Anda di halaman 1dari 14

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.

1 April 2013 ISSN : 1907-9931





PERMODELAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL SECARA TERPADU YANG
BERBASIS MASYARAKAT
(STUDI KASUS PULAU RAAS KABUPATEN SUMENEP
MADURA)

Adi Waluyo

Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura


Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura
email: adiwaluyo2@gmail.com

ABSTRAK
Negara Indonesia adalah negara maritim yang memiliki banyak pulau baik yang
bernama maupun yang belum bernama. Salah satunya adalah pulau Raas Madura,
dimana pulau ini memiliki sumber daya alam yang melimpah di sepanjang garis
pantainya. Dibalik melimpahnya sumber daya alam tersebut masih terdapat masyarakat
yang sebagian besar prasejahtera. Pemanfaatan yang berlebih (over exploitation) dan
krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan untuk memperoleh sumber daya
alam yang tersisa sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi sumber daya alam.
Sistem pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang secara terpadu yang
dapat mengatisipasi terjadinya degradasi sumber daya alam tersebut. Upaya ini harus
didukung oleh pemerintah untuk memberikan kesejahteraan mayarakat di darah pesisir
di pulau-pulau kecil.

Kata kunci : sumber daya alam, Over exploitation, degradasi, pengelolaan


terpadu

PENDAHULUAN melimpah, layaknya menjadi surga


setiap pelaut dan nelayan yang hidup
Indonesia merupakan negara di bumi ini. Wilayah pesisir yang
kepulauan dengan jumlah pulau yang merupakan sumber daya potensial di
cukup besar, menurut Indonesia adalah suatu wilayah
data Departemen Dalam Negeri peralihan antara daratan dan
Republik Indonesia tahun 2004 lautan. Sumber daya ini sangat besar
adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870 yang didukung oleh adanya garis
di antaranya telah mempunyai nama, pantai sepajang sekitar 81.000 km
sedangkan 9.634 belum memiliki (Dahuri et al. 2001). Garis pantai
nama. Jumlah pulau yang tidak sedikit yang panjang ini menyimpan potensi
inilah yang menjadi salah satu faktor kekayaan sumber alam yang
banyaknya jumlah nelayan yang besar. Potensi itu diantaranya potensi
tersebar di bumi Nusantara Indonesia, hayati dan non hayati. Potensi hayati
yang berjumlah sekitar dua juta misalnya: perikanan, hutan mangrove,
nelayan. Indonesia juga akrab dikenal dan terumbu karang, sedangkan
sebagai negara maritim yang memiliki potensi non-hayati, misalnya mineral
wilayah laut 2/3 dari seluruh luas dan bahan tambang serta
wilayah Negara dan memiliki pariwisata. Di daerah ini juga
kekayaan bahari yang begitu berdiam para nelayan yang sebagian

74
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



besar masih prasejahtera. Keadaan Tahun 1999 menyatakan kewenangan
pantai di Indonesia sangat bervariasi, daerah di wilayah laut adalah :
yaitu mulai dari pantai pasir putih- Eksplorasi, eksploitasi, konservasi,
berbatu, landai-terjal, bervegetasi- dan pengelolaan kekayaan laut
berlumpur, teduh, bergelombang yang sebatas wilayah laut tersebut,
semua ini sangat cocok dengan Pengaturan kepentingan administratif,
berbagai peruntukannya, seperti Pengaturan tata ruang, Penegakan
perikanan pantai, budidaya perikanan, hukum terhadap peraturan yang
industri perhotelan, pariwisata, dan dikeluarkan oleh Daerah atau yang
lain-lain. dilimpahkan kewenangannya oleh
Sumber daya pesisir Pemerintah, dan Bantuan penegakan
merupakan modal dasar pembangunan keamanan dan kedaulatan negara.
yang penting bagi pembangunan Undang Undang ini dengan jelas
ekonomi Indonesia pada masa memberikan kewenangan akan
mendatang. Ekosistem Pesisir dan pemanfaatan sebesar-besarnya daerah
keanekaragaman hayatinya berperan pesisir dengan tetap memerhatikan
dalam menyangga dan merespon keseimbangan di daerah tersebut.
perubahan iklim nasional dan global
terutama di pulau yang sangat kecil (< PERENCANAAN DAN
100 ha) yang rawan tenggelam. PENGELOLAAN WILAYAH
Dalam kondisi yang demikian, upaya PESISIR DI PULAU RAAS
pengelolaan pesisir untuk MADURA
memanfaatkan sumber dayanya secara Keterpaduan perencanaan dan
lestari belum memadai. pengelolaan wilayah pesisir secara
Pemanfaatan yang berlebih terpadu ini mencakup 4 (empat)
(over exploitation) telah aspek, yaitu: (1) keterpaduan
mengakibatkan degradasi sumber wilayah/ekologis; (2) keterpaduan
daya pesisir. Tekanan pemanfaatan sektor; (3) keterpaduan disiplin ilmu;
sumber daya pesisir semakin parah dan (4) keterpaduan stakeholder.
dengan adanya krisis ekonomi,
sehingga mendorong banyak pihak a. Keterpaduan Wilayah/Ekologis
bersaing mendapatkan sumber daya Secara keruangan dan ekologis
yang masih tersisa dengan berbagai wilayah pesisir memiliki keterkaitan
cara. Situasi ini mempengaruhi antara lahan atas (daratan) dan laut
kehidupan masyarakat dan lepas. Hal ini disebabkan karena
menimbulkan marginalisasi wilayah pesisir merupakan daerah
masyarakat pesisir. Permasalahan ini pertemuan antara daratan dan laut.
disebabkan banyak faktor, antara lain Dengan keterkaitan kawasan tersebut,
belum diadopsi pendekatan maka pengelolaan kawasan pesisir
Pengelolaan Pesisir terpadu. dan laut tidak terlepas dari
Salah satu pembuktian akan pengelolaan lingkungan yang
keseriusan pemerintah dalam dilakukan di kedua kawasan tersebut.
menunjang kesejahteraan daerah Berbagai dampak lingkungan yang
pesisir yaitu dengan disahkannya mengenai kawasan pesisir dan laut
Undang Undang Nomor 22 Tahun adalah akibat dari dampak yang
1999 tentang Pemerintahan Daerah ditimbulkan oleh kegiatan
dimana dalam salah satu pasalnya, pembangunan yang dilakukan di
Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 22 lahan atas, seperti pertanian,

75
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



perkebunan, kehutanan, industri, Kegiatan suatu sektor tidak
pemukiman dan sebagainya, demikian dibenarkan mengganggu, apalagi
juga dengan kegiatan yang dilakukan sampai mematikan kegiatan sektor
di laut lepas, seperti kegiatan lain. Keterpaduan sektoral ini,
pengeboran minyak lepas pantai dan meliputi keterpaduan secara
perhubungan laut. horizontal (antar sektor) dan
Penanggulangan pencemaran keterpaduan secara vertikal (dalam
yang diakibatkan oleh industri dan satu sektor). Oleh karena itu,
limbah rumah tangga, sedimentasi penyusunan tata ruang dan panduan
akibat erosi dari kegiatan perkebunan pembangunan di kawasan pesisir
dan kehutanan, dan limbah pertanian sangat perlu dilakukan untuk
tidak dapat hanya dilakukan di menghindari benturan antara satu
kawasan pesisir saja, melainkan harus kegiatan dengan kegiatan
dilakukan mulai dari sumber pembangunan lainnya.
dampaknya. Oleh karena itu,
pengelolaan di wilayah ini harus c. Keterpaduan Displin llmu
diintegrasikan dengan wilayah daratan Wilayah pesisir dan laut
dan laut serta Daerah Aliran Sungai memiliki sifat dan karakteristik yang
(DAS). unik, baik sifat dan karakteristik
Menjadi satu kesatuan dan ekosistem pesisir maupun sifat dan
keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan karakteristik sosial budaya
yang baik di wilayah pesisir akan masyarakat pesisir. Sehingga dalam
hancur dalam sekejap jika tidak mengkaji wilayah pesisir dan laut
diimbangi dengan perencanaan DAS tidak hanya diperlukan satu disiplin
yang baik pula. Keterkaitan antar ilmu saja, tetapi dibutuhkan berbagai
ekosistem yang ada di wilayah pesisir disiplin ilmu yang menunjang sesuai
harus selalu diperhatikan. dengan karakteristik pesisir dan lautan
tersebut.
b. Keterpaduan Sektor Berdasarkan sistem dinamika
Sebagai konsekuensi dari perairan pesisir yang khas,
besar dan beragamnya sumberdaya dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula
alam di kawasan pesisir dan laut seperti hidrooseanografi, dinamika
adalah banyaknya instansi atau oseanografi dan sebagainya. Selain
sektor-sektor pelaku pembangunan itu, kebutuhan akan disiplin ilmu
yang bergerak dalam pemanfaatan lainnya juga sangat penting. Secara
sumberdaya pesisir dan laut. umum, keterpaduan disiplin ilmu
Akibatnya, sering kali terjadi dalam pengelolaan sumberdaya
tumpang tindih pemanfaatan pesisir dan laut adalah ilmu-ilmu
sumberdaya pesisir dan laut antar satu ekologi, oseanografi, keteknikan,
sektor dengan sektor lainnya. Agar ekonomi, hukum dan sosiologi.
pengelolaan sumberdaya alam di
kawasan pesisir dapat dilakukan d. Keterpaduan Stakeholder
secara optimal dan ber- Segenap keterpaduan di atas,
kesinambungan, maka dalam akan berhasil diterapkan apabila
perencanaan pengelolaan harus ditunjang oleh keterpaduan dari
mengintegrasikan semua kepentingan pelaku dan pengelola pembangunan di
sektoral. kawasan pesisir dan laut
(stakeholder). Seperti diketahui

76
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



bahwa pelaku pembangunan dan badan pemerintah (Gilbert dan Ward,
pengelola sumberdaya alam wilayah 2005). Pendekatan State-based
pesisir antara lain terdiri dari tersebut juga kurang memberikan
pemerintah (pusat dan daerah), kesempatan/ kekuasaan kepada
masyarakat pesisir, swasta/investor masyarakat untuk memiliki
dan juga lembaga swadaya bagaimana mereka harus terlibat,
masyarakat (LSM) yang masing- bagaimana sumber daya dialokasikan/
masing memiliki kepentingan bagaimana keputusan kunci harus
terhadap pemanfaatan sumberdaya dibuat (Gilbert dan Ward, 1984),
alam di kawasan pesisir. Penyusunan sehingga dalam pelaksanaan
perencanaan pengelolaan terpadu seringkali mengalami kegagalan/
harus mampu mengakomodir segenap hambatan yang disebabkan oleh
kepentingan pelaku pembangunan pendekatan yang tidak fleksibel,
sumberdaya pesisir dan laut. Oleh lemahnya kapasitas kelembagaan,
karena itu, perencanaan pengelolaan kurang tepatnya design dan implikasi
pembangunan harus menggunakan serta kurangnya partisipasi mayarakat
pendekatan dua arah, yaitu Strategi yang berdasarkan pada state-
pendekatan top down dan pendekatan based bukan suatu alternatif, terlebih
bottom up. bila ditujukan pada suatu kasus
dengan kompleksitas permasalahan
SENTRALISTIK yang tinggi, maka kurang tepat dan
PENGELOLAAN WILAYAH relatif tidak memenuhi sasaran dalam
PESISIR DI PULAU RAAS implementasinya (Hamel, 1996).
MADURA Sebagaimana dinyatakan oleh
Ueta (1994) dalam laporannya
Sebagaimana kebijakan menyebutkan tentang beberapa
pengelolaan lingkungan di Indonesia hambatan yang terkait dengan
lainnya bahwa pengelolaan penerapan kebijakan yang bersifat
lingkungan dengan pendekatan stated- state-based/top down sebagai berikut:
based didasarkan pada pendekatan top a. Bahwa kebijakan top down akan
down, dimana dilaksanakan karena lebih efisien diterapkan untuk
ada anggapan bahwa penduduk yang program jangka pendek.
berpenghasilan rendah tidak memiliki b. Bahwa kebijakan tersebut belum
pengetahuan teknis yang dibutuhkan mampu memulihkan kualitas hidup
untuk memberikan kontribusi efektif yang rusak, sehingga sulit untuk
dalam proses perencanaan (William, memperolah strategis perlindungan
1997). Pendekatan state-based lingkungan yang bersifat ekonomis
mengandung arti bahwa komitmen dan efektif.
pemerintah terhadap partisipasi c. Bahwa kebijakan tersebut pada
masyarakat sangat terbatas yang umumnya mengabaikan
ditunjukkan dengan rendahnya prinsippolluters pays principle
alokasi budget yang digunakan untuk dan sebaiknya dana negara yang
menggerakkan partisipasi masyarakat digunakan untuk mengatasi polusi.
dalam hal ini tanggung jawab untuk d. Bahwa kebijakan tersebut
membentuk partisipasi masyarakat ditujukan untuk media lingkungan
seringkali dibebankan secara tumpang tertentu dengan tidak
tindih, sehingga akan memperlemah mempertimbangkan koordinasi
fisibilitas dan efektifitas upaya suatu aksi, sehingga kebijakan ini tidak

77
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



mengatasi masalah dasar akan atau sistem ponggawa-sawi di
tetapi hanya mengatasi gejalanya, Sulawesi Selatan.
yang pada akhirnya masalah Kelemahan model bottom-up
lingkungan hanya bergeser tanpa adalah mengenai pertanyaan tentang
ada penyelesaiannya. kesejahteraan masyarakat PPPK,
instrumen yang tersedia makin sulit
KELEMAHAN TOP DOWN DAN melakukan penegakan hukum yang
BOTTOM UP disepakati, legalitasnya masih sulit
dipenuhi landasannya, hanya sedikit
Model pengelolaan wilayah masyarakat yang memahami prinsip
PPPK top-down lebih cendrung pengelolaan model ini. Kelebihan
digunakan pada negara berkembang model ini adalah dibentuk oleh
karena kuatnya pemerintah dalam masyarakat PPTK sendiri dimana
mengelola aset strategisnya. Model pelaksanaannya berdasarkan sistem
top-down bertumpu pada format norma, kepatuhan dan loyalitas.
perencanaan, metode pelaksanaan dan
manfaatnya di pusatkan ke DESENTRALISASI
pemerintah nasional dan pemerintah PENGELOLAAN WILAYAH
daerah melaksanakan program PESISIR DI PULAU RAAS
tersebut. Pemerintah nasional MADURA
membagi rata manfaat pengelolaan
sumberdaya wilayah PPPK ke Paradigma pembangunan masa
pemerintah daerah, walau daerha lalu lebih memprioritaskan
tidak memiliki wilayah pesisir. masyarakat perkotaan dan pertanian
Kelemehan model top-down pedalaman, sedangkan masyarakat
adalah minimnya muatan karakter pesisir kurang diperhatikan sudah
lokal (kearifan lokal) di dalam saatnya memang paradigm tersebut
pelaksanaanya sehingga seringkali diubah dengan memberikan perhatian
berbenturan dengan realita dan yang sama terhadap masyarakat
masalah yang ada. Benturan tersebut pesisir mereka juga adalah warga
berakibat terjadi dualisme negara Indonesia. Konsekuensinya
pengelolaan yaitu pengelolaan justru masyarakat pesisir perlu
berbasis masyarakat yang telah mendapatkan perhatian khusus karena
berlangsung sejak dulu dengan ketertinggalan mereka akibat
konsep top-down. Sedangkan hal paradigm masa lampau, yang perlu
positif model ini yaitu besarnya dilakukan adalah pemberdayaan
persediaan pendanaan dan efektifnya masyarakat pesisir. Karena arah
instrumen pengelolaan, seperti kebijakan sekarang ini untuk
pengawasan dan penegakan hukum. pemberdayaan masyarakat, umumnya
Model bottom-up adalah bukan lagi ditekankan pada
model pengelolaan yang telah lama pembangunan (depelopment) dalam
digunakan oleh sebagian besar arti memberikan barang atau uang
masyarakat PPPK yang memiliki hak kepada masyarakat, tetapi dengan
tradisional dan begitu kuat diakui. pelatihan dan pendampingan selama
Saat sekarang model pengelolaan beberapa waktu akan tetapi perlu
berbasis masyarakat ini masih ada, waktu bertahun-tahun agar
seperti sistem pengelolaan sasi, masyarakat mempunyai kemampuan
ondoapi, lebak bulung, panglima laot manajemen (pengelolaan), jadi

78
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



kebijakan pembangunan pesisir dan dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga
pulau-pulau kecil harus dikaji lebih dari wilayah laut Propinsi berarti
menekankan pada kebijakan sepanjang 4 (empat) mil laut dari
pembangunan pesisir dan pulau-pulau garis pantai, maka wilayah pesisir
kecil lengkap dengan segala visi dan berada dalam kewenangan Daerah
misinya (Bangen, 2002). Kabupaten atau Kota setempat.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun Sejalan dengan kewenangan
1999 tentang Pemerintahan Daerah Daerah untuk mengatur dan mengurus
memberikan kewenangan yang luas kepentingan masyarakatnya, maka
kepada Daerah Kabupaten dan Kota Daerah akan mengelola dan
untuk mengatur dan mengurus memanfaatkan daerah pesisir untuk
kepentingan masyarakatnya sendiri digunakan bagi peningkatan
berdasarkan aspirasi msyarakat kesejahteraan masyarakat Daerah.
setempat sesuai dengan peraturan Untuk memenuhi kewajiban dan
perundang-undangan. Pasal 10 ayat tanggung jawab Pemerintah Daerah
(2) UU Nomor 22 Tahun 1999 dalam mewujudkan kesejahteraan
menyatakan kewenangan daerah di rakyat di Daerah maka seluruh potensi
wilayah laut adalah : sumber daya yang tersedia di Daerah
a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, akan dimanfaatkan seoptimal
dan pengelolaan kekayaan laut mungkin. Salah satu potensi sumber
sebatas wilayah laut tersebut. daya yang dimiliki Sebagian Daerah
b. Pengaturan kepentingan adalah potensi daerah pesisir.
administratif. Secara alamiah potensi pesisir
c. Pengaturan tata ruang. di daerah dimanfaatkan langsung oleh
d. Penegakan hukum terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di
peraturan yang dikeluarkan oleh kawasan tersebut yang pada
Daerah atau yang dilimpahkan umumnya terdiri dari nelayan.
kewenangannya oleh Pemerintah. Nelayan di pesisir memanfaatkan
e. Bantuan penegakan keamanan dan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput
kedaulatan negara. laut, terumbu karang dan sebagainya
Dengan demikian, wilayah laut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Daerah Propinsi adalah sejauh dua Pada umumnya potensi pesisir dan
belas mil laut yang diukur dari garis kelautan yang dimanfaatkan oleh para
pantai arah laut lepas dan atau ke arah nelayan baru terbatas pada upaya
perairan kepulauan. Sedangkan pemenuhan kebutuhan hidup.
wilayah laut Daerah Kabupaten dan Pemanfaatan potensi daerah
Kota adalah sepertiga dari wilayah pesisir secara besar-besaran untuk
laut Daerah Propinsi. Dengan mendapatkan keuntungan secara
memperhatikan ketentuan tersebut ekonomis dalam rangka peningkatan
maka daerah pesisir merupakan pertumbuhan perekonomian rakyat
kewenangan dari Daerah Kabupaten belum banyak dilakukan.
dan Kota. Pemanfaatan pesisir untuk usaha
Daerah pesisir sebagai transisi ekonomi dalam skala besar baru
dari ekosistem darat dengan dilakukan pada sebagian Kabupaten
ekosistem laut berada dalam dan Kota yang berada di daerah
kewenangan Daerah di bidang pesisir. Pada umumnya usaha
kelautan. Sesuai dengan UU 22/1999 ekonomi pemanfaatan daerah pesisir
yang menyatakan bahwa wilayah laut ini bergerak di sektor pariwisata.

79
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



Sejalan dengan pelaksanaan dalam proses penyusunannya,
Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah menjadi kurang dapat diimplentasikan
berupaya untuk memanfaatkan karena menghadapi berbagai kendala
potensi daerah pesisir ini untuk di lapangan. Rencana-rencana seperti
meningkatkan Pendapatan Asli itu selain kurang aspiratif juga
Daerah (PAD). Disamping itu cenderung tidak diakui, tidak diterima
Pemerintah Daerah juga dan tidak ditaati didalam
memanfaatkan potensi daerah pesisir pelaksanaannya.
ini untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perekonomian masyarakat di 2. Kompensasi
Daerah. Masyarakat selama ini tidak
Mengingat kewenangan mengetahui ataupun diberi hak untuk
Daerah untuk melakukan pengelolaan menegosiasikan penyelesaian konflik,
bidang kelautan yang termasuk juga ataupun aspek kompensasi terhadap
daerah pesisir masih merupakan konsekuensi-konsekuensi biaya
kewenangan baru bagi Daerah maka dampak yang ditimbulkan oleh akibat
pemanfaatan potensi daerah pesisir ini diberlakukannya rencana tata ruang
belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pada suatu kawasan, baik terhadap
Daerah Kabupaten atau Kota yang timbulnya dampak lingkungan fisik
berada di pesisir. Jadi belum semua ataupun sosial-ekonomi.
Kabupaten dan Kota yang
memanfaatkan potensi daerah pesisir. 3. Otonomi Daerah dan
Desentralisasi
Undang-Undang No.22/1999
tentang pemerintah daerah memberi
PRINSIP-PRINSIP PENATAAN peluang kepada daerah agar leluasa
RUANG LAUT PESISIR DI mengatur dan melaksanakan
PULAU RAAS MADURA kewenangan atas dasar prakarsa
sendiri sesuai dengan kepentingan
1. Peran serta Masyarakat dan masyarakat setempat dan potensi
Pelaku Pembangunan setiap daerah. Kewenangan daerah
Penataan ruang dapat dilihat tersebut dilaksanakan secara luas,
sebagai kebijakan publik yang utuh dan bulat yang meliputi
mengoptimalisasikan kepentingan perencanaan, pelaksanaan,
antar pelaku pembangunnan pengawasan, pengendalian dan
(pemerintah, swasta dan masyarakat) evaluasi pada semua bidang. Dalam
dalam pemanfaatan ruang laut pesisir kerangka negara kesatuan, meskipun
dan pulau-pulau kecil, sehingga di daerah diberikan otonomi secara luas,
dalam proses perencanaan tata ruang tetapi tetap diperlukan adanya
yang demokratis dan akomodatif konsistensi baik hal keterpaduan
terhadap semua kepentingan pelaku substansi maupun kesamaan visi-misi
pembangunan. secara nasional. Oleh karena itu
Pengalaman-pengalaman masa sesuai dengan kewenangannya,
lalu banyak menunjukkan bahwa pemerintah pusat berkepentingan
perencanaan yang prosedural, dalam merumuskan kebijakan-
normatif dan kurang kebijakan strategis dan pedoman-
mengakomodasikan kepentingan para pedoman teknis yang berlaku secara
pelaku pembangunan yang ada di umum.

80
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



6. Penentuan Struktur Tata Ruang
4. Penentuan Zona Preservasi, Struktur tata ruang wilayah
Konservasi dan Pemanfaatan yang meliputi sistem jaringan dan
Intensif pusat-pusat kegiatan yang membentuk
Prinsip pembangunan ruang fisik wilayah harus mendukung
berkelanjutan diterapkan pada dan kondusif bagi pengembangan
penataan ruang dengan terlebih sektor unggulan yang telah
dahulu membagi ruang kedalam zona ditentukan, khususnya dalam hal
preservasi, konservasi dan kegiatan pemanfaatan ruang atau
pemanfaatan intensif. Bangen (2002) kegiatan pembangunan yang
mendefinisikan daerah preservasi, menggunakan faktor-faktor produksi
pemanfaatan intensif dan konservasi (seperti tenaga kerja, kapital,
sebagai berikut : teknologi dan lain-lain) dan memiliki
a. Zona preservasi adalah zona yang eksternalitas negatif baik dampak
dapat dimanfaatkan untuk yang berupa bahan pencemar,
kepentingan publik baik itu sedimen, maupun terhadap perubahan
rekreasi, ekonomi, estetika maupun bentang alam, dan lain-lain.
daerah proteksi banjir, namun
daerah ini direkomendasikan untuk 7. Tata Ruang Sistem Wilayah
dilindungi dari kegiatan Aliran Sungai
pembangunan yang dapat merusak Perlunya keterpaduan dengan
ekosistem. Termasuk didalamnya kegiatan penataan ruang dalam sistem
mangrove, rawa yang produktif wilayah aliran sungai di lahan
dan bernilai bagi masyarakat atasnya. Kegiatan pemanfaatan ruang
pesisir. di wilayah aliran sungai tersebut harus
b. Zona pemanfaatan intensif adalah mengikuti persyaratan lingkungan
zona yang secara fisik dapat bagi pengembangan sektor unggulan
dibangun, daerah ini dapat serta persyaratan yang berlaku pada
dibangun langsung atau dengan zona preservasi di wilayah pesisir.
syarat hanya perubahan yang kecil.
c. Zona konservasi meliputi kawasan 8. Jarak antar Zona Preservasi
lindung yang secara ekologis dengan Eksternalitas Negatif
sangat kritis untuk dibangun, zona Jarak minimal antar Zona
ini berfungsi sebagai penyanggah preservasi dengan kegiatan penataan
antara zona preservasi dan daerah ruang yang mengeluarkan
pemanfaatan intensif. eksternalitas negatif (pencemaran,
sedimen, dan lain-lain) ditentukan
5. Penentuan Sektor Unggulan berdasarkan daya sebar eksternalitas
Sektor unggulan merupakan tersebut dari sumbernya.
sektor potensial untuk
dikembangkang pada zona konservasi 9. Musyawarah dan Hak Adat/
dan zona pemanfaatan intensif. Sektor Tradisional
tersebut memiliki kriteria, yaitu: Keputusan terhadap konflik
penghasil devisa, menyerap tenaga kepentingan dalam kegiatan
kerja banyak dan lain-lain. pemanfaatan ruang yang terjadi antara
para pelaku pembangunan
diselesaikan melalui pendekatan
musyawarah, dan media partisipatif

81
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



lainnya. Penataan ruang juga pembangunan, sebaiknya bukan
memperhatikan dan mengadopsi akan hanya sebagai pengambil keputusan
adanya hak adat/tradisional dan hak- kebijakan tata ruang, tetapi dituntut
hak lainnya yang sudah hidup dan peranannya sebagai fasilitator dalam
berlaku dalam sistem tatanan sosial kegiatan penataan ruang, sehingga
setempat. Penataan ruang merupakan perencanaan dapat lebih didekatkan
kebijakan publik yang bermaksud kepada masyarakat ataupun pelaku
mengoptimalisasikan kepentingan pembangunan.
antar pelaku pembangunan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan CO-MANAGEMENT PADA
ruang juga menterpadukan secara WILAYAH PESISIR DI PULAU
spatial fungsi-fungsi kegiatan RAAS MADURA
pemanfaatan ruang, baik antar sektor
maupun antar wilayah administrasi UU PWP3K meberi kepastian
pemerintahan agar bersinergi positif dan perlindungan hukum untuk
dan tidak mengganggu. Penataan memperbaiki kemakmuran, menjalin
ruang meliputi proses perencanaan akses dan hak-hak masyarakat pesisir
tata ruang, pemanfaatan ruang dan termasuk dunia pengusaha. Asas
pengendalian pemanfaatan ruang peranserta masyarakat mengandung
(Husbandi, 1994). makna membuka peluang bagi
Perencanaan tata ruang perlu masyarakat berperan dalam
memperhatikan factor yang perencanaan, pelaksanaan, bahkan
menentukan terjadinya produk sampai pengawasan dan
rencana, yaitu : pengendalianya (community based
a. Konsensus, adanya peran serta management). Ini ditunjang dengan a
aktif dan kesepakatan-kesepakatan danya peluang masyarakat memiliki
antar pelaku pembangunnan di kesempatan untuk tahu kebijakan
dalam penyusunan rencana pemerintah; selain itu terbukanya
b. Konsistensi, secara teknis ada Representasi suara masyarakat ikut
kesamaan materi dengan rencana- menentukan putusan kebijakan
rencana pada tingkat makro sebenarnya cukup strategis didalam
c. Legitimasi, produk rencana diakui, pengelolaan sumberdaya pesisir
dapat diterima dan ditaati oleh secara rasional dan berkelanjutan;
semua pelaku pembangunan ujung-ujungnya melindungi
(karena memperhatikan faktor masyarakat pesisir
konsensus di atas) Ketentuan menetabkan bahwa
d. Legal aspek, produk rencana pemberian HP-3 wajib
mempunyai kekuatan dan mempertimbangkan kepentingan
kepastian hukum kelestarian ekosistem pesisir ,
e. Kompensasi memperhatikan masyarkat adat maupun kepentingan
konsekuensi-konsekuensi biaya nasional. Rambu-rambu semacam ini
dampak yang ditimbulkan oleh menunjukan bahwa arah
akibat rencana tata ruang pengelolaannya bermuara pada upaya
dilaksanakan, baik terhadap biaya penyelamatan masyarakat pesisir dari
dampak lingkungan fisik maupun dampak kesewenangan-wenangan
sosial-ekonomi. penetapan HP3. Apabila penetapan
Pemerintah, dalam hal ini HP3 dibuat rancu unrtuk maksud
termasuk sebagai pelaku tertentu; maka pada gilirannya secar

82
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



sadar atau tidak; sertifikat yang monitoring dan evaluasi. Tahapan
terbitkan jelas merugikan keberadaan proses perencanaan pengelolaan
nelayan disepanjang pantai. wilayah pesisir berbasis masyarakat
Pasal 41 mengisyaratkan tetap mengacu kepada proses
adanya Forum Mitra Bahari yang perencanaan pembangunan
dibentuk sebagai upaya peningkatan berkelanjutan wilayah pesisir dan
kapasitas pemangku kepentingan lautan.
pengelolaan wilayah pesisir. Mitra
Bahari merupakan forum kerja sama Tahap Perencanaan
pemerintah, pemerintah daerah, Tahap awal dari proses
perguruan tinggi, lembaga suadaya perencanaan adalah dengan cara
masyarakat, organisasi profesi, dan mengidentifikasi dan mendefinisikan
tokoh masyarakat termasuk dunia isu dan permasalahan yang ada, yang
usaha. Kegiatannya difokuskan pada menyangkut kerusakan sumber daya
bentuk pendampingan/ penyuluhan, alam, konflik penggunaan,
pendidikan/pelatihan, penelitian pencemaran, dimana perlu dilihat
terapan, termasuk rekomendasi penyebab dan sumber permasalahan
kebijakan. Artinya forum mempunyai tersebut. Selanjutnya juga perlu
beban moral dan harus bertanggung diperhatikan sumber daya alam dan
jawab mengeliminasi dampak ekosistem yang ada yang
negative kehadiran HP3 bagi menyangkut potensi, daya dukung,
masyarakat pesisir/nelayan dikawasan status, tingkat pemanfaatan, kondisi
tertentu. Sekarang tinggal kemauan sosial ekonomi dan budaya setempat
dan niat baik semua pihak yang seperti jumlah dan kepadatan
terkait penetapan HP3 maupaun para penduduk, keragaman suku, jenis
pemangku kepentingan, karena aturan mata pencaharian masyarakat lokal,
main sudah ada berupa rambu-rambu sarana dan prasarana ekonomi dan
hukum dan ini biasa dipakai sebagai lain-lain.
pedoman. Apabila objektifitas tetap Berdasarkan pendefinisian
digunakan sebagai iming-iming masalah yang dipadukan dengan
yang ujungnya berdampak informasi tentang sumber daya alam
menyesatkan dalam menentukan dan ekosistem serta aspirasi
ketetapan sertifikat HP3, niscaya masyarakat selanjutnya disusun
masyarakat pesisir/nelayan masih bias tujuan dan sasaran yang ingin
terselamatkan dari dampak negatifnya dicapai. Berdasarkan tujuan dan
(Adisasmita 2006). sasaran yang ingin dicapai serta
melihat peluang dan kendala yang
PENGELOLAAN WILAYAH ada selanjutnya mulai dibuat
PESISIR DI PULAU RAAS perencanaan berupa kegiatan
MADURA SECARA TERPADU pembangunan dalam bentuk program
BERBASIS MASYARAKAT dan proyek. Perencanaan yang telah
disusun perlu disosialisasikan
Pengelolaan wilayah pesisir kembali kepada masyarakat luas
terpadu yang berbasis masyarakat untuk mendapat persetujuan, setelah
diperlukan beberapa proses mendapat pesetujuan rencana ini
pengelolaan yang sesuai dengan baru dimasukkan dalam agenda
tahapan manajemen yaitu mulai dari pembangunan baik daerah maupun
perencanan, implementasi, nasional.

83
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



Penyusunan rencana Darmawan (2000) kegiatan-kegiatan
pengelolaan ini perlu juga yang perlu dilakukan pada tahap
diperhatikan bahwa konsep implementasi ini adalah: (1)
pengelolaan sumber daya pesisir integrasi ke dalam masyarakat,
terpadu berbasis masyarakat dengan melakukan pertemuan
diharapkan akan mampu untuk (1) dengan masyarakat untuk menjawab
meningkatkan kesadaran seluruh pertanyaan yang
masyarakat, akan pentingnya SDA berhubungan dengan penerapan
dalam menunjang kehidupan mereka konsep dan mengidentifikasi
(2) meningkatkan kemampuan pemimpin potensial yang terdapat di
masyarakat, sehingga mampu lembaga masyarakat lokal. (2)
berperan serta dalam setiap tahapan pendidikan dan pelatihan
pengelolaan dan (3) meningkatkan masyarakat, metoda pendidikan
pendapatan masyarakat, dengan dapat dilakukan secara non formal
bentuk-bentuk pemanfaatan yang menggunakan kelompok-kelompok
lestari dan berkelanjutan serta kecil dengan cara tatap muka
berwawasan lingkungan (Zamani sehingga dapat diperoleh informasi
dan Darmawan, 2000). dua arah dan pengetahuan
masyarakat lokal (indigenous
Tahap Pelaksanaan knowledge) dapat dikumpulkan
(Implementasi) Rencana untuk dimasukkan dalam konsep
Pada tahap implementasi penerapan (3) memfasilitasi arah
perencanaan, diperlukan kesiapan kebijakan, dalam hal ini segenap
dari semua pihak yang terlibat kebijakan yang berasal dari
didalamnya, seperti masyarakat itu masyarakat dan telah disetujui oleh
sendiri, tenaga pendamping lapangan koordinator pelaksana hendaknya
dan pihak lainnya. Selain itu juga dapat didukung oleh pemerintah
diperlukan koordinasi dan daerah, sehingga kebijakan bersama
keterpaduan antar sektor tersebut mempunyai kekuatan
dan stakeholder yang ada sehingga hukum yang jelas, dan (4)
tidak terjadi tumpang tindih penegakan hukum dan peraturan,
kepentingan dan ego yang dimaksudkan agar seluruh
sektoral. Dalam hal ini diperlukan pihak yang terlibat akan dapat
adanya lembaga pelaksana yang menyesuaikan tindakannya dengan
melibatkan semua pihak yang hukum dan peraturan yang berlaku.
berkepentingan seperti Pemerintah
Daerah, masyarakat lokal, Tahap Monitoring dan Evaluasi
Investor/swasta, instansi sektoral, Monitoring yang dilakukan
Perguruan Tinggi dan Lembaga sejak dimulainya proses
Swadaya Masyarakat (LSM). implementasi perencanaan
Pada tahap implementasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
juga diperlukan kesamaan persepsi efektivitas kegiatan, permasalahan
antara masyarakat lokal dengan yang timbul dalam implementasi
lembaga atau orang-orang yang kegiatan. Monitoring dilakukan
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dengan melibatkan seluruh pihak
ini sehingga masyarakat benar-benar yang ada. Setelah monitoring
memahami rencana yang akan selanjutnya dilakukan evaluasi
dilaksanakan. Menurut Zamani dan bersama secara terpadu dengan

84
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



melibatkan seluruh pihak yang perencanaan, metode pelaksanaan dan
berkepentingan. Melalui evaluasi ini manfaatnya di pusatkan ke
akan diketahui kelemahan dan pemerintah nasional dan pemerintah
kelebihan dari perencanaan yang ada daerah melaksanakan program
guna perbaikan untuk pelaksanaan tersebut. Pemerintah nasional
tahap berikutnya. membagi rata manfaat pengelolaan
Pengelolaan wilayah pesisir sumberdaya wilayah PPPK ke
terpadu berbasis masyarakat sesuai pemerintah daerah, walau daerah
dengan prinsip Ko-manajemen tidak memiliki wilayah pesisir.
perikanan yaitu pembagian atau Kelemahan model top-down
pendistribusian tanggung jawab dan adalah minimnya muatan karakter
wewenang antara pemerintah dan lokal (kearifan lokal) di dalam
masyarakat lokal dalam mengelola pelaksanaanya sehingga seringkali
sumber daya perikanan. Oleh sebab berbenturan dengan realita dan
itu keberhasilan pengelolaan wilayah masalah yang ada. Benturan tersebut
pesisir berbasis masyarakat dapat berakibat terjadi dualisme
mengacu kepada indikator pengelolaan yaitu pengelolaan
keberhasilan Ko-manajemen berbasis masyarakat yang telah
perikanan. berlangsung sejak dulu dengan
konsep top-down. Sedangkan hal
positif model ini yaitu besarnya
persediaan pendanaan dan efektifnya
MODEL YANG DAPAT instrumen pengelolaan, seperti
DITERAPKAN DI PULAU RAAS pengawasan dan penegakan hukum.
MADURA Model bottom-up adalah
model pengelolaan yang telah lama
Secara umum model-model digunakan oleh sebagian besar
pengelolaan sumberdaya wilayah masyarakat PPPK yang memiliki hak
pesisir dan pulau-pulau kecil (PPPK) tradisional dan begitu kuat diakui.
yang digunakan di beberapa wilayah Saat sekarang model pengelolaan
pesisir yaitu model top-down (inisiasi berbasis masyarakat ini masih ada,
dan kontrol di pihak pemerintah) atau seperti sistem pengelolaan sasi,
sentralistik, bottom-up (inisiasi dan ondoapi, lebak bulung, panglima laot
kontrol di pihak masyarakat pesisir) atau sistem ponggawa-sawi di
atau desentralistik, co-management Sulawesi Selatan.
(kemitraan antara dua pihak Kelemahan model bottom-up
berkepentingan terhadap wilayah adalah mengenai pertanyaan tentang
PPPK, misalnya antara masyarakat kesejahteraan masyarakat PPPK,
dan pemerintah), dan pengelolaan instrumen yang tersedia makin sulit
terpadu yang melibatkan unsur-unsur melakukan penegakan hukum yang
yang memiliki kepentingan terhadap disepakati, legalitasnya masih sulit
sumberdaya wilayah PPPK. dipenuhi landasannya, hanya sedikit
Model pengelolaan wilayah masyarakat yang memahami prinsip
PPPK top-down lebih cendrung pengelolaan model ini. Kelebihan
digunakan pada negara berkembang model ini adalah dibentuk oleh
karena kuatnya pemerintah dalam masyarakat PPTK sendiri dimana
mengelola aset strategisnya. Model pelaksanaannya berdasarkan sistem
top-down bertumpu pada format norma, kepatuhan dan loyalitas.

85
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



Model pengelolaan Co- pembangunan berkelanjutan wilayah
management yang berpola kemitraan, pesisir dan lautan.
menganggap masyarakat PPPK dan Model pengelolaan wilayah
pemerintah memiliki pengetahuan dan PPPK top-down lebih cendrung
pemahaman yang sama tentang digunakan pada negara berkembang
sumberdaya wilayah PPPK. Model ini karena kuatnya pemerintah dalam
menitikberatkan bahwa masyarakat mengelola aset strategisnya. Model
harus berkelompok sehingga bottom-up adalah model pengelolaan
koordinasi, pemilihan prioritas dan yang telah lama digunakan oleh
pengambilan keputusan lebih sebagian besar masyarakat PPPK
akomodatif dalam meminimalkan bias yang memiliki hak tradisional dan
dalam pencapaian tujuan. Proses begitu kuat diakui. Model
dalam model ini biasa lebih menyita pengelolaan Co-management yang
banyak waktu untuk tawar-menawar berpola kemitraan, menganggap
antara pihak pemerintah dan masyarakat PPPK dan pemerintah
kelompok tentang hal-hal penting memiliki pengetahuan dan
yang akan disepakati, sehingga kedua pemahaman yang sama tentang
pihak ini seringkali sulit disinergikan. sumberdaya wilayah PPPK.
Model yang terakhir adalah Model ini menitikberatkan
model pengelolaan terpadu. Model ini bahwa masyarakat harus berkelompok
adalah suatu mekanisme dimana sehingga koordinasi, pemilihan
setiap elemen mempunyai peran yang prioritas dan pengambilan keputusan
saling mendukung agar terlaksananya lebih akomodatif dalam
tujuan pengelolaan. Multi disiplin meminimalkan bias dalam pencapaian
ilmu bersinergis dalam suatu wadah tujuan. Model yang terakhir adalah
tim kerja (teamwork) sehingga alokasi model pengelolaan terpadu. Model ini
waktu untuk menciptakan kesamaan adalah suatu mekanisme dimana
persepsi, prinsip dan tujuan nampak setiap elemen mempunyai peran yang
lebih lama. Model terintegrasi saling mendukung agar terlaksananya
(terpadu) ini memerlukan dukungan tujuan pengelolaan.
kelembagaan, baik dari pemerintah
maupun dari masyarakat pesisir itu DAFTAR PUSTAKA
sendiri, disamping validasi daya
dukung sumberdaya bagi Adisasmita Rahardjo. 2006.
terselenggaranya tujuan ini. Pembangunan Kelautan dan
Kewilayahan,Edisi Pertama.
KESIMPULAN Graha Ilmu. Yogyakarta.
Bengen D G. 2002. Pengembangan
Pengelolaan wilayah pesisir Konsep Daya Dukung Dalam
terpadu yang berbasis masyarakat Pengelolaan Lingkungan
diperlukan beberapa proses Pulau-Pulau Kecil. Kantor
pengelolaan yang sesuai dengan Kementrian Lingkungan
tahapan manajemen yaitu mulai dari Hidup RI dan Fakultas
perencanan, implementasi, monitoring Perikanan dan Kelautan
dan evaluasi. Tahapan proses Institut Pertanian Bogor.
perencanaan pengelolaan wilayah __________. 2002. Sinopsis
pesisir berbasis masyarakat tetap Ekosistem Sumberdaya Alam
mengacu kepada proses perencanaan Pesisir dan Laut serta Prinsip

86
Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : 1907-9931



Pengelolaannya. Pusat Kajian Perencanaan Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut Pesisir. Departemen Kelautan
(PKSPL) IPB Bogor. dan Perikanan : Jakarta
Bell, G F dan William. 2001. The New Hamel, I. M., F. Sofa, dan J.
Indonesian Laws Relating to Tulungen, 1998. Proyek
Re- gional Autonomy: Good Pesisir: Towards
Intentions, Confusing Laws, Decentralized and
Asian-Pacific Law & Policy Strengthened Coastal Re-
Journal Vol. 2: 1. sources Management in
Budiharsono, S G dan Ward. 2005. Indonesia.I n Bengen. D. (ed.),
Teknik Analis Pembangunan Proc. First National Coastal
Wilayah Pesisir dan Lautan. Conference, 19-20 March
Cetakan Kedua. Prodya 1998, Institut Pertanian Bogor.
Pramita. Jakarta. A63-A73.
Dahuri, R., Rais, J. Ginting, S. P., dan Husbandi, F. dan Ueta 1994.
Sitepu MJ. (2004). Desentralisasi Pengelolaan
Pengelolaan Sumber Daya Sumber Daya Pesisir dan Laut,
Pesisir dan Lautan Secara Jurnal Hukum Lingkungan,
Terpadu. Cetakan Keempat. Tahun V, Vol. I, pp. 97-100.
Padya Paramita. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Departemen Kelautan dan Perikanan FPIK IPB. 2005. Laporan
RI, 2001. Pedoman Umum Akhir: Pengembangan Konsep
Pengelolaan Pulau-Pulau daya Dukung Dalam
Kecil yang Berkelanjutan dan Pengelolaan Lingkungan
Berbasis Masyarakat. Ditjen Pulau-Pulau Kecil. Bogor:
Pesisir an Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Lingkungan
Jakarta. 21 hal 148 Hidup kerjsama dengan
Departemen Kelautan dan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
RI, 2002. Pedoman Umum Kelautan IPB.

87

Anda mungkin juga menyukai