Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FARMAKOLOGI DASAR
Oleh Kelompok 2
Kelas Farmakologi Dasar - A
Charisa Diah Iswari (1606875011)
Desi Mudasih (1606832385)
Farhan Nurahman (1606821904)
Yesi Ihdina Fityatal Hasanah (1706007425)
Merianda Ramadhian Putri (1606823651)
Nur Chrysanti Monita (1606833444)
Nurrisfia Fara Dhianti (1606874835)
Rifqi Ryanzafi Almahdi (1606831943)
Savira Ayusandra (1606829876)
Sopiyatul Marwa (1606824660)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul Proses Metabolisme dan Ekskresi Obat di dalam Tubuh
tepat pada waktunya. Tanpa berkat dan rahmat-Nya mustahil makalah ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dosen Farmakologi Dasar, Dr. Anton Bachtiar, S.Si.,M.Si. yang
telah memberikan bimbingan dan juga kepada semua pihak yang telah membantu
dalam kelancaran pembuatan tugas makalah ini.
Makalah ini disusun secara sistematis dalam memaparkan proses
metabolisme dan ekskresi obat. Tentu, isi makalah ini sudah kami kaji dari
sumber-sumber yang terpercaya. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar nantinya
bermanfaat bagi mahasiswa program studi Farmasi pada khususnya untuk lebih
mudah memahami mata kuliah Farmakologi Dasar dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Untuk itu, besar harapan penulis kepada pembaca untuk dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun mengenai makalah ini. Akhir kata,
penulis berharap makalah ini dapat berguna sebagai tambahan ilmu pengetahuan
dan bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Metabolisme ............................................................................ 18
iii
2.10. Mekanisme Proses Berlangsungnya Ekskresi Obat ............... 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan proses metabolisme obat dalam
farmakokinetika?
2. Bagaimana reaksi metabolisme pada obat?
3. Faktor apakah yang mempengaruhi proses metabolisme?
4. Enzim apa saja yang mempengaruhi pemetabolisme obat?
5. Apa yang dimaksud dengan substrat, penghambat, dan penginduksi enzim
dalam proses metabolisme?
6. Apa yang dimaksud dengan proses ekskresi dalam farmakokinetika?
7. Bagaimana tahapan ekskresi obat?
8. Faktor apakah yang mempengaruhi proses ekskresi obat?
9. Dimanakah proses ekskresi obat dapat terjadi?
10. Bagaimana proses ekskresi obat berlangsung?
11. Bagaimana siklus enterohepatik berlangsung?
12. Bagaimana hubungan antara proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi dalam farmakokinetika?
1.3. Tujuan
2
11. Untuk memahami sikluk enterohepatik.
12. Untuk memahami hubungan antara proses absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi dalam farmakokinetika.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
akhirnya diekskresikan nanti. Contoh obat yang diinaktivasi adalah
Paracetamol yang memiliki metabolit N-acetyl-p-benzo-quinone-
imine (NAPQI) yang nantinya akan diinaktivasi menjadi konjugat
yang tidak toksik.
Mengaktifkan prodrug
Prodrug adalah obat yang baru aktif ketika dimetabolisme oleh
tubuh. Contoh prodrug adalah Aspirin yang baru akan aktif ketika
sudah dimetabolisme menjadi metabolit Salisilat untuk meredakan
rasa nyeri.
Di dalam proses reaksi metabolisme obat terdapat 2 fase, yakni fase I dan
II. Pada reaksi-reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi
senyawa metabolit yang lebih polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau
inaktivasi senyawa obat. Reaksi fase I, disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi
melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi.
Reaksi oksidasi terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan
hidrogen secara enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom P450
monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen.
Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini
mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara farmakologi
menjadi senyawa yang aktif. Juga, senyawa yang lebih toksik/beracun dapat
terbentuk melalui reaksi oksidasi ini. Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi,
biasanya merupakan reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional polar
metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), dan amino
(NH2), yang terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi.
Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan menghasilkan
produk yang tidak aktif.
5
Reaksi Fase I
Reaksi ini meliputi bioaktivasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih
polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus fungsional
(misalnya OH, -NH2, -SH) untuk meningkatkan kelarutan dalam air.
Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:
a) Reaksi Oksidasi: Merupakan reaksi yang paling umum terjadi.
b) Reaksi Reduksi (reduksi aldehid,alcohol,quinone)
c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Reaksi Fase II
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase I nya dengan zat endogen. Reaksi ini mengeliminasi dan
menonaktifkan hasil metabolisme dari proses oksidasi yang kemungkinan
memiliki efek toksik. Reaksi ini juga meningkatkan water solubility hasil
metabolisme sehingga lebih mudah dieksresikan.
Reaksi fase II meliputi:
a) Konjugasi dengan glukoronat (glukoronidasi)
b) Konjugasi dengan sulfat (sulfatasi)
c) Konjugasi dengan glutation (pembentukan asam merkapturat)
d) Asilasi dan asetilasi
6
Sumber: Goodman Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12th Edition p.128
7
Tabel nama obat dan khasiatnya dari obat-obat yang dimetabolisme pada
reaksi fase I dan reaksi fase II
8
14. Dapsone Perawatan, kontrol, pencegahan, & perbaikan
penyakit, kondisi dan gejala dermatitis
herpetiformis dan kusta
15. Dextromethorphan Meredakan batuk kering
16. Diazepam Memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan
efek penenang.
17. Enalapril Mengobati tekanan darah tinggi
18. Erythromycin Mengobati infeksi bakteri akut, seperti infeksi
kulit, mata, telinga, saluran kemih, dan
pernapasan.
19. Ethinyl estradiol Perawatan, kontrol, pencegahan, & perbaikan
penyakit, kondisi dan gejala Pencegahan
kehamilan, Kanker prostat, Gairah seks
meningkat pada pria, Terapi penggantian
hormon untuk wanita transgender
20. Forformycin Perawatan pengobatan infeksi saluran kemih
tanpa komplikasi dan kondisi lainnya.
21. Ibuprofen Meredakan nyeri berbagai kondisi seperti sakit
kepala, sakit gigi, nyeri haid, nyeri otot, atau
arthritis. Obat ini juga digunakan untuk
menurunkan demam dan meredakan nyeri
ringan dan sakit akibat pilek atau flu.
22. Imipramine Perawatan depresi, mengompol malam hari pada
anak-anak, kecenderungan ekstrem tertidur
setiap kali di santai lingkungan dan kondisi
lainnya.
23. Indomethacin anti inflamasi non-steroid (OAINS)
24. Isoniazid Menangani penyakit tuberkulosis atau TBC.
25. Kafein Stimulan sistem saraf pusat dan memiliki sifat
diuretik.
26. Kodein Mengobati nyeri ringan atau cukup parah
27. Lidocaine Obat anastesi lokal yang menyebabkan
9
hilangnya sensasi rasa sakit pada tubuh
28. Lorazepam Mengobati kecemasan
29. Meperidine Perawatan nyeri sedang sampai berat, pereda
nyeri selama persalinan dan melahirkan dan
kondisi lainnya
30. Meprobamate Mengobati gejala kecemasan dan kegelisahan
dan bekerja pada pusat-pusat tertentu di otak
untuk membantu menenangkan sistem saraf
31. Mercaptopurine Mengobati jenis kanker tertentu, seperti
leukemia limfositik akut
32. Methyldopa Menurunkan tekanan darah
33. Midazolam Menyebabkan kantuk, mengurangi kecemasan,
dan menyebabkan kelupaan dari operasi atau
prosedur
34. Morfin Meredakan sakit atau nyeri yang parah
35. Omeprazole Menurunkan kadar asam yang diproduksi di
dalam lambung
36. Oxazepam Perawatan kecemasan yang disebabkan oleh
penarikan alkohol
37. Phenobarbital Meredakan aktivitas kelistrikan yang berlebihan
di dalam otak dan dengan demikian, membantu
mencegah timbulnya kejang yang biasanya
dialami oleh penderita epilepsi.
38. Phenytoin Mencegah serangan epilepsi
39. Procainamide Mengobati detak dan ritme jantung abnormal
40. Procaine Obat anestesi lokal
41. Propanolol Beta-blocker dengan fungsi untuk menangani
tekanan darah tinggi, detak jantung tak teratur,
gemetar (tremor), dan kondisi lainnya.
42. Steroids Meningkatkan massa otot
43. Sulfonamides Anti Infeksi
44. Tamoxifen Mengobati kanker payudara yang telah
10
menyebar ke bagian tubuh lain, untuk
mengobati kanker payudara pada pasien tertentu
setelah terapi pembedahan dan radiasi, dan
untuk mengurangi kemungkinan kanker
payudara pada pasien yang berisiko tinggi
45. Teofilin Xanthine Bronchodilator
46. Thioridazine Perawatan cacat mental, depresi dan kondisi
lainnya
47. Tolbutanide Mengontrol gula darah tinggi pada orang dengan
diabetes tipe 2
48. Warfarin Obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi
dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabolit
ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses
metabolisme. Kecepatan metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja
obat. Kecepatan metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing
individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain :
1. Polimorfisme genetik
Farmakogenetik adalah ilmu yang mengidentifikasi interaksi antara obat
dan gen individual. Respon terhadap obat bervariasi antara satu individu
dengan individu lainnya karena variasi ini biasanya mempunyai distribusi
Gaussian. Dalam distribusi tersebut, diasumsikan bahwa faktor penentu
respon adalah multifaktorial. Akan tetapi, respon beberapa obat
menunjukkan variasi diskontinu dan pada kasus-kasus ini populasi dapat
dibagi menjadi dua kelompok atau lebih.
11
2. Induksi enzim
12
3. Inhibisi enzim
Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi biasanya
yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia 65 tahun, laju
filtrasi glomerulus (LFG) menurun sampai 30%, dan tiap satu tahun berikutnya
menurun lagi 1-2% (sebagai akibat hilangnya sel dan penurunan aliran darah
ginjal). Oleh karena itu, orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan
dosis lebih kecil daripada orang muda, khususnya obat yang bekerja sentral
(misalnya opioid, benzodiazepin, antidepresen), di mana orang lanjut usia lebih
sensitif (karena perubahan yang belum diketahui di otak).
13
Daftar dosis maksimum menurut FI ed. III digunakan untuk orang dewasa
yang berusia 20-60 tahun dengan bobot badan 58-60 kilogram. Untuk orang lanjut
usia dan keadaan fisiknya sudah mulai menurun, pemberian dosis harus lebih
kecil dari dosis maksimum.
Aturan pokok perhitungan dosis untuk anak tidak ada sehingga para pakar
mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan usia, bobot badan, dan luas
permukaan tubuh (body surface area).
14
Perhitungan dosis berdasarkan usia:
(Jerman):
15
4. Rumus Juncker & Glaubius: % dosis dewasa (paduan usia dan bobot
badan)
1968
Rumus Catzel:
Dosis maksimum gabungan harus dihitung jika dalam satu resep terdapat
dua obat atau lebih yang kerjanya searah dan tidak boleh melampaui jumlah dosis
obat-obatan yang searah tersebut, baik sekali pakai maupun sehari. Misalnya:
1. Menurut FI ed. III satu hari dihitung 24 jam sehingga untuk pemakaian
sehari dihitung: 24/n kali; n = selang waktu pemberian. Misalnya, s.o.t.h
(tiap 3 jam): 24/3 kali = 8 sehari semalam.
2. Menurut Van Duin pemakaian sehari dihitung untuk 16 jam, kecuali
antibiotik dihitung sehari semalam 24 jam. Untuk contoh yang sama,
pemakaian sehari dihitung sebagai berikut: (16/3 + 1) kali = (5,3 + 1) kali
= 6,3 kali; dibulatkan menjadi 7 kali sehari semalam.
16
Dosis maksimum untuk larutan yang mengandung sirop dalam jumlah
besar (lebih dari 16,67% atau 1/6 bagian), bobot jenis (BJ) larutan itu dihitung 1,3
sehingga berat larutan tidak sama dengan volume larutan. Volume = bobot/BJ.
Dosis maksimum untuk larutan yang mengandung sirop dalam jumlah besar (lebih
dari 16,67% atau 1/6 bagian), bobot jenis (BJ) larutan itu dihitung 1,3 sehingga
berat larutan tidak sama dengan volume larutan. Volume = bobot/BJ.
Pada reaksi metabolisme obat terdapat fase 1 dan fase 2, dimana pada fase
1 dan fase 2 rekasi metabolisme obat tersebut dibantu oleh enzim pemetabolisme
obat untuk membuat obat lebih mudah larut dalam air. Pada fase 1 dibantu oleh
enzim-enzim oksigenase, sedangkan pada fase 2 dibantu oleh enzim transferase.
17
Enzim lainnya:
1. Alcohol dehydrogenases merupakan sebuah kelas dari zink enzim yang
mengkatalisis oksidasi primer dan sekunder alkohol menjadi aldehida
atau keton yang sesuai dari transfer anion hidrida ke NAD+ dengan
pelepasan proton. Enzim ini berfungsi untuk reduksi dari alkohol.
2. Aldehyde dehydrogenases berfungsi untuk reduksi dari aldehid.
3. NADPH-quinone oxidoreductase (NQO) berfungsi untuk reduksi dari
quinon.
A. Substrat Enzim
Senyawa yang dikatalisis oleh enzim disebut substrat enzim.
Dalam hal ini, substratnya adalah obat atau metabolit yang terkandung
dalam obat-obatan yang telah dikonsumsi. Enzim sifatnya spesifik
terhadap substrat. Contohnya adalah kafein yang merupakan substrat dari
isoenzim CYP1A2.
B. Penghambat Enzim
Penghambat/inhibitor enzim adalah substansi yang dapat
menghambat kerja enzim dengan menurunkan kemampuan enzim untuk
berikatan dengan substrat dan/atau menurunkan afinitas antara enzim dan
substrat. Inhibitor enzim bisa merupakan obat lain, metabolit obat, atau
makanan. Penghambatan enzim metabolisme obat oleh obat yang
diberikan bersamaan dapat menyebabkan akumulasi obat dan toksisitas.
1. Inhibitor Kompetitif
Inhibitor kompetitif juga merupakan substrat dari enzim tersebut.
Dalam kasus lain, inhibitor ini bisa juga bukan substrat dari enzim
tersebut, namun bergabung secara reversibel dengan enzim tersebut. Ia
18
berikatan dengan enzim di active-site sehingga substrat tidak bisa
berikatan dengan enzim yang diinhibisi.
2. Inhibitor Non-kompetitif
Senyawa inhibitor non-kompetitif secara signifikan berbeda dalam
struktur dari substrat. Berikatan dengan enzim bukan di active-site
tetapi di alosteric-site yang lain sehingga mengubah konformasi
active-site dan substrat tidak bisa berikatan dengan enzim tersebut.
C. Penginduksi Enzim
Penginduksi enzim/inducer adalah senyawa yang dapat
menginduksi enzim. Induksi enzim adalah proses ketika aktivitas enzim
ditingkatkan, biasanya dengan meningkatkan sintesis enzim atau dengan
mengurangi proses degradasi enzim.
Obat-obatan, insektisida, dan karsinogen berinteraksi dengan DNA
dan meningkatkan sintesis protein enzim mikrosomal, khususnya sitokrom
19
P450 dan UGT sehingga mempercepat metabolisme. Induksi
meningkatkan laju metabolisme hingga 2-4 kali lipat.
Pengaruh dari inducer dapat berbeda-beda tergantung isoenzim
CYP yang diinduksi. Induksi dapat mempengaruhi metabolisme sejumlah
besar obat jika inducer menginduksi isoenzim CYP yang bereaksi pada
banyak obat-obatan. Contoh: fenobarbiton yang merupakan inducer dari
CYP3A dan CYP2C9 mempengaruhi metabolisme sejumlah besar obat
karena isoenzim tersebut bereaksi pada banyak obat-obatan. Di sisi lain,
induksi hanya mempengaruhi sedikit metabolisme jika inducer
menginduksi isoenzim CYP yang hanya bereaksi pada obat-obatan dalam
jumlah sedikit. Contoh: hidrokarbon polisiklik hanya terbatas pada
beberapa obat-obatan saja, seperti theophylline dan phenacetin, karena
isoenzim CYP1A hanya memetabolisme sedikit obat-obatan.
20
2. Meningkatkan intensitas kerja obat yang telah diaktifkan oleh
metabolisme. Hal ini hanya terjadi pada jenis obat prodrug. Contohnya
toksisitas parasetamol akut yang disebabkan oleh salah satu
metabolitnya. Toksisitas ini terjadi pada dosis rendah pada pasien yang
menerima enzim inducer.
3. Obat dapat menginduksi metabolismenya sendiri atau bisa disebut
autoinduksi, contohnya carbamazepine, rifampisin.
4. Beberapa substrat endogen (steroid, bilirubin) juga dimetabolisme
dengan cepat.
5. Penggunaan inducer dapat mengganggu penyesuaian dosis obat lain
yang diresepkan secara teratur, contohnya antokoagulan oral,
hipoglikemik oral, antiepileptik, antihipertensi. Hal ini dapat diatasi
dengan pemberian obat dengan jangka waktu yang disesuaikan
sehingga tidak mengganggu kerja obat lain.
21
3. Keracunan kronik
Dengan mempercepat metabolisme dari substansi zat beracun.
22
2.6. Pengertian Proses Ekskresi dalam Farmakokinetika
23
obat asam atau obat basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa </= 2) dan obat basa
yang relatif kuat (pKa >/= 12, misalnya guenetidin) terinonisasi sempurna pada
pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa (4,5 - 7,5). Obat asam
yang sangat lemah (pKa > 8, misalnya fenitoin) dan obat basa yang sangat lemah
(pKa </= 6, misalnya propoksifen) tidak terionisasi sama sekali pada semua pH
urin. Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa
antara 6 dan 12 yang dapat dipengaruhi oleh pH urin. Misalnya pada keracunan
fenobarbital (asam, pKa = 7,2) atau salisilat (asam, pKa = 3,0) diberikan NaHCO3
untuk membasakan urin agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion yang
akan direabsorpsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan diekskresi meningkat.
Demikian juga pada keracunan amfetamin (basa, pKa = 9,8) diberikan NH4Cl
untuk meningkatkan ekskresinya. Di tubulus distal juga terdapat protein
transporter yang berfungsi untuk reabsopsi aktif dari lumen tubulus kembali ke
dalam darah (untuk obat-obat dan zat-zat endogen tertentu).
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi
ginjal. Lain halnya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung,
pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan dosis obat
pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung.
Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus
dan keluar bersama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di
membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat - obat dan metabolit ke
dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan
konyugat (glukoronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid,
kolesterol dan garam empedu. P-gp dan MRP juga terdapat di membran sel usus,
maka sekresi langsung obat dan metabolit dari darah lumen usus juga terjadi.
Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi kembali ke dalam
tubuh dan lumen usus. Metabolit dalam bentuk glukuronat, dapat dipecah dulu
oleh enzim glukuronidase yang dihasilkan oleh flora usus menjadi bentuk obat
awalnya (parent compound) yang mudah diabsorpsi kembali. Akan tertapi bentuk
konyugat juga dapat langsung diabsorpsi melalui transporter membran OATP di
dinding usus, dan baru dipecah dalam darah oleh enzim esterase. Siklus
24
enterohepatik ini dapat memperpanjang efek obat, misalnya estrogen dalam
kontraseptif oral.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.
Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantitatif tidak penting.
Ekskresi ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut
lemak melalui sel epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun
sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang
menyusu pada ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat -
obat basa dan lebih sedikit obat - obat asam terdapat dalam ASI daripada dalam
plasma. Ekskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat
bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat
jika sukar untuk memperoleh darah. Ekskresi ke rambut dan kulit: mempunyai
kepentingan forensik.
1. Sifat fisikokimia
a. Berat molekul
Zat aktif dengan berat molekul kecil cenderung untuk larut. Ekskresi
membutuhkan zat aktif dengan sifatnya yang larut dalam air (hidrofil),
mudah terionisasi, dan sulit untuk menembus membran plasma.
b. pKa
25
c. Kelarutan
2. PH Urin
Urin yang bersifat basa akan banyak mengekskresikan zat aktif yang
bersifat asam lemah dan sebaliknya pH urin yang asam akan banyak
mengekskresikan zat aktif yang bersifat basa lemah.
3. Kondisi patologis
Kondisi patologis artinya ada kelainan/ penyakit. Jika hal tersebut terjadi
pada organ ekskresi akan mempengaruhi efektifitas atau laju ekskresi zat tersebut.
4. Usia
Usia mempengaruhi proses ekskresi. Usia lansia dengan usia muda akan
berbeda laju ekresinya. Usia Lansia maka laju ekskresi dan kemampuan untuk
mengekskresikan obatnya lebih rendah daripada usia lebih muda. Jika ekskresi
lambat, maka akan banyak obat yang menumpuk sehingga dapat menyebabkan
efek samping.
26
2.9. Organ-organ yang Melakukan Proses Ekskresi Obat
27
Berikut adalah Gambar dari struktur ginjal
28
mayor lalu ke pelvis ginjal setelah itu urin dikumpulkan melalui ureter dan di
alirkan ke kandung kemih.
Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filrasi glomerulus,
sekresi aktif ditubulus proksimal dan reabsorpsi pasif disepanjang tubulus.
1. Filtrasi Glomerulus
Merupakan proses penyaringan darah dari zat-zat sisa metabolisme
yang dapat meracuni tubuh. Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat,
yakni minus plasma protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam
ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap tinggal dalam darah. Zat-
zat yang dapat disaring tanpa batas adalah zat dengan bobot molekul sampai
sekitar 10.000, Untuk senyawa dengan bobot molekul di antara 10.000 sampai
50.000 daya saringnya terbatas. Kapiler-kapiler glomerulus akan menyaring
plasma darah sedemikian rupa sehingga setiap molekul obat yang berat
molekulnya dibawah 20.000 dan tidak terikat protein (bentuk bebas) akan
melewati glomerulus sedangkan albumin (protein plasma) dengan berat
molekul 68.000 tidak dapat melewati glomerulus. Obat-obat yang terikat pada
albumin plasma tidak dapat melewati glomeruli misalnya fenibutazon
Kelarutan dan pH tidak berpengaruh pada kecepatan filtrasi
glomerulus, yang berpengaruh adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan
jumlah kapiler glomerulus.
29
organik dan zat netral (misalnya yaitu dopamin,epinephrin, morphin, quinin, dan
atropin).
Karena banyak obat yang disekresikan secara aktif dengan barbagi
transporter sekresi yang sama, sehingga dapat terjadi interaksi antara obat-
obat yang bersifat kompetitif. Misalnya probenecid keduanya merupakan
substrat untuk transporter anion organik. Probenesid dapat memperlambat
ekskresi penisilin dengan jalan berkompetisi untuk transport aktif pada sel-sel
tubulus ginjal sehingga secara klinik akan diperoleh kadar penisilin yang lebih
tinggi.
30
2. Ekskresi Obat melalui Empedu dan Usus
Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus
dan keluar bersama fases. Mekanisme yang digunakan yaitu difusi pasif dan
transpor aktif. Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat
fisiko-kimia serta perbedaan konsentrasi. Sedangkan mekanisme transpor aktif
menggunakan transporter membran P-gp dan MRP yang terdapat di membran
kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit kedalam empedu
dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat
(glukuronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesterol
dan garam empedu. Karena empedu adalah larutan berair, sangat cocok untuk
melarutkan obat hidrofilik. Selain itu, kehadiran asam empedu membentuk
micelle memungkinkan beberapa obat terlarut lipase terlarut dalam empedu. P-gp
dan MRP juga terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan
metabolit dari darah ke lumen usus juga terjadi.
Paru-Paru adalah organ utama ekskresi untuk zat gas dan volatil, dan
merupakan rute ekskresi yang signifikan untuk obat volatil seperti anestesi dan
etanol. Sebagian besar organ yang mengeluarkan obat menghilangkan senyawa
polar lebih mudah daripada senyawa lipofilik. Pengecualian terhadap paru-paru, di
mana volatilitas obat atau metabolit lebih penting daripada polaritasnya. Contoh
obat yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru adalah sulfanilamida dan
sulfapyridine.
4. Ekskresi Obat melalui Kelenjar Susu, Kelenjar Saliva dan Kelenjar Keringat
Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat secara kuantitatif tidak penting. Pada
ekskresi obat melalui kelenjar susu. Mekanisme transport utama adalah difusi
pasif, dengan demikian lebih banyak obat terlarut lipid dan kurang protein terikat
lebih baik. ASI memiliki pH yang lebih rendah (kira-kira 6,8) dibandingkan
dengan darah (7,4). Sehingga obat yang bersifat basa lemah cenderung lebih
terkonsentrasi pada ASI daripada di plasma. Contoh ilustratif adalah eritromisin
31
yang menunjukkan konsentrasi sekitar delapan kali lebih tinggi pada ASI daripada
darah. Contoh lainnya termasuk heroin, metadon, tetrasiklin dan diazepam.
32
Gambar 1. Eliminasi obat atau zat yang tidak diinginkan dari sirkulasi sistemik
melalui rute usus EHC (Gao et al., 2014).
Sejumlah obat dieliminasi melalui empedu dalam bentuk tak berubah/ obat
induk (parent drug) atau bentuk metabolit terkonjugasinya ke usus halus dan
direabsorbsi ke vena portal dan sirkulasi sistemik. Setelah metabolisme di hati,
obat dan/atau metabolitnya masuk ke cairan empedu. Bersama aliran empedu,
masuk ke kantung empedu dan mengalir ke usus halus. Sebagian kecil obat dapat
masuk kembali ke usus halus melalui difusi pasif atau transport aktif (Gao et al.,
2014).
33
Gambar 3. (a) Diagram representasi siklus enterohepatik. Obat konjugat
glukuronida dihidrolisis oleh -glukuronidase (mikroflora usus). (b)
Reabsorbsi obat menghasilkan puncak sekunder pada kurva konsentrasi
plasma-waktu (Rosenbaum, 2011)
34
Beberapa contoh zat yang mengalami siklus entero hepatik:
Clearance
Half life
Volume of distribution
Dosing rate
Laju eliminasi
35
Clearance, atau CL merupakan laju eliminasi obat dari tubuh dan
diperlukan dalam menentukan dosing rate obat dengan persamaan Dosing rate =
CL . Css , dimana Css merupakan steady state konsentrasi obat dalam tubuh.
Adapun pada konsentrasi cairan tubuh (C) persamaannya dapat dijadikan sebagai
CL= Laju eliminasi / konsentrasi. Adapun dengan variabel bebas dapat
dijabarkan sebagai persamaan CL=vm/(Km+C), dimana vm merupakan laju
eliminasi maksimal obat dan Km sebagai konsentrasi saat laju eliminasi maksimal.
Half life obat merupakan waktu paruh obat, atau berapa satuan waktu
yang dibutuhkan untuk konsentrasi obat pada tubuh untuk mencapai setengah dari
36
Tujuan perhitungan-perhitungan tersebut adalah untuk menentukan steady-
state obat, dimana konsentrasi dapat dipertahankan untuk memberi efek terapi
yang optimum. Faktor-faktor yang dibahas tersebut dapat dilihat hubungannya
dalam grafik dibawah
37
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari kerja obat dalam tubuh seperti
mekanisme obat dan juga interaksi serta khasiat obat pada tubuh. Salah satu
cabang farmakologi adalah farmakokinetika. Farmakokinetika adalah studi
tentang absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dalam tubuh.
3.2. Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Gao, Yu, Jingwei Shao, Zhou Jiang, Jianzhong Chen, Songen Gu, Suhong Yu, Ke
Zheng, dan Lee Jia. 2014. Drug Enterohepatic Circulation and Disposition:
Constituents of Systems Pharmacokinetics. Drug Discovery Today.
Volume 19 No. 3: 326-340.
Ikawati, Zullies. (a.n.). Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika). Diakses dari
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/pharmacokinetics-
bw.pdf pada 09 September 2017
Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy & Physiology.
9th ed. San Fransisco: Pearson; 2012.
Pandit NK, Soltis RP. Introduction to the Pharmaceutical Sciences. 2th ed.
Philadelphia: Lippincott Willias & Wilkins; 2012
39