4. Tafsir al-Kasyaf
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini
sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama
Mutazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para
ulama Mutazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan
dengan corak itizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada
saat ini.[9]
Pada tahun 1986, tafsir al-Kassyaf dicetak ulang pada percetakan
Musthafa al-Babi al-Halabi, di Mesir, yang terdiri dari empat jilid. Kitab
tafsir ini, berisi penafsiran runtut berdasarkan tertip mushafi, yang
terdiri 30 puluh juz berisi 144 surat, mulai surat al-fatihah sampai surat
al-Nas. Dan setiap surat diawali dengan basmalah kecuali surat al-
Taubah. Tefsir ini terdiri dari empat Jilid, jilid pertama diawali dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Maidah. Jilid kedua diwali
engan surat al-Anam dan diakhiri dengan surat al-Anbiya. Jilid ketiga
diawali dengan surat al-Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat dan
jilid yang keempat diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat
al-Nass.
5. Tafsir al-Mizan
Tafsir al-Mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muh Husain
Thabathabai, seorang ulama Iran. Setiap kitab tafsir disusun dengan
motivasi tertentu. Ada kitab tafsir yang ditulis untuk memenuhi tuntutan
masyarakat seperti Maanil Quran karya al-Farra. Ada juga kitab tafsir
yang ditulis dengan tujuan merangkum kitab tafsir sebelumnya yang
dinilai terlalu panjang dan luas, seperti al-Dur al-Mansur karya al-
Suyuthi dan banyak lagi kitab-kitab tafsir lainnya.
Adapun motivasi yang mendorong Thabathabai untuk menulis
kitab tafsirnya, al-Mizan adalah karena ia ingin mengajarkan dan
menafsirkan al-Quran yang mampu mengantisipasi gejolak rasionalitas
pada masanya. Di sisi lain, karena gagasan-gagasan matrealistik telah
sangat mendominasi, ada kebutuhan besar akan wacana rasional dan
filosofis yang akan memungkinkan hawzah tersebut mengkolaborasikan
prinsip-prinsip intelektual dan doktrinal dalam islam dengan
menggunakan argumen-argumen rasional dalam rangka
mempertahankan posisi islam.
Nama al-Mizan, menurut al-Alusi, diberikan oleh Thabathabai
sendiri, karena di dalam kitab tafsirnya itu dikemukakan berbagai
pandangan para mufassir, dan ia memberikan sikaap kritis serta
menimbang-nimbang pandangan mereka baik untuk diterimanya
maupun ditolaknya. Meskipun tidak secara eksplisit memberikan nama
ini, namun pernyataan Thabathabai secara implisit memang
mengarahkan pada penamaan al-Mizan tersebut