Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin majunya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menyebabkan
tuntutan-tuntutan hidup terus bertambah. Persaingan-persaingan dalam
kehidupan tak dapat dihindari, terutama di dunia kerja. Arus globalisasipun
turut andil dalam memperkeruh suasana ini, budaya dan gaya hidup asing
mulai menyusup dalam sendi-sendi kehidupan bangsa, sehingga masalah
menjadi sangat kompleks karena nilai-nilai moral yang terkandung dalam
Pancasila juga mulai ditinggalkan. Masa depan bangsa kini bergantung pada
bibit-bibit unggul generasi muda.
Dalam upaya mempersiapkan bibit-bibit unggul penerus bangsa yang
nantinya diharapkan dapat memimpin dan mengarahkan bangsa Indonesia
kearah yang lebih baik, pemerintah menyisipkan kembali semangat Pancasila
dalam kurikulum pendidikan. Dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Atas, pancasila menjadi mata pelajaran yang wajib diajarkan,
tujuannya agar nilai-nilai Pancasila ini dapat diresapi dan dihayati oleh pesarta
didik sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada era sekarang, dimana rasa nasionalisme sudah banyak ditinggalkan,
pelajaran Pendidikan Pancasila yang ditanamkan sejak bangku Sekolah Dasar
tak dapat diandalkan. Banyak mahasiswa, yang berperan sebagai motor
pergerakan mengesampingkan nilai-nilai Pancasila, sehingga terkesan seperti
kaum terdidik dengan moral yang kurang baik. Hal ini tercermin dari aksi
demonstrasi di jalan yang terkadang tidak sesuai aturan. Oleh karena itu,
Pendidikan Pancasila harus tetap diberikan pada jenjang universitas untuk
membantu mahasiswa memahami perannya dalam masyarakat dan sebagai
warga negara yang baik.
B. Rumusan Masalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan Pancasila dan Pendidikan Pancasila? Apa
sajakah tujuan dan kompetensi yang diharapkan?
2. Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila?

1
3. Perlukah Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi?
4. Bagaimana aplikasi Pendidikan Pancasila didunia Perguruan Tinggi?
5. Apakah manfaat Pendidikan pancasila setelah lulus / sarjana?
6. Bagaimana aplikasi Pendidikan Pancasila bagi profesi Apoteker?
C. Tujuan
1. Mensosialisasikan pentingnya Pendidikan Pancasila di Program Profesi
Apoteker Angkatan 57 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta.
2. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran mahasiswa akan peran dan
posisinya sebagai farmasis dalam masyarakat dan sebagai warga negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pendidikan Pancasila


1. Definisi Pancasila
Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia, baik ditinjau dari sudut bahasa maupun sudut sejarah.
Menurut berbagai sumber, pancasila memiliki banyak pengertian,
diantaranya: Menurut Ir. Soekarno, pancasila adalah isi jiwa bangsa
Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh
kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara,
tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia. Sedangkan dalam
Panitia Lima, Pancasila didefinisikan sebagai lima asas yang merupakan
ideologi negara.
Kelima sila itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Hubungan antara lima asa erat sekali, berangkaian, dan
tidak berdiri sendiri. Menurut Prof. Drs. MR Notonegoro, Pancasila
merupakan dasar falsafah negara Indonesia. Selain itu, pada lambang
negara RI Garuda Pancasila, definisi Pancasila adalah dasar falsafah dan
ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa
Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta
sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
2. Definisi Pendidikan Pancasila
Pendidikan pancasila merupakan pendidikan dasar dengan
pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang melandasi pendidikan di
Indonesia, yang bertujuan untuk mengarahkan perhatian pada moral
bangsa yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
3. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional
dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003,
dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian
pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu

3
perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama,
kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada
perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap
dan perilaku:
a. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab
sesuai dengan hati nuraninya.
b. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
c. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-
nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia
diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara
berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia.
4. Kompetensi Yang Diharapkan dari Pendidikan Pancasila
Dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan
perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-
hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan
agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang
mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran

4
diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kompetensi yang diharapkan dari pendidikan pancasila diartikan
sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab
berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-
masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat
tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara
dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada
kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sdangkan sifat penuh
tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari
aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.
B. Nilai-Nilai Pancasila
Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan
nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar, yaitu nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar
adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikt banyak
mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau
tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental, yaitu nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar.
Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya
akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga
negara. Nilai ini dapat mengikuti setiap perkembangan zaman, baik dalam
negeri maupun dari luar negeri. Nilai ini dapat berupa Tap MPR, UU, PP,
dan peraturan perundangan yang ada untuk menjadi tatanan dalam
pelaksanaan ideologi Pancasila sebagai pegangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
3. Nilai praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai
dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat
Indonesia.

5
Nilai-nilai Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai
dalam Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai dasar ini
mendasari nilai berikutnya, yaitu nilai instrumental. Nilai dasar itu mendasari
semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai
dasar bersifat fundamental dan tetap.
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai
pencipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang religius, bukan bangsa yang tak bertuhan.
Pengakuan terhadap Tuhan diwujudkan dengan perbuatan untuk taat
pada perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya sesuai dengan ajaran
atau tuntutan agama yang dianutnya. Nilai ketuhanan juga memiliki
arti bagi adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama,
menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminasi antarumat beragama.
2. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung arti
kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan
memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Manusia perlu
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sebagai makhluk
Tuhan yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban asasinya.
Berdasarkan nilai ini, secara mutlak ada pengakuan terhadap hak asasi
manusia.
3. Nilai persatuan Indonesia, mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus
mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa Indonesia. Adanya perbedaan bukan sebagai sebab
perselisihan tetapi justru dapat menciptakan kebersamaan. Kesadaran
ini tercipta dengan baik bila sesanti Bhinneka Tunggal Ika sungguh-
sungguh dihayati.

6
4. Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
Berdasarkan nilai ini, diakui paham demokrasi yang lebih
mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
5. Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengandung
makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun batiniah.
Berdasar pada nilai ini, keadilan adalah nilai yang amat mendasar yang
diharapkan oleh seluruhbangsa. Negara Indonesia yang diharapkan
adalah negara Indonesia yang berkeadilan.
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional
dari negara Indonesia memiliki konsekuensi logis untuk menerima dan
menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai acuan pokok bagi pengaturan
penyelenggaraan bernegara. Hal ini diupayakan dengan menjabarkan nilai
Pancasila tersebut ke dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan ini
selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara. Sebagai nilai
dasar bernegara, nilai Pancasila diwujudkan menjadi norma hidup
bernegara.
C. Perlunya Pendidikan Pancasila Di Tingkat Perguruan Tinggi Non Sosial
Mahasiswa juga penting mempelajari pendidikan pancasila, karena
pendidikan pancasila, khususnya untuk mahasiswa di perguruan tinggi
mempunyai tujuan dan manfaat tertentu. Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang
sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila
mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang
mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran

7
diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun manfaat pendidikan pancasila untuk mahasiswa antara lain:
1. Agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan
dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
2. Agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan
menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
3. Agar mahasiswa memiliki kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam
upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai
moral, agama, dan nilai-nilai universal.
4. Agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan
kenegaraan, HAM, dan demokrasi.
5. Agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap
berbagai persoalan kebijakan publik.
6. Agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak
(berkeadaban).
D. Bentuk Aplikasi Pendidikan Pancasila Pada Mahasiswa
Pendidikan Kewarganegaraan telah diberikan kepada warga negara
Indonesia sejak duduk di bangku SD, SMP, SMA bahkan di bangku
perkuliahan. Materi yang diberikan bertahap dari materi ringan hingga yang
kompleks berdasarkan tingkatannya. Pemberian materi Pendidikan
Kewarganegaraan ini sangat penting karena sebagai warga negara Indonesia
harus mengenal negara sendiri untuk bekal ikut serta dalam pembelaan dan
pertahanan keamanan negara sesuai dengan UUD 1945. Sebenarnya materi
Pendidikan Kewarganegaraan tidak harus dipelajari di sekolah formal akan
tetapi sekarang banyak sekali media-media seperti media cetak, TV, radio
terutama media online yang menyampaikan informasi mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan, Undang-undang dan hal lain yang berkaitan dengan
kewarganegaraan.
Belajar di sekolah maupun belajar sendiri dengan media-media yang
ada tentang kewarganegaraan dan kebangsaan memang baik akan tetapi yang
lebih efektif adalah dengan mempraktikannya langsung dalam kehidupan

8
sehari-hari. Contoh nyata nya adalah ketika di bangku sekolah, siswanya
sudah mengikuti kegiatan upacara. Dalam kegiatan upacara, para siswa akan
mengenal bendera negara Sang Merah Putih, diperdengarkan UUD 1945,
diperdengarkan lagu-lagu nasional dan yang paling penting adalah ditanamkan
jiwa nasionalisme dalam diri siswa.
Semakin tinggi tingkatan pendidikan seseorang maka pengaplikasian
pendidikan kewarganegaraannya pun semakin kompleks dan meluas seperti
permasalahan yang dibahas ini tentang organisasi di Fakultas Kedokteran.
Banyak yang berasumsi bahwa mahasiswa tidak perlu lagi belajar tentang
Pendidikan Kewarganegaraan lebih-lebih di jurusan-jurusan eksakta seperti
kedokteran. Akan tetapi pada kenyataannya, sadar atau tidak para mahasiswa
itu dengan sendirinya belajar tentang kewarganegaraan melalui kegiatan
organisasi mereka. Atau mungkin lebih tepat sebagai hasi pembelajaran
mereka tentang pendidikan kewarganegaraan di bangku sekolah.
Organisasi adalah sebuah wadah sekumpulan orang-orang yang
memiliki visi, tujuan dan misi yang sama untuk kepentingan bersama.
Organisasi memiliki unsure-unsur seperti ketua dan jabatan structural di
bawah ketua, anggota, tempat atau kantor organisasi, simbol atau lambang,
hymne atau mars organisasi, dasar ideologi dan yang tidak kalah penting
adalah konstitusi atau dasar hukum yang mengatur dan mengikat setiap
anggota organisasi tersebut.
Apabila diperhatikan maka sebenarnya organisasi adalah miniatur dari
negara. Atau dengan kata lain Negara adalah suatu organisasi raksasa yang
memiliki Pimpinan (Presiden), Ideologi (Pancasila bagi Indonesia), wilayah
(dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau We sampai Pulau Rotee), konstitusi
(UUD 1945), rakyat, lambang garuda, bendera Sang Merah Putih dan juga
lagu kebangsaan Indonesia Raya. Maka apabila seseorang berorganisasi secara
tidak langsung sadar atau tidak sadar orang tersebut sedang belajar bernegara
dan memelajari bahkan memraktikan teori Pendidikan Kewarganegaraan.
Ada banyak sekali organisasi di suatu universitas dan organisasi itu
dibedakan berdasarkan hal-hal tertentu. Berdasarkan asalnya organisasi itu
dibedakan menjadi organisasi ekstra universitas yang berasal dari luar

9
universitas dan sebagian besar juga ada di universitas-universitas lain dan
organisasi intra sekolah yang berasal dari dalam universitas itu sendiri. Ada
juga organisasi keagamaan, organisasi sesuai dengan minat misalnya pecinta
alam, olahraga, seni dan lain sebagainya. Ada juga organisasi yang bergerak di
bidang jurnalis maupun akademis.
Dalam berorganisasi maka mahasiswa akan belajar menempatkan diri sesuai
dengan jabatan dan peran. Baik sebagai ketua, sekretaris, bendahara maupun
anggota. Mahasiswa akan belajar berpolitik, berkumpul dalam suatu forum
tertentu dan tentunya masing-masing organisasi melaksanakan program kerja
yang tidak bertentangan dengan Pancasila. Dari sini lah para calon pemimpin
bangsa ini akan belajar menerapkan Pancasila dalam setiap melaksanakan
program kerja.
E. Manfaat Pendidikan Pancasila Untuk Bekal Profesi
Setiap insan berhak untuk sehat, hal ini sesuai dengan pasal 25
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara
mengakui hak setiap orang untuk memperoleh standar tertinggi yang dapat
dicapai atas kesehatan fisik dan mental.
Untuk memenuhi hak tersebut, maka diperlukan sarana-sarana
kesehatan yang didukung tenaga medis yang profesiona, sarana-sarana
tersebut antara lain:
1. Institusi pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan dan poliklinik, rumah bersalin, praktik dokter, praktik
bidan atau perawat, dan lainnya.
2. Sumber daya manusia kesehatan, seperti dokter, perawat, bidan,
apoteker, asisten apoteker, dan lain sebagainya.
3. Sistem manajemen pelayanan kesehatan.
4. Ekonomi kesehatan.
5. Teknologi kesehatan.
6. Kebijakan atau politik kesehatan.
7. Salah satu sarana tersebut adalah dokter, dapat dikatakan bahwa dokter
adalah Leader dalam pelayanan kesehatan.

10
F. Pengamalan Pancasila Dalam Bidang Profesi Apoteker

Paradigma pelayanan kefarmasian dan Ideologi Pancasila memiliki


kesamaan essensi, dalam konteks keduanya merupakan jiwa yang
menggerakkan entitasnya masing-masing. Paradigma Pelayanan Kefarmasian
adalah jiwa bagi Apoteker di Indonesia sedangkan Ideologi Pancasila adalah
jiwa bagi Bangsa Indonesia. Proses penghayatan dan pengamalan Pancasila itu
sendiri ternyata harus melalui dua tahap yaitu membumikandan
membudayakan. membumikan memiliki pengertian menginformasikan,
memberitahukan, menurunkannya dari langit ke bumi (menginklusifkannya),
sedangkan membudayakan memiliki pengertian membiasakan,
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,serta memahaminya secara
penuh baik teori dan praktek.

Melalui pemahaman analogis di atas dapat ditelusuri lebih lanjut apa


sebenarnya yang menjadi akar masalah dari pelayanan kefarmasian di
Indonesia. Dilihat dari aspek membumikan bisa dikatakan paradigma
pelayanan kefarmasian sudah tidak menjadi substansi asing lagi. Sudah banyak
seminar dan diskusi mengenai pelayanan kefarmasian, bahkan mata kuliah
pelayanan kefarmasian sudah banyak dimasukkan ke dalam kurikulum
perkuliahan perguruan tinggi farmasi. Pelayanan kefarmasian bukanlah hal
yang eksklusif lagi dan banyak pihak sudah mengetahui paradigma tersebut.
Berdasarkan fakta tersebut bisa disimpulkan bahwa pelayanan kefarmasian
sudah dibumikan dengan baik.

Selanjutnya bagaimana dengan aspek membudayakan? Cobalah kita


menghitung di daerah masing-masing berapa jumlah apotek yang ketika buka
selalu ada apoteker yang melakukan identifikasi Drug Related Problem (DRP),
melakukanproblem solving terhadap DRP aktual dan mencegah DRP potensial
dari pasien? Sudah berapa banyak apoteker yang menerapkan konseling
terhadap pasien dengan penyakit kronis serta pasien yang menggunakan obat
keras? Apakah mahasiswa-mahasiswa farmasi di perguruan tinggi sudah
mendapatkan suri tauladan yang baik dari para tenaga pengajarnya, paling
tidak dalam bentuk perkataan yang konsisten dengan perbuatan? Kemudian

11
yang paling krusial adalah sudahkah mahasiswa farmasi dibiasakan dengan
praktek langsung pelayanan kefarmasian di lapangan, tidak hanya ketika sudah
memasuki program profesi apoteker saja tetapi sejak program S-1? Jika
kebanyakan dari jawabannya adalah belum maka dapat disimpulkan yang
masih kurang dan menjadi akar masalah dari konsep pelayanan kefarmasian di
Indonesia adalah PEMBUDAYAANNYA.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebagai seorang apoteker tentu harus menjungjung tinggi


kebebasan beragama bagi klien. Pengamalan pancasila sila pertama tentu
wajib dilakukan oleh seorang Apoteker. Hal itu dikarenakan Negara
Kesatuan Republik Indonesia mengakui adanya lima kepercayaan atau
agama. Maka sudah tentu sebagai seorang apoteker harus bisa menghargai
dan menghormati pasien atau klien yang berbeda kepercayaan.

Selain itu, seorang apoketer yang baik juga harus bisa


menagamalkan nilai-nilai keagamaan dalam menjalankan profesi nyaa
seperti dalam tata kelakuan yang sesuai norma agama. Implentasi dari sila
pertama antara lain :

a. Ikut mendoakan kesembuhan pasien meskipun berbeda keyakinan.


b. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdoa atau sholat
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing sebelum dan
sesudah melakukan praktek kefarmasian
c. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah masing-masing jika antara perawat, dokter dan apoteker
berbeda keyakinan dengan pasien.
d. Apoteker dalam memberikan pelayanan praktek kefarmasian perlu
bersikap sadar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan
dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan
imbalan.
e. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
f. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

12
a. Memberikan pelayanan informasi obat yang adil tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya sesuai dengan penyakit
yang diderita pasien.
b. Dalam praktek kefarmasian hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dengan tidak memperlakukan pasien dengan semena-
mena.
c. Menerima ekspresi positif dan negatif pasien dengan memberikan
waktu untuk mendengarkan semua keluhan pasien.
d. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
e. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi
setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
3. Persatuan Indonesia.
a. Mengembangkan kerjasama sebagai tim dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
b. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien daripada
kepentingan pribadi.
c. Apoteker harus menjalin hubungan baik terhadap sesama apoteker
lain, staf kesehatan lainnya, pasien dan keluarga agar tidak terjadi
konflik yang menimbulkan perpecahan.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
a. Sebelum melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien, apoteker
hendaknya mengutamakan musyawarah dengan pasien dan keluarga
pasien dalam mengambil keputusan.
b. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-
nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan
demi kepentingan bersama.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
a. Mengembangkan sikap adil dan keseimbangan antara hak dan
kewajiban terhadap semua pasien.

13
b. Praktek kefarmasian dilakukan secara patient oriented tanpa
mengeyampingkan peran tim paramedis dan medis lainnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia
yang dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di
bidang kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan
pribadi warga negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat

14
yang adil dan makmur, berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Seorang apoteker harus dapat mengimplementasikan 5 sila
Pancasilabaik teori dan praktek. Apoketer yang harus menagamalkan nilai-
nilai keagamaan. Dalam praktek kefarmasian hendaknya menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan tidak memperlakukan pasien dengan
semena-mena. Mengembangkan kerjasama sebagai tim dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, mengutamakan musyawarah
dengan pasien dan keluarga pasien dalam mengambil keputusan sebelum
melakukan pelayanan informasi obat dan mengembangkan sikap adil dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban terhadap semua pasien.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor M.S. 1994. Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty.


Jacob. 1999. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Orientasi Pengembangan IPTEK.
Yogyakarta
Kaelan. 1999. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma.
Yogyakarta.

15
http://prezi.com/m/cjuh_izowoex/pancasila. Diakses: Jumat, 01 April 2016, 13.34
WIB

16

Anda mungkin juga menyukai