KASUS BEDAH
Abdominal Pain Suspek Periapendicular Infiltrat
Pembimbing:
Oleh:
RSUD RA BASOENI
Pemerintah Kabupaten Mojokerto
2017
LEMBAR PENGESAHAN
2
KASUS
3
PRESENTASI KASUS TUGAS PORTOFOLIO
I. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Laki-laki, 60 tahun datang ke IGD dengan nyeri perut kanan bawah sejak
1 minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari sebelum masuk RS perut
kanan bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut tidak hilang timbul dan
tidak membesar. Keluhan tersebut disertai demam, mual, muntah (1x) dan buang
air kecil jarang sejak 2 hari yang lalu. Riwayat trauma pada perut disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
d. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya membeli untuk mengurangi rasa nyeri di apotik.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat anggota keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pedagang
4
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap, kimia klinik (GDS, SGOT, SGPT)
Kimia Klinik
SGOT 71 U/l 25 U/l
SGPT 117 U/l 29 U/l
BUN/ Urea 40 mg/dL 10 50 mg/dL
Kreatinin serum 0,9 mg/dL 0,6 1,5 mg/dL
Asam urat 7,2 mg/dL 3,4 7 mg/dL
GDS 115 mg/dL 140 5
b. Urin Lengkap
Urine Lengkap
Bilirubin Negatif
Albumin Positif (+)
Reduksi Negatif
Urobilin Negatif
Sedimen
Leukosit 35
Eritrosit 01
Sel epitel 7 10
Silinder Bakteri (+)
c. EKG
d. RO Thorax
6
Kesan :
- Tak tampak batu radioopaque di sepanjang traktus urinarius
- Spondylosis Lumbalis
V. PENATALAKSANAAN AWAL
a. Terapi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 3x1 gr iv
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Inj. Antrain 3x1
b. Monitoring
Tanda-tanda vital
Gejala klinis
VI. FOLLOW UP
a. Tanggal 16 September 2017
1) Subjektif
Nyeri perut kanan bawah (+), mual (-),
2) Obyektif
TD : 110/70 Nadi: 90 RR: 20 S: 37,0
Mata: ca -/-, si -/-
Thoraks :
Cor dalam batas normal
Pulmo : Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kiri > kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+ , rh +/+ wh -/-
Abdomen :
7
Inspeksi : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
Palpasi : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter 10 cm,
konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri
tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan
lepas (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Turgor 1-2 detik.
3) Assesment
Apendisitis akut dd Periapendikular Infiltrat
4) Plan
USG Abdomen
Konsul dr Djoko Sp.B (Onk)
Advice :
- Rencana operasi hari senin (18/09/2017)
- Infus RL : D5% 2:1
- Inj. Ezox 3x1 ampul
- Inf. Metronidazol 3x500 mg
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul
- Inj. Antrain 3x1 ampul (kalau perlu)
Konsul dr Triwut Sp.PD : ACC Operasi
8
Perkusi : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
Palpasi : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter 10 cm,
konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri
tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan
lepas (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+).
3) Assesment
Periapendicular Infiltrat
4) Plan
Konsul dr. Diana Sp.An, Advice :
- Puasa 6 jam sebelum operasi
- Sebelum ke ruang operasi :
Inj. Ondansentron 8 mg
Inj. Ranitidin 50 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
Terapi lain lanjut
9
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
10
VIII. PEMBAHASAN
A. Definisi
Periapendikular infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya
pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses
peradangan akut yang belum tertangani secara adekuat.4
Periapendisitis infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular.4
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang
dan tebal untuk membungkus proses radang. 1
Gambar: Appendicitis
11
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm
(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum.Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens.
Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.Persarafan parasimpatis
berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.Pendarahan
apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan
mengalami gangren.
Apendiks terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar merupakan lapisan
serosa, yang merupakan bagian dari peritoneum; lapisan muskularis, yang tidak tegas
dan dapat hilang di beberapa lokasi tertentu; lapisan submukosa dan
mukosa.Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.Hambatan aliran
12
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
appendicitis.Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA.Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfosit disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh (Wibisono, 2014).
Lokasi appendix terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di bawah
ileocaecal junction. Appendix sendiri memiliki mesenterium yang mengelilinginya, yang
disebut mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior mesenterium yang mengelilingi
ileum terminalis. Posisi terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal, namun demikian
ada variasi dari lokasi appendix ini. 65% dari posisi appendix terletak intraperitoneal
sementara sisanya retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala yang
akan muncul saat terjadi peradangan.
C. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan
cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi
2,3
penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat
dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus
13
apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan
sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya
apendisits akut. 4
14
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. 5
Ketika obstruksi lumen terus berlanjut, maka tekanan intra lumen juga akan terus
meningkat, hal ini menyebabkan tidak hanya obstruksi vena yang terjadi akibat penekanan,
namun juga menyebabkan obstruksi arteri appendicular karena edema dan tekana intra lumen
yang terus meningkat mendesak dan menekan sistem arteri. Karena sistem arteri yang
mendarahi appendix tidak memiliki sistem kolateral, maka akan terjadi iskemia jaringan,
yang bila berlanjut akan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan dan gangren, hal ini
dikenal sebagai appendicitis gangrenous, di mana appendix yang sudah dalam keadaan
seperti ini sangat mudah mengalami perforasi yang dapat menyebabkan perluasan infeksi ke
peritoneum (akibatnya terjadilah peritonitis). Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi. 5
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup appendix dengan omentum, dan usus halus,
sehingga terbentuk massa periappendikuler yang dikenal dengan istilah appendicitis infiltrat.
Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Namun, jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler
akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 5
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. 5
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
15
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita
harus benar-benar istirahat (bedrest). 7
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 4
E. Manifestasi Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala
klasik appendicitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium, di sekitar
umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual dan muntah,
dan pada umumnya nafsu makan menurun / anorexia. Kemudian dalam beberapa jam (4 6
jam), nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik McBurney (Migratory pain). Di
titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Terkadang appendicitis juga disertai dengan low-grade fever sekitar 37,5 -38,5 0C.
Biasanya urutan gejala juga berpengaruh, di mana pada 95% kasus urutannya adalah sebagai
berikut : Anorexia ==> Abd. pain ==> Vomiting / muntah, walaupun demikian urutan gejala
ini bukanlah patokan untuk penegakan diagnosa.5
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
appendicitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendix ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak appendix retrocaecal retroperitoneal, yaitu di belakang caecum (terlindung
oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri
ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila appendix terletak di rongga pelvis :
Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum
akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila appendix terletak di dekat
atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih,
karena rangsangannya dindingnya.4
16
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
17
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
regio lumbal kanan. 4
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
1) Nyeri/Sakit perut
Keluhan utama pada pasien apendistis akut ialah nyeri perut.
Gambaran klinisnya yang umum ialah nyeri perut dibagian tengah
yang seiring waktu berpindah ke daerah fosa iliaka kanan. Gambaran
klasik ini pertama kali dideskripsikan oleh Murphy namun hanya
terjadi pada setengah kasus apendistis akut. 4 Khasnya, nyeri awalnya
muncul disekitar umbilikus dan semakin lama semakin meningkat
intensitasnya selama 24 jam pertama. Nyeri kemudian berpindah dan
menetap di fosa iliaka kanan.
Nyeri yang pertama kali dirasakan pasien merupakan nyeri alih
akibat inervasi visceral dari usus tengah (midgut). Nyeri ini terjadi
karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh
perut (tidak pin-point). Selain itu nyeri juga timbul oleh karena
kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena
tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan. Nyeri visceral
ini merupakan nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang
dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat.
Nyeri yang terlokalisir kemudian disebabkan oleh peradangan
(>6 jam) dan iritasi langsung peritoneum parietalis akibat proses
peradangan lebih lanjut. Biasanya penderita dapat menunjukkan letak
nyeri, karena bersifat somatik. Nyeri ini memiliki sifat nyeri yang
lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun
berjalan kaki. 1,4
2) Mual dan muntah
Muntah terjadi akibat rangsangan terhadap nervus vagus
(Nervus X). Anoreksia, nausea, dan vomitus biasanya muncul beberapa
jam setelah nyeri abdomen. Anoreksia hampir selalu dijumpai pada
pasien dengan apendisitis akut sehingga sangat penting ditanyakan
18
pada anamnesis. Meskipun demikian ketiadaan anoreksia tidak
menyingkirkan diagnosis apendisitis. Hampir 75% penderita disertai
dengan muntah, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan
muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah yang berat mungkin
menandakan onset awal peritonitis generalisata akibat perforasi
apendiks. Sebaliknya muntah jarang dijumpai pada apendiks
nonperforasi. 4
3) Obstipasi
Obstipasi biasanya terjadi karena penderita takut mengejan.
Keluhan obstipasi biasanya muncul sebelum rasa nyeri dan beberapa
penderita sebaliknya dapat mengalami diare. Diare biasanya timbul
pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
4) Demam (infeksi akut)
Keluhan demam biasanya muncul apabila appendicitis disertai
komplikasi. Gejalanya adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu
suhu antara 37,5-38,5 0C. Demam tinggi biasanya dijumpai pada kasus
apendisitis yang diduga telah terjadi perforasi.
a) Perforasi : Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri
bertambah dasyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata
38,3 0C). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan tanda khas
kemungkinan sudah terjadi perforasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa
atau abses appendikuler yang besar.
Palpasi
Beberapa tanda penting yang dapat ditemukan saat melakukan palpasi
pada pemeriksaan abdomen kuadran kanan bawah :1,4,6
a. Nyeri tekan Mc.Burney : Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.
b. Nyeri lepas : Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri
yang terjadi akibat rangsangan pada peritoneum.
c. Defans muskuler : Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh
lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietalis. Rangsangan ini kemudian menyebabkan rangsangan pada
muskulus rektus abdominis sehinggga otot ini mengalami kontraksi.
d. Rovsing sign : Penekanan perut sebelah kiri akan menyebabkan nyeri
sebelah kanan. Hal ini disebabkan karena tekanan tersebut menyebabkan
organ dalam terdorong kearah kanan dan memberikan tekanan pada
apendiks yang meradang.
e. Blumberg Sign : nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan.
f. Dunphy's sign : Nyeri bertambah saat batuk.
g. Kocher/Kosher's sign : Didapati saat anamnesis, nyeri muncul pertama
kali di regio epigastrium atau di sekitar lambung, kemudian menjalar
berpindah ke regio iliaka dextra.
h. Psoas sign: tanda ini biasanya ditemukan pada apendiks yang terletak
20
retrosekal. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan m. psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks. Ada 2 cara memeriksa :
Aktif: Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulatio coxaekanan dan nyeri dirasakan di
perut kanan bawah.
Pasif: Pasien berbaring pada posisi lateral dekubitus kiri kemudian
pemeriksa melakukan ekstensi pasif paha kanan sambil menahan
pinggul kanan penderita (tanda bintang).
i. Obturator Sign: Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam, terjadi
karena peradangan appendiks menyentuh m.Obturator Internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa
apendiks terletak pada rongga pelvis.
Auskultasi
Peristaltik biasanya normal, peristaltik yang menghilang akan
ditemukan pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat perforasi
apendiks. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi
peristaltik usus.
Pemeriksaan Colok Dubur / Rectal Touche
Pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis, untuk menentukan letak
apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada
appendicitis pelvika. 1,3
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya
pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pemeriksaan urin bisa
dilakukan untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis. 9
Pemeriksaan Radiologi
Abdominal X-Ray :
21
Pada appendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak
banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen
sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks .
Ultrasonography :
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG. Pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya :
1. Adanya struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar
caecum.
2. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan.
3. Diameter luar appendix lebih dari 6 mm.
4. Adanya gambaran target
5. Adanya appendicolith / fecalith.
6. Adanya timbunan cairan periappendicular
7. Tampak lemak pericaecal echogenic prominent.
CT Scan :
Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran
dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan
inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding,
phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy. CT-Scan
22
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96
97%, serta akurasi 94 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks
dengan abses atau flegmon.7
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Apendisitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Apendiks
dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang
akut.
Manifestasi Skor
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Total poin 10
Keterangan:
14 : observasi
7 10 : operasi dini
23
24
G. Diagnosa Banding
a) Diagnosis Banding Apendissitis Akut:
- Gastroenteritis
Ditandai dengan mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit.
Sakitperut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis akut
- Limfadenitis mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
- Demam dengue
Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil
positif untuk rumple leed, trombositopenia dan hematokrit yang
meningkat
- Pelvic Inflammatory Disease
Seperti salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya diserai
keputihan dan infeksi urin.
- Gangguan alat reproduksi perempuan
Folikel de Graaf yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklis menstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
- Kehamilan ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yangtidak
jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa
terjadi syok hipovolemik.
- Divertikulitis Meckel
Gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering
dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut
sehinggadiperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
- Ulkus peptikum perforasi
Sangat mirip dengan appendisitis jika isi gastroduodenum mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan sekum, karena dapat menyebabkan
inflamasi appendix juga.
- Ureterolithiasis
25
Jika diperkirakan berada dekat appendiks dapat menyerupai
appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis,
dengan hematuria dan demam atau leukositosis.
26
Gambar . Berbagai Penyebab Nyeri RLQ
H. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara
klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-
rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses
yang jelas batasnya. 10
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah
ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat
mudah didrainase. 10
27
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu
dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks.
Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,
dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 4
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 9
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-
lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 9
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 4
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :
28
Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
Diet lunak bubur saring
Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian,
dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan
apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan
tindakan bedah.4,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.
Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda.
Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus
dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase. 7
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 7
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:
29
Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat:
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula.
Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
Bila LED telah menurun kurang dari 40
Tidak didapatkan leukositosis
Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan.
Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase. 7
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. 4
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
30
Suhu tubuh naik tinggi sekali
Nadi semakin cepat
Defance muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
Pelvic Abscess
Subphrenic absess
31
Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma
an Enigma Electronic Publication.
3. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
4. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
5. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
6. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
7. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
UNAIR. Surabaya.
8. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
Center, Temple, Texas. http://www.aafg.org
9. Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body.
www.Bartleby.com
10. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
11. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 044547.June
2004. www.digestive.niddk.nih.gov
33