Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh:
Zakirah B F A
(1102012316)

Pembimbing:
Dr. Ellen Roostaty Sianipar, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 26 SEPTEMBER 2016 03 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI RSUD PASAR REBO
JAKARTA

0
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MA
Tanggal Lahir : 15 April 2016
BB : 7 kg
TB : 63 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. PLN Jatimurni. Pasar Minggu
Masuk RS : 25 oktober 2016
Tanggal Periksa : 25 - 29 oktober 2016
Keluar RS : 29 Oktober 2016
No. RM : 2016-721242

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu

Nama : Tn. AS Ny. S


Umur : 22 tahun 35 tahun
Pendidikan : STM SD
Pekerjaan : Pedagang Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam Islam

III. ANAMNESA

Keluhan Utama : Sesak semakin memberat 3 hari SMRS


Keluhan Tambahan : Demam naik turun dan batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang :
2 bulan SMRS, pasien sering batuk. Batuk berdahak namun sulit dikeluarkan. Batuk
muncul hilang timbul, terkadang disertai pilek. Tidak ada riwayat tersedak minuman ataupun
makanan sebelumnya. Adanya batuk lama di keluarga disangkal. Batuk tanpa disertai napas
berbunyi, sesak, keringat malam, ataupun demam. Menurut ibu pasien, sejak usia 3 bulan
pasien sering terpapar polusi seperti asap bakaran sate dan asap rokok karena sering dibawa
orang tua nya untuk berdagang. Pasien tinggal dilingkungan padat penduduk. Di rumah, tidak

1
ada hewan peliharaan seperti kucing ataupun unggas. Orang tua pasien belum membawa nya
berobat untuk keluhan tersebut.
3 minggu SMRS, batuk berdahak menjadi lebih sering. Batuk berdahak namun sulit
dikeluarkan. Menurut ibu pasien tidak tampak sesak. Pasien masih dapat minum asi dengan
kuat namun terkadang berhenti karena batuknya. Batuk disertai demam tinggi. Demam turun
dengan obat namun demam naik kembali. Demam tidak disertai kejang ataupun penurunan
kesadaran.
2 minggu SMRS, pasien bab cair dan muntah lebih dari 12 kali perhari. Pasien menjadi
lebih sering menete. Setelah mendapat obat dari bidan berupa lakto b dan oralit, keluhan bab
cair dan muntah membaik. Setelah 2 hari minum obat demam kembali naik tinggi, batuk
tambah memberat sampai suara menghilang. Selama sakit berat badan pasien turun 1 kg.
3 hari SMRS, sesak tambah memberat. Menurut ibu, napas terlihat menjadi lebih cepat
dari biasanya. Keluhan bibir dan ujung jari membiru disangkal. Pasien terlihat lemas dari
sebelumnya. Sesak disertai batuk berdahak. Dahak sulit dikeluarkan, pasien menjadi malas
minum, pasien menjadi jarang menyusu karena sulit untuk bernapas ketika menyusu. BAB dan
BAK lancar tidak ada keluhan. Kemudian orang tua pasien membawa nya ke IGD RSUD Pasar
Rebo untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat radang paru disangkal
- Riwayat kontak dengan pasien TB (atau batuk kronik) dalam keluarga disangkal
- Riwayat pengobatan paru disangkal
- Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
- Riwayat atopi (asma, eksem, rinitis, dll) disangkal
- Riwayat kejang disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat batuk lama disangkal
- Riwayat infeksi HIV pada ibu atau ayah disangkal
- Riwayat pengobatan paru disangkal
- Riwayat asma ataupun alergi disangkal

2
Genogram

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


Kehamilan
Status Obstetri : P2A0
ANC : 2 x selama kehamilan, ke bidan puskesmas
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah
Penolong persalinan : dukun beranak
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : Cukup bulan (38 minggu)
Keadaan bayi : Langsung menangis
Berat badan lahir : 3800 gram
Panjang badan lahir : tidak diukur
Kejang : (-)
Kelainan bawaan : (-)
Kesan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan (NCB SMK)

Riwayat Makan
- ASI : minum asi sampai sekarang, usia 1-3 hari minum susu formula
- MPASI : Nessle serrelak. Tidak diberikan susu formula setelah usia 3
hari sampai sekarang
- Sekarang : Makan bubur nessle serelac 3x sehari setengah bungkus

Riwayat Perkembangan
- Pertumbuhan gigi I : belum tumbuh
- Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
- Psikomotor

3
o Tengkurap : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
o Duduk : belum (Normal: 6-9 bulan)
o Berdiri : belum (Normal: 9-12 bulan)
o Berjalan : belum (Normal: 12-18 bulan)
o Bicara : belum (Normal: 12-18 bulan)
- Kesan: Riwayat perkembangan baik.

Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa pasien tidak pernah diimunisasi.

Riwayat Lingkungan :
Sejak usia 3 bulan, pasien sering dibawa ke tempat dagangan orang tuanya sehingga
sering terpapar polusi udara seperti asap sate dan rokok. Pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk. Di rumah, tidak ada hewan peliharaan, seperti kucing ataupun unggas.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

TANGGAL 25 OKTOBER 2016 JAM 17.15


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : - Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 140x / menit kuat angkat
- Frekuensi napas : 55 x / menit reguler
- Suhu : 37,20C suhu telinga

Status gizi
Klinis : edema -, tampak kurus -
Antropometris:
Berat Badan (BB) :7 kg
Panjang Badan(TB/PB) : 63 cm
BB/U : -2 s/d +2 Berat badan cukup
TB/U : < -2 s/d -3 Pendek
BB/TB : -2 s/d +2 SD Gizi baik/cukup

Kesan : gizi baik/cukup

4
Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala :
Normocephal
Rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar belum tertutup, tidak cekung ataupun membonjol

2. Mata :
Sklera ikterik -/-
Conjungtiva anemis -/-
Refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+
Edema kelopak mata -/-
3. Hidung :
Tidak ada pernapasan cuping hidung
Tidak ada sekret yang keluar
4. Bibir :
Tidak ada sianosis
5. Tenggorokan :
Sulit dinilai
6. Telinga :
Pendengaran baik
Tidak terdapat adanya sekret maupun darah
7. Leher :
Trakea intak ditengah
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
8. Jantung :
Bunyi jantung I dan II normoreguler, murmur (-), gallop (-)
9. Paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis
dan dinamis kanan kiri. Tampak adanya retraksi pada
suprasternal
Palpasi : Fremitus taktil dan vokalis simetris bilateral. Tidak
teraba adanya masa.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

5
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ menurun ; ronkhi +/+;
wheezing -/-
10. Abdomen :
Inspeksi : Tampak perut datar simetris, retraksi epigastrium
minimal, tidak terlihat adanya luka, sikatris, ataupun varises.
Auskultasi : Bising usus positif
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan pada epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar
11. Ekstremitas :
Capillary Refill Time 3 detik
Akral hangat
Tidak ada sianosis
Tidak ada edema ekstremitas

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal 26 oktober 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 10.7 g/dL
Hematokrit : 32%
Leukosit : 14.900/L
Trombosit : 211.000/L
Basophil : 0%
Eosinofil : 2%
Neutrophil batang : 0%
Neutrophil segmen : 57%
Limfosit : 33%
Monosit : 8%
ELEKTROLIT
Natrium (Na) : 133 mmol/L
Kalium (K) : 4,8 mmol/L
Klorida (Cl) : 99 mmol/L

6
Hasil rontgen tanggal 25 oktotober 2016

Kesan : Corakan bronkovaskular baik. Terdapat infiltrat halus di suprahiler dan perihiler ke-2
paru

VI. RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia 6 bulan dengan berat badan 7 kg, datang dengan
keluhan sesak napas yang memberat 3 hari SMRS. Menurut ibu, napas terlihat menjadi
lebih cepat dari biasanya. Pasien terlihat lemas dari sebelumnya. Sesak disertai batuk
berdahak. Dahak sulit dikeluarkan, pasien menjadi malas minum, pasien menjadi jarang
menyusu karena sulit untuk bernapas ketika menyusu. Keluhan juga disertai demam tinggi
naik turun sejak 3 minggu yang lalu. Pasien muntaber 3 minggu yang lalu namun telah
sembuh setelah pemberian lacto b dan oralit. Saat ini BAB dan BAK lancar tidak ada
keluhan. Menurut ibu, pasien sering terpapar polusi seperti asap sate dan asap rokok sejak
usia 3 bulan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran komposmentis. Didapatkan napas cepat hingga 55x/menit. Pada inspeksi
ditemukan retraksi pada suprasternal dan epigastrium minimal. Pada auskultasi didapatkan
bunyi napas vesikular melemah disertai bunyi napas tambahan berupa rhonki basah kasar

7
di kedua lapang paru pasien. Hasil pemeriksaan lab darah menunjukkan penurunan
hemoglobin menjadi 10,7/L disertai peningkatan leukosit darah menjadi 14.900/L.
Hasil pemeriksaan rontgen dada menunjukkan adanya infiltrat halus di suprahiler dan
perihiler ke-2 paru.

VII. DIAGNOSIS
- Bronkopneumonia

VIII. DIAGNOSIS BANDING


- Asma
- TB paru
- Bronchiolitis
- Pertussis
IX. RENCANA PENGELOLAAN
A. Rencana pemeriksaan
Cek darah lengkap
Cek gas darah dan elektrolit
Cek mantoux
B. Rencana pengobatan dan diit
Medikamentosa
O2 kanul 2-3 lpm
Maintenance Kaen 3B 700 ml/24 jam (6 tpm)
Injeksi cinam 3x125 mg selama 5 hari
Inhalasi 2x sehari (barotec 10 tetes+ bisolvon 10 tetes+ Nacl 3 cc)
Injeksi sanmol 4x100 mg jika demam
Diit
Berikan asi sebanyak permintaan anak
Berikan makanan pendamping asi yang biasa diberikan seperti
bubur susu sebanyak yang diinginkan
C. Rencana pemantauan
Pantau tanda-tanda vital
Pantau saturasi oksigen
Pantau sumbatan jalan napas
Pantau adakah sianosis
8
X. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanastionam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP

Pemeriksaan Tanggal

26 oktober 2016 27 oktober 2016 28 oktober 2016 29 oktober 2016


Lemes Lemes lemes Lemes sdh
Keluhan Demam (+) Demam (-) Demam (-) brkurang
Batuk Batuk Batuk Demam (-)
S berdahak (+) berdahak (+) berdahak Batuk (+)
sulit Sesak (-) sudah Nafsu makan
dikeluarkan Nyusu asi berkurang belum
Sesak (+) kuat isap, Nafsu makan membaik
berkurang sering berkurang

Tanda TD=80/50mmHg TD=90/60mmHg TD = 90/60 mmHg TD = 80/50 mmHg


vital Nadi=136x/menit Nadi =120x /menit Nadi= 110 x /menit Nadi = 120 x /menit
RR = 44 x /menit RR = 36 x /menit RR = 34 x /menit RR = 35 x /menit
Suhu = 37,9 C Suhu = 36,7 C Suhu = 37,3 C Suhu = 36,7 C

Leher retraksi retraksi retraksi retraksi


suprasternal (+) suprasternal (-) suprasternal (-) suprasternal (-)

Paru Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas


Vesikuler Vesikuler Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
menurun menurun Rh +/+, Wh -/- Rh -/-, Wh -/-
O Rh +/+, Wh +/+ Rh +/+, Wh -/-

Abdomen retraksi retraksi retraksi retraksi


epigastrium(+) epigastrium(-) epigastrium(-) epigastrium(-)

Extremit Akral hangat Akral hangat Akral hangat, Akral hangat,


as Sianosis (-) Sianosis (-) Sianosis(-), Sianosis (-),
CRT < 2 detik CRT < 2 detik CRT < 2 detik. CRT < 2 detik

A Diagnos Bronkopneumo- Bronkopneumo- Bronkopneumo- Bronkopneumo-


a nia nia nia nia

9
IVFD Kaen 3B 6 IVFD Kaen 3B 6 IVFD Kaen 3B 6 IVFD Kaen 3B 6
P Pengoba tpm tpm tpm tpm
tan Inj cinam 3x125 Inj cinam 3x125 Inj cinam 3x125 Inj cinam 3x125
mg hari ke-2 mg hari ke-3 mg hari ke-4 mg hari ke-5
Inj sanmol 4x100 Inj sanmol 4x100 Inj sanmol Inj sanmol
mg jika demam mg jika demam 4x100 mg jika 4x100 mg jika
Hasil baca demam demam
mantoux : Cek DL ulang
indurasi negatif

Follow up hasil laboratorium

Tanggal (oktober 2016) 25 29

Rawat hari ke- 1 5

Hb 10,7 g/dL 10,6 g/dL

Ht 32 % 33 %

Leukosit 14.900/L 9.480/L

Trombosit 211.000/L 566.000/L

10
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru, walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan
batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada foto rontgen toraks.1
Pneumonia merupakan suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut pneumonitis.2
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.3, 4
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia/ CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
11
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
Ada dua definisi klinis pneumonia:
1. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution)
2. Pneumonia lobaris yang mirip dengan bronkopneumonia kecuali rontgen toraks berupa
peradangan yang membentuk konsolodasi lobaris.

EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.4
Pneumonia menyebabkan hingga 5 juta kematian per tahun pada anak-anak berusia
kurang dari 5 tahun di negara berkembang. Dari perkiraan sebanyak 12,9 juta kematian secara
global pada tahun 1990 pada anak di bawah usia 5 tahun, lebih dari 3,6 juta dikaitkan dengan
infeksi saluran pernapasan akut sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Ini mewakili 28%
dari seluruh kematian pada anak-anak dan menempatkan pneumonia sebagai yang terbesar
penyebab tunggal kematian anak. Di Malaysia prevalensi ISPA pada anak di bawah usia lima
tahun diperkirakan 28% - 39,3% .5

Gambar 1. Percentage of deaths among children under age 5 attributable to pneumonia, 2015.6

12
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Pada pneumonia
pertanyaan penting adalah apa penyebabnya, virus atau bakteri? Penyebab tersering adalah
bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi
infeksi bakteri. Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi
umur pasien. Secara umum bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus
grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. (Tabel 1).7

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan


imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc (Zn), dan faktor lingkungan
(polusi udara) merupakan faktor risiko untuk IRBA. Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya
penurunan imunitas seluler, defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai faktor risiko
pneumonia. Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian vitamin A pada anak
dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. Kejadian IRBA meningkat pada anak
dengan riwayat merokok atau perokok pasif.7
Berat badan lahir rendah, kurang gizi, kolonisasi nasofaring, lingkungan miskin dan
asap tembakau merupakan faktor risiko untuk mengembangkan pneumonia. Dua penelitian
lokal dilakukan pada anak-anak dirawat di rumah sakit dengan infeksi saluran pernapasan
bawah akut mengidentifikasi faktor risiko kejadian pneumonia adalah berat badan lahir rendah,
sedikitnya pemberian ASI, imunisasi tidak lengkap, terdapat keluarga yang batuk di rumah,
kamar tidur yang keramaian.5
Beberapai agen etiologi tidak dapat diidentifikasi dalam 40% sampai 60% kasus. Virus
pneumonia tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri berdasarkan pada kombinasi temuan
klinis. Sebagian besar infeksi saluran pernapasan bawah yang ada pada anak-anak disebabkan
oleh virus, seperti respiratory syncytial virus, influenza, adenovirus dan virus parainfluenza.

13
Salah satu indikator membantu dalam memprediksi agen etiologi adalah kelompok usia seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2.5
Tabel 2. Patogen penyebab pneumonia

PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis,
dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung,
refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal
dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75
% anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang
bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemia akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.

14
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan.4
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu: 3
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
15
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah bercak-bercak yang difus,
mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah
konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga
stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak kosolidasi merata
diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris).8

MANIFESTASI
Gejala yang didapatkan pada pasien pneumonia adalah:
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan
gejala infeksi ekstrapulmoner
Gejala gangguan respiratori: batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping
hidung, air hunger, merintih dan sianosis

PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan
hal-hal sebagai berikut: 3
1. Pada inspeksi : terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;
penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru

16
lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih
tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2. Pada palpasi : ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi : tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi : ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan sampai
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi non-infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor pathogenesis. Disamping itu,
17
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis
pneumonia: 8
A. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir
selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri. Sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan
risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap
dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
B. C-Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP segera cepat distimulasi oleh sitokin, terutama
interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belom
diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang
rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda.
C. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punsi pleura, atau
aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura,
atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga
kultur darah jarang positif. Spesimen dari nasofaring untuk kultur maupun deteksi antigen
bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.

18
D. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, peyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks
AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan
seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal
yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan
menyerupasi lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-
bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.

DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan
dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, menentukan penyebab pneumonia tidak selalu mudah
karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada
anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan
sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut takipnea, batuk, napas
cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.8
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang

19
sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan kesehatan primer, dan sebagai
pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah: 9
1. Menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung
dideteksi
Gejala klinis yang sederhana tersebut meliputi:
- Napas cepat
- Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium)
- Tanda bahaya
Pada anak usia 2 bulan 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, dan gizi buruk.
Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
2. Menetapkan klasifikasi penyakit
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
o Napas cepat
o Suara merintih (grunting)
o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Batuk atau kesulitan bernapas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

20
>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan Pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatik
seperti penurun panas
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi
komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas
Harus di rawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
tidak ada napas cepat atau sesak napas
tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

DIAGNOSIS BANDING 9
1. ASMA
Asma adalah keadaan inflamasi kronik dengan penyempitan saluran pernapasan
yang reversibel. Tanda karakteristik berupa episode wheezing berulang, sering disertai
batuk yang menunjukkan respons terhadap obat bronkodilator dan anti-inflamasi.
Antibiotik harus diberikan hanya jika terdapat tanda pneumonia.
Diagnosis asma dapat ditegakkan jika terdapat:
episode batuk dan atau wheezing berulang
hiperinflasi dada
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat didengar
respons baik terhadap bronkodilator.
Bila diagnosis tidak pasti, beri satu dosis bronkodilator kerja-cepat. Anak
dengan asma biasanya membaik dengan cepat, terlihat penurunan frekuensi pernapasan
dan tarikan dinding dada dan berkurangnya distres pernapasan. Pada serangan berat,
anak mungkin memerlukan beberapa dosis inhalasi.

21
2. TB PARU
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh
2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan
spesimen sputum.
Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:
Anamnesis:
Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
Batuk kronik 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Pemeriksaan fisis:
Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif
pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk
atau baru menderita campak.
Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan
diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai, seperti terlihat pada tabel 3.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor 6
(sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya (yang
mungkin tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini).

22
Tabel 3. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak

3. BRONKHIOLITIS
Bronkiolitis adalah infeksi saluran respiratorik bawah yang disebabkan virus,
yang biasanya lebih berat pada bayi muda, terjadi epidemik setiap tahun dan ditandai
dengan obstruksi saluran pernapasan dan wheezing. Penyebab paling sering adalah
Respiratory syncytial virus. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi dan biasa terjadi pada
keadaan tertentu. Penatalaksanaan bronkiolitis, yang disertai dengan napas cepat atau
tanda lain distres pernapasan, sama dengan pneumonia. Episode wheezing bisa terjadi
beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis, namun akhirnya akan berhenti.
Diagnosis dapat diteggak bila wheezing, yang tidak membaik dengan tiga dosis
bronkodilator kerjacepat ekspirasi memanjang/expiratory effort, hiperinflasi dinding
dada dengan hipersonor pada perkusi, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam,
crackles atau ronki pada auskultasi dada.
sulit makan, menyusu atau minum.
4. PERTUSIS
Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi imunisasi.
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya disertai batuk dan keluar
cairan hidung yang secara klinik sulit dibedakan dari batuk dan pilek biasa. Pada
minggu ke-2, timbul batuk paroksismal yang dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk
dapat berlanjut sampai 3 bulan atau lebih. Anak infeksius selama 2 minggu sampai 3
bulan setelah terjadinya penyakit.

23
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit
diketahui terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna, adalah batuk
paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi sering disertai muntah, perdarahan
subkonjungtiva, anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertussis, bayi
muda mungkin tidak disertai whoop akan tetapi batuk yang diikuti oleh berhentinya
napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk, periksa anak untuk tanda
pneumonia dan tanyakan tentang kejang.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam,
yaitu penatalaksanaan umum dan khusus: 4, 10
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit: sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan: amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi:


1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

24
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan
berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.9
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan):
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam:
ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empiema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

25
Tabel 3. Terapi Antibiotik Berdasarkan Etiologi (sumber: IDSA Guideline of Pneumonia,
2011)

26
KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema toraks, perikarditis, purulent,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema toraks
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.2

PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.1
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.1

27
DISKUSI KASUS

Berdasarkan pedoman diagnosis WHO untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan


pneumonia pada anak, maka kasus ini termasuk dalam Pneumonia berat yang memerlukan
rawat inap karena pada anamnesa dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya:
Batuk
Napas cepat (55 x/menit)
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Pada auskultasi terdengar suara pernapasan tambahan berupa crackels (ronki)
Secara klinis, penyebab pneumonia pada anak sulit dibedakan antara pneumonia bakterial
dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial memiliki awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Berdasarkan hal tersebut, pada kasus menunjukkan bahwa pasien memiliki awitan gejala
yang cepat, batuk produktif, dan pasien tampak toksik sehingga kemungkinan terbesar
penyebab penyakitnya adalah infeksi bakteri. Selain itu, data epidemiologi menunjukkan
bahwa etiologi paling sering pada penyakit pneumonia anak umur 4 bulan-5 tahun adalah
bakteri Streptococcus pneumoniae.
Awalnya, bakteri penyebab pneumonia masuk ke saluran nafas bagian bawah pasien
melalui inhalasi yang diduga kuat diawalai dari iratasi saluran napas pasien akibat seringnya
terpapar polusi udara seperti asam rokok dan asap bakaran sate. Kemudian penurunan imunitas
saluran pernapasan tersebut memudahkan invasi nya bakteri. Bakteri tersebut kemudian
mencetuskan terjadinya hiperemia dan mengakibatkan pelebaran pembuluh darah, eksudasi
cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium
hepatisasi merah. Hal tersebut membentuk sebuah konsolidasi jaringan yang menyebabkan
penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Upaya untuk mengatasi keadaan tersebut atau kompensasi tubuh pasien adalah
meningkatkan pembalikan (recoil) elastik yaitu dengan peningkatan upaya pernapasan yang
tampak jelas dari penggunaan otot-otot inspirasi tambahan dengan adanya retraksi dinding dada
bagian bawah pasien. Setiap perubahan ini meningkatkan kerja pernapasan, menghabiskan
lebih banyak energi untuk bernapas, dan memudahkan anak menjadi lebih cepat lelah. Karena
otot-otot pernapasan menjadi kurang efektif mempertahankan bebannya, kecepatan pernapasan

28
meningkat dan volume tidal turun, timbulah suatu pola pernapasan yang disebut takipnea. Pada
kasus, pasien datang dalam keadaan takipnea yaitu frekuensi pernapasan lebih dari 50x/menit.
Penatalaksanaan pasien ini meliputi dua hal, yaitu penetalaksanaan umum dan
penatalaksanaan khusus. Penatalaksanaan umum yang dilakukan, yaitu:
Pemberian oksigen lembab 2L/menit
Infus untuk rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Infus yang diberikan pada kasus ini adalah
KA-EN 3B 16tpm
Penatalaksanaan khususnya yang dilakukan yaitu:
Antibiotik yang digunakan berdasarkan pengalaman empiris terhadap penyebab pneumonia
sesuai umur pasien yang mungkin adalah Streptokokus pneumoniae, sehingga terapi
empiris pada kasus ini adalah cinam yang merupakan kombinasi sultamicillin (ampicillin
& sulbactam).
Inhalasi kombinasi berrotec dan bisolvon yang mana berrotec berfungsi sebagai
bronkodilator dan bisolvon sebagai mukolitik.
Pada kasus ini anak tidak didiagnosa asma karena tidak ada riwayat asma dikeluarga,
ditambah dengan predilektor terbanyak terjadi nya asma adalah allergen sedangkan pada kasus
ini tidak ada riwayat tepapar zat allergen. Anak AM memiliki skor TB 2 yaitu demam yang
tidak diketahui penyebabnya > 2 minggu dan batuk kronik > 2 minggu namun anak AM tidak
pernah kontak dengan pasien TB, uji tuberkulin anak AM indurasi negatif, anak dengan gizi
baik, tidak ada pembesaran KGB, tulang ataupun persendian, serta foto toraks tidak
menunjukan predileksi TB paru, sehingga diagnosis TB paru pada anak dapat disingkirkan.
Prognosis pasien ini adalah baik karena infeksi yang terjadi tidak sampai menimbulkan
komplikasi yang serius, seperti empiema, perikarditis, atau infeksi ekstrapulmonar lainnya.
Selain itu, pasien juga tidak mengalami malnutrisi sehingga proses penyembuhan dapat
berjalan dengan baik.
Pencegahan berulangnya pneumonia, maka keluarga dari anak MA harus diberikan
edukasi berupa:
1. Pemberian imunisasi, Pemberian vitamin A
2. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
3. Membiasakan cuci tangan
5. Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum
6. Pemberian ASI
7. Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Supriyatno, Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri, Vol.
8, No. 2, September 2006)
2. pneumonia komuniti. Available at :
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pneumonia%20komun
iti.html )
3. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/. Diakses
pada tanggal 8 April 2014
4. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., et al. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
5. (Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory Tract Infections in
Children)
6. WHO and Maternal and Child Epidemiology Estimation Group (MCEE) provisional
estimates 2015 https://data.unicef.org/topic/child-health/pneumonia/
7. (Supriyatno, Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 8, No. 2, September 2006)
8. Said M. 2013. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
9. World Health Organization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

30

Anda mungkin juga menyukai