Tirani Matahari Terbit , istilah tirani digunakan untuk menggmbarkan tindakan otoriter dan
kekejaman jepang. Istilah Matahari Terbit digunakan untuk penamaan untuk tentara jepang, sebab
posisi Negara jepang jika dilihat dari Indonesia , terletak di arah timur atau sama dengan arah saat
matahari terbit. Sehingga Negara jepang disebut Negara Matahari Terbit.
Pada masing-masing wilayah tersebut dipimpin oleh kepala staf tentara/armada sebagai
seorang gubernur militer (gunseikan). Kantornya disebut Gunseikanbu. Banyak orang Indonesia
yang diangkat menjadi pegawai pemerintah untuk mengisi tempat yang ditinggalkan oleh pejabat-
pejabat Belanda, baik karena ditawan atau melarikan diri. Kebanyakan dari pejabat baru adalah
berkebangsaan Jepang. Sedangkan bangsa Indonesia yang menjadi pejabat baru bangsa, umumnya
mantan guru, termasuk guru agama Islam. Bahkan Jepang pernah mengangkat seorang kyai
tradisional dari pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi, yaitu Kyai Haji Ajengan Ahmad Sanusi
sebagai wakil residen Bogor. Menurut sejarawan Harry J. Benda, hal itu merupakan satu fenomena
yang menarik, yang belum pernah terjadi sebelumnya, seorang pribumi menduduki jabatan lebih
tinggi dari jabatan bupati (Benda 1980). Hal ini menunjukkan bahwa Jepang mempunyai harapan
khusus terhadap para ulama Islam, terutama dalam memobilisasi masyarakat Indonesia, yang
4. Pemerintahan Sipil
Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal
masa Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Sementara
status pegawai dan pemerintahan sipil masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asal
memiliki kesetiaan terhadap Jepang. Status badan pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap
diakui sah untuk sementara, asal tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara Jepang.
Kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang politik dan birokrasi dampak yang dirasakan bangsa
Indonesia antara lain terjadinya perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi
mobilitas sosial vertikal (pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam masyarakat Indonesia.
Sisi positif yang dapat Anda ketahui, bangsa Indonesia mendapat pelajaran berharga sebagai
jawaban cara mengatur pemerintahan, karena adanya kesempatan yang diberikan pemerintah
Jepang untuk menduduki jabatan penting seperti Gubernur, dan wakil Gubernur, Residen, Kepala
Polisi.
a. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942 dan diketuai oleh Mr. Syamsuddin.
Gerakan Tiga A terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin
Asia. Tujuan gerakan ini adalah untuk menghimpun potensi bangsa guna kemakmuran bersama.
Ternyata Gerakan Tiga A tidak berumur lama karena dirasa kurang efektif oleh Jepang sehingga
dibubarkan, sebagai gantinya dibentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat).
b. Putera
2. Organisasi-organisasi Semimiliter
Pada bulan Januari 1942 Jepang
menduduki Malaysia, Sumatera, Jawa, dan
Sulawesi. Malaysia pada waktu itu dikuasai
Sekutu berhasil direbut Jepang. Pada tanggal 24
Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan,
Balikpapan, dan Kendari. Balikpapan merupakan
sumber-sumber minyak maka diserang dengan
hati-hati agar tetap utuh, tetapi dibumihanguskan
oleh tentara Belanda. Tanggal 3 Februari 1942 Samarinda diduduki pasukan Jepang. Pada waktu itu
Samarinda masih dikuasai tentara Hindia Belanda (KNIL). Dengan direbutnya lapangan terbang
oleh Jepang, maka tanggal 10 Februari 1942 Banjarmasin dengan mudah dapat diduduki. Pada
tanggal 4 Februari 1942 Ambon berhasil diduduki Jepang, kemudian dilanjutkan pada tanggal 14
Februari 1942 menguasai Palembang dan sekitarnya. Dengan jatuhnya Palembang maka dengan
mudah Jepang masuk ke Jawa. Dalam penyerbuan-penyerbuan itu Jepang lebih kuat dibanding
Rizal Bahroni | Sejarah Indonesia "Tirani Matahari Terbit" 9
Sekutu karena Jepang memiliki bantuan kekuatan udara taktis. Sedangkan kekuatan udara Sekutu
sudah dihancurkan dalam pertempuran-pertempuran awal di Indonesia maupun Malaya (Malaysia).
Berikut ini Organisasi Organisasi Semi Militer Bentukan Jepang:
3. Organisasi Militer
Pada bulan Januari 1942 Jepang menduduki Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.
Malaysia pada waktu itu dikuasai Sekutu berhasil direbut Jepang. Pada tanggal 24 Januari 1942
Jepang menduduki Tarakan, Balikpapan, dan Kendari. Balikpapan merupakan sumber-sumber
minyak maka diserang dengan hati-hati agar tetap utuh, tetapi dibumihanguskan oleh tentara
Belanda. Tanggal 3 Februari 1942 Samarinda diduduki pasukan Jepang. Pada waktu itu Samarinda
masih dikuasai tentara Hindia Belanda (KNIL). Dengan direbutnya lapangan terbang oleh Jepang,
maka tanggal 10 Februari 1942 Banjarmasin dengan mudah dapat diduduki. Pada tanggal 4 Februari
1942 Ambon berhasil diduduki Jepang, kemudian dilanjutkan pada tanggal 14 Februari 1942
menguasai Palembang dan sekitarnya. Dengan jatuhnya Palembang maka dengan mudah Jepang
masuk ke Jawa. Dalam penyerbuan-penyerbuan itu Jepang lebih kuat dibanding Sekutu karena
Jepang memiliki bantuan kekuatan udara taktis. Sedangkan kekuatan udara Sekutu sudah
a. Heiho
Heiho merupakan pasukan bentukan tentara Jepang pada masa Perang Dunia II. Pasukan ini
dibentuk berdasarkan instruksi Bagian Angkatan Darat Markas Besar Umum Kemaharajaan Jepang
pada tanggal 2 September 1942 dan mulai merekrut anggotanya pada tanggal 22 April 1943.
Heiho merupakan organisasi militer resmi yang dibentuk pada bulan April 1945. Anggotanya adalah
para pemuda yang berusia 18 25 tahun. Heiho merupakan barisan pembantu kesatuan angkatan
perang dan dimasukkan sebagai bagian dari ketentaraan Jepang. Heiho dijadikan sebagai tenaga
kasar yang dibutuhkan dalam peperangan misalnya memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke
atas truk, serta pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai berakhirnya masa pendudukan Jepang jumlah
anggota Heiho mencapai 42.000 orang. Prajurit Heiho juga dikirim ke luar negeri untuk
menghadapi pasukan Sekutu antara lain ke Malaya (Malaysia), Birma (Myanmar), dan Kepulauan
Salomon. Heiho dibubarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) setelah Jepang
menyerah kepada Sekutu.
b. Peta
PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul Gotot Mangkupraja kepada Letjend.
Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16). PETA di Sumatera dikenal dengan Gyugun.
Pembentukan PETA ini berbeda dengan organisasi lain bentukan Jepang. Anggota PETA terdiri atas
orang Indonesia yang mendapat pendidikan militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah
air Indonesia. PETA merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA. Jabatan
komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan ada pelatih dan penasihat
Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot
Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani. Pergerakan massa rakyat dalam organisasi-organisasi di atas
telah mendorong rakyat memiliki keberanian, sikap mental untuk menentang penjajah, pemahaman
terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang mengarah pada terbentuknya nasionalisme.
1. Ekonomi Perang
Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya
ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan dari
Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan
ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang dilakukan
Jepang adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan
komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang,
seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, telekomunikasi
dan lainlain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam melakukan serangan ke luar negaranya
tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan ekonomi pemerintah pendudukan Jepang
diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang dianggap
sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi kepentingan perang diganti dengan
tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman jarak untuk pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara konsekuen dalam
wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan
autarki (berdiri di atas kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah
Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem desentralisasi maka
Jawa merupakan bagian daripada Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya mempunyai dua tugas, yakni:
memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,
mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia
dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang. Bahan
makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan
prajurit Jepang seharihari, bahkan juga untuk
3. Pengerahan Romusa
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani,
dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-
orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10
juta. Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat antara lain
supaya dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi tenaga sukarela, melalui kerja sama
dengan bupati, wedana, camat dan kepala desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela di
perusahaan-perusahaan bala tentara Jepang. Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang
disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja
paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha
dilakukan oleh perangkat desa dengan cara
medatangi keluarga-keluarga yang memiliki
tenaga potensial untuk dijadikan romusha.
Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan
dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada
dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan
kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat
pengerahan.
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha
mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut
karena memang tidak ada perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa
dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8
Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga
manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas
kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan
pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal
Rizal Bahroni | Sejarah Indonesia "Tirani Matahari Terbit" 16
kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya
murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak pengeluaran biaya baik untuk makan
maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena
di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka
Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya
beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban moral.
Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit.
Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi
kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan
telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati. Sebagai mana alam
pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu
menang perang.
Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan
untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan
lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik
kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di
Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula
dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal.
Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha menanam sayuran dan
palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha itu sendiri. Pada umumnya mereka
diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang
padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya
tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar
dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda intik kemakmuran bersama Asia Timur
Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja ditempat-tempat
dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang
romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar di
bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke
stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang
Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60 tahun,
sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda. Lama-kelamaan karena
kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara, pengerahan tenaga yang bersifat
sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan romusha secara
2. Janji Kemerdekaan
Pertahanan Jepang sudah rapuh dan
bayangan kekalahan pun sudah semakin nyata di
depan mata. Tetapi walaupun dalam keadaan
begitu,Jepang masih tetap berusaha menarik
simpati bangsa Indonesia ,yaitu dengan
"menjanjikan kemerdekaan di kemudian hari".
Pada tanggal 17 September 1944 di dalam sidang istimewa Parlemen Jepang di Tokyo,seorang
Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Indonesia diperkenankan merdeka dikelak
kemudian hari. Menghadapi situasi yang gawat demikian, melalui pimpinan Jendral Kumakici
Harada berusaha meyakinkan bangsa Indonesia tentang janji kemerdekaan itu.
Pada akhirnya pada tanggal 1 maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut "Dokuritsu
Junbi Cosakai". Yang mana tujuan dibentuknya BPUPKI ialah untuk mempelajari dan menyelidiki
hal-hal penting yang berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pembentukan Negara
Indonesia Merdeka. Ketua BPUPKI ini yaitu dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dibantu
oleh dua orang ketua muda, yaitu seorang Jepang yang menjabat sebagai Syucokan Cirebon
bernama Icibangase dan R.P Suroso sebagai kepala secretariat dengan dibantu oleh Toyohito
Masuda dan Mr. A.G.Pringgodigdo. Anggota BPUPKI 60 orang ditambah 7 orang Jepang tanpa hak
4. K.H.Wahid Hasyim
5. Mr. Mohammad Yamin,
6. H. Agus Salim,
7. Ahmad Soebardjo,
8. Abikoesno Tjokrosoejoso.
9. A.A. Maramis,
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mulai bersidang di Gedung Jawa Hokokai
Jakarta. Rapat tersebut tidak hanya dihadiri oleh Panitia Sembilan tetapi anggota BPUPKI yang
lainpun turut hadir sehingga jumlah peserta sidang mencapai 38 orang. Adapun tujuannya adalah
untuk merumuskan dasar negara Indonesia dengan bahan-bahan yang telah disampaikan oleh Mr.
Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Panitia sembilan berhasil menetapkan suatu
rumusan yang dinamakan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)