Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Peran

Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status seseorang

melaksanakan hak dan kewajiban, berarti telah menjalankan suatu peran.

Peran adalah proses dinamiss kedudukan (status) apabila seseorang


melaksanakan hak dan kewajibanya sesuai dengan kedudukanya, dia
menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan
peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak
dapat dipisahkan karena satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya. (Soekanto, 2009: 212-213)

Kita selalu menulis kata peran tetapi kadang kita sulit mengartikan dan

definisi peran tersebut. Peran biasa juga disandingkan dengan fungsi. Peran

dan status tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peran tanpa kedudukan atau

status, begitu pula tidak ada status tanpa peran. Setiap orang mempunyai

bermacam-macam peran yang dijalankan dalam pergaulan hidupnya di

masyarakat. Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi

masyarakat. Peran juga menentukan kesempatan-kesempatan yang diberikan

oleh masyarakat kepadanya.

Peran lebih menunjukkan pada fungsi penyesuaian diri, dan sebagai

sebuah proses.

Menurut (Soekanto, 2009: 243),

Peran yang dimiliki oleh seseorang mencakup tiga hal antara lain :
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
seseorang di dalam masyarakat. Jadi, peran di sini bisa berarti peraturan
yang membimbing seseorang dalam masyarakat.
2. Peran adalah sesuatu yang dilakukan seseorang dalam masyarakat.
3. Peran juga merupakan perilaku seseorang yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.

10
11

2.2 Kebijakan Publik

Menurut Thomas R. Dye (Solichin Abdul Wahab, 2011: 4): Analisis

kebijakan adalah untuk mengetahui What Goverments do, why they do it,

and what difference it makes. Selanjutnya dikatakan, bahwa pandangan

Dye tentang analisis kebijakan ini pada akhirnya akan bermuara pada hal

pendeskripsian dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat dari

tindakan/perbuatan pemerintah. Pendapat lain mengatakan, bahwa

Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk


tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu
yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002).

Hakim (2003) mengatakan, bahwa :

Studi Kebijakan Publik mempelajari keputusan-keputusan pemerintah


dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian publik. Berbagai
masalah yang dihadapi Pemerintah sebagian disebabkan karena kegagalan
birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan
publik.

E.S. Quade (William N. Dun, 2003:98) mengatakan, bahwa analisis

kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan

informasi sedemukian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para

pembuat kebijakan dalam membuat keputusan Selanjutnya dalam

halaman yang berbeda, yang menyadur pendapat Thomas R Dye (William

N. Dun, 2003: 109-110) mengatakan bahwa kebijakaan sebagai sebuah

sistem, mencakup hubungan timbal-balik di antara tiga unsur, yakni:

kebijakan publik (public Policy), pelaku kebijakan (Policy Stakeholders),

dan lingkungan kebijakan (policy environment).


12

Kebijakan pemerintah sebagai komitmen untuk mewujudkan

penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia, dapat ditandai dengan

lahirnya Undang-undang sebagai berikut:

1. UU No. 4 tahun 1997 pasal 5 tentang pernyandang anak cacat

2. UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49 tentang perlindungan anak

3. UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1 sampai dengan 4 tentang system

pendidikan Nasional.

4. Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,

Kemendiknas No. 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003.

5. Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif

6. PP No. 17 tahun 2010 pasal 127 sampai dengan 142,

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

2.3 Pengertian Pendidikan

Pengertian Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli :

Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia):

Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah

tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,


13

pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-

anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Ahmad D. Marimba: Pengertian pendidikan menurut Ahmad D.

Marimba adalah bimbingan atau bimbingan secara sadar oleh pendidik

terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya

keperibadian yang utama.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan berdasarkan

UU No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara.

2.3.1 Karakteristik kebijakan pendidikan

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:

1. Memiliki tujuan pendidikan, Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan,

namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang

jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.

2. Memenuhi aspek legal-formal, Kebijakan pendidikan tentunya akan

diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus

dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku

untuk sebuah wilayah.


14

3. Memiliki konsep operasional, Kebijakan pendidikan sebagai sebuah

panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat

operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan

untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

4. Dibuat oleh yang berwenang, Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh

para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak

sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar

pendidikan.

5. Dapat dievaluasi, Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari

keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka

dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan,

maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki

karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah

dan efektif.

6. Memiliki sistematika, Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah

sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas

menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun

dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar

kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh

strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan

satu sama lainnya.

Pendidikan sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal

maupun pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan yang khususnya akan


15

membahas materi mengenai Layana Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

yaitu Prinsip-prinsip layanan ABK, Pendekatan Layanan, dan Layanan

Pendidikan Anak Berkelainan Fisik. Oleh karena itu setiap orang wajib

mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah diatur

dalam UU Pasal 32 tentang pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1)

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki

tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karenakelainan fisik,

emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa. Ayat (2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan

bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat

yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan

tidak mampu dari segi ekonomi.

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

a. Pasal 48 : Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar

minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.

b. Pasal 49 : Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk

memperoleh pendidikan.

c. Pasal 50 : Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan

pada:

(1) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak,

bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka

yang optimal, (2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia


16

dan kebebasan asasi, (3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang

tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai

nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan

peradabanperadaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri; (4)

Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; (5)

Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.

d. Pasal 51 : Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan

kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan

biasa dan pendidikan luar biasa.

e. Pasal 52 : Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan

aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

f. Pasal 53 : (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya

pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi

anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang

bertempat tinggal di daerah terpencil; (2) Pertanggungjawaban

pemerintah sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula

mendorong masyarakat untuk berperan aktif; (3) UU No. 4 1997

tentang Penyandang Cacat; (4) Deklarasi Bandung (Nasional)

Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif tahun 2004..

2.4 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara

signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-


17

intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/

perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga

mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang


tergolong cacat atau yang menyandang ketentuan, dan juga anak lantib
dan berbakat. Dalam perkembanganya saat ini konsep ketunaan berubah
menjadi berkelainan atau luar biasa. Ketunaan berbeda dengan konsep
berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan kecacatan,
sedangkan konsep kelainan atau luar biasa mencakup anak yang
menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.
(Mulyono, 2006: 26)

Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/

penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak

signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan

khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Heward mengemukakan bahwa: Anak berkebutuhan khusus adalah

anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya

tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

Anak anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas

tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan

pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak

yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa

disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam

perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar

potensinya dapat berkembang secara optimal.


18

2.4.1 TUNA RUNGU

Secara fisik, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak pada

umumnya, tetapi mereka akan kelihatan kekurangannya saat berbicara sama

orang lain. Karena orang akan mengetahui kalau anak itu menyandang tuna

rungu saat mereka berbicara, mereka berbicara tidak atau kurang jelas

bahkan ada yang tidak bisa berbicara. Anak tuna rungu adalah anak yang

mengalami gangguan pendengaranan percakapan dengan derajat

pendengaran yang berfariasi antara 27dB 40 dB dikatakan sangat ringan,

41 dB 55 dB dikatakan Ringan, 56 dB 70 dB dikatakan Sedang, 71 dB

90 dB dikatakan Berat, dan 91 ke atas dikatakan Tuli.

Dari ketidak mampuan anak tuna rungu dalam berbicara, muncul

pendapat bahwa anak tuna rungu adalah anak yang hanya tidak bisa

mendengar sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan orang

disekitarnya.Sehingga tuna rungu dianggap tuna yang paling ringan dan

banyak mengundang simpati orang disekitarnya. Cara pembelajaran dalam

kelas anak tuna rungu adalah dengan metode membaca serta menggunakan

isyarat tangan dan bahasa tubuh untuk menerangkan materi pelajaran

kepada mereka.

2.4.2 TUNA WICARA

Tuna Wicara adalah seseorang yang tidak bisa berbicara dengan jelas.

Tuna wicara atau yang lebih sering disebut bisu disebabkan karena adanya

gangguan organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut,

lidah dan sebagainya. Tuna wicara sering berkaitan dengan tuna rungu,
19

karena seseorang yang tidak dapat mendengar dengan baik dan berakibat

pada cara berbicara.

Seseorang yang mengalami gangguan pendengaran memiliki 3 macam

kategori, yaitu :

a. Ringan (20 30 desibel)

Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-

kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga

pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.

b. Sedang (40 60 desibel)

Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami

pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio

dengan volume maksimal.

c. Berat/parah (di atas 60 desibel)

Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang

lain, suara yang mampu mereka dengar adalah suara yang sama kerasnya

dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya kalau masuk dalam kategori ini

sudah menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan

membaca gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Cara

pembelajaran tuna wicara adalah dengan cara menjelaskan materi

pembelajaran secara langsung, selain itu metode secara visual seperti

memperluhatkan video dan gambar harus tetap diberikan, karena itu bisa

menambah pemahaman anak didik. Dan seorang pendidik juga harus


20

mampu menguasai bahasa tubuh dan gerak tubuh, karena tidak semua

pencandang tuna rungu dapat mendengar dengan baik.

2.4.3 TUNA GRAHITA

Tuna Grahita/Cacat Ganda adalah kelainan dalam pertumbuhan dan

perkembangan pada mental intelektual sejak bayi / dalam kandungan atau

masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor organik biologis

maupun faktor fungsional, adakalanya disertai dengan cacat fisik.

Ciri ciri Tuna Grahita antara lain :

1. Kecerdasan sangat terbatas.

2. Ketidakmampuan sosial yaitu tidak mampu mengurus diri sendiri,

sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain.

3. Keterbatasan minat.

4. Daya ingat lemah.

5. Emosi sangat labil.

6. Apatis, acuh tak acuh terhadap sekitarnya.

7. Kelainan badaniah khusus jenis mongoloid badan bungkuk, tampak

tidak sehat, muka datar, telinga kecil, badan terlalu kecil, kepala terlalu

besar, mulut melongo, mata sipit.

Tuna grahita memiliki kategori yang berbeda-beda, yaitu :

a. Debil, yaitu cacat mental ringan. Penyandang cacat yang termasuk

kategori debil masih mampu latih dan mampu didik.

b. Embisil, yaitu cacat mental sedang. Penyandang cacat yang termasuk

kategori embisil masih mampu latih.


21

c. Idiot, yaitu cacat mental berat. Penyandang cacat yang termasuk

kategori ini tidak dapat dilatih maupun dididik, karena tingkat

kecerdasan (IQ) yang dimiliki sangat rendah, sehingga hanya mampu

rawat.

Cara pembelajaran penyandang tuna grahita adalah tergantung dari

kategori yang mereka sandang, dan guru atau pendidik penyandang tuna ini

harus ekstra sabar karena mereka mempunyai keterbatasan mental dan

kecerdasan yang kurang dibadingkan dengan anak-anak yang lainnya.

2.4.4 TUNA NETRA

Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam

penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan.

1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang

memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat

mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan

pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang

kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan

kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu

membaca tulisan yang bercetak tebal.

3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak

dapat melihat.

Cara pembelajaran tuna netra adalah seperti menjelaskan materi pada

umumnya, tidak ada yang istimewa dalam pembelajarannya.Karena mereka


22

tidak dapat melihat, sehingga mereka menggunakan huruf brile dalam

membaca maupun menulis materi pelajaran. Jangan meremehkan mereka

karena mereka tidak bisa melihat, disisi lain mereka adalah anak-anak yang

memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Bahkan ada

yang sampai juara tingkat internasional dalam ajang lomba MIPA tingkat

Nasional.

2.4.5 TUNA DAKSA

Tuna daksa adalah suatu keadaan yang menghambat kegiatan individu

sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, atau sendi

sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan

dan untuk berdiri sendiri.Kondisi ini dapat disebabkan karena pembawaan

sejak lahir, penyakit atau kecelakaan. Anak tuna daksa sering disebut juga

anak cacat tubuh atau cacat fisik.Tuna daksa adalah anak yang memiliki

anggota tubuh yang tidak sempurna.Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat

fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuh, bukan

cacat inderanya.

Anak Tuna Daksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk

kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan

gangguan perkembangna keutuhan pribadi.Salah satu definisi mengenai

anak tuna daksa menyebutkan bahwa anak tuna daksa adalah anak

penyandang cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot,

sendi, maupun sarafnya. Cara pembelajaran tuna daksa adalah


23

menggunakan metode pengenalan, disini pendidik harus mengajari

selangkah demi selangkah dan harus cermat, agar membekas dipikiran anak

didik. Jika anak sudah mau mengikuti instruktur dari guru, maka guru harus

memberikan pujian agar anak merasa senang dengan apa yang ia lakukan,

dan dia akan mengulanginya lagi ketika mendengar perintah itu.

2.4.6 TUNA LARAS

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya

menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan

aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor

internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Indikasi anak berkelainan emosi dapat dipantau dari tekanan jiwa yang

ditunjukkan dalam bentuk kecemasan yang mendalam (anxiety, neurotism)

maupun perilaku psikose.Perilaku anak penyandang kelainan emosi dalam

konteks yang lebih besar mengalami penyimpangan penyesuaian perilaku

sosial. Sebagaimana jenis ketunaan lain, anak yang dikategorikan

berkelainan perilaku (tunalaras) dapat dikelompokkan dalam jenjang, mulai

jenjang sangat ringan sampai sangat berat. Namun demikian, tidak tersusun

secara eksplisit sebab batas antara jenjang yang satu dengan yang lain

sangat tipis dan samar.

Cara pembelajaran anak tuna laras adalah dengan Pendampingan satu

atau dua guru pada setiap siswa. Hal ini dimaksudkan bahwa yang

mendampingi tidak hanya dari guru saja, tapi juga dari pendampingan orang
24

tua agar pembentukan karakter pada anak bisa mengena secara langsung.

Selain itu, memberikan suasana belajar yang menyenangkan tanpa ada unsur

paksaan agar anak bisa mengekspresikan emosinya dengan baik

2.5 Pendidikan sekolah luar biasa

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah yang di rancang khusus

untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan. Pendidikan

yang digunakan adalah pendidikan luar biasa untuk anak-anak berkebutuhan

khusus.

Pendidikan Luar Biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta


didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
penbelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan
luar biasa juga berarti pembelajaran yang di rancang khususnya untuk
memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan
luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat di
akomodasikan dalam program pendidikan umum. (Direktorat PLB,
2004: 47).

Secara singkat, pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran

yang di siapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa.

Contohnya adalah seorang anak yang kurang dalam pengelihatan

memerlukan buku yang hurufnya diperbesar.Pendidikan luar biasa

berasumsi bahwa terdapat kelompok anak yang terpisah yang memiliki

kebutuhan pendidikan khusus dan seringkali disebut Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK).

Asumsi ini tidak benar karena:

1. Anak manapun dapat mengalami kesulitan dalam belajar.


25

2. Banyak anak penyandang cacat tidak memiliki masalah dalam belajar,

hanya mengalami masalah dalam aksesnya, namun mereka masih diberi

label anak berkebutuhan khusus.

3. Anak yang memiliki kecacatan intelektual seringkali dapat belajar dengan

sangat baik dalam bidang tertentu atau padatahap tertentu dalam

hidupnya.

Pendidikan luar biasa tidak mendefinisikan istilah khusus, pada

kenyataannya yang sering disebut khusus merupakan kebutuhan belajar

yang umum saja. Misalnya, kebutuhan untuk dapat memahami apa yang

dikatakan guru, untuk dapat mengakses bahan bacaan, untuk dapat masuk

ke dalam bangunan sekolah. Pendidikan luar biasa meyakini bahwa metode

khusus, guru khusus, lingkungan khusus dan peralatan khusus diperlukan

untuk mengajar anak luar biasa. Ini Salah, yang disebut metode khusus itu

sering kali tidak lebih dari sekedar metode berkualitas baik yang difokuskan

pada kebutuhan anak. Setiap anak butuh belajar dengan dukungan dan

dalam lingkungan yang kondusif.

Pendidikan luar biasa memandang anak sebagai yang bermasalah,

bukan sistemnya atau gurunya. Salah dengan ditempatkan pada lingkungan

yang tepat dan diberi dorongan, anak pasti akan mau belajar. Jika anak tidak

mau belajar, maka guru dan lingkungannya itulah yang membuat anak itu

gagal. Pendidikan luar biasa mendefinisikan keseluruhan individu anak

berdasarkan kecacatannya dan mengelompokkannya berdasarkan

kecacatannya itu. Salah Pada kenyataannya kecacatan hanya merupakan


26

satu bagian saja dari diri anak. Sebagian besar kualitas dan karakteristik

anak penyandang cacat sama dengan anak pada umumnya membutuhkan

teman, butuh dilibatkan, dicintai, ambil bagian dalam masyarakatnya.

Pendidikan luar biasa ingin membuat anak menjadi normal bukannya

menghargai kekuatan dan karakteristik yang dimilikinya. Ini dapat

mengakibatkan penekanan yang tidak semestinya untuk membuat anak

berbicara atau berjalan, meskipun hal itu tidak realistis dan dapat

mengakibatkan perasaan sakit yang tak semestinya.

2.5.1 Macam-Macam Pendidikan Luar Biasa

a. System pendidikan segregasi System pendidikan dimana anak

berkelainan terpisah dari system pendidikan anak normal.

Penyelenggaraan system pendidikan segregasi di laksanakan secara

khusus dan terpisah dari penyelenggaran pendidikan untuk anak normal.

b. System Pendidikan Integrasi System pendidikan luar biasa yang

bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa

memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan

siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.

c. Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)

Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia

umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi,

diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan

yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan

hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk


27

berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait

dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.

Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak

berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal)

untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Salah satu kelompok

yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa

penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah

dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk

memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat

mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

2.5.2 Teori dan Model Pendidikan Inklusi

Di Indonesia, pendidikan inklusif secara resmi yang dipahami oleh

pemerintah dan banyak dirujuk dalam oleh masyarakat, didefinisikan

sebagai berikut:

Pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai system layanan pendidikan


yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama
dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat
tinggalnya.Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak
sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan
prasarana pendidikan, maupun system pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu peserta didik. (Direktorat PLB, 2004).

Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70

tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki

Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa

menyebutkan, bahwa:
28

Pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki

kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkung pendidikan

secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pada pasal 2 peraturan tersebut menjelaskan, bahwa Pendidikan inklusi

bertujuan:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik

yang memiliki kelainan fisik, emosi, mental,dan sossial atau memiliki

potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh

pendidikan.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik

sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

Menurut ONeil seperti yang dikutib oleh Mohammad Takdir Ilahi

(2013), bahwa Pendidikan inklusi sebagai system layanan pendidikan

mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah

terdekat, di kelas regular secara bersama-sama dengan teman seusiannya.

Pada akhirnya inklusi, merupakan sebuah filosofi pendidikan dan

social, dalam inklusi semua orang adalah bagian yang berharga dalam

kebersamaan, apapun perbedaannya. Sehingga dalam pendidikan inklusi

berarti semua anak, tidak terlepas dari kemampuan maupun

ketidakmampuannya, jenis kelamin, status social-ekonomi, suku, latar


29

belakang budaya atau Bahasa dan agama menyatu dalam satu komunitas

sekolah yang sama.

2.5.3 Model Pendidikan Berkebutuhan Khusus

Menurut Suyanto & Mudjito A.K. (2012: 5),

ada tiga model pendidikan untuk menggabungkan anak berkebutuhan


khusus dengan anak normal dalam satu lingkungan belajar, yakni:
1. Mainstream, adalah system pendidikan yang menempatkan anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah umum, mengikuti kurikulum
akademis yang berlaku, dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi
kurikulum. Diikuti oleh anak-anak yang sakit namun tidak berdampak
pada kemampuan kognisinya.
2. Integrasi, adalah menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus dalam
kelas anak-anak normal, dimana mereka mengikuti pelajaran-pelajaran
yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata pelajaran
akademis lainnya anak-anak berkebutuhan khusus itu memperoleh
pengganti di kelas yang berbeda dan terpisah. Penempatan integrasi itu
tidak sama dengan integrasi pengajaran dan itegrasi sosial, karena
tergantung pada dukungan yang diberikan sekolah.
3. Inklusi, adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas
No. 70 tahun 2009)

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Kamal fuadi. 2011. Analisis Kebijakan penyelenggaraan

pendidikan inklusif di provinsi DKI Jakarta. Jurusan kependidikan islam,

Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, Universitas islam negeri syarif

hidayatullah Jakarta

Hasil pembahasan ditemukan bahwa pendidikan inklusif yang

diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta cenderung untuk mendeskripsikan

penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam

program sekolah. Walaupun peserta didik dengan kecerdasan dan/atau bakat


30

istimewa juga dimasukkan dalam salah satu peserta didik pendidikan

inklusif, keberadaan mereka tidak banyak menjadi isu dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penyelenggaraan pendidikan inklusif

tidak menggunakan model sebagaimana terdapat dalam literatur dan

ketentuan umum pendidikan inklusif. Model hanya merupakan bagian dari

strategi yang perlu diketahui dan dilaksanakan guru.

2. Amir Maruf. 2009. Model pendidikan inklus di Man

Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa MAN Maguwoharjo

melaksanakan pendidikan inklusi sejak berdiri, yakni tahun 1967. Madrasah

ini menerima dan mendidik siswa difabel sebagaimana layaknya siswa-siswi

yang lain. Kurikulum yang digunakan menggunakan kurikulum Departemen

Agama. dari pengalaman yang telah lalu, ternyata siswa difabeldapat

mencerna pelajaran yang diberikan, dan mempunyai kemampuan emosi dan

sosial yang bagus, dan meningkat secara signifikan. Hampir setiap tahun,

siswa terbaik adalah siswa difabel. Ini menunjukkan bahwa dengan

pendidikan inklusi, siswa difabel diuntungkan dengan lingkungan belajar

yang luas, memunyai kesempatan berinteraksi sosial dengan siswa yang

normal, dan siswa yang normal mampu belajar bahwa tidak semua orang

memiliki kemamuan yang sama.

Anda mungkin juga menyukai