Anda di halaman 1dari 4

TAFSIR AL QURAN

5 Kitab Tafsir paling Masyhur (terkenal) :


1. Tafsir Al Jalalain
Tafsir Al Jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang
Al hafidz/Al hafidzaan, yaitu Al Hafidz Al Mahali dan Al Hafidz As
Suyuthi. Mereka berdua digelari dengan Jalaluddin, oleh karena itu
dinamakan Al Jalalain, yaitu tafsir dari Jalaluddin Al Mahali dan
Jalaluddin As Suyuthi. Kemudian karena Jalaluddin Al Mahali
meninggal dunia sebelum menyelesaikan tafsirnya tersebut maka
diselesaikan oleh As Suyuthi.

2. Tafsir Ibnu Katsir


Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir yang paling
banyak diterima dan tersebar di tengah ummat ini. Imam Ibnu Katsir
telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya, tidak
mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat, baik
hadits maupun atsar, bahkan hampir seluruh hadits periwayatan dari
Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- dalam kitab Al Musnad
tercantum dalam kitab tafsir ini.
Metode penyusunan yang dilakukan oleh Imam Ibnu Katsir
adalah dengan cara menyebutkan ayat terlebih dahulu, kemudian
menjelaskan makna secara umum, selanjutnya menafsirkannya dengan
ayat, hadits, perkataan Sahabat dan tabiin. Terkadang beliau
menjelaskan seputar hukum yang berkiatan dengan ayat, dengan
dukungan dalil lain dari Al Quran dan hadits serta dilengkapi dengan
pendapat para Ahli Fiqh disertai dalilnya apabila masalah tersebut
dikhilafkan diantara mereka, selanjutnya beliau merajihkan (memilih
dan menguatkan) salah satu pendapat tersebut.
3. Tafsir Al-Maraghi: Tafsir Termasyhur dari Abad Dua Puluh
Kitab Tafsir ini sangat menarik sekaligus kontroversial, karena
ditulis oleh ulama modern yang pemikirannya dianggap dekat dengan
kaum mutazilah.
Ulasan tafsir-tafsir kontemporer ini ini akan dimulai dengan yang
paling populer, yakni Tafsir Al-Maraghi karya ulama besar Universitas
Al-Azhar Mesir, Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Tafsir yang
terbagi dalam 10 Jilid itu diterbitkan untuk pertama kalinya oleh
Maktabah al-Babi al-Halabi (Kairo) pada tahun 1369 H/1950 M atau
dua tahun sebelum penyusunnya wafat.
Meski di kalangan penganut tafsir salaf dianggap kontroversial
dan banyak ditinggalkan, Tafsir Al-Maraghi sangat digemari oleh para
pelajar yang mengkaji tafsir di bangku perguruan tinggi. Gaya
penafsirannya dianggap modern, yakni berusaha menggabungkan
berbagai madzhab penafsiran, terutama metode tafsir bil matsur
(berdasarkan hadits) dan tafsir bir rayi (berdasarkan logika), yang
belakangan mengundang kontroversi.

4. Tafsir al-Kasyaf
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini
sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama
Mutazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para
ulama Mutazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan
dengan corak itizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada
saat ini.[9]
Pada tahun 1986, tafsir al-Kassyaf dicetak ulang pada percetakan
Musthafa al-Babi al-Halabi, di Mesir, yang terdiri dari empat jilid. Kitab
tafsir ini, berisi penafsiran runtut berdasarkan tertip mushafi, yang
terdiri 30 puluh juz berisi 144 surat, mulai surat al-fatihah sampai surat
al-Nas. Dan setiap surat diawali dengan basmalah kecuali surat al-
Taubah. Tefsir ini terdiri dari empat Jilid, jilid pertama diawali dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Maidah. Jilid kedua diwali
engan surat al-Anam dan diakhiri dengan surat al-Anbiya. Jilid ketiga
diawali dengan surat al-Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat dan
jilid yang keempat diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat
al-Nass.

5. Tafsir al-Mizan
Tafsir al-Mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muh Husain
Thabathabai, seorang ulama Iran. Setiap kitab tafsir disusun dengan
motivasi tertentu. Ada kitab tafsir yang ditulis untuk memenuhi tuntutan
masyarakat seperti Maanil Quran karya al-Farra. Ada juga kitab tafsir
yang ditulis dengan tujuan merangkum kitab tafsir sebelumnya yang
dinilai terlalu panjang dan luas, seperti al-Dur al-Mansur karya al-
Suyuthi dan banyak lagi kitab-kitab tafsir lainnya.
Adapun motivasi yang mendorong Thabathabai untuk menulis
kitab tafsirnya, al-Mizan adalah karena ia ingin mengajarkan dan
menafsirkan al-Quran yang mampu mengantisipasi gejolak rasionalitas
pada masanya. Di sisi lain, karena gagasan-gagasan matrealistik telah
sangat mendominasi, ada kebutuhan besar akan wacana rasional dan
filosofis yang akan memungkinkan hawzah tersebut mengkolaborasikan
prinsip-prinsip intelektual dan doktrinal dalam islam dengan
menggunakan argumen-argumen rasional dalam rangka
mempertahankan posisi islam.
Nama al-Mizan, menurut al-Alusi, diberikan oleh Thabathabai
sendiri, karena di dalam kitab tafsirnya itu dikemukakan berbagai
pandangan para mufassir, dan ia memberikan sikaap kritis serta
menimbang-nimbang pandangan mereka baik untuk diterimanya
maupun ditolaknya. Meskipun tidak secara eksplisit memberikan nama
ini, namun pernyataan Thabathabai secara implisit memang
mengarahkan pada penamaan al-Mizan tersebut

Anda mungkin juga menyukai