Anda di halaman 1dari 25

askep inkontinensia urine

Senin, 16 November 2015


askep inkontinensia urine

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Penulisan Kasus
Ibu T umur 67 tahun berkunjung ke puskesmas diantar oleh keluarganya dengan
keluhan ingin buang air kecil (BAK) terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke
toilet. Ibu T mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Ia juga mengatakan
lecet-lecet pada kulit disekitar paha dan bokong. Klien mengatakan malu apabila keluar
rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya menyengat, sehingga lebih sering
berdiam diri dirumah. Hasil pengkajian TD: 160/90mmHg, N: 90x/menit, RR: 18x/menit,
dan S: 370C. pengkajian skala Norton dengan skor 14, serta penilaian MMSE
menunjukkan kerusakan aspek fungsi mental ringan. Ibu T direncanakan untuk Terapi
Latihan Senam Kegel.
B. Daftar Kata Sulit
1. Skala Norton
2. Penilaian MMSE
3. Senam kegel
C. Daftar Pertanyaan
1. Mengapa klien inkontinensia urin selalu mengeluh BAK secara terus-menerus?
2. Mengapa klien yang selalu BAK secara terus-menerus mengalami luka lecet-lecet
disekitar paha dan bokong?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan aspek mental ringan pada klien
inkontinensia urin?
4. Cara mengetahui sehingga skala Norton biasa mencapai 14?
5. Apa itu penilaian MMSE?
D. Jawaban Kata Sulit
1. Skala Norton
Untuk mengetahui adanya penyakit inkontinensia urin baik yang ringan, sedang
maupun yang berat.
2. Penilaian MMSE
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah tes yang berlansung hanya sekitar
10 menit, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan seseorang, termasuk
elemen-elemen seperti bahasa, memori, dan kalkulasi.
3. Senam Kegel
Yaitu senam yang berfungsi untuk memperkuat otot-otot vagina, guna untuk
mencegah terjadinya inkontinensia urin.
E. Jawaban Pertanyaan
1. Mengapa klien inkontinensia urin selalu mengeluh BAK secara terus-menerus?
Karena tejadi kelemahan pada otot-otot vagina, melemahnya otot dasar panggul
akibat kehamilan berkali-kali dan kebiasaan mengejan yang salah. Selain itu, adanya
kontraksi/ gerakan abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung
kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab lain
terjadinya inkontinensia urine yaitu akibat terkait dengan gangguan disaluran kandung
kemih bagian bawah.
2. Mengapa klien yang selalu BAK secara terus-menerus mengalami luka lecet-lecet
disekitar paha dan bokong?
Karena tidak terkontrolnya kandung kemih dalam memproduksi urine secara
normal sehingga menyebabkan klien kencing terus-menerus, sehingga menyebabkan
pakaian yang digunakan oleh klien basah, sehingga menyebabkan gesekan pada
pangkal paha dan bokong sehingga menimbulkan bakteri pada pakaian dalam klien.
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan aspek mental ringan pada klien
inkontonensia urine?
Karena tidak terkontrolnya urine yang diproduksi sehingga klien sering BAK
sehingga menyebabkan klien merasa lebih baik menyendiri, selain itu akibat urin yang
dikeluarkan sangat menyengat, yang klien merasa tidak ingin membuat orang
disekitarnya merasa terganggu.
4. Cara mengetahui sehingga skala Norton bisa mencapai 14?
Dengan skala Norton 14 ini menyimpulkan bahwa klien masih dikategorikan
dalam resiko terjadinya dekubitus.
Adapun cara menghitung skala Norton yaitu:
No. Keadaan Pasien Skor
1 Kondisi Fisik Umum
Baik 4
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat Buruk 1
2 Kesadaran
Composmentis 4
Apatis 3
Konfus/ Sopor 2
Stupor/ Koma 1
3 Aktivitas
Ambulan 4
Ambulan Dengan Bantuan 3
Hanya Bisa Duduk 2
Tiduran 1
4 Mobilitas
Bergerak Bebas 4
Sedikit Terbatas 3
Sangat Terbatas 2
Tidak Bisa Bergerak 1
5 Inkontinensia
Tidak Ada 4
Kadang-Kadang 3
Sering Inkontinensia Urine 2
Inkontinensia Alvi Dan Urine 1
Kategori skor:
16-20 : kecil sekali/ tidak terjadi resiko dekubitus
12-15 : kemungkinan kecil terjadi resiko dekubitus
<12: besar terjadi
5. Apa itu penilaian MMSE?
Yaitu Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan instrument pengkajian
sederhana yang digunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam berfikir
atau menguji aspek-aspek kognitif apakah ada perbaikan atau semakin buruk.
Cara menggunakan MMSE yaitu:
Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimum
Orientasi
5 5 (Tahun) (Musim) (Tanggal) (Hari) (Bulan apa sekarang)?
5 5 Dimana kita: (Negara bagian 0 (Wilayah) Kota) (Rumah sakit)
(Lantai)?
Registrasi

3 3 Sebutkan Nama 3 Objek: 1 detik untuk mengatakan masing-


masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan Kalkulasi

5 2 Seri 7s 1 poin untuk setiap kebenaran


Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja kata ke belakang
Mengingat

3 3 Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas


Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 9 Nama Pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi (1 poin)

Nilai Total
BAB II
HASIL
A. KONSEP MEDIK
1. Defenisi
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social dan higienis pendeitanya (FKUI, 2006).
Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi
keluarnya urin tak terkendali yg dpt didemonstrasikan secara obyektif dan menimbulkan
gangguan hygiene dan social.
Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah
yang cukup banyak. Sehingga dapat dianggap masalah bagi seseorang.
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia
urine merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien
geriatri.
Inkontinensia urine adalah ketidakampuan mengendalikan evakuasi urine. (kamus
keperawatan).
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 30% usialanjut di
masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30%
saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat
dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat
proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut
merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak
menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua.

2. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas
beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu :
a. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)
Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup.
Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau
melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk. Gerakan
semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di
dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine.
Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan.
Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut
wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan
setiap hari merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini.
Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan
kandung kemih. Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat
dilihat dinding depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan
Marshall Marchetti. Penderita diminta untuk berkemih di WC sampai habis. Dalam
posisi ginekologis dimasukan kateter ke dalam kandung kemih. Ditentukan jumlah urine
yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung kemih dengan air sampai
penderita merasaingin berkemih. Dengan demikian ditentukan kapasitas kandung
kemih. Normalnya seharusnya 400-450 ml. Kemudian dicoba menirukan stres yang
mengakibatkan pengeluaran urine dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi
berbaringt idakterjadi pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri
dengantungkai dijauhkan satu sama lain.
Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini.
Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan
vagina kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang.
Penderita diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini
menunjukkan penderita akan dapatdisembuhkan dengan operasi kelainan yang
dideritanya. Pemeriksaan ini dapat ditambah dengan sistometri,sistoskopi serta
kalibrasi pada uretra untuk menyingkirkan kemungkinan stenosis.
Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut terbelakang
vesikouretra membesar sampai 1800 atau lebih. Normalnya sudut ini sekitar 1200.
Gambaran ini menegaskan adanya sistokel pada pemeriksaan badan.
Diagnosis dengan pengobatan inkontinensia pada wanita merupakan masalah
interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan keputusan yang tepat
setidak-tidaknya sama penting seperti mutu pengobatan. Sering terdapat kelainan
ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan diagnostik yang tepat ditegakkan dari
kerjasama yang baik antara urolog dan ginekolog.
Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan 3-4 pembalut
sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi dan senam untuk otot-
otot dasar panggul. Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif.
Dikenal berbagai teknik bedah yang semuanya dapat memberikan perbaikan 80-90
kasus. Semua bentuk operasi ini berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik
dinding vagina ke arah ventral untuk menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut
vesiko-uretral menjadi 1200 seperti semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan
dinding vagina pada periosteum tulang pubis (teknikMarshall-Marchetti); dengan
mengikatkan dinding vagina lebih lateral pada lig. Pouparti (teknikBurch); atau dengan
bedah sling, menarik uretra ke atas memakai selembar fasia atau bahan yang tidak
dapat diresorpsi serta diikatkan pada fasia abdominalis.
Biasanya keluhan stres dan desakan bercampur aduk. Dalam keadaan seperti ini,
sangat penting diagnostik yang cermat yang juga meliputi sistometri dan pengukuran
aliran. Apabila inkontinensia desakan dengan atau tanpa pembentukan sisa urine
diobati dengan salah satu bedah plastik suspensi di atas, maka pola keluhan semula
dapat lebih mengikat.
Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa
urine segera dalam fase pasca bedah. Biasanya masalah ini bersifat sementara dan
dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten, dengan karakter yang ditinggalkan atau
lebih baik dengan drainase kandung kemih suprapubik. Hal ini memungkinkan
pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain biasanya berasal
dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine, infeksi
saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis pada operasi Marshall-
Marchetti-Krantz merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
b. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)
Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkan
dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya terjadi akibat
kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar
secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan
keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil.Biasanya kontraksinya disertai
dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan
nokturnal enuresis.
Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada
sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia
karena mekanisme distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan
kontraksi yang tidak stabil. Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena
detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi
sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering
dihubungkan dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan
infeksi pada vagina dan serviks. Burnett, menyebutkan penyebabnya adalah tumor
pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan pada
sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis interstisial.
Pengobatan ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi motorik lebih sering
dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik.
Pemeriksaan urodinamik yang diperlukan yaitu sistometrik.
c. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)
Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika tekanan
intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi kandung
kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang
lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih
dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat
uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal
dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit
serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula
spinalis.
Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda,
tergantung pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan
uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral
medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra
dihubungkan dengan pusat miksi.
Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme
penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari pusat yang lebih
atas di dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih
atas ini, sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra,
sehingga rasa ingin miksi disadari.
Refleks miksi juga dipengaruhi melalui pleksus pelvikus oleh persarafan simpatis
dari ganglion. Pada lesi, terjadi dua jenis gangguan fungsi kandung kemih yaitu:
1) Lesi Nuklear (tipe LMN)
Pada lesi di pusat sakral yang menyebabkan rusaknya lengkung refleks terjadi
kelumpuhan flasid pada kandung kemih dan dasar panggul. Sehingga miksi
sebenarnya lenyap.

2) Lesi Supranuklear (Tipe UMN)


Lesi terjadi di atas pusat sakral, dengan pusat miksi sakral dan lengkung refleks
yang tetap utuh, maka hilangnya pengaruh pusat yang lebih atas terhadap pusat miksi.
Miksi sakral menghilangkan kesadaran atas keadaan kandung kemih. Terjadi refleks
kontraksi kandung kemih yang terarah kepada miksi yang otomatis tetapi tidak efisien
karena tidak ada koordinasi dari pusat yang lebih atas. Sering kontraksi otot dasar
panggul bersamaan waktunya dengan otot kandung kemih sehingga miksi yang baik
terhalang. Juga kontraksi otot kandung kemih tidak lengkap sehingga kandung kemih
benar-benar dapat dikosongkan.
Terdapat beberapa macam tes untuk memeriksa aktivitas refleks pada segmen
sakral medulla spinalis. Bila ada aktifitas sakral, mungkin lesi jenis supranuklear.
a. Refleks anus
Kulit di dekat anus dirangsang dengan sebuah jarum. Kontraksi pada sfingter anus
bagian luar membuktikan bahwa refleksini ada. Jari yang dimasukan di dalam rektum
merasakan bahwa sfinger anus menegang.
b. Refleks bulbokavernosus
Sewaktu klitoris dipijit pada pemeriksaan rektal terjadi kontraksi otot bulbo dan
iskiokavernosus.
c. Refleks ketok abdomen
Ketokan pada dinding perut diatas simfisis menyebabkan tegangnya sfingter ani.
Ini dapat diraba dengan jari didalam rektrum.
3) Tes air es
Kandung kemih dikosongkan dengan kateter, lalu diisi 60-90 ml air es. Jika dalam
waktu satu menit kateter beserta air es tertekan keluar lagi, terbukti adanya gangguan
fungi kandung kemih jenis supranuklear.

d. Fistula urine
Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung pada waktu
tindakan operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi, dekapitasi, atau
ekstraksi dengan cunam. Dapat juga timbul beberapa hari sesudah partus lama, yang
disebabkan karena tekanan kepala janin terlalu lama pada jaringan jalan lahir di tulang
pubis dan simfisis, sehingga menimbulkan iskemia dan kematian jaringan di jalan lahir.
Operasi ginekologis seperti histerektomi abdominal dan vaginal, operasi plastik
pervaginam, operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya dapat
menimbulkan fistula traumatik. Tes sederhana untuk membantu diagnosis ialah dengan
memasukan metilen biru 30 ml kedalam rongga vesika. Akan tampak metilen biru
keluar dari fistula ke dalam vagina.
Untuk memperbaiki fistula vesikovaginalis umumnya dilakukan operasi melalui
vagina (transvaginal), karena lebih mudah dan komplikasi kecil. Bila ditemukan fistula
yang terjadi pasca persalinan atau beberapa hari pascah bedah, maka penanganannya
harus ditunda tiga bulan.Bila jaringan sekitar fistula sudah tenang dan normal kembali
operasi baru dapat dilakukan.
3. Etiologi
a. Persalinan pervaginan
Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat
regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine.
b. Proses menua
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50
tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih
(uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Semakin tua seseorang
semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
c. Gangguan urologi (peningkatan pada produksi urine (DM))

d. Infeksi saluran kemih


Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
saluran kemih bisa menyebabkan inkontinensia urine.
4. Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis
juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang
paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih
disacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di
medulla spinalis (Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih
yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar
panggul (Guyton, 1995).
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih
berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang
timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan
karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan
kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi
uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia
(Setiati, 2001).
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut Uliyah
(2008) yaitu:
a. Ketidaknyamanan daerah pubis.
b. Distensi vesika urinaria.
c. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
d. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml).
e. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
f. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih.
g. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
6. Komplikasi
a. Meningkatkan efek samping dari penggunaan obat-obatan.
b. Meningkatkan peluang infeksi karena pajanan urin terus-menerus.
c. Komplikasi bedah seperti perdarahan, kerusakan sekitar pembuluh darah dan nervus.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
b. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu
bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.
c. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
d. Urografi ekskretorik
Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika
pasien berkemih. Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi
struktur dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
e. Kateterisasi residu pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan jumlah
urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.
8. Penatalaksanaan
Latihan otot-otot dasar panggul Latihan penyesuaian berkemih Obat-obatan untuk
merelaksasi kandung kemih dan estrogen Tindakan pembedahan memperkuat muara
kandung kemih.
a. Inkontinensia urgensi
1) Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya.
2) Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
3) Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik
yang menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.
4) Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
5) Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.
b. Inkontensia overflow
1) Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin secara menetap.
2) Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.
c. Inkontinensia tipe fungsional
1) Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih.
2) Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya.
3) Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih.
4) Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny. T
Umur : 67 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnose Medis : Inkontinensia Urine
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh buang air kecil secara terus-menerus dan tidak terkontrol.
c. Riwayat Psikososial
Klien mengalami kemunduran mental untuk berinteraksi dengan sekitarnya akibat dari
penyakitnya tersebut, sehingga menyebabkan klien lebih memilih berdiam diri dirumah.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Klien nampak lecet-lecet di darah paha dan bokong, dan tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinesia.
b. Pemeriksaan Sistem
1) B1 (breathing) : Normal
2) B2 (blood) : klien mengalami peningkatan tekanan darah yaitu 160/90
mmHg.
3) B3 (brain) : composmentis
4) B4 (bladder) :
Kebersihan : negative
Urine :
Warna : kuning pekat
Bau : menyengat

BAB III
BAGAN/ SKEMA

Volume daya tampung membesar

Hambatan interaksi social


Kelembapan pada kulit paha dan bokong
Spingter internal menutup
Spingter eksternal relaksasi
Urine masuk ke uretra posterior
Isi kandungan kemih keluar
Terjadi pengisian kandung kemih

Penurunan system perekemihan


Otot ditrusi relaksasi

Distrimulasi lewat serabut refleks eferen

Intenkonensia Urin
Pengeluaran urin yang sering
Adanya gesekan pada paha dan bokong
Perasaan malu
Terjadi lecet-lecet pada kult

Gangguan intergritas kulit

Resiko infeksi
KLASIFIKASI DATA

Data Subyek Data Obyek


1. Ibu T mengatakan kencing lebih dari 101. Klien nampak berdiam diri dirumah.
kali dalam sehari. 2. Nampak kemerahan pada kulit sekitar
2. Ibu T mengatakan lecet-lecet pada kulit paha dan bokong.
disekitar paha dan bokong. 3. Ibu T direncanakan untuk Terapi Latihan
3. Klien mengatakan malu apabila keluar Senam Kegel.
rumah karena mengompol dan bau air4. TTV:
kencingnya yang menyengat. TD : 160/90mmHg
N : 90x/menit
RR: 18x/menit
S : 37oC
5. Pengkajian skala Norton dengan skor
14.
6. Penilaian MMSE menunnjukkan
kerusakan aspek fungsi mental ringan.

ANALISA DATA

No. Klasifikasi Data Etiologi Problem


DS
1. : - Klien mengeluh ingin buamg Penurunan system perkemihan Inkontinensia urine
air kecil (BAK) terus menerus fungsional
dan tidak bias ditahan Terjadi pengisihan kandung
sampai ke toilet. kemih

DO: - Ibu T direncanakan untuk Otot distruksi relaksasi


terapi latihan senam kegel.
- TTV: Volume daya tamping membesar
TD: 160/90mmHg
N : 90x/menit Distrimulasi lewat serabut refleks
S : 37oC eferen
R : 18x/menit
Spingter eksterernal relaksasi

Isi kandung kemih keluar

Inkontinensia urine
2. DS: Ibu T mengatakan lecet-lecet Pengeluaran urine yang sering Kerusakan
pada kulit paha dan bokong. integritas kulit

DO: Skala Norton dengan skala Kulit menjadi lembab


14.

Adanya gesekan

Terjadi lecet-lecet pada kulit

Kerusakan integritas kulit


3. DS: Klien mengatakan malu Pengeluaran urine yang sering Hambatan interaksi
apabila keluar rumah karena sosial
mengopol dan bau air
kencingnya yang Perasaan malu
menyengatsehingga sering
diam diri dirumah.
Hambatan interaksi sosial

DO: Penilaian MMSE


menunjukkan kerusakan
fungsi mental ringan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia urine fungsional berhubungan dengan kelemahan otot pelvis di tandai
dengan:
DS:Klien mengeluh ingin buang air kecil (BAK) terus menerus dan tidak bias ditahan sampai

ke toilet.

DO: Ibu T direncanakan untuk terapi latihan senam kegel.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gesekan di tandai dengan:

DS: Klien mengatakan malu keluar rumah karena mengopol dan bau air kencingnya yang

menyengat sehingga sering diam diri dirumah.

DO: Nampak kemerahan pada kulit sekitar paha dan bokong.

3. Hambatan interaksi social berhubungan dengan perasaan malu di tandai dengan:

DS: Klien mengatakan malu apabila keluar rumah karena sering mengompol dan bau air

kencingnya yang menyengat.

DO: - Penilaian MMSE menunjukkan kerusakan fungsi mental ringan.


- Klien nampak berdiam diri dirumah.

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnose keperawatan Noc Nic


1. Inkontinensia urin Perawatan diri: eliminasi 1. Pantau eliminasi urine.
fungsional b/d kelemahan (toileting) 2. Ajarkan pasien tentang
otot pelvis. Ditandai Kontinensia urin tanda dan gejala infeksi
dengan: Eliminasi urin saluran kemih.
DS:Klien mengeluh ingin buang Kriteria Hasil: 3. Ajarkan pasien untuk
Mengidentifikasi segera berespon terhadap
air kecil (BAK) terus
keinginan berkemih. keinginan berkemih.
menerus dan tidak bias
Berespon tepat waktu 4. Kolaborasi untuk
ditahan sampai ke toilet. terhadap dorongan pemberian terapi untuk
berkemih. bantuan ketangkasan
DO: Ibu T direncanakan untuk
Mencapai toilet antara manual.
terapi latihan senam kegel.
waktu dorongan 5. Senam kegel.
berkemih dan
pengeluaran urin.
Melakukan eliminasi
secara mandiri.
Mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.
2. Kerusakan integritas kulit Tissue integrity: skin and1. Kaji kelembapan kulit.
b/d adanya gesekan. mucous membranes. 2. Bersihkan kulit saat
Ditandai dengan: Hemodyalis akses. terkena kotoran.
DS: Klien mengatakan malu Kriteria Hasil: 3. Minimalkan pajanan kulit
Integritas kulit yang baik terhadap kelembapan.
keluar rumah karena
bisa dipertahankan 4. Kolaborasi dengan tim
mengopol dan bau air
(sensasi, elastisitas, medis untuk pemberian
kencingnya yang temperatur, hidrasi, obat-obatan.
pegmentasi).
menyengat sehingga sering
Tidak ada luka/lesi pada
diam diri dirumah.
kulit.
DO: Nampak kemerahan pada Perfusi jaringan baik.
Mampu melindungi kulit
kulit sekitar paha dan
dan memperatahankan
bokong.
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3. Hambatan interaksi social Self esteem, situational. 1. Yakinkan apakah konseling
b/d gangguan konsep diri. Communication impaired dilakukan dan atau perlu
Ditandai dengan: verbal. diversi urinaria, diskusikan
DS: Klien mengatakan malu Kriteria Hasil: pada saat pertama.
Lingkungan yang suportif2. Dorong pasien / orang
apabila keluar rumah
yang bercirikan terdekat untuk mengatakan
karena sering mengompol
hubungan dan tujuan perasaan.
dan bau air kencingnya anggota keluarga. 3. Perhatikan perilaku
Menggunakan aktivitas menarik diri, peningkatan
yang menyengat.
yang menenangkan, ketergantungan,
DO: - Penilaian MMSE
menarik, dan manipulasi atau tidak
menunjukkan kerusakan
menyenangkan untuk terlibat pada asuhan.
fungsi mental ringan.
meningkatkan 4. Berikan kesempatan pada
- Klien nampak berdiam diri
kesejahteraan interaksi klien untuk menerima
dirumah.
sosial dengan orang, keadaannya melalui
kelompok, atau partisipasi dalam
organisasi. perawatan diri.
Memahami dampak dari
perilaku diri pada
interaksi sosial.
Mendapatkan/
meningkatkan
keterampilan interaksi
sosial, kerjasama,
ketulusan dan saling
memahami.
DAFTAR PUSTAKA

Candrasi, Erika. 2012. Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine. Melalui:


http://erikacandra.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-inkontinensia-urine.html.
Sabtu, 09 may 2015
Gustomoridho. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan Pada Lansia
(Inkontinensia Urine). Melalui: https://gustomoridho.wordpress.com/2012/05/25/askep-
inkintinensia-urin/. Unduh 25 may 2012. Akses 09 may 2015
Hidayah, Nur. 2012. Kuliah Askep Inkontinensia Urine. Melalui:
http://askephidayah.blogspot.com/2012/09/inkontinensia-urine.html. Unduh minggu, 16
september 2012. Akses 09 may 2015
Wilkinson, Judith M. dan nancy R. ahern. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.

EGC

Husain Safaruni di 15.59


Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web

Mengenai Saya
Husain Safaruni
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
v

Anda mungkin juga menyukai