Anda di halaman 1dari 20

Daftar Isi

Daftar Isi ............................................................................................................................ 1

Kata Pengantar ................................................................................................................. 2

BAB I.Pendahuluan .......................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 3


1.2 Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB II.ISI ........................................................................................................................... 5

2.1 Pengertian Green City ..................................................................................... 5


2.2 Masalahan Perkotaan ..................................................................................... 5
2.3 Konsep Green City dalam mengatasi masalah perkotaan ........................ 6
2.3.1 Green Open Space ........................................................................................ 8
2.3.2 Green community ......................................................................................... 13
2.3.3 Green Waste ................................................................................................. 14
2.3.4 Green Transportation................................................................................... 16
2.3.5 Green Water .................................................................................................. 17
2.3.6 Green Energy ................................................................................................ 18
2.3.7 Green Building .............................................................................................. 18
BAB III.KESIMPULAN ................................................................................................... 20

1
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaannya
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah Seminar program studi perencanaan wilayah dan kota, universitas
samratulangi manado.

Dalam makalah ini kami memberikan pembahasan yang lebih spesifik pada
konsep green city atau kota hijau. Dalam penulisan makalah ini saya
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunannya.

Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik pada teknis


penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari
semua pembaca demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Manado, Oktober 2017

Penyusun

2
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Setiap hari kita tinggal di kota, atau lebih deskriptif, perkotaan. Pada abad
berikutnya akan ada di beberapa negara dimana kurang dari 80 persen
penduduk akan tinggal di perkotaan. Sebagian besar kota-kota di dunia ini bisa
dikatakan membaik kondisinya yaitu menjadi lebih baik bagi warganya dan
sebagian besar kondisi menjadi lebih buruk lagi (terutama di kota-kota Asia
dimana kondisi tidak berarti apa-apa dan tidak bisa ditolerir). Pertumbuhan kota
yang begitu cepat dan berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan
perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial,
dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau.
Konsep kota hijau sebenarnya tidak hanya sekedar menghijaukan kota.
Lebih dari itu, kota hijau dengan yang lebih luas dan komprehensif, yaitu Kota
yang Ramah Lingkungan, antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien
sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi
terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami
dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak
pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan baik secara lingkungan, sosial
dan ekonomi secara seimbang.
Atribut perencanaan dan perancangan kota (Green Planning and Design),
yang bertujuan meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancang kota yang
lebih sensitif terhadap agenda hijau, upaya adaptasi dan mitigasi terhadap
perubahan iklim. Kemudian yaitu pembangunan ruang terbuka hijau (Green
Open Space) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan
karakteristik kota/kabupaten, dengan target RTH 30%. Selanjutnya adalah Green
Community, yaitu pengembangan jaringan kerjasama pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha yang sehat. Kemudian, pengurangan dan pengolahan limbah
dan sampah (Green Waste), dengan menerapkan zero waste. Pengembangan
sistem transportasi berkelanjutan (Green Transportation) yang mendorong warga
untuk menggunakan transportasi publik ramah lingkungan, serta berjalan kaki
dan bersepeda dalam jarak pendek dan peningkatan kualitas air (Green Water)

3
dengan menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Kemudian Green
Energy, yaitu pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan.
Dan yang terakhir adalah Green Building, yaitu penerapan bangunan hijau yang
hemat energi.. Keseluruhan atribut kota hijau tersebut tidak berdiri sendiri, namun
merupakan satu kesatuan yang integral, termasuk dalam kaitannya dengan
pengembangan ekonomi lokal sebagai dampak ikutan dari perwujudan masing-
masing atribut dengan realitas kota yaitu, mobilitas, pola urban, sumber daya,
kesadaran akan alam, tekanan tanah, struktur kota, pola kepemilikan tanah yang
berbeda, pemindahan hak pengembangan, peningkatan kepadatan dan zonasi.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konsep green city

4
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Green City


Pengertian Green City yaitu kota yang didesain dengan
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang
memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air
dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan
pencemaran air, mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati dengan
lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang
tinggal didalamnya maupun bagi para pengunjung kota.

Kota hijau sebenarnya tidak hanya sekedar kota yang hijau dengan cara
menghijaukan namun, harus menangani masalah di perkotaan dengan
melakukan perencanaan kota yang dibutuhkan melalui pendekatan konsep
perencanaan yang berkelanjutan.

2.2 Masalahan Perkotaan


Banyak kemajuan telah dibuat dalam sepuluh tahun terakhir dalam
pengembangan kota untuk menghasilkan bangunan yang berkontribusi terhadap
kota secara keseluruhan, melalui campuran kegunaan, atau ruang terbuka, atau
sistem pejalan kaki atau jadi saya fungsi lainnya. Jonathan Barnett (1974), yang
menjadi Direktur pertama di desain perkotaan telah menjelaskan apa yang
mereka mampu lakukan dalam bukunya Urban Design as Publie Poliey.
Keprihatinan adalah untuk mengembangkan metodologi untuk mengantisipasi
konsekuensi dari pertumbuhan perkotaan dan perubahan dan untuk mengubah
ini untuk efek positif. Dia menerima bahwa bentuk kota tidak disengaja, untuk
tujuan tunggal, terpisah, hubungan antar dan pengaruh yang belum sepenuhnya
dianggap. Ia menyimpulkan itu bahwa jika desainer dapat mempengaruhi bentuk
kota, mereka harus hadir ketika keputusan kritis desain sedang dibuat.

Sebagian besar kota-kota di dunia ini bisa dikatakan membaik kondisinya


yaitu menjadi lebih baik bagi warganya dan sebagian besar kondisi menjadi lebih

5
buruk lagi (terutama di kota-kota Asia dimana kondisi tidak berarti apa-apa dan
tidak bisa ditolerir). Pertumbuhan kota yang begitu cepat dan berimplikasi
terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir,
permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang
terbuka hijau. Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan
degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas
mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang berdampak pada
meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan costly dan
pemborosan. Dari aspek kondisi lingkungan hidup (LH), rendahnya kualitas air
tanah, tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal
yang secara langsung maupun tidak langsung saling keterkaitan.

2.3 Konsep Green City dalam mengatasi masalah perkotaan


Ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah
satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam. Atribut
perencanaan dan perancangan kota (Green Planning and Design), yang
bertujuan meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancang kota yang lebih
sensitif terhadap agenda hijau, upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.
Yang pertama dengan melakukan pembangunan Ruang Terbuka Hijau
(Green Open Space) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH sesuai
dengan karakteristik kota/kabupaten. Ruang Terbuka Hijau yang dimaksudkan
adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.
Yang kedua adalah Green community merupakan strategi yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dari kalangan pemerintah,
kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau.
Green community bertujuan untuk menciptakan pastisipasi stake holder dalam
pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter
dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan
kecil hingga partisipasi aktif dalam program-program kota hijau pemerintah.
Green community merupakan wujud nyata dari partisipasi langsung dan aktif dari
sekelompok warga yang bertempat tinggal untuk hidup lebih sehat dan ramah

6
lingkungan. Sekelompok warga tersebut berkomunitas berdasarkan hobi/minat
yang sama dan memiliki kepedulian pada lingkungan maupun sosial budaya.
Yang ketiga adalah pengurangan dan pengolahan limbah dan sampah
(Green Waste) dengan penerapan prinsip 3R(Reuse, Reduce, dan Recycle) yaitu
mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan
meningkatkan nilai tambah
Yang keempat yaitu green transportation adalah transportasi umum hijau
yang fokus pada pembangunan transportasi massal yang berkualitas. Green
transportation bertujuan untuk meningkatkan penggunaan transportasi massal,
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan infrastruktur jalan yang
mendukung perkembangan transportasi massal, mengurangi emisi kendaraan,
serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna
sepeda.
Yang kelima yaitu peningkatan kualitas air (Green Water) dengan
menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff dengan pengembangan sistem
pengelolaan sumber daya air yang ramah lingkungan, dan pengembangan
sistem pengelolaan sumber daya air yang menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat serta menjamin ketersediaan air sepanjang waktu.
Yang keenam, Green Energy yaitu pemanfaatan sumber energi yang
efisien dan ramah lingkungan dengan penerapan terkait penggunaan energi
yang efektif dan ramah lingkungan dengan indikator penghematan energi,
pembuatan kebijakan penggunaan energi terbarukan serta menyiapkan rencana
pengurangan emisi karbon dari kegiatan perkotaan (industri, transportasi dan
pengolahan limbah).
Dan yang terakhir adalah Green Building, yaitu penerapan bangunan hijau
yang hemat energi terkait dengan bangunan pemukiman yang hemat air dan
energi, serta material bangunan yang ramah lingkungan. Konsep green building
menjadi dasar bagi konsep- konsep kota hijau yang lain, karena konsep gre en
building kaitannya dengan pembangunan perkotaan dengan dilengkapi sistem
yang ramah lingkungan; seperti sistem pengolahan sampah, penyediaan sumur
resapan, pelayanan bagi pengguna jalan dan pengguna kendaraan tidak
bermotor.
Green waste, green water, dan green energy merupakan atribut yang
sering kita sebut sebagai green insfrastructure. Keseluruhan atribut kota hijau
tersebut tidak berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang integral,

7
termasuk dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi lokal sebagai
dampak ikutan dari perwujudan masing-masing atribut dengan realitas kota yaitu,
mobilitas, pola urban, sumber daya, kesadaran akan alam, tekanan tanah,
struktur kota, pola kepemilikan tanah yang berbeda, pemindahan hak
pengembangan, peningkatan kepadatan dan zonasi
Menerapkan konsep Green City pada setiap kota di seluruh negara
merupakan salah satu bentuk pelestarian keseimbangan alam yang paling
mudah dan tepat untuk dilaksanakan. Penerapan konsep kota hijau harus
dilakukan adalah mulai dari sekarang, mulai dari yang terkecil yaitu mulai dari
diri sendiri. Masyarakat merubah perilakunya untuk lebih ramah lingkungan,
hemat energi, tidak konsumtif terhadap energi. Lalu pemerintah daerah
(kabupaten/kota) mendukung terwujudnya kota hijau dengan lewat rencana
program kerja pemerintah daerah tahunan, atau dengan kepandaian/kecerdasan
mereka untuk bisa mengundang masyarakat dan dunia usaha.

Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan


keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat
mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi
udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkugan
lainnya. Kota hijau masa depan (future green cities) dapat terwujud jika kota-kota
yang saat ini tengah kita inisiasi sebagai kota hijau dapat mengakomodasi
prinsip-prinsip kota hijau, contohnya dengan diakomodasinya target pencapaian
RTH sebesar 30%.

2.3.1 Green Open Space


Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20%
publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota,
sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api.
Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.

8
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR
Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin
tersedianya ruang yang cukup bagi:

Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;


Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
Area pengembangan keanekaragaman hayati;
Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
Tempat pemakaman umum;
Pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan
serta kriteria pemanfaatannya;
Area mitigasi/evakuasi bencana; dan
Ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan
perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

Penyediaan RTH memliki tujuan sebagai berikut :

Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air


Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat
Meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana
pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan
bersih.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat


dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti
perlindungan tata air, keseimbangan ekologis. dan konservasi hayati. RTH yang
telah ada baik secara alami ataupun buatan diharapkan dapat menjalankan
empat (4) fungsi sebagai berikut :

1) Fungsi ekologis antara lain : paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sebagai
peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitas satwa,
penyerap polutan dalam udara, air dan tanah, serta penahan angin.

9
2) Fungsi sosial budaya antara lain : menggambarkkan ekspresi budaya
lokal, media komunikasi, dan tempat rekreasi warga.
3) Fungsi ekonomi antara lain : sumber produk yang bisa dijual seperti
tanaman bunga, buah, daun, dan sayur mayur. Beberapa juga berfungsi
sebagai bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-
lain.
4) Fungsi estetika antara lain meningkatkan kenyamanan, memperindah
lingkungan kota baik skala mikro (halaman rumah/lingkungan
pemukiman), maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan);
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan
tidak terbangun.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi dalam kategori sebagai berikut :

Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu


membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, dan buah).
Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, dan pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi
flora dan fauna yang ada (konservasi hayati dan keanekaragaman hayati)

Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:

Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,
kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau
binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur
hijau jalan.
Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan
ekonomi.
Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki
dan struktur ruang perkotaan.
Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.

10
Gambar 2.3.1 Bagan Proporsi Kawasan RTH perkotaan (ilustrasi)

Keterangan :

KDB = Angka yang menyatakan jumlah (persentase) luasan lahan yang boleh
dibangun. Nilai KDB 80% artinya suatu area harus menyediakan RTH sebesar
20% dari total luas lahan yang akan dibangun. Nilai KDB berbeda beda untuk
setiap wilayah tergantung peruntukan lahan dalam rencana tata kota.

Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan yang pertama,


Luas wilayah berupa ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan
RTH privat; proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30%
yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang
terbuka hijau privat; apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang

11
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau
perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya.Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Yang kedua, jumlah penduduk untuk menentukan luas RTH berdasarkan


jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang
dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.

250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT

2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW

30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat


kelurahan

120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat


kecamatan

480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan
pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)

Yang ketiga yaitu, kebutuhan fungsi tertentu pada kategori ini adalah untuk
perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi
kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.

RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa
RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber
air baku/mata air.

Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:

penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah


ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan

12
Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk
RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;

penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh


pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;

tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik


meliputi: perencanaan; pengadaan lahan; perancangan
teknik; pelaksanaan pembangunan RTH; pemanfaatan dan
pemeliharaan.

penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh


masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan
perijinan pembangunan;

pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame


(billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

o mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-


masing daerah;

o tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman


misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan
tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;

o tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;

o memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna


RTH;

o tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis


dan estetis.

2.3.2 Green community


"Komunitas hijau" adalah sebuah pendekatan yang disengaja untuk
pertumbuhan yang berusaha untuk melindungi alam. Ketika masyarakat terus
mengembangkan, tumbuh hijau masyarakat berkomitmen untuk menciptakan

13
sebuah "resep" dari apa yang akan mencakup sebuah komunitas hijau
diantaranya bekerja untuk menciptakan dunia yang berkelanjutan secara
ekologis dengan membantu melestarikan sumber daya, mencegah polusi, dan
melindungi dan meningkatkan proses ekologi alami.

Setiap komunitas hijau lokal direncanakan dan dikelola, dengan yang staf
sendiri, kantor, anggaran, dan Dewan Direksi. Masing-masing independen
dimasukkan. Masing-masing memilih nama sendiri dan menetapkan identitasnya
sendiri. Setiap komunitas hijau mengembangkan sendiri perpaduan program dan
Layanan, berdasarkan kebutuhan lokal, prioritas, peluang, inspirasi, dan inisiatif.
Komunitas hijau yang dibangun pada kemitraan - luas istilah yang mencakup
segalanya dari dukungan moral untuk kontrak hubungan. Dukungan mitra bisa
dalam bentuk tunai dan/atau dalam bentuk kontribusi dari barang dan jasa,
pemasaran, koordinasi dan integrasi layanan, nasihat, dukungan, dan link ke
yang lain mitra. Banyak dan beragam sektor masyarakat-pemerintah, utilitas,
Bisnis, organisasi masyarakat, dan lain-lain, bekerja bersama melalui hijau
komunitas untuk berbagi dan tujuan-tujuan yang saling melengkapi.

Mitra mengintegrasikan sumber daya mereka, keterampilan, pengetahuan,


dan kegiatan melalui masyarakat hijau, menghasilkan efisiensi. Ruang lingkup
dan skala dan menciptakan kendaraan pengiriman lebih efektif dari organisasi
mana pun dapat mengembangkan sendiri.

Komunitas hijau memberikan program lingkungan dan layanan yang nyata


dan insentif untuk perubahan perilaku dan tindakan. Berdasarkan prinsip-prinsip
dan praktek-praktek masyarakat berbasis pemasaran sosial menyediakan
informasi dan saran, keterlibatan, inspirasi, motivasi, kepemimpinan, bantuan,
untuk memfasilitasi aksi serta barang dan jasa dan memberikan program yang
berbeda, yang bergantung pada kebutuhan masyarakat serta keinginan
keterampilan, sumber daya, dan ide-ide.

2.3.3 Green Waste


Green waste merupakan perwujudan konsep zero waste. Rencana
pengembangan zero waste dituangkan dalam pengelolaan air limbah dan
persampahan. Rencana pengelolaan air limbah meliputi sistem pengelolaan air
limbah rumah tangga dan sistem pengeloaan air limbah bukan rumah tangga.

14
Zero waste adalah meminimalisir sisa pembuangan mulai dari tahap awal sampai
berakhirnya suatu proses produksi. Contoh penerapan konsep zero waste ini
yaitu Penangan Sampah 3-R, pemilahan sampah dan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)

Penanganan Sampah 3-R yaitu dengan pemikiran konsep zero waste


adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah
perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan
penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi
volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang
yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Konsep zero
waste yaitu penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), serta prinsip
pengolahan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksud untuk
mengurangi beban pengangkutan (transport cost). Orientasi penanganan
sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi sistem pengolahan
sampah secara terpadu, teknologi pengomposan, daur ulang sampah plastik dan
kertas, teknologi pembakaran sampah dan insenator, teknologi pengolahan
sampah organik menjadi pakan ternak, teknologi tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah, peran serta masyarakat dalam penanganan sampah, pengolahan
sampah kota metropolitan, peluang dan tantangan usaha daur ulang.

Pemilahan Sampah dengan program daur ulang adalah pada pemilahan


awal.Manajemen pemilahan sampah dapat diartikan sebagai suatu proses
kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan
penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan,
pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui
pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga
dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu lingkungan
bebas sampah.

Tempat Pembuangan Akhir, TPA tipe open dumping tidak tepat untuk
dalam perwujudan green city . Oleh sebab itu, secara bertahap semua kota dan
kabupaten harus segera mengubah TPA tipe open dumping menjadi sanitary
landfill . Dianjurkan untuk membuat TPA yang memenuhi kriteria minimum,
seperti adanya zona, blok dan sel, alat berat yang cukup, garasi alat berat,
tempat pencucian alat berat, penjaga, truk, pengolahan sampah, dan
persyaratan lainnya.

15
2.3.4 Green Transportation
Transportasi hijau merupakan konsep turunan dari green city yang
merupakan konsep utama pembangunan. Konsep ini berfokus pada
pembangunan sistem transportasi primoda dan intermoda yang efektif, efisien,
dan ramah lingkungan. Implementasi dari konsep ini berpusat pada perumusan
sistem transportasi berkelanjutan (misal: jalur sepeda, angkutan umum, mobil
ramah lingkungan). Terdapat beberapa indikator pembangunan green
transportation berdasarkan P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau) yaitu
transportasi umum yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan dan
permukiman. dan Penggunaan Kendaraan Bebas Polusi seperti dengan
Mengembangkan sistem transportasi ramah lingkungan yang bersifat antar moda
(jalur sepeda, perahu, mobil, bebas polusi).

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan transportasi


yang berwawasan hijau, yang dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap
bahan bakar fosil yaitu bahan bakar hijau dan kendaraan hijau.

Bahan bakar hijau yang bisa digunakan dalam transportasi meliputi, listrik,
merupakan bahan bakar yang yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang
minim, apalagi bila menggunakan sumber dari tenaga air, angin, sel surya
ataupun nuklir. Listrik ideal digunakan untuk transportasi yang melalui jalur tetap
seperti Bus Listrik, Kereta rel listrik (KRL), tetapi selain itu saat ini sudah
diperkenalkan mobil/motor yang digerakkan dengan listrik yang disimpan dalam
batere. Bahan bakar nabati, merupakan bahan bakar yang diolah dari bahan-
bahan nabati, dapat diperoleh dari Minyak Nabati, ataupun alkohol, ataupun
dalam bentuk padat. Minyak nabati seperti minyak jarak, minyak kelapa sawit
digunakan untuk campuran minyak diesel yang diberi nama BioDiesel, sedang
alkohol yang berasal dari hidrat arang dari tetes tebu ataupun lainnya
dicampurkan ke bahan bakar premium/pertamax yang diberi nama BioPertamax
di Indonesia.

Sel bahan bakar, merupakan konsep baru yang dikembangkan dimana


prosesnya adalah penggunaan gas H2 yang direaksikan dengan O2 yang
menghasilkan air dan listrik, listrik yang dihasilkan digunakan untuk
menggerakkan kendaraan. Selain gas H2 juga bisa digunakan gas methan.
Permasalahan yang ditemukan pada kendaraan yang berbahan bakar H2 adalah
belum adanya jaringan stasiun pengisian bahan bakar gas hidrogen. Bahan

16
bakar gas, dapat berupa LPG (liquefied Petroleum Gas) ataupun CNG
(Compressed Natural Gas) yang saat ini sudah digunakan untuk angkutan bus
TransJakarta di Jakarta, sumber gasnya terdapat dibeberapa daerah di
Indonesia yang ditransportasi melalui pipa dan tangki bertekanan.

Kendaraan Hijau dimana Kendaraan yang ramah lingkungan seperti mobil


listrik, kendaraan hibrida yang merupakan gabungan antara mesin mobil
konvensional yang menggerakkan generator yang mengisi baterai dan
kendaraannya sendiri dijalankan dengan motor listrik. Salah satu permasalahan
yang dihadapi adalah harga kendaraan yang relatif mahal, sehingga di banyak
negara diberikan berbagai insentip bila menggunakannya diantaranya penurunan
bea masuk, pajak kendaraan bermotor yang lebih rendah, pembebasan
pembayaran retribusi pengendalian lalu lintas (London).

2.3.5 Green Water


Konsep perencanaan green water yang berdasarkan P2KH, meliputi
pemenuhan 3 aspek terkait kondisi ketersediaan sumber airnya, yaitu:

Kualitas air : pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air yang


ramah lingkungan
Kuantitas air : pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air yang
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat
Kontiunitas air : menjamin ketersediaan air sepanjang waktu

Salah satu atribut dalam mewujudkan kota hijau atau kota berkelanjutan
adalah peningkatan kualitas air (green water) dengan menerapkan konsep
ekodrainase dan zero runoff . Ekodrainase adalah bagian dari pendukung
terwujudnya green infrastructure kota dalam menangani masalah
banjir/genangan air perkotaan (Yusliana, 2013). Ekodrainase atau drainase
berkelanjutan adalah upaya dalam mewujudkan pengelolaan air yang
berwawasan lingkungan dengan memperhatikan konservasi lingkungan. Konsep
sistem drainase berkelanjutan memiliki prioritas utama kegiatan harus ditujukan
untuk mendukung infarsatruktur hijau (green infrastruktur) sebagai fasilitas
pengelola limpasan permukaan dengan cara menahan air hujan. Ekodrainase

17
juga merupakan infrastruktur yang digunakan dalam mengatasi dampak dari
adanya degradasi lingkungan.

2.3.6 Green Energy


Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah
suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi dan
tenaga yang ramah terhadap lingkungan. Khususnya, istilah ini merujuk ke
sumber-sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak mencemari lingkungan.
Selain air, sinar matahari dan angin terdapat pula energi yang berasal dari
makhluk hidup. Termasuk dalam kategori yang terakhir sering disebut juga
sebagai biomassa, yang sebagai salah satu contohnya adalah minyak jelantah.

Penerapan konsep green energy pada perencanaan kota hijau yaitu terkait
penggunaan energi yang efektif dan ramah lingkungan. Dengan indikator :

Efisiensi energi : penghematan energi


Energi terbarukan : pembuatan kebijakan penggunaan energi
terbarukan
Perubahan iklim : menyiapkan rencana pengurangan emisi karbon
dari kegiatan perkotaan (industri, transportasi dan pengolahan
limbah)

2.3.7 Green Building


Konsep Green Building adalah natural building, yang biasanya pada skala
yang lebih kecil dan cenderung untuk berfokus pada penggunaan material-
material yang digunakan yaitu material-material yang tersedia secara lokal.
Konsep ini ada untuk dapat memenuhi kebutuhan generasi-generasi berikutnya
mulai dari sekarang.

Konsep green building ini berupa pemaksimalan fungsi bangunan dalam


beberapa aspek, yaitu Efisiensi Desain Struktur, Efisiensi Energi, Efisiensi Air,
dan Efisiensi Material.

Efisiensi Desain Struktur, Tujuan utamanya adalah merencanakan


bangungan yang memiliki konsep green building adalah untuk meminimalkan
dampak yang akan disebabkan dalam bangunan tersebut baik itu selama
pelaksanaan dan selama penggunaan. Perencanaan bangunan gedung yang
tidak efisien dalam struktur juga memberikan efek buruk terhadap lingkungan,

18
yaitu pemakaian bahan bangunan yang sangat banyak sehingga terjadi
pemborosan.
Efisiensi Energi, Green Building sering mencakup langkah-langkah untuk
mengurangi konsumsi energi baik energi yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari, seperti kondisi bangunan yang segi mudahnya angin dan sinar
matahari yang mudah masuk kedalam banguna, selain itu selain segi
operasional, segi pelaksanaan juga harus diperhatikan.
Efisiensi Air, Konsep green building juga memperhatikan mengenai
penggunaan air. Sekarang, banyak konsep desain rumah yang mengabaikan
tentang penggunaan air. Mostly, rumah-rumah mengandalkan penggunaan air
tanah yang berasal dari sumur dangkal ataupun dalam tanpa memberikan
maasukan tambahan air kepada tanah yang berakibat turunnya permukaan air
tanah dan turunnya permukaan tanah permukaan. Kurangnya kesadaran
masyarakat untuk membuat penyimpanan atau memberikan asupan air kepada
tanah di lingkungan yang ada disekitarnya.
Efisiensi Material, Selain struktur, segi arsitektural juga diperhatikan seperti
penggunaan dinding yang terlalu tebal, penggunaan material yang berat yang
memberikan efek pada kekuatan struktur yang lebih dll. Sehingga semakin
banyak material yang digunakan maka akan memberikan efek kepada
pengeluaran dana, impact terhadap lingkungan, pengeluaran energi dalam
konstruksi, dll.

19
BAB III

KESIMPULAN

Konsep Green City atau Kota Hijau tidak hanya sekedar menghijaukan
tetapi mendesain kota dengan konsep mempertimbangkan dampak terhadap
lingkungan, dengan atribut perencaan dan perancangan seperti Green Open
Space, Green Community, Green Waste, Green Transportation, Green Water,
Green Energy, Green Building

20

Anda mungkin juga menyukai