini dihadapkan kepada interview secara intensif untuk
menggali informasi dari nara sumber secara mendalam. Oleh karena itu peneliti harus
mempersiapkan diri baik secara mental maupun pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan, supaya pokok pertanyaan terfokuskan, ini semua dilakukan untuk
menghindari dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak terarah dari pokok permasalahan.
Adapun responden yang akan diwawancarai adalah:
1) Tokoh agama
2) Tokoh masyarakat
3) Pelaku dalam pelaksanaan kenduri kematian

Pada wawancara ini pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan sudah


dipersiapkan terlebih dahulu oleh penulis sebelum kelapangan akan tetapi cara
penyampaian pertanyaan tersebut secara bebas. Dengan demikian sekalipun
wawancara telah terikat dengan pedoman wawancara, tetapi pelaksanaannya dapat
berlangsung dalam suasana tidak formal.

3. Jenis Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang dimaksud, diperlukan suatu jenis metode yang
sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti, karena metode tersebut berfungsi
sebagai cara mengerjakan sesuatu dalam upaya agar kegiatan penelitian dapat
terlaksana secara rasional guna mencapai hasil optimal.15
Kenduri kematian adalah salah satu tradisi yang dilakukan di Kecamatan Kuta
Baro merupakan penelitian lapangan (field research). Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian ini hendak mengkaji tentang
keberlangsungan kenduri kematian dalam masyarakat Kuta Baro yang terus
dipraktekkan. Kemudian menelusuri bagaimana relevansi tradisi kenduri kematian
dalam kacamata hukum Islam.
Adapun alasan mengapa menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan
kualitatif ini adalah suatu proses penelitian pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian
ini lebih menekankan pada makna, penalaran, dan definisi situasi tertentu dalam

13
Sutrisno Hadi, Metode Research,(Yogyakarta : Andi Offset, 1989). Hal.4
14
Sutrisno Hadi, Metode.., hal.239
15
Anton Bekker, Metode Filsafat I, (Jakarta : Ghalia Indonesia: 1996), hal.11
10
konteks tertentu.16 Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau
survei kuantitatif17 dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan
informasi, terutama individu dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan
fokus.

4. Sifat Penelitian
Dalam upaya menyelesaikan penelitian ini, sifat penelitian yang diambil bersifat
deskriptif analisis, penelitian deskriptif dimaksudkan adalah menggambarkan apa
adanya tentang suatu variabel, gejala dan keadaan. 18 Penelitian deskriptif ini bertujuan
untuk memberikan gambaran berupa pelaksaannya kenduri kematian Kecamatan Kuta
Baro.
Analisis adalah menelaah secara kritis hasil wawancara (dept interview) dengan
para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan Kuta Baro tentang
tradisi kenduri kematian. Dengan demikian deskriptif analisis adalah berusaha
mendeskripsikan setiap gejala dan peristiwa tentang tradisi ini untuk dicari suatu
kesimpulan tentang asal mula keberadaan tradisi kenduri kematian dalam masyarakat
Kuta Baro yang menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang dahulu dengan
menganalisis relevansi tradisi kenduri kematian dalam tinjauan hukum Islam.

5. Analisis Data
Analisis data adalah upaya mencari dan menata data secara sistematis, catatan
hasil wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang permasalahan
yang diteliti.19 Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan dengan cara data tersebut
dikumpulkan dan diamati terutama dari aspek kelengkapan, validitas serta relevansinya
dengan tema bahasan. Kemudian diklasifikasi dan disistemasi serta diformulasi sesuai
dengan pokok permasalahan yang diteliti. Analisis dilakukan secara kualitatif
berdasarkan data-data yang didapatkan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, para
pelaksana kenduri kematian. Kerangka kerja ini merupakan tahap awal yang dilakukan
guna memeriksa kelengkapan semua data yang telah dikumpulkan di lapangan, baik
kejelasan tulisan, ide, konsistensi, dan uniformitas, baik melalui metode telaah dokumen
maupun wawancara.20
16
Iskandar, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet I, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hal.11
17
Penelitian kuantiatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data numerikal (angka) yang
diolah dengan metode statistika. Lihat. Iskandar, Metodologi, hal.37
18
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, cet VI, (Jakarta: Rineke Cipta, 2003), hal.310
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Bina Ilmu, 1990), hal.21
20
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hal.117
11
Langkah selanjutnya memberikan tanda terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
telah diajukan pada saat wawancara, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah jika
diadakan tabulasi dan analisa. Sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan
penalaran induktif.21 Sedangkan kajian terhadap sistem nilai yang bersifat umum yang
mempengaruhi terhadap banyak perilaku atau tradisi yang bersifat khusus ditempuh
dengan penalaran deduktif.22 Sehingga penulis pada tahap ini melakukan penafsiran dan
analisis data yang telah diperoleh yang ada hubungannya dengan judul, kemudian
melakukan penyatuan atau sintesis.

H. Sistematika Pembahasan

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas, maka hasil penelitian ini dijadikan kedalam


bentuk karya ilmiah, dengan sistematika pembahasannya diuraikan kedalam lima bab,
yaitu sebagai berikut:

Bab pertama merupakan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian kepustakaan, metode penelitian
meliputi: sumber data, teknik pengumpulan data, jenis penelitian dan analisis data dan
yang terakhir sistematika pembahasan.

Bab kedua membahas tentang gambaran umum Kecamatan Kuta Baro berupa letak
dan geografi, kondisi pendidikan, kondisi ekonomi, kondisi sosial budaya, kependudukan
dan yang teakhir keagamaan.

Bab ketiga membahas tentang deskripsi tradisi kenduri kematian di Kecamatan Kuta
Baro. Pembahasannya mencakup latar belakang tradisi kenduri kematian sebagai budaya
lokal. Kemudian praktek masyarakat Kuta Baro dalam pelaksanaan kenduri kematian,
makna kenduri kematian bagi masyarakat Kuta Baro.

21
Penalaran Induktif bertujuan untuk mengembangkan teori atau hipoKarya Ilmiah melalui pengungkapan
fakta. Proses pengambilan kesimpulan dengan cara induksi didasarkan pada satu atau dua fakta atau bukti-bukti
berdasarkan data yang diobservasi dan dikumpulkan terlebih dahulu. Lihat, Suharsimi Arikunto, Metodologi
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Cet.IX, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal.91
22
Penalaran Deduktif bertujuan menguji teori pada keadaan tertentu. Proses pengambilan kesimpulan
ddengan cara deduksi didasari oleh kesimpulan sebagai akibat dari alasan-alasan yang diajukan berdasarkan hasil
analisis data. Lihat, Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Cet,IX. (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), hal.91
12
Selanjutnya pada bab keempat, diuraikan tentang relevansi kenduri kematian dalam
tinjauan hukum Islam. Pembahasannya mencakup tinjauan tradisi kenduri kematian dalam
hukum Islam, hubungan antara hukum Islam dan hukum adat, relevansi radisi kenduri
kematian dengan urf dalam Islam dan yang terakhir tradisi kenduri kematian dalam
pandangan para fuqaha.

Terakhir pada bab lima sebagai penutup diutarakan kesimpulan dari hasil penelitian
tentang kenduri kematian di Kecamatan Kuta Baro serta saran terkait penelitian ini.

13

Anda mungkin juga menyukai