Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA

Disusun oleh:

dr. Aditya Ovia Putri

Pendamping:

dr. Moh. Saifur Rohman

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIDERES

MAJALENGKA

2017

0
1

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 KETERANGAN UMUM

Nama : Tn. RK

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun

Alamat : Kadipaten, Majalengka

Pekerjaan : Sudah tidak bekerja

Status Marital : Menikah

Masuk Rumah Sakit : 22 Agustus 2017, pukul 07.00 WIB

1.2 ANAMNESIS

Keluhan utama: sulit buang air kecil

Anamesa khusus:

Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan sulit buang air kecil dengan nyeri

perut bawah. Setiap kali buang air kecil, pasien memerlukan waktu lama untuk mulai

buang air kecil, harus mengedan untuk buang air kecil, buang air kecil menetes dan

setelah buang air kecil terasa tidak lampias. Kencing berwarna merah (-), kencing

berpasir (-), nanah (-), nyeri pinggang (-), demam (-). Pasien sudah dipasang selang

kateter 2 minggu yang lalu di IGD RSUD Cideres dan keluhan berkurang. Hingga

sekarang kateter masih terpasang.


2

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi,

penyakit kencing manis, penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit asma dan alergi

obat disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit

Keadaan sakit : Sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 kali per menit, regular, equal, isi cukup

Pernafasan : 20 kali permenit

Suhu : 36,8C

Pemeriksaan Organ

Kepala

Normocephal, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas (-)

Mata

Pupil bulat isokor diameter 2 mm/2 mm, reflex cahaya +/+


3

Edema palpebral -/-, Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Hidung

Deformitas (-), epistaksis (-), sekret (-)

Telinga

Deformitas (-), secret (-)

Mulut

Sianosis (-), Pembesaran tonsil (-), faring hiperemis (-), gusi berdarah (-)

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Pembesaran KGB (-)

Peningkatan JVP (-)

Thorax

Pulmo

Inspeksi : simetris kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : VF +/+ kanan=kiri

Perkusi : sonor kanan=kiri

Auskultasi : VBS kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis setinggi ICS V LMC sinistra

Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan LPS dextra, batas kiri LMC sinistra
4

Auskultasi : BJ I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, retraksi (-), spider nevi (-), caput medusa (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Perkusi : tympani, shifting dullness (-)

Palpasi : lembut, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Digital Rectal Examination/ Rectal Touche:

Sekitar anus: tidak tampak hemorrhoid, Tonus sfingter ani: cukup, Mukosa

rectum: licin, tak teraba massa, Ampula: tidak kolaps.

Kelenjar prostat : terdapat benjolan pada arah jam 12 dengan pembesaran

dari arah jam 11 dan jam 1, konsistensi prostat kenyal padat, lobus kanan

kiri simetris, sulcus medianus tidak teraba, pool atas tidak teraba, nodul (-)

Handscoon : darah (-), fecal material (+)

Ekstemitas

Edema (-), akral hangat, pucat (-), CRT < 2 detik

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah rutin dan kimia:


5

Hb : 12,5 g/dL

Leukosit : 7.500/mm3

Trombosit : 317.000/mm3

GDS : 83

Kreatinin : 0.9

SGPT : 26

Pemeriksaan Urin Rutin


Warna : kuning jernih
Albumin :-
Reduksi urin : -
Bilirubin :-
Urobilinogen : -
Keton :-
Nitrat :-
BJ urin : 1,005
Pemeriksaan Sedimen urin
Eritrosit : 0-1/lpb
Leukosit : 0-5/lpb
Epitel : 3-5
Kristal :-
Silinder :-
Bakteri :-
Foto Thorax dan EKG: dalam batas normal

USG Tractus Urinarius dan Prostat

Ginjal kanan : ukuran normal, parenkim normal, PCS tak melebar, batu (-)
6

Ginjal kiri : ukuran normal, parenkim normal, PCS tak melebar, gambaran

hiperekoik.

Vesika urinaria : dinding tak menebal, batu (-)

Prostat: membesar volume 84 cm3 ecchhoparenkim homogen, tidak tampak

kalsifikasi/massa

Kesan : pembesaran kelenjar prostat

1.5 DIAGNOSIS

Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

1.6 PENATALAKSANAAN

IVFD RL 1500 cc/24 jam

Futrolit 500 cc/24 jam

Cefobactam 2x1 gr iv (ST)

Ketorolac 2x1 iv

Ranitidin 2x1 iv

Rencana operatif: open prostatectomy

1.7 PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid

terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars

prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan

kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan

lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan

ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.

Gambar 2.1. Anatomi Prostat


8

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam

stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen

dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis

dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur

dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan

keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat

berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris

sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.

Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.

Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat

ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal


9

Batas-batas prostat adalah:

a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,

otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

b. Batas inferior: apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma

urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

c. Anterior: permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,

dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada

cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan

dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.

Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi

vascia pelvis.

d. Posterior: permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan

anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia

Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung

bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah

menuju corpus perinealis.

e. Lateral: permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator

ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius

menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars

prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus, yaitu: lobus medius, lobus lateralis (2 lobus),

lobus anterior, lobus posterior. Lima zona pada kelenjar prostat, yaitu:
10

a) Zona Anterior atau Ventral.

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b) Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak.

c) Zona Sentralis

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Peripheral zone

Transition zone

Urethra

Gambar 2.3 Posisi Zona Perifer dan Transisional

d) Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%

tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi

benign prostatic hyperpiasia (BPH).


11

e) Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri

vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam

kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam

lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus

sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh

limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan

mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan

nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan

membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut

saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak

di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak

mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh

darah.

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari

vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi

sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan

enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain

dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

Kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
12

cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.

Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan

pemberian Stilbestrol.

2.2 Definisi Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya

timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. BPH adalah

penyakit prostat jinak akibat hiperplasia dan hipertrofi stroma fibromuskuler dan

elemen kelenjar pada zona transisi prostat.

Gambar 2.4 Prostat normal dan Prostat yang membesar

2.3 Etiologi BPH

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat

erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak

adalah: (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-


13

testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya

kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.

Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting

pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel

prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah

terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA

pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi

pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh

berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim

5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini

menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih

banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: testosterone relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya

proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat

terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
14

keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan

testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang

lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator

(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan

estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta

mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya

proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.

2.4 Patofisiologi BPH

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini

sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat

hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan

bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu

m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang

memacu pertumbuhan kelenjar prostat.


15

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.

Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna

melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan

anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,

sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien

dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract

symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,

hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
16

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 2.5 Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

2.5 Diagnosis BPH

2.5.1 Anamnesis dan Gejala Klinis

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Obstruksi Iritasi

Hesitansi Frekuensi

Pancaran miksi lemah Nokturi

Intermitensi Urgensi

Miksi tidak puas Disuria

Menetes setelah miksi

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia


17

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk

mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)

sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin

akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain:

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/

infeksi prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot

detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic )

Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor

ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20)

Gejala pada saluran kemih bagian atas merupakan penyulit dari hiperplasi prostat,

berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang

(hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)

2.5.2 Pemeriksaan fisik:

a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis

akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang

merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.

b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan:


18

1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-

bulineurogenik

2) mukosa rectum

3) keadaan prostat antara lain:

Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar

lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna

menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus

kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal

pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan

transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses

prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul

dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang BPH

Pemeriksaan laboratorium:

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran

kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

b. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

c. Faal ginjal
19

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian

atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis

pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.

d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat

Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di

prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun

kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 2.6 Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis BPH

Radiologi pada Benigna Prostat Hiperplasia:

a. Foto polos
20

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu atau

kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh

terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine

b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)

TRUS merupakan tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe

dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema

pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar

tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak

memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum

biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong

jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama

dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal

ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume

prostat, caranya antara lain:

- Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area

horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

- Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi

(H/height),lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus :

(HxWxL).

c. Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan

urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
21

dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah

cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat

bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk

menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

d. Ultrasonografi trans abdominal

- Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran

bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer.

Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas

yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical

capsule.

- USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis

ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 2.7 Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 2.8 Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


22

Pemeriksaan lain:

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: 1)

Residual urin: Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG

setelah miksi. 2) Pancaran urin/flow rate: dengan menghitung jumlah urine dibagi

dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang

menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH.

Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat

peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal

di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum

menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai

200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil

segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 2.9 Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


23

Keterangan:

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari

15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.

Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat

waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin

residunya 100 mL.

2.6 Diagnosa banding BPH

Diagnosa banding BPH


Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla
spinalis, kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Gejala obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia
24

2.7 Komplikasi BPH

Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi

kandung kemih, nyeri suprapubik

Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak

nyeri

Infeksi traktus urinaria

Batu buli

Hematuri

Inkontinensia-urgensi

Hidroureter

Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

2.8 Penatalaksanaan

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-

kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan

terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan

terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin

parah.

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)

meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
25

urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah

dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal

Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka TUMT

waiting adrenergik TUBD

Penghambat Endourologi Stent uretra

reduktese TUNA

Fisioterapi 1. TURP

Hormonal 2. TUIP

3. TULP

Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna


26

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala Retensi urinaria+gejala yang


AUA berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Gejala ringan Gejala sedang Infeksi saluran urinaria
(AUA7)/ berulang
tdk ada /berat Insufisiensi renal
gejala Tes(AUA8)
diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia


27

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala Efek samping


BPH
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
inhibitors Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
heat Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%
Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia

a. Watchful waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,

yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak

mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin
28

dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol

setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi

buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan

kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya

apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu

dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi

bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistansi

otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan

obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi

volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.

Penghambat reseptor adrenergik

Bertujuan untuk mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih,

yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh

pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala,

kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk

tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua


29

seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan

meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam

beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 2.10 Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

Penghambat 5 reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron

(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel

prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi

sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung

pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran

prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan. Contoh obat penghambat 5 reduktase


30

berdasarkan tipenya: 1) Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI. 2)

Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki

gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang

kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai

sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja

sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding

globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal

growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti

inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat.

Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum,

Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan

1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang

menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan

jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave

thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro

melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111

derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama


31

prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan

secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan

menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave

tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi,

tegang, dan intermitensi.

Gambar 2.11 Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui

transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan

BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui

jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra

dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan

mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan

dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).


32

Gambar 2.12 Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air.

Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan

dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam

uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer

mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat

sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat.

Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang

hancur keluar melalui urin

4) Intra-Prostatic Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena

pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di

sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen

uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari

bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang
33

permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau

titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan

keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di

daerah penis.

Gambar 2.13 Intra-Prostatic Stent

d. Bedah

1) Operasi transurethral

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan

anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui

uretra. Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP)

digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH.

Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The

resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu,

katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong

jaringan dan segel pembuluh darah. Cairan irigan yang dipakai adalah aquades.
34

kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk

melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala

intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien

yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat

bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan

jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP

operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam

dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan

dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik. Selama operasi 90-menit, ahli

bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk menghilangkan jaringan

obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa

oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi.

Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan

memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang

mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi

ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks

bukannya keluar uretra.

Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut


Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
35

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur

ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung

kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada

hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius

dan pada pasen yang umurnya masih muda.

2) Open surgery

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat

digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar

(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan

perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan

suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit

yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%),

ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan

gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu

yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih

sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap

tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk

pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak

menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
36

langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah

daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan

cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang

berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat

dan menyebabkan penyusutan.

Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi

laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat

untuk menghancurkannya.

Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).

PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara

sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik

dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat

vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan

perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada

prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu

operasi yang lebih lama.

e. Kontrol berkala

Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah

terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6


37

Pengobatan penghambat 5-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan

pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor

miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.


38

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of Alpha
Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010

3. Gardjito W.Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994; 4: 18-


26

4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in


patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad. Med.
Singapore ; 39

5. Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi 3.


Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai