Stresor
Norepinefrin
Korteks dan system limbic, amigdala Serotonin
Stresor psikososial : Dopamin
kehilangan traumatic, putus
hubungan sosial, lingkungan
baru. Radikal bebas
Teori rantai silang Hipotalamus
Kekurangan gizi
Autoimmune teori
Akumulasi lemak CR
Teori sel 'usang' dan rusak
Genetic
Hipofisis
ACTH
Korteks adrenal
kortisol
Aktualisasi Diri Konsep diri positifHarga Diri Rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi
5. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Terapi Kognitif
Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh
karena itu kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran.
Secara sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan,
sikap dan persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman
dan juga intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron
Beck,M.D untuk terapi depresi. Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang
dominan pada kondisi klien dengan depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat
dilakukan pada klien dengan harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi
kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran yang
positif (Shanti, 2008).
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk
pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit
mental. Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien
berfikir (kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien
bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan
menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat
menyebabkan distress dan menghasilkan masalah (Shanti, 2008).
Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling
banyak diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai
gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi
kognitif terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal
dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir.
Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) dalam Shanti
(2008) adalah:
1. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara
sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami.
Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari
atas kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif
diarahkan untuk membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif.
Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan
keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur
kognitif yang maladaptif.
2. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas
interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi.
Dengan demikian terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme
proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar
mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gangguan. Menurut
Burns (1988) dalam Shanti (2008), teknik kontrol mood yang efektif dan
sederhana dalam terapi kognitif yang bertujuan :
1. Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering
terjadi dalam waktu singkat (12 minggu)
2. Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat
klien lakukan untuk mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab
cengkraman kuat perasaannya dan dapat membedakan emosi yang normal dan
abnormal.
3. Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri
yang efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan
membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara
bertahap, realistis dan praktis.
4. Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama
terhadap gelombang rasa murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian
kembali beberapa nilai dan sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan
klien mengalami depresi. Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi
dan mengevaluasi kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan
martabat manusia.
Logo Therapy
Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri
sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap
makna dalam kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana
klien lebih dominan memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah
dalam mencari makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup.
Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis akan membantu
klien dalam mengungkapkan perasaan dan menemukan makna kehidupan serta
akan meningkatkan neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga
diri klien dapat meningkat secara bermakna (Shanti, 2008)
Triangle Therapy
Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi
merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena
setiap klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap
terapi berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga (Shanti, 2008).
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang anggota
keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan
mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam
kehidupan manusia dipengaruhi oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga
jaringan tersebut membentuk hubungan yang disebut emotional triangle. Pada
klien dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak
berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannyatriangle therapy ini dapat
membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima
dalam keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian
masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang
ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu
klien dengan harga diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi
menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah
supaya gejala yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini
adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain
(Shanti, 2008).
Sasaran/tujuan
Sasaran Jangka Pendek
1. Pasien akan mendiskusikan dengan perawat rasa takut akan kegagalan dalam
3 hari.
2. Pasien akan menyatakan secara verbal hal-hal yang disukai dari dirinya dalam
5 hari.
Sasaran Jangka Panjang
1. Pasien akan menunjukkan peningkatan harga diri, yang ditunjukkan dengan
mengungkapkan secara verbal aspek-aspek positif dirinya, prestasi di masa
lalu, dan prospek masa yang akan datang.
2. Pasien akan menunjukkan peningkatan makna diri yang menata tujuan-tujuan
yang realistis dan mencoba untuk mencapainya, dengan demikian
mendemonstrasikan suatu penurunan dalam rasa takut gagal.
b. Batasan karakteristik
1). Kesulitan mengambil keputusan
2). Penilaian diri negatif timbul secara episodik sebagai respons terhadap
peristiwa kehidupan pada seseorang yag sebelumnya memiliki penilaian
diri positif
3). Evaluasi diri menunjukkan ketidakmampuan menghadapi peristiwa
situasional
4). Verbalisasi perasaan menunjukkan negatif mengenai diri sendiri
(ketidakberdayaan, ketidakbergunaan)
f. Dokumentasi
1). Ungkapan penurunan harga diri pasien
2). Pengkajian status mental ( dasar dan lanjutan )
3). Intervensi keperawatan yang bertujuan menguatkan harga diri
4). Respons pasien terhadap intervensi
5). Evaluasi masing-masing hasil yang diharapkan
b. Batasan karakteristik
1). Pasien menilai diri putus asa atau tidak dapat menghadapi peristiwa
2). Pasien memperlihatkan kecenderungan tidak asertif atau pasif
3). Pasien mengungkapkan rasa malu atau rasa bersalah
4). Pasien mengalami masalah medis atau mental kronis seperti depresi
5). Pasien kesulitan mengambil keputusan
6). Pasien sangat menuruti atau bergantung pada pendapat orang lain
7). Pasien mencari kepastian yang berlebihan
8). Pasien mengungkapkan pikiran penyangkalan diri
f. Dokumentasi
1). Ungkapan verbal dan perilaku pasien yang mengindikasikan harga diri
rendah
2). Pemeriksaan status mental ( dasar dan lanjutan )
3). Pengkajian bunuh diri, intervensi, dan respons pasien
4). Intervensi keperawatan yang diimplementasikan untuk memfasilitasi
peningkatan harga diri.
5). Respons pasien terhadap intervensi keperawatan
6). Evaluasi masing-masing hasil yang diharapkan
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko isolasi sosisal : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.
Keliat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Penerbit Mediaction.
Shanti. 2008. Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien Harga Diri Rendah. [internet]
http://shanti.staff.umy.ac.id/?p=9 diakses pada 22 April 2015 pukul 20.25 WITA.
Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Principle and Practice of Psychiatric Nursing.
St.louis, Missiouri: Mosby Year Book.
Stuart. Gail W and Laraia. 2005. Principle and Practice of Psychiatric Nursing, 7thed. St
Louis: The CV Mosby Year Book.
Taylor, Cynthia M., Sheila Sparks Ralph. 2010. Diagnosis Keperawatan: dengan
Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
WHO. 2005. Human Resources and Training in Mental Health: Mental Health Policy
and Service Guide Package. China: WHO Publishing.