Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang
disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah
tersensitisasi oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Dimana, hal tersebut
terjadi hanya terbatas pada individu tertentu. Antigen biasanya merupakan
bahan kimia sederhana dengan berat molekul yang rendah dan dapat
menembus stratum korneum. Interaksi antara antigen dan limfosit T
diperantarai oleh antigen presenting cell (APC) epidermis, yaitu sel
Langerhan. Mekanisme kelainan kulit pada DKA mengikuti respon imun yang
diperantarai oleh reaksi imunologik tipe lambat.1
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai
prevalensi dermatitis ini di masyarakat.1
Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak
dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh
dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka kejadian
ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi1
2.1.1. Anatomi kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.

Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu :


1. Lapisan epidermis
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eledin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di
telapak tangan dan kaki.

2
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 sel-
sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.
Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak memiliki
lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum (stratum malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel
yang berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses
mitosis. Protoplasamanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan
inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini semakin dengan ke permukaan makin
gepeng bentuknya.
e. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar.
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh
trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.

2.1.2. Fungsi Kulit1


Kulit mempunyai fungsi yang bermacam-macam untuk menyesuaikan
tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah :
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan
kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol,

3
karbol, asam, dan alkali kuat lainnya, gangguan bersifat panas, misalnya
radiasi, sengatan sinar ultra violet, gangguan infeksi luar terutama
kuman/bakteri maupun jamur.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
3. Fungsi sekresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea,
asam urat dan ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon
androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya
terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-
badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-
badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla
dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan merkel ranvier yang
terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan
paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan
cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh
darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit),
terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit
dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna
kulit ras maupun individu. Melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui
tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel

4
melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh
pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb
dan karoten.
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis
sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai
dari sel basal mengadakan pembelahan,sel basal lain akan berpindah keatas
dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin keatas sel menjadi
semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti
menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.
8. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

2.1.3. Dermatitis Kontak


Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang
disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang
berinteraksi dengan kulit.4
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun
kronis.1

Definisi Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak
dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.4,5

Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang

5
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai
prevalensi dermatitis ini di masyarakat.1
Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak
dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh
dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka kejadian
ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan.5

Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang
juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.1
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi
terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak
dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu
campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah
nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih
alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),
mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat
rambut, bahan kimia fotografi).4

Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas
di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas

6
tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi.4,5
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya
(Djuanda, 2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan
kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul
kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan
protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian
berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting
cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans (Hogan, 2009;
Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T.
Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif
disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama
2-3 minggu.1

Gambar 2.2. Patogenesis dermatitis kontak alergi5

7
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan
peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi,
degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel
makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi
IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel
mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi
setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul
CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti
sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau
meredakan peradangan.

Gejala Klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin

8
juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet
tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis
purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa.
Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik.

Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik
diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik dan uji tempel.1
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan
kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di
sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan
erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau
kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit
pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) 1
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan,
dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada
seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain
karena sebab-sebab endogen.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula
disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak,

9
tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa
bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain
maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.5
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh
(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel
biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji
diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh,
ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah
48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan
atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu
minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel
atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena
iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh
karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo),
sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe crescendo).1

Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan
gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding
yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah
dermatitis tersebut karena kontak alergi.1

Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul.

10
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,
edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan
mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan
larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau
dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan
kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topika.1,4,5

Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang
tidak mungkin dihindari.

2.1.4. Pioderma
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu
rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu (Pusat
Informasi Penyakit Infeksi dan Penyakit Menular Indonesia, 2005).
Organisme yang paling umum yang menginvasi kulit ialah Streptococci,
Staphylococcus aureus, dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). Infeksi kulit memiliki dampak negatif pada kualitas hidup pasien.
Pasien dengan diabetes dan immunodefisiensi lebih rentan terhadap infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Infeksi kulit meningkat
menjadi kondisi yang paling umum di antara anak-anak di rumah sakit pada
tahun 2009. Jumlah pasien yang dirawat inap disebabkan infeksi secara
keseluruhan telah meningkat 29% dari tahun 2000 sampai
2004(Napierkowski.D, 2013). Di United Kingdom (UK), insidensi infeksi
kulit pada anak-anak pada tahun 2005 adalah sekitar 75 per 100 000

11
(Spurling, et al.2009). Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh
Staphylococcus, Streptococcus, atau kedua-duanya.1

Etiologi
Penyebabnya yang utama ialah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus Beta hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis
merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.1

Faktor Predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan. Misalnya: kekurangan gizi, anemia, penyakit
kronik, neoplasma ganas dan diabetes melitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit, karena terjadi kerusakan di epidermis,
maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.1,3

Klasifikasi1
1. Pioderma primer.
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnyabiasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma sekunder
Pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya
tidak khas dan mengikuti penyakit kulit yang telah ada. Jika penyakit kulit
disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata. Contohnya: Dermatitis
impetigenisata dan skabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika
terdapat pus, pustul, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan,
pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis dan demam.

12
Bentuk pioderma
1. Impetigo
Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis).
Terdapat dua bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
Impetigo Bulosa
Impetigo Bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus galur grup II
tipe faga 71. Tiga lesi kulit kulit yang disebabkan oleh stafilokok grup II ini
adalah: a. impetigo bulosa, b. penyakit eksfolatif Staphylococcal Scalded
Skin syndrome (SSSS), dan c. erupsi non streptokokal skarlatiniforme.
Impetigo Bulosa terutama terdapat pada neonati dan anak yang lebih besar
dan ditandai oleh pembentukan vesikula yang cepat berubah menjadi bula
yang lunak. Bula ini terdapat pada kulit normal. Pada permulaaan bula berisi
cairan kuning yang kemudian berubah menjadi kuning pekat dan keruh. Bula
tidak dikelilingi eriterm dan berbatas tegas. Kemudian bula pecah dan
mengempis serta membentuk krusta coklat tipis. Bula yang utuh mengandung
stafilokok. Gejala klinisnya tidak dipengaruhi keadaan umum. Tempat
predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat
pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula
hupapion. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih
eritematosa. Pengobatan diberi salap antibiotik atau cairan antiseptik jika
terdapat hanya beberapa vesikel/bula yang dipecahkan.1

2. Ektima
Ektima adalah suatu infeksi piogenik kulit yang ditandai pembentukan
krusta yang menutupi tukak (ulkus) dibawahnya. Ektima lebih sering terjadi
pada anak-anak. Orang dewasa dapat juga terkena. Faktor predisposisi untuk

13
terjadinya ektima adalah trauma, malnutrisi, dan hygiene yang jelek. Ektima
sering timbul sebagai komplikasi penyakit kulit lain, seperti skabies dan
ekzema. Lesi ektima sangat infeksius. Oleh karena itu penderita merupakan
reservoir infeksi untuk orang lain. Penyebab ektima adalah streptokok beta
hemolitik. Kadang-kadang pada lesi, ditemui juga stafilokok koagulase positip
yang merupakan bakteri sekunder. Manifestasi klinik: ektima mulai sebagai
pustule atau bula yang cepat membesar dan menjadi ulkus. Lesi berbentuk
bulat atau oval dengan diameter 1-3 cm, dikelilingi oleh haloeritem dan
edema. Ektima ditutupi krusta tebal yang melekat dan berwarna coklat tua.
Jika krusta di angkat terdapat ulkus purulen, seperti cangkir dengan pinggir
menimbul. Biasanya hanya ada satu atau beberapa lesi. Penderita merasa
sedikit sakit dan pada perabaan terasa nyeri. Bila tidak diobati penyakit
menjadi kronik dan lesi bertambah banyak akibat autoinokulasi. Limfangitis
dan limfadenitis dapat terjadi. Jika sembuh, timbul jaringan parut. Pengobatan
yang dilakukan jika terdapat ektima sedikit, krusta diangkat lalu diolesi
dengan salap antibiotik. Kalau banyak, juga diobati dengan antibiotik
sistemik.1

Gambar 2.1. Ektima2

14
Definisi
Ektima adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis,
membentuk ulkus dangkal yang ditutupi krusta berlapis yang disebabkan oleh
streptococcus grup A beta haemoliticus.1,2,3

Etiologi
Streptococcus grup A beta haemoliticus, staphylococcus atau kedua-
keduanya.1

Epidemiologi
Terjadinya ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Dibagian
ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universita Indonesia,
insidennya menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan
social ekonomi.
Ektima paling sering terjadi di lutut dan kaki anaak-anak dan dewasa
muda, terutama pada lesi ekskoriasi karena penyakit yang gatal misalnya
gigitan serangga dan lesi yang diabaikan. Frekuensi terjadinya ektima
berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada
perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).3

Gambaran klinis
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikula atau vesikopustula yang
membesar dan beberapa hari kemudian menjadi krusta yang tebal. Bila krusta
terlepas, tertinggal ulkus superficial berbentuk cawan dengan dasar merah dan
tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan
meninggalkan sikatriks. 1,2,3
Faktor faktor presdisposisi terjadinya ektima antara lain : gizi , hygene
perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes
mellitus, atopic, trauma dan penyakit kronik.

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama :N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 4,5 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Palembang
Alamat : Jl. Panca usaha no.2316 Rt, 51 Rw.11 Kel 5 ulu
Tanggal kunjungan / jam : 30 oktober 2015/ 11.00 WIB

3.2. Anamnesis
Diperoleh secara alloanamnesa di poliklinik IKKK RSUD Palembang BARI
pada tanggal 30 oktober 2015/ 11.00 WIB.
3.2.1 Keluhan utama :
Pasien mengeleuh timbul koreng disertai nanah berwarna kuning
dipunggung kaki kiri sejak 2 hari yang lalu.

3.2.2 Keluhan tambahan :


Gatal dan demam

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul
bercak kehitaman berjumlah satu sebesar biji jagung dipunggung kaki
kiri. Keluhan di sertai gatal dan pasien sering menggaruk bercak
tersebut dengan menggesekkan kakinya ke tempat tidur saat sedang

16
tidur. Sejak dua hari kemudian pasien mengaku bercak tersebut
mengeluarkan cairan bening dan bercampur sedikit darah dan masih
tetap terasa gatal. Pasien juga mengaku timbul bercak kehitaman
sebesar biji jagung sebanyak empat buah di jari kaki kiri, ibu jari kaki
kanan, di belakang kaki kanan. Pasien mengaku tidak melakukan
pengobatan pada penyakitnya tersebut.
Sekitar kurang lebih 1 minggu yang lalu Ayah pasien memberikan
salep carmed yang beli sendiri dari apotik tanpa petunjuk dari dokter.
Ayah pasien mengaku membeli salep tersebut karena ayah pasien pernah
mengalami keluhan serupa namun keluhan berkurang ketika memakai
salep tersebut. Ayah pasien memberikan salep carmed satu kali dan
dioleskan setiap bercak kehitaman tersebut. Setelah itu bercak semakin
berair-air, tidak melebar, tampak disekitarnya kemerahan disertai rasa
gatal. Pasien menyangkal timbulnya benjolan kulit yang melepuh dan
berisi cairan kekuningan di daerah ketiak, punggung, dada. Pasien juga
menyangkal adanya trauma dan bekas gigitan serangga menjadi luka lalu
membengkak. Pasien mengakui adanya rasa gatal namun tidak disertai
rasa nyeri dan demam.
Lalu sejak 2 hari yang lalu Ayah pasien memberikan lagi getah dari
pohon angsana. Pada pagi harinya getah pohon tersebut dioleskan pada
luka yang berair-air. Saat sore harinya koreng semakin melebar kira-kira
6-7 cm di punggung dan jari kaki kiri, ibu jari kaki kanan dan ditangan
kanan pasien, dibelakang kaki kanan pasien disertai timbul cairan kuning
kental seperti nanah dan berbau. Pasien masih mengeluhkan adanya gatal
dan ditambahadanya demam namun nyeri tidak ada.
Karena gejala dan penyakitnya tidak sembuh, kemudian pasien
datang ke RSUD Palembang BARI.

17
3.2.4 Riwayat penyakit dahulu
Keluhan yang sama belum pernah dialami sebelumnya. Pasien
mengatakan tidak mempunyai riwayat rhinitis alergi, dermatitis atopik,
kencing manis. Pasien mengatakan tidak punya riwayat alergi terhadap
makanan dan obat.

3.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini. Riwayat
rhinitis alergi serta riwayat alergi terhadap makanan dan obat dalam
keluarga disangkal. Namun ayah Os dulu pernah mengalami bercak
yang kering.

3.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita anak pertama dan ayahnya bekerja PNS, ekonomi
menengah sedang.

3.2.7 Riwayat Kebersihan


Penderita mandi 2-3 kali sehari, pagi dan sore dengan
menggunakan air PAM. Penderita sering bermain pasir dan jarang
menggunakan sandal saat bermain.

3.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : Frekuensi pernapasan 34x/menit, Frekuensi nadi 86x/menit,
suhu 37,8 C, BB 15 Kg.
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.

18
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Normotia
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar dan tidak nyeri.
Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun
deformitas
Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun
deformitas

B. Status Dermatologikus
Regio Dorsum Pedis Sinistra dan Digiti II pedis sinistra, R.Digiti I Pedis
dextra, R.Digiti V manus dextra, R. Cruris 1/3 distal pedis sinistra tampak
ekskoriasi berukuran 0,5-10cm x 0,5-10 cm berjumlah multipel berbentuk
irregular ditutupi dengan pus serta penyebaran diskret di tepi tampak krusta
kecoklatan.

ekskoriasi berukuran 0,5-10cm x 0,5-10 cm berjumlah multipel


berbentuk irregular ditutupi dengan pus serta penyebaran diskret
di tepi tampak krusta kecoklatan.

19
ekskoriasi berukuran 0,5-10cm x 0,5-10 cm berjumlah multipel
berbentuk irregular ditutupi dengan pus serta penyebaran diskret
di tepi tampak krusta kecoklatan.

Regio Dorsum Pedis Sinistra dan Digiti II pedis sinistra, R.Digiti I


Pedis dextra, R.Digiti V manus dextra, R. Cruris 1/3 distal pedis
sinistra tampak ekskoriasi berukuran 0,5-10cm x 0,5-10 cm
berjumlah multipel berbentuk irregular ditutupi dengan pus serta
penyebaran diskret di tepi tampak krusta kecoklatan.

20
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel ( patch test)
Pemeriksaan gram dan kultur
Pemeriksaan histopatologi

3.5 Pemeriksaan Anjuran


Pemeriksaan patologi anatomi biopsi

3.6 Diagnosis Banding


1. Dermatitis kontak alergi e.c. getah pohon
2. Impetigo bulosa
3. Ektima

3.7 Resume
Sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul
bercak kehitaman berjumlah satu sebesar biji jagung dipunggung kaki
kiri. Keluhan di sertai gatal dan sejak dua hari kemudian pasien
mengaku bercak tersebut mengeluarkan cairan bening dan bercampur
sedikit darah dan masih tetap terasa gatal. Pasien mengaku tidak
melakukan pengobatan pada penyakitnya tersebut.
Sekitar kurang lebih 1 minggu yang lalu Ayah pasien
memberikan salep carmed yang beli sendiri dari apotik tanpa petunjuk
dari dokter.. Ayah pasien memberikan salep carmed satu kali dan
dioleskan setiap bercak kehitaman tersebut. Setelah itu bercak semakin
berair-air, tidak melebar, tampak disekitarnya kemerahan disertai rasa
gatal. Lalu sejak 2 hari yang lalu Ayah pasien memberikan lagi getah
dari pohon angsana. Pada pagi harinya getah pohon tersebut dioleskan
pada luka yang berair-air. Saat sore harinya koreng semakin melebar
kira-kira 6-7 cm di punggung dan jari kaki kiri, ibu jari kaki kanan dan

21
ditangan kanan pasien, dibelakang kaki kanan pasien disertai timbul
cairan kuning kental seperti nanah dan berbau. Pasien masih
mengeluhkan adanya gatal.

3.8 Diagnosis Kerja


Dermatitis kontak alergi e.c. getah pohon angsana

3.9 Penatalaksanaan
Umum:
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya adalah radang pada kulit
yang disebabkan oleh getah pohon tersebut.
-Menjelaskan kepada pasien pada daerah luka yang gatal tidak boleh digaruk
karena akan menyebabkan semakin lkuka dan mudahnya suatu infeksi masuk
pada luka tersebut. menggaruk daerah gatal tersebut karena akan
menimbulkan perlukaan.
-Jaga kebersihan tubuh, mandi seperti 2 kali sehari menggunakan air bersih /
air PAM dan jika ingin bermain harus menggunakan sandal.
-Makan obat secara teratur dan pengolesan obat salep di bagian luka setelah
dilakukan kompres pada luka tersebut, lakukan sesuai anjuran dokter.
-Kontrol ke poliklinik 1 minggu berikutnya.

Khusus:
Kompres terbuka dengan menggunakan cairan Nacl 0,9 % . Dengan cara :
Tuangkan dalam cairan nacl 0,9% di dalam wadah, lalu ambil kasa
steril 3 lapis, masukkan kasa tersebut kedalam wadah lalu diperas jangan
sampai kering dan terlalu basah, letakkan kassa tersebut di bagian luka
tersebut sampai tertutup semua dilakukan dalam pagi, siang dan sore. Setiap 3
waktu tersebut dilakukan sebanyak 10 kali. Namun saat waktu berikutnya
kassanya diganti kassa steril yang baru.

22
Topikal
Fuson zalep 5 gr (asam fusidat 2%) sebanyak 3x1ftu di oleskan pada daerah
lesi setelah kompres nacl 0,9%

Sistemik
Amoxicillin syrup 125 mg (3x1cth)
Paracetamol syrup 125 mg/5ml (3x1 cth)
Cetirizine syrup 5 mg/5ml (3x1 cth)

3.9. Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

23
BAB IV
ANALISA KASUS

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi


hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.
Sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul bercak
kehitaman berjumlah satu sebesar biji jagung dipunggng kiri. Keluhan di
sertai gatal dan pasien sering menggaruk bercak tersebut dengan
menggesekkan kakinya ke tempat tidur saat sedang tidur. Sejak dua hari
kemudian pasien mengaku bercak tersebut mengeluarkan cairan bening dan
bercampur sedikit darah dan masih tetap terasa gatal. Pasien juga mengaku
timbul bercak kehitaman sebesar biji jagung sebanyak empat buah di jari kaki
kiri, ibu jari kaki kanan, di belakang kaki kanan. Pasien mengaku tidak
melakukan pengobatan pada penyakitnya tersebut.
Sekitar kurang lebih 1 minggu yang lalu Ayah pasien memberikan
salep carmed yang beli sendiri dari apotik tanpa petunjuk dari dokter. Ayah
pasien mengaku membeli salep tersebut karena ayah pasien pernah mengalami
keluhan serupa namun keluhan berkurang ketika memakai salep tersebut.
Ayah pasien memberikan salep carmed satu kali dan dioleskan setiap bercak
kehitaman tersebut. Setelah itu bercak semakin berair-air, tidak melebar,
tampak disekitarnya kemerahan disertai rasa gatal. Pasien menyangkal
timbulnya benjolan kulit yang melepuh dan berisi cairan kekuningan di daerah
ketiak, punggung, dada. Pasien juga menyangkal adanya trauma dan bekas
gigitan serangga menjadi luka lalu membengkak. Pasien mengakui adanya
rasa gatal namun tidak disertai rasa nyeri dan demam.

24
Lalu sejak 2 hari yang lalu Ayah pasien memberikan lagi getah dari
pohon angsana. Pada pagi harinya getah pohon tersebut dioleskan pada luka
yang berair-air. Saat sore harinya koreng semakin melebar kira-kira 6-7 cm di
punggung dan jari kaki kiri, ibu jari kaki kanan dan ditangan kanan pasien,
dibelakang kaki kanan pasien disertai timbul cairan kuning kental seperti
nanah dan berbau. Pasien masih mengeluhkan adanya gatal dan
ditambahadanya demam namun nyeri tidak ada.
Berdasarkan analisis mengenai keterkaitan antara teori dan anamnesis,
maka diagnosis mengarah ke dermatitis alergi. Kemudian dilakukan
pengkajian lebih lanjut berdasarkan status dermatologis.
Regio Dorsum Pedis Sinistra dan Digiti II pedis sinistra, R.Digiti I
Pedis dextra, R.Digiti V manus dextra, R. Cruris 1/3 distal pedis sinistra
tampak ekskoriasi berukuran 0,5-10cm x 0,5-10 cm berjumlah multipel
berbentuk irregular ditutupi dengan pus serta penyebaran diskret di tepi
tampak krusta kecoklatan.
Menurut teori, Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema,
edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan
membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada
tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan
bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu
penegakan diagnosis. Untuk menyingkirkan diagnosis banding maka
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa test gram dan kultur dan test patch .
Berdasarkan analisis mengenai keterkaitan antara teori dan
pemeriksaan fisik, diagnosis telah mengarah kepada dermatitis kontak alergi
sehingga diagnosis pada pasien ini menjadi lebih kuat. Untuk menyingkirkan
diagnosis banding maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes patch,
pemeriksaan gram dan kultur, pemeriksaan histopatologi.

25
Berdasarkan analisis mengenai keterkaitan antara teori dan
pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil negatif pada kedua tes yang
dilakukan. Sehingga diagnosis banding psoriasis dapat disingkirkan. Berikut
tabel diagnosis banding secara teori.
Tabel 4.1 Diagnosis banding secara teori

Kelainan Dermatitis Kontak Impetigo Bullosa Ektima Kasus


kulit Alergi

Teori
Definisi Dermatitis yang Suatu penyakit Ektima adalah Ananmnesis :
disebabkan oleh reaksi infeksi piogenik pioderma yang -timbul koreng
hipersensitivitas tipe pada kulit yang menyerang epidermis beserta nanah sejak 2
lambat terhadap bahan- superficial yang dan dermis, hari yang lalu.
bahan kimia yang kontak disebabkan oleh membentuk ulkus - 1bulan yll, bercak
dengan kulit dan dapat staphylococcus dangkal yang ditutupi kehitaman berjumlah
mengaktivasi reaksi aureus. krusta berlapis yang satu sebesar biji
4,5
alergi. disebabkan oleh jagung dipunggng
streptococcus grup A kiri.
beta haemoliticus.1,2,3 -sejak 2 hari keluar
cairan bening dan
bercampur sedikit
darah dan terasa gatal
-1 minggu dioleskan
salep carmed 1x
Setelah itu bercak
semakin berair-air,
tidak melebar,
tampak disekitarnya
kemerahan
-2 hari diberikan
getah pohon
angsana,lalu koreng
melebar, timbul
nanah berbau.
Nyeri (-) demam (+)
gatal (+).

26
Predileksi Lesi dapat timbul dimana Regio intertriginosa Tungkai bawah, pada punggung kaki
saja, tetapi tergantung (ketiak, dada, dan biasanya yang relative kiri, jari kedua kaki
pada faktor penyebabnya. punggung) banyak trauma, tempat kiri, ibu jari kaki
lainnya adalah bokong kanan, di betis
dan paha. belakang kaki kanan.
Serta jari tangan
kanan.
Usia
Pada umumnya dapat Terdapat pada anak Terdapat pada anak Usia 4,5 tahun
menegenai segala usia dan dewasa namun dan dewasa
namun pada penderita penyakit ini lebih
dermatitis kontak alergik sering menyerang
hanya mengenai orang anak-anak.
yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif).

Sifat dan Penyebab dermatitis Staphylococcus Streptococcus B Getah pohon angsana


kontak alergik adalah aureus hemolyticus
penyebab
alergen, Penyebab utama
kontak alergen di
Amerika Serikat yaitu
dari tumbuh-tumbuhan.
Sembilan puluh persen
dari populasi mengalami
sensitisasi terhadap
tanaman dari genus
Toxicodendron, misalnya
poison ivy, poison oak
dan poison sumac.
Toxicodendron
mengandung urushiol
yaitu suatu campuran dari
highly antigenic 3- enta
decyl cathecols. Bahan
lainnya adalah nikel sulfat
(bahan-bahan logam),
potassium dichromat
(semen, pembersih alat -
alat rumah tangga),

27
Kelainan Penderita pada umumnya Bula ini terdapat Ektima mulai sebagai Ekskoriasi berukuran
mengeluh gatal. Kelainan pada kulit normal. pustule atau bula yang 0,5-10cm x 0,5-10
kulit
kulit bergantung pada Pada permulaaan cepat membesar dan cm berjumlah
keparahan dermatitis. bula berisi cairan menjadi ulkus. Lesi multipel berbentuk
Pada yang akut dimulai kuning yang berbentuk bulat atau irregular ditutupi
dengan bercak eritema kemudian berubah oval dengan diameter dengan pus serta
berbatas jelas, kemudian menjadi kuning 1-3 cm, dikelilingi penyebaran diskret di
diikuti edema, pekat dan keruh. oleh haloeritem dan tepi tampak krusta
papulovesikel, vesikel Bula tidak edema. Ektima kecoklatan.
atau bula. Vesikel atau dikelilingi eriterm ditutupi krusta tebal
bula dapat pecah dan berbatas tegas. yang melekat dan
menimbulkan erosi dan Kemudian bula berwarna coklat tua.
eksudasi (basah). Pada pecah dan Jika krusta di angkat
yang kronis terlihat kulit mengempis serta terdapat ulkus purulen,
kering, berskuama, papul, membentuk krusta seperti cangkir dengan
likenifikasi dan mungkin coklat tipis. Bula pinggir menimbul.
juga fisur, batasnya tidak yang utuh Biasanya hanya ada
jelas. mengandung satu atau beberapa
Pada Pemeriksaan fisik stafilokok. lesi. Penderita merasa
didapatkan adanya Kelainan kulit sedikit sakit dan pada
eritema, edema dan berupa eritema, perabaan terasa nyeri
papula disusul dengan bula, dan bula
pembentukan vesikel hupapion. Kadang-
yang jika pecah akan kadang waktu
membentuk dermatitis penderita datang
yang membasah. Lesi berobat,
pada umumnya timbul vesikel/bula telah
pada tempat kontak, tidak memecah sehingga
berbatas tegas dan dapat yang tampak hanya
meluas ke daerah koleret dan
sekitarnya. Karena dasarnya masih
beberapa bagian tubuh eritematosa.
sangat mudah
tersensitisasi
dibandingkan bagian
tubuh yang lain maka
predileksi regional akan
sangat membantu
penegakan diagnosis.5

28
Terapi Topikal Topikal Jika terdapat sedikit, Topikal
Kortikosteroid Basitrasin 400-500 krusta diangkat lalu Fuson zalep 5 gr
Akut : kompres terbuka + U/gr diolesi dengan salep (asam fusidat 2%)
koertikosteroid potensi Neomisin 20% antibiotic. Kalau sebanyak 3x1ftu di
tinggi Mupirosin 2% banyak, juga diobati oleskan pada daerah
Kronik : kortikosteroid Lesi madidans : dengan antibiotic lesi setelah kompres
potensi rendah kompres terbuka sistemik. nacl 0,9%
-larutan
Immunomodulator permanganas Sistemik
(takrolimus dan kalikus 1/5000 Amoxicillin syrup
pimekrolimus) -larutan rivanol 1% 125 mg (3x1cth)
Iodium povidon Paracetamol syrup
Sistemik 0,75% 125 mg/5ml (3x1 cth)
Kortikostreoid Cetirizine syrup 5
(prednisone 30 mg/hari) Sistemik mg/5ml (3x1 cth)
diberikan dalam jangka Cefadroxil (2x
pendek sehari)
Amoxicillin (3x
Hal penting dalam DKA sehari)
adalah menghindari Eritomisin (4x
kontak dengan allergen. sehari )
Klindamisin (4x
sehari) *dosis
antibiotic pada anak
disesuaikan dengan
BB.

Menurut teori, pengobatan liken simpleks kronis dibagi menjadi umum dan
khusus. Pengobatan secara umum berupa edukasi kepada pasien bertujuan untuk
memutus itch-scratch cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang
terasa gatal justru akan memperberat lesi, dan memperberat gatal yang dirasakan.
Penyebab sistemik dari gatal harus diidentifikasi. Secara khusus, untuk mengurangi
rasa gatal dapat diberikan antipruritus dapat berupa anti histamin yang mempunyai
efek sedatif (contoh: hidroksizin, difendidramine, prometazin) atau tranquilizer atau
dapat pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek
(maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang biasa dipakai berpotensi kuat bila perlu

29
ditutup dengan penutup impermeable; kalau masih tidak berhasil diberikan secara
suntikan intralesi. Salep kortikoteroid dapat pula dikombinasi dengan ter yang
mempunyai efek anti-inflamasi. Ada pula yang mengobati dengan UVB dan PUVA.
Perlu dicari kemungkinan penyakit yang mendasari, bila memang ada harus juga
diobati.1,7,8
Penatalaksanaan pada pasien ini, secara umum diberikan edukasi untuk
Mengurangi menggaruk daerah gatal tersebut karena akan menimbulkan perlukaan.
Jaga kebersihan tubuh, mandi seperti biasa dengan menggunakan air dingin. Makan
obat secara teratur dan pengolesan obat topikal sesuai anjuran. Kontrol ke poliklinik 1
minggu berikutnya. Secara khusus diberikan pengobatan topical, alasan penggunaan
kortikosteroid topikal agar didapatkan efek meliputi vasokonstriksi, penurunan
permeabilitas pembuluh darah dermal dan penghambatan pospholipase, fibrin dan
kinin. Penghambatan pospholipase akan menyebabkan penyumbatan jalur asam
arakidonat, yang penting sebagai mediator inflamasi. Kondisi kulit yang mengalami
inflamasi pada kasus ini adalah punggung kaki kiri dan jari- jari kaki kiri serta jari
telunjuk tangan kanan diakibatkan garukan kronis sehingga memerlukan
kortikosteroid potensi kuat golongan II atau III, pada kasus ini dipilih golongan II
potent Desoximetasone 0,25% ointment 15 gr karena mudah ditemukan dipasaran
dan diberikan dalam bentuk salep karena lesi pada kasus adalah lesi yang kering,
kronik serta bersisik. Dioleskan pada lesi 3 x sehari, sampai sembuh, steroid topikal
potensi kuat tidak boleh melebihi 2 minggu untuk menghindari gejala takifilaksis
yaitu menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang
berulang-ulang, berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan
menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul
kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. Untuk
pengobatan sistemik diberikan Cetrizine HCl tab 10 mg 1 x sehari, Cetrizine HCl
merupakan anti histamin reseptor 1 (AH1) bekerja sebagai inverse agonis histamine
yang berikatan dengan reseptor H1 dan menstabilkan bentuk tidak aktif reseptor H1.
Bekerja dengan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan

30
beberapa otot polos. Selain itu, AH 1 juga berperan untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang lain disertai dengan pelepasan histamin
endogen yang berlebihan. Cetrizine dipilih pada kasus ini karena AH1 generasi kedua
tidak menembus sawar darah otak sehingga jarang menyebabkan kantuk serta efek
antikolinergik yang minimal. Diberikan 1 kali dalam sehari karena dosis cetrizine
adalah 5-10 gr dengan lama kerja yang panjang sekitar 12 jam dan disekresikan
melalui urin setelah 24 jam.
Menurut teori, prognosis untuk liken simpleks kronis adalah lesi bisa sembuh
dengan sempurna, rasa gatal dapat diatasi dan likenifikasi yang ringan serta
perubahan pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan. Relaps dapat
terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional yang meningkat.
Pengobatan untuk pencegahan pada stadium awal dapat membantu untuk mengurangi
proses likenifikasi.
Berdasarkan keterkaitan prognosis antara teori dan kasus, didapatkan quo ad
vitam adalah bonam karena liken simplek kronis adalah penyakit yang tidak
mengancam nyawa. Quo ad functionam adalah bonam karena lesi tidak mengganggu
fungsi tubuh dan quo ad sanationam adalah bonam karena lesi ini dapat sepenuhnya
sembuh berkaitan dengan tidak adanya penyakit yang mendasari pada kasus ini dan
status psikologik penderita dalam keadaan baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2007.
2. Bag./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK. Unair/RSU Dr. Soetomo. Surabaya : 2007.
3. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah. Denpasar : 2000.
4. Sularsito Sri Adi , Soebaryo Retno Widowati, Kuswadji . Dermatologi
Praktis . Ed. 1. PERDOSKI. 1989.
5. Stone, S.P, scabies and pedikulosis, in: Freedberg, et al. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill
Professional. 2003

32
6. Centers for Disease Control & Prevention. 2009. Parasites and Health:
Scabies. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern,
Atlanta, United States of America, (http:// http://www.dpd.cdc.gov/, diunduh
16 November 2012, 23:55).
7. Murtiastutik D. 2005. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual: Skabies. Edisi 1.
Airlangga University Press, Surabaya, Indonesia, hal. 202-208.

33

Anda mungkin juga menyukai